4.1. Pendahuluan
Berdasarkan teori struktural, pelat dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok
yaitu pelat tipis lendutan kecil, pelat tipis lendutan besar dan pelat tebal. Pelat tipis
lendutan kecil adalah pelat dengan rasio tebal terhadap panjang sisi terpendek lebih kecil
atau sama dengan 1/20 dan lendutan yang terjadi lebih kecil atau sama dengan 0,20 tebal
pelatnya. Kriteria pelat tipis lendutan besar digunakan untuk pelat dengan rasio tebal pelat
terhadap panjang sisi terpendek lebih kecil dari 1/20 dan lendutan yang terjadi lebih besar
daripada 0,20 tebal pelatnya. Sedangkan kriteria pelat tebal digunakan untuk pelat yang
mempunyai tebal lebih besar dari 1/10 panjang sisi terpendek, dan pengaruh deformasi
geser harus diperhitungkan (Ugural, A.C. 1984).
Teori pelat dapat berdasarkan pada hubungan tegangan regangan yaitu teori pelat
elastis yang menganggap bahwa hubungan tegangan dan regangan bersifat linier,
mengikuti hukum Hooke. Teori pelat yang lain adalah teori elastisitas tak linier yang
menganggap bahwa hubungan tegangan dan regangan bersifat tidak linier sehingga
diperlukan analisis nonlinier (Ugural, A. C., 1984).
Gambar 4.1. Jenis Lantai Kendaraan Beton Bertulang (Heins, C.P. dkk, 1979)
a. Pelat (slab), b. Pelat pseudo ( pseudo slab), c. Pelat dan gelagar (slab
and beam), d. Selular (cellular)
Umumnya tipe jembatan yang sering dijumpai adalah tipe pelat dan gelagar (slab
and beam type). Struktur ini terdiri atas beberapa gelagar yang mempunyai bentang
searah jalan yang dihubungkan dan ditutup dengan lantai kendaraan beton bertulang
(reinforced concrete deck). Gelagar longitudinal dapat dibentuk dari beberapa material
yang berbeda, tapi biasanya terbuat dari beton bertulang atau baja (Heins, C.P. dkk,
1979).
Pada lantai kendaraan dengan gelagar longitudinal dan melintang, pelat beton
bertulang ditumpu pada keempat sisinya di mana setiap sudutnya tertahan terhadap gaya
angkat dan membentang dalam dua arah. Momen dalam dua arah dapat dihitung
menggunakan kurva perancangan yang diciptakan oleh M. Pigeaud (Raju, N.K., 1991).
Gambar 4.2. Bidang beban roda dan penyebaran beban dalam metode
M. Pigeaud Aswani, M.G.,1975)
Gambar 4.3. Kombinasi Perletakan Sisi Pelat dan Faktor Koreksinya, f 1 (Aswani,
M.G., 1975)
a e b b e c c e c
0,2 0,85 0,95 0,85
5 0,95 0,85 0,90 0,90 0,90
a d b b d c c d c
0,2 0,70 0,95 0,70
5 0,95 0,70 0,90 0,90 0,90
a e b b e c c e c
0,2 0,85 0,95 0,85
5 0,95 0,85 0,90 0,90 0,90
Beberapa grafik M.Pigeaud dan metode perhitungannya disajikan pada akhir bab ini.
(4.4)
(4.5)
Persamaan (4.4) dan (4.5) dapat digunakan untuk mendapatkan momen lentur
pelat yang ditimbulkan oleh pembebanan sebagian sedangkan momen lentur pelat akibat
pembebanan seluruhnya diperoleh dengan mensubstitusikan u = B dan v = L ke dalam
persamaan (4.4) dan (4.5).
(4.7)
(4.8)
maka persamaan (4.4) dan (4.5) menjadi
Mx = P(m1 + m2) (4.9)
My = P(m2 + m1) (4.10)
Persamaan (4.9) dan (4.10) dapat ditulis dalam bentuk sebagai berikut :
my = f(B,L,u,v,y,,) (4.12)
dengan
B = panjang pelat
Bab IV Perencanaan Lantai Kendaraan IV - 12
L = lebar pelat
u = panjang bidang kontak roda
v = lebar bidang kontak roda
x = absis titik tinjauan momen
y = ordinat titik tinjauan momen
Total, Pd = 59,31 KN
u 2,25
B = 2,25 = 1
v 4
L = 4 =1
u 0,944
0,42
B 2,55
v 0,744
0,186
2 ,2 5 m L 4
dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien
momen :
m1 = 15,3 .10-2 ; m2 = 9,2 .10-2
1 ,0 m
v
u 1
2x u 1
formasi (i)
u = 2 (u1 + x ) = 2 ( 0,944 + 0,028 ) =1,944 m
v = 0,744 m
rasio bidang beban pelat
u 1,944
0,864
B 2,55
v 0,744
0,186
L 4
dari grafik M Pigeaud diperoleh nilai koefisien momen :
m1 = 10,1. 10-2; m2= 6,5 . 10-2
m1 (u1 + x ) = 9,8172 10-2 ; m2 ( u1 + x ) = 6,318 10-2
formasi (ii)
u = 2x = 0,056 m; v = 0,744
rasio bidang beban pelat :
2 Pl
Mll 2y = rm u1 (m2 + 0,15 m1)
0,25.2.100
= 0,25 0,9444 (6,0128 .10-2 + 0,15. 9,1284 .10-2) = 3,91 KNm /m
Roda 1
formasi (i)
u = 2 (u1 + x ) = 2 ( 0,597 + 0,528) = 2,25 m
v = 0,744 m
rasio bidang beban pelat :
v 2,25
1
B 2,25
v 0,744
0,186
L 4
Gambar 4.16 Kondisi Beban
Hidup 3
formasi (ii)
u = 2x = 2.0,528 = 1,056 m
v = 0,7444 m
rasio bidang beban pelat :
Momen rencana :
Mx = Mdlx + Mllx
= 0,7317 + 5,3127 = 6,0444 KNm/m
My = Mdly + Mlly
= 0,2402 + 3,91 = 4,1502 KNm/m
Penyelesaian :
a. Rasio sisi panjang terhadap lebar pelat :
L
k = f1 B = 1 x 5/2 = 2,5
b. Koefisien reduksi momen rm = 0,8
c. Perhitungan beban tetap :
Berat pelat beton = c ts L B = 25 x 0,20 x 5 x 2 = 50 KN
Total, Pd = 65,9 KN
Kondisi Pembebanan 1
Kondisi Pembebanan 2
Formasi (iii)
m1 = (8,9424 – 0,966) 10-2 = 7,9764 . 10-2
m2 = (5,0544 - 0,2912) 10-2 = 4,7632 . 10-2
2 Pl
Mll 2x = rm u 1 ( m1 + 0,15 m2 )
2.100
= 0,8 0,944 (7,9764 . 10-2 + 0.15 . 4,7632 . 10-2)
= 14,7303 KN m/m
2 Pl
Mll 2y = rm u 1 ( m2 + 0,15 m1 )
2.100
= 0,8 0,944 (4,7632 . 10-2 + 0.15 . 7,9764 . 10-2)
= 10,1011 KN m/m
Roda 1 :
Formasi (i)
u = 2 (u1 + x) = 2 (0,472 + 0,528) = 2 m
v = 0,744
rasio bidang beban pelat :
Formasi (ii)
u = 2x = 2. 0,528 = 1,056
v = 0,744
rasio bidang beban pelat :
Pl
Mll 3 x roda 1 = rm u 1 ( m1 + 0,15 m2 )
50
= 0,8 0,472 (1,1328 . 10-2 + 0.15 . 0,8816. 10-2)
= 1,0721 KNm/m
Pl
Mll 2 y roda 1 = rm u 1 ( m2 + 0,15 m1 )
50
= 0,8 0,472 (0,8816 . 10-2 + 0.15 . 1,1328 . 10-2)
= 0,8911 KNm/m
Momen rencana :
Mx = M dlx + Mllx
= 2,3513 + 14,7303 = 17,0816 KNm/m
My = Mdly + Mlly
= 0,5588 + 10,1011 = 10,6599 KNm/m
Sesuai dengan kondisi batas pelat maka momen maksimum pelat diperoleh
dengan mensubstitusikan x=1/28, y=1/2L, =1/2B, dan =1/2L ke dalam persamaan (4.7)
dan (4.8) sehingga didapat :
(4.12)
(4.13)
atau dalam bentuk fungsi dapat ditulis
Bab IV Perencanaan Lantai Kendaraan IV - 27
m1 = f(B,L,u,v)
m2 = f(B,L,u,v)
Adanya substitusi di atas mengakibatkan jumlah variabel fungsi m 1 dan m2
tereduksi menjadi empat. Bila perbandingan L dan B diketahui maka dapat dibentuk suatu
grafik yang menggambarkan hubungan antara nilai u/b, v/L dengan m1 dan m2 seperti
tampak dilampirkan pada akhir bab ini.