immigrant families.
In 2005 Jokowi, as a member of the Indonesian Democratic Party of Struggle (Partai
Demokrasi Indonesia-Perjuangan; PDI-P), won election as mayor of Surakarta—the
first person to be directly elected to that post. He was extraordinarily effective
in reducing crime and attracting foreign tourists to the city. His habit of making
spontaneous visits to poor neighbourhoods and his refusal to accept a salary for
his public service contributed to his reputation for humility and honesty. In 2010
Jokowi
Secara yuridis, keberadaan lembaga kearsipan Indonesia dimulai sejak
diproklamasikan kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Negeri diambil alih kembali oleh pemerintah Belanda. Nama Lembaga Arsip Negeri
berganti lagi menjadi Landsarchief kembali. Sebagai pimpinan Landsarchief adalah
Prof.W. Ph. Coolhaas yang menjabat hingga berdirinya Republik Indonesia
impacted by the American “Dust Bowl” — hundreds of people entrenched in poverty,
whose humanity Evans and Agee desperately implore their audience to see in their
book.
Indonesia terdiri dari berbagai suku bangsa, bahasa, dan agama. Berdasarkan rumpun
bangsa, Indonesia terdiri atas bangsa asli pribumi yakni Austronesia dan Melanesia
di mana bangsa Austronesia yang terbesar jumlahnya dan lebih banyak mendiami
Indonesia bagian barat. Dengan suku Jawa dan Sunda membentuk kelompok suku bangsa
terbesar dengan persentase mencapai 57% dari seluruh penduduk Indonesia.[21]
Semboyan nasional Indonesia, "Bhinneka Tunggal Ika" (Berbeda-beda tetapi tetap
satu), bermakna keberagaman sosial-budaya yang membentuk satu kesatuan negara.
Keterangan dari arsip tersebut diperlukan untuk membebaskan diri dari tawanan
Jepang, jika mereka dapat menunjukkan bukti turunan orang Indonesia meski bukan
dari hasil pernikahan.
Jokowi applied himself at school and won admittance to Gadjah Mada University in
Yogyakarta, from which he graduated (1985) with a degree in forestry engineering.
For several years he worked for a state-owned pulp mill in the Aceh region of
Di Kepulauan Maluku, terdapat dua kesultanan besar yang terkenal, yaitu Ternate dan
Tidore yang berpusat di wilayah yang saat ini termasuk dalam wilayah Maluku Utara.
[63] Wilayah Ternate pada masa kejayaannya, yaitu pada abad ke-16, mencakup Pulau
Ternate, sebagian kecil Pulau Halmahera, Kepulauan Maluku bagian tengah, Pulau
Sulawesi bagian utara dan timur, hingga ke Nusa Tenggara Timur. Sementara itu,
Tidore pada masa kejayaannya yang juga pada abad ke-16 meliputi Pulau Tidore,
sebagian besar Pulau Halmahera, hingga ke Papua Barat.[64]
The city has broad tree-lined streets and numerous historic buildings, including
most notably a palace (1745; of the susuhunan, one of the traditional princes of
central Java), a prince’s court (1788; that of the mangkunegaran, another
traditional ruler), and a Dutch fort (1779; now a garrison headquarters). Renowned
as an educational and cultural centre, Surakarta contains the