Anda di halaman 1dari 38

*;»v..

r‘
-m4

BUPATI KLATEN
PROVINSI JAWA TENGAH
PERATURAN BUPATI KLATEN
NOMOR X 5 TAHUN 2019
TENTANG
PENYEDIAAN SARANA DAN PRASARANA AKSESIBILITAS PADA BANGUNAN
GEDUNG FASILITAS UMUM BAGI PENYANDANG DISABILITAS
DI KABUPATEN KLATEN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI KLATEN,

Menimbang : a. bahwa penyandang disabilitas merupakan bagian dari


masyarakat Indonesia yang mempunyai kedudukan,
hak, kewajiban dan peran yang sama dengan
masyarakat lainnya di segala aspek kehidupan dan
penghidupan;
b. bahwa untuk mewujudkan kesamaan kedudukan, hak,
kewajiban dan peran penyandang disabilitas
sebagaimana dimaksud pada huruf a perlu penanganan
yang lebih memadai, terpadu dan berkesinambungan
yang pada akhirnya akan menciptakan kemandirian
dan kesejahteraan penyandang disabilitas;
c. bahwa untuk menindaklanjuti Undang-Undang Nomor
8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas dan
Peraturan Menteri Pekeijaan Umum Nomor
30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b dan huruf c perlu
menetapkan Peraturan Bupati tentang Penyediaan
Prasarana Aksesibilitas pada Bangunan Gedung Bagi
Penyandang Disabilitas di Kabupaten Klaten;
Mengingat 1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1950 tentang
Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam
Lingkungan Propinsi Jawa Tengah;
2. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2002 Nomor 134, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4247);
3. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang
Pelayanan Publik (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5038);
4. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5234);
5. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587)
sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir
dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
5679);
6. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 292, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5601);
7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 69, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5871);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28
Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 83,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4532);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2017 tentang
Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 73, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6041);
10. Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2014 tentang
Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2014 Nomor 199);
11. Peraturan Menteri Pekeijaan Umum Nomor
29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis
Bangunan Gedung;
12. Peraturan Menteri Pekeijaan Umum Nomor
30/PRT/M/2006 tentang Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas pada Bangunan dan Lingkungan;
13. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 80 Tahun 2015
tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 2036);
14. Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 15 Tahun
2011 tentang Bangunan Gedung (Lembaran Daerah
Kabupaten Klaten Tahun 2011 Nomor 15, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Klaten Nomor 70) ;
15. Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 29 Tahun
2018 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak
Penyandang Disabilitas (Lembaran Daerah Kabupaten
Klaten Tahun 2018 Nomor 28, Tambahan Lembaran
Daerah Kabupaten Klaten Nomor 190);
16. Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 8 Tahun
2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat
Daerah Kabupaten Klaten (Lembaran Daerah
Kabupaten Klaten Tahun 2016 Nomor 8, Tambahan
Lembaran Daerah Kabupaten Klaten Nomor 138);
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN BUPATI TENTANG PENYEDIAAN


SARANA DAN PRASARANA AKSESIBILITAS PADA
BANGUNAN GEDUNG FASILITAS UMUM BAGI
PENYANDANG DISABILITAS DI KABUPATEN KLATEN.

BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Bupati ini yang dimaksud dengan :
1. Daerah adalah Kabupaten Klaten.
2. Pemerintah Daerah adalah Bupati sebagai unsur penyelenggara
Pemerintahan Daerah yang memimpin pelaksanaan Urusan
Pemerintahan yang menjadi kewenangan Daerah otonom.
3. Bupati adalah Bupati Klaten.
4. Perangkat Daerah adalah pembantu Bupati dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dalam penyelenggaraan Urusan Pemerintahan yang
menjadi kewenangan Daerah.
5. Bangunan Gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang
menyatu dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya
berada diatas dan/atau di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi
sebagai tempat manusia melakukan kegiatannya, baik untuk hunian
atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan, kegiatan usaha, kegiatan
sosial, budaya maupun kegiatan khusus.
6. Bangunan gedung fasilitas umum adalah semua bangunan, tapak
bangunan dan lingkungan luar bangunannya, baik yang dimiliki oleh
pemerintah dan swasta, maupun perorangan, yang berfungsi selain
sebagai rumah tinggal pribadi yang didirikan, dikunjungi dan mungkin
digunakan oleh semua orang termasuk penyandang disabilitas, lansia
dan yang berkebutuhan khusus.
7. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka
waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh
dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
8. Aksesibilitas adalah kemudahan yang disediakan bagi semua orang
guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek
kehidupan dan penghidupan.
9. Pedoman persyaratan teknis adalah acuan bagi kegiatan
pembangunan, yang meliputi perencanaan teknis dan pelaksanaan
konstruksi serta pemanfaatan bangunan gedung fasilitas umum yang
aksesibel bagi semua orang .
10. Penyelenggaraan bangunan gedung fasilitas umum adalah kegiatan
pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan
pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian dan
pembongkaran bangunan gedung.
11. Pemilik bangunan gedung fasilitas umum adalah orang, badan
hukum, kelompok orang, atau perkumpulan, yang menurut hukum
sah sebagai pemilik gedung fasilitas umum.
12. Pengguna bangunan gedung fasilitas umum adalah pemilik bangunan
gedung fasilitas umum, dan/atau bukan pemilik bangunan gedung
fasilitas umum berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan
gedung fasilitas umum, yang menggunakan dan/atau mengelola
bangunan gedung fasilitas umum atau bagian bangunan gedung
fasilitas umum sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
13. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha
dan lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan
gedung, termasuk masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang
berkepentingan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.
14. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung fasilitas umum adalah
kegiatan pengaturan, pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka
mewujudkan tata pemerintahan yang baik sehingga setiap
penyelenggaraan bangunan gedung fasilitas umum dapat berlangsung
tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung fasilitas umum yang
sesuai dengan fungsinya, serta terwujudnya kepastian hukum.

Pasal 2
Asas dari Peraturan Bupati ini adalah:
a. Keselamatan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu
lingkungan terbangun, harus memperhatikan keselamatan bagi
penyandang disabilitas;
b. Kemudahan, yaitu penyandang disabilitas dapat mencapai semua tempat
atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan;
c. Kegunaan, yaitu penyandang disabilitas harus dapat mempergunakan
semua tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu
lingkungan;
d. Kemandirian, yaitu setiap orang harus bisa mencapai, masuk dan
mempergunakan semua tempat atau bangunan yang bersifat umum
dalam suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang
lain; dan
e. Keamanan, yaitu setiap bangunan yang bersifat umum dalam suatu
lingkungan terbangun, harus memperhatikan keamanan bagi semua
orang, mengingat disabilitas memiliki kerentanan dalam bermobilitas.

Pasal 3
Tujuan dari Peraturan Bupati ini adalah :
a. mewujudkan bangunan gedung yang fungsional bagi penyandang
disabilitas dan sesuai dengan tata bangunan gedung yang serasi dan
selaras dengan lingkungannya;
b. mewujudkan tertib penyelenggaraan bangunan gedung yang menjamin
keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan; dan
c. mewujudkan kepastian hukum dalam penyelenggaraan bangunan
gedung.

Pasal 4
Ruang lingkup Peraturan Bupati ini adalah mengatur ketentuan tentang
bangunan gedung fasilitas umum yang meliputi :
a. Kewajiban pemilik/pengelola bangunan gedung fasilitas umum;
b. Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas;
c. Pembinaan;
d. Pengawasan dan pengendalian; dan
e. Sanksi.
BAB II
KEWAJIBAN PEMILIK/PENGELOLA BANGUNAN GEDUNG
FASILITAS UMUM
Pasal 5
(1) Setiap pemilik/pengelola bangunan gedung untuk fasilitas umum wajib
menyediakan sarana dan prasarana aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas dan yang memiliki keterbatasan mobilitas sebagaimana
tersebut dalam Lampiran I.
(2) Bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. bangunan untuk fasilitas umum yang telah ada;
b. bangunan untuk fasilitas umum yang akan dibangun; dan
c. bangunan untuk fasilitas umum yang mengalami perubahan dan
penambahan.
(3) Bangunan gedung untuk fasilitas umum yang telah ada sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, wajib menyesuaikan paling lama 5
(lima) tahun setelah Peraturan Bupati ini diundangkan.
(4) Khusus bangunan gedung fasilitas umum bertingkat agar menyediakan
fasilitas pelayanan akses disabilitas dilantai dasar atau menyediakan
prasarana aksesibilitas vertikal.
(5) Bangunan gedung untuk fasilitas umum yang mengalami perubahan
dan penambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, baik
pada fungsi maupun luas bangunan, maka pada bagian bangunan
yang mengalami perubahan dan penambahan harus memenuhi semua
pedoman persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas pada bangunan
gedung dan lingkungan.
(6) Penyediaan prasarana aksesibilitas sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 5 dimaksudkan untuk menciptakan keadaan dan lingkungan
yang lebih menunjang penyandang disabilitas dan yang memiliki
keterbatasan mobilitas agar dapat sepenuhnya hidup bermasyarakat
dan mandiri.

Pasal 6
Jenis bangunan gedung fasilitas umum meliputi :
a. bangunan gedung fungsi usaha, meliputi gedung perkantoran, kantor
pos, bank, gedung pelayanan umum, bidang perdagangan, gedung pabrik
perindustrian, perhotelan, wisata dan rekreasi, restoran, terminal,
stasiun kereta api;
b. bangunan gedung fungsi hunian, meliputi rumah susun, rumah flat,
asrama, panti asuhan, apartemen dan hotel;
c. bangunan gedung fungsi keagamaan meliputi masjid, gereja, pura,
wihara, dan kelenteng serta bangunan keagamaan lainnya; dan
d. bangunan gedung fungsi sosial dan budaya meliputi bangunan untuk
pendidikan, kebudayaan, museum, perpustakaan, pelayanan kesehatan,
laboratorium, bioskop, tempat pertunjukan, gedung konferensi.

BAB III
PEDOMAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS
Pasal 7
(1) Dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan bangunan
gedung dan lingkungan, harus dilengkapi dengan penyediaan fasilitas
dan aksesibilitas.
(2) Setiap orang atau badan termasuk instansi pemerintah dalam
penyelenggaraan pembangunan bangunan gedung dan lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memenuhi pedoman
persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas sebagaimana tersebut
dalam Lampiran II.

BAB IV
PEMBINAAN
Pasal 8
(1) Bupati melakukan pembinaan melalui pengaturan, pemberdayaan dan
pengawasan penyelenggaraan bangunan gedung fasilitas umum
sebagai upaya peningkatan pemenuhan persyaratan bangunan fasilitas
umum dan peningkatan tertib penyelenggaraan bangunan gedung
fasilitas umum.
(2) Bupati dapat melimpahkan kewenagan pelaksanaan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Perangkat Daerah yang
membidangi kawasan permukiman.
(3) Perangkat Daerah sebagaimana dimakud pada ayat (2) dapat
melibatkan Perangkat Daerah terkait dalam melaksanakan pembinaan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
BAB V
PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 9
(1) Pengawasan dan pengendalian terhadap penyelenggaraan bangunan
gedung fasilitas umum dilaksanakan oleh Perangkat Daerah yang
membidangi kawasan permukiman serta melibatkan Dewan Pembina
Pengawas Kesetaraan Kemandirian dan Kesejahteraan Difabel.
(2) Kegiatan pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi
peninjauan lokasi dan pengecekan informasi atas pengaduan
masyarakat.
(3) Dalam melaksanakan pengendalian pembangunan bangunan gedung
fasilitas umum harus menggunakan pedoman teknis aksesibilitas
sebagai dasar pertimbangan dalam memberikan persetujuan atau
penerbitan perizinan mendirikan bangunan gedung fasilitas umum.

BAB VI
SANKSI
Pasal 10
(1) Pemilik dan atau pengelola bangunan gedung fasilitas umum yang tidak
menyediakan fasilitas yang mudah diakses oleh Penyandang Disabilitas
sebagaimana dimaksud dikenai sanksi administratif berupa :
a. peringatan tertulis;
b. pembatasan kegiatan pembangunan;
c. Penghentian sementara atau tetap pada pekerjaan pelaksanaan
pembangunan;
d. Penghentian sementara atau tetap pada pemanfaatan pembangunan;
e. Pembekuan izin mendirikan bangunan gedung;
f. Pencabutan izin mendirikan bangunan gedung;
g. Pembekuan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
h. Pencabutan sertifikat laik fungsi bangunan gedung;
i. Perintah pembongkaran bangunan gedung.
(2) Pelaksanaan sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan
dengan tahapan :
a. tahun pertama sosialisasi peraturan;
b. tahun kedua, apabila belum ada itikad baik untuk menjalankan
peraturan maka sanksi mulai dijalankan melalui teguran pertama;
c. tahun ketiga, apabila teguran pertama belum diindahkan maka
dilakukan teguran kedua;
d. tahun keempat, apabila teguran kedua belum diindahkan maka
dilakukan teguran ketiga.
e. tahun kelima, apabila teguran ketiga belum diindahkan maka
diberikan sanksi yang lebih berat.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Peraturan Bupati ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan


Bupati ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Klaten.

Ditetapkan di Klaten
pada tanggal 27 M&. 2oi0

BUPATI KLATEN,

Diundangkan di Klaten
pada tanggal 3-7 2-CA3
KABUPATEN KLATEN,

BERITA DAERAH KABUPATEN KLATEN TAHUN 2019 NOMOR 2^{


LAMPIRAN I
PERATURAN BUPATI KLATEN
n o m o r ^5tahun 2019
TENTANG
PENYEDIAAN SARANA DAN
PRASARANA AKSESIBILITAS PADA
BANGUNAN GEDUNG FASILITAS
UMUM BAGI PENYANDANG
DISABILITAS DI KABUPATEN
KLATEN

SARANA DAN PRASARANA AKSESIBILITAS BAGI PENYANDANG


DISABILITAS YANG MEMPUNYAI KETERBATASAN MOBILITAS

A. UKURAN DASAR DAN RUANG


Ukuran dan Detail Penerapan Standar

A. J A N G K A U A N K E S A M P IN G B. J A N G K A U A N K E D E P A N

RUANG GERAK BAGI PEMAKAI “KRUK”

C- JANGKAUAN KE SAMPING D. JANGKAUAN KE DEPAN

RUANG GERAK BAGI DIFABEL NETRA


IMI
Ruang bebas untuk
pergerakan tangan

GAMBAR A-4

GAMBAR A S

UKURAN KURSI RODA RUMAH SAKIT

UKURAN KURSI RODA

B. JALUR PEDESTRIAN.

Ukuran dan Detail Penerapan Standar

t* 3 B
&«r5«»:ar»ri»* t r u r teems

P R IN S IP
C. JALUR PEMANDU
Ukuran dan Detail Penerapan Standar

»on

i i 11'
23W
*
!ii!
»91 * »<*> ,
X

8 e
« s
* v
'r,,'1™

CaMM
H P£ TEKSTUR U S U PENASOU
(OUIDtHO BLOCKS)

JEJCL^ |

*ii»l1E»rr T

susunan uem pemandu pada belokan

D. AREA PARKIR
Ukuran dan Detail Penerapan Standar
E. PINTU
Ukuran dan Detail Penerapan Standar

- Grendel (pengungkit) yang


Lpr ISI mudah dioperasikan

Pegangan vertikal pada


1 sisi untuk menarik pintu

Daun pintu dibuat


dengan bobot agak
berat Beri plat
tendang setinggi
25 cm dari tanah
min80cm

PINTU GERBANG PAGAR

Perbedaan ketinggian lantai

RUANG BEBAS PINTU 1 DAUN

PINTU DENGAN PLAT TENDANG


PEGANGAN RAMBATAN DI DEPAN

F. RAM
,y mmiKL-j
\
g
s
5
\

Muka datar (bordes)


untuk seti^> belokan
\
g
8
i
\
Muka daiar pada setiap
landaian maksimal 900 cm

g
§ Kemmngan maksimal 6'
i (di luar bangunan)
maksimal T dalam bangunan

6
!8
Muka datar <S bawah

I lebar min 120 cm


dengan tapi pengaman

Pegangan untuk

Kemiringan:
m aksim al gradien 1:1 C
(luar bangunan),
m aksim al gradien 1:8
(dalam bangunan)
80 cm

Permukaan lantai
harus kasar
dan tidak licin

TIPIKAL RAM
G. TANGGA

Min 30 cm

TIPIKAL TANGGA

H. LIFT
2.8.1 Ukuran dan Detail Penerapan Standar
. min 110 cm .

r Min185cm
I. TOILET
2.9.1 Ukuran dan Detail Penerapan Standar

cnj, 30 cm ^

45 cm
Pegangan
Rambat

L
85 cm
TINGGI PERLETAKAN KLOSET
J. PANCURAN

Pancuran air

Tombol kontrol
kran air

Pegangan
rambat

j. 90 cm j

K. WASTAFEL
2.11.1 Ukuran dan Detail Penerapan Standar.

Jenis kran yang maks


dianjurkan adalah jenis
tekan dan engkol, bukan
kran putar yang licin

c/> E
mS
C tO
EfV

TIPIKAL PEMASANGAN WASTAFEL


L. TELEPON
Ukuran dan Detail Penerapan Standar.

m aks 1 2 5 cm
m aks
. --------
Je--- 20 cm m aks 100 cm
J*-------------------------------- jT

M. PERLENGKAPAN DAN PERALATAN KONTROL


Ukuran dan Detail Penerapan Standar

PERLETAKAN PINTU DAN JENDELA


PERLETAKAN ALAT LISTRIK

N. PERABOT

2.14.1 Ukuran dan Detail Penerapan Standar

mate 85 cm

MEJA BUJUR SANGKAR


O. RAMBU dan MARKA
Ukuran dan Detail Penerapan Standar

SIMBOL AKSESIBILITAS

SIMBOL DIFABEL RUNGU SIMBOL DIFABELDAKSA

SIMBOL RAM SIMBOL TELEPON

teater
SIMBOL PENUNJUK ARAH
min 90 cm
f f

MERAH
(KEBAKARAN)

ALARM LAMPU DARURAT DIFABEL DENGAR


Speaker

Diletakan dinding Utara - Barat -


Timur - Selatan pada ruangan
khotbah, seminar, bioskop, dll

Q rra n Q ® Volume

X Tombol Pemanggil

PELETAKAN RAMBU SESUAI JARAK DAN SUDUT PANDANG

Diietakan gantung
pusat informasi
pada ruang lobby

FASILITAS TELETEXT TUNA RUNGU

min 120 cm
f Diletakan diatas loket informasi
l '
ruang lobby, ruang loket/ informasi &
NAMA PASEN • -
35 cm

diatas pintu keberangkatan pada


a ta u
ruang tunggu airport bandara,
DITUNDA PUKUL 13.00
stasiun KA, pelabuhan, terminal

LIGHT SIGN (PAPAN INFORMASI)


min. 80 cm , min. 60 cm
f ---------------------- 1 1 Diletakan gantung
F ruang khotbah, se
LIFT T I ^ j *

min. 55 cm
O SILA H K A N A ND A BACA
TOILET «- LO TV TEXT AGAR
bioskop, dll
TELETEXT c: JELAS...

SIGN LANGUAGE E
LOBBY t

FASILITAS TV TEXT TUNA RUNGU

P. Ruang Laktasi

A r e a m e n y u su i

L e m a r i p e n d in g in
d a n d isp e n se r

T em p at duduk

b. contoh desain tempat ganti popok bayi (changing table)

BUPATI KLATEN,

't RI MULYANI
LAMPIRAN II
PERATURAN BUPATI KLATEN
NOMOR Z5 t AHUN 2019
TENTANG
PENYEDIAAN SARANA DAN
PRASARANA AKSESIBILITAS PADA
BANGUNAN GEDUNG FASILITAS
UMUM BAGI PENYANDANG
DISABILITAS DI KABUPATEN
KLATEN

PEDOMAN PERSYARATAN TEKNIS FASILITAS DAN AKSESIBILITAS


BAGI PENYANDANG DISABILITAS

A. UKURAN DASAR RUANG


Ukuran dasar ruang tiga dimensi (panjang, lebar, tinggi) mengacu
kepada ukuran tubuh manusia dewasa, peralatan yang digunakan, dan
ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi pergerakan penggunanya.
Persyaratan ukuran dasar ruang adalah sebagai berikut:
1. Ukuran dasar ruang diterapkan dengan mempertimbangkan fungsi
bangunan gedung;
2. Untuk bangunan gedung yang digunakan oleh masyarakat umum
secara sekaligus, seperti balai pertemuan, bioskop, dan sebagainya,
harus menggunakan ukuran dasar maksimum;
3. Ukuran dasar minimum harus menjadi acuan minimal pada
bangunan gedung sederhana, bangunan gedung hunian tunggal,
dan/atau pada bangunan gedung sederhana pada daerah bencana;
dan
4. Ukuran dasar minimum dan maksimum yang digunakan dalam
pedoman ini dapat ditambah atau dikurangi sepanjang asas-asas
aksesibilitas dapat tercapai.

B. JALUR PEDESTRIAN
Jalur yang digunakan untuk berjalan kaki atau berkursi roda bagi
penyandang disabilitas, secara mandiri yang dirancang berdasarkan
kebutuhan orang untuk bergerak aman, mudah, nyaman, dan tanpa
hambatan. Persyaratan jalur pedestrian adalah sebagai berikut:
1. Permukaan
Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca, bertekstur halus
tetapi tidak licin. Hindari sambungan atau gundukan pada
permukaan, kalaupun terpaksa ada, tingginya harus tidak lebih dari
1,25 cm. Apabila menggunakan karpet, maka bagian tepinya harus
dengan konstruksi yang permanen.
2. Kemiringan
Perbandingan kemiringan maksimum adalah 1:8 dan pada setiap
jarak maksimal 900 cm diharuskan terdapat bagian yang datar
minimal 120 cm.
3. Area istirahat
Terutama digunakan untuk membantu pengguna jalan penyandang
cacat dengan menyediakan tempat duduk santai di bagian tepi.
4. Pencahayaan berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas
pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
5. Perawatan dibutuhkan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya
kecelakaan.
6. Drainase
Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman maksimal 1,5
cm, mudah dibersihkan dan perletakan lubang dijauhkan dari tepi
ram.
7. Lebar minimum jalur pedestrian adalah 120 cm untuk jalur searah
dan 160 cm untuk dua arah. Jalur pedestrian harus bebas dari pohon,
tiang rambu-rambu, lubang drainase/gorong-gorong dan benda-benda
lainnya yang menghalangi.
8. Tepi pengaman/kanstin/low curb Penting bagi penghentian roda
kendaraan dan tongkat tuna netra ke arah area yang berbahaya. Tepi
pengaman dibuat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang
jalur pedestrian.

C. JALUR PEMANDU
Jalur yang memandu penyandang disabilitas untuk berjalan dengan
memanfaatkan tekstur ubin pengarah dan ubin peringatan.
Persyaratan jalur pemandu adalah:
1. Tekstur ubin pengarah bermotif garis-garis menunjukkan arah
perjalanan;
2. Tekstur ubin peringatan (bulat) memberi peringatan terhadap adanya
perubahan situasi di sekitamya/waming;
3. Daerah-daerah yang harus menggunakan ubin tekstur pemandu
(guiding blocks):
a. Di depan jalur lalu-lintas kendaraan;
b. Di depan pintu masuk/keluar dari dan ke tangga atau fasilitas
persilangan dengan perbedaan ketinggian lantai;
c. Di pintu masuk/keluar pada terminal transportasi umum atau area
penumpang;
d. Pada pedestrian yang menghubungkan antara jalan dan bangunan;
e. Pada pemandu arah dari fasilitas umum ke stasiun transportasi
umum terdekat;
4. Pemasangan ubin tekstur untuk jalur pemandu pada pedestrian
yang telah ada perlu memperhatikan tekstur dari ubin eksisting,
sedemikian sehingga tidak terjadi kebingungan dalam membedakan
tekstur ubin pengarah dan tekstur ubin peringatan;dan
5. Untuk memberikan perbedaan warna antara ubin pemandu dengan
ubin lainnya, maka pada ubin pemandu dapat diberi warna kuning
atau jingga.

D. AREA PARKIR
Area parkir merupakan tempat parkir kendaraan yang dikendarai oleh
penyandang cacat, sehingga diperlukan tempat yang lebih luas untuk
naik turun kursi roda daripada tempat parkir yang biasa. Sedangkan
daerah untuk menaik-turunkan penumpang (Passenger Loading Zones)
adalah tempat bagi semua penumpang, termasuk difabel, untuk naik
atau turun dari kendaraan.
Persyaratan area parkir adalah sebagai berikut:
1. Fasilitas parkir kendaraan:
a. Tempat parkir penyandang cacat terletak pada rute terdekat menuju
bangunan/fasilitas yang dituju, dengan jarak maksimum 60 meter;
b. Jika tempat parkir tidak berhubungan langsung dengan bangunan,
misalnya pada parkir taman dan tempat terbuka lainnya, maka
tempat parkir harus diletakkan sedekat mungkin dengan pintu
gerbang masuk dan jalur pedestrian;
c. Area parkir harus cukup mempunyai ruang bebas di sekitarnya
sehingga pengguna berkursi roda dapat dengan mudah masuk dan
keluar dari kendaraannya;
d. Area parkir khusus penyandang cacat ditandai dengan simbol tanda
parkir penyandang cacat yang berlaku;
e. Pada lot parkir penyandang cacat disediakan ram trotoir di kedua
sisi kendaraan; dan
f. Ruang parkir mempunyai lebar 370 cm untuk parkir tunggal atau
620 cm untuk parkir ganda dan sudah dihubungkan dengan ram
dan jalan menuju fasilitas- fasilitas lainnya.
2. Daerah menaik-turunkan penumpang
a. Kedalaman minimal dari daerah naik turun penumpang dari jalan
atau jalur lalu lintas sibuk adalah 360 cm dan dengan panjang
minimal 600 cm;
b. Dilengkapi dengan fasilitas ram, jalur pedestrian, dan rambu
penyandang cacat;
c. Kemiringan maksimal, dengan perbandingan tinggi dan panjang
adalah 1:11 dengan permukaan yang rata/datar di semua bagian;
dan
d. Diberi rambu penyandang cacat yang biasa digunakan untuk
mempermudah dan membedakan dengan fasilitas serupa bagi
umum.
3. Tabel jumlah tempat parkir yang aksesibel yang harus disediakan
pada setiap pelataran parkir umum:
JUMLAH JUMLAH
TEMPAT PARKIR TEMPAT PARKIR
YANG TERSEDIA YANG AKSESIBEL
1-25 1
26-50 2
51-75 3
76-100 4
101-150 5
151-200 6
201-300 7
301-400 8
401-500 9
501-1000 2% dari total
1001 d st 20 (+1 untuk setiap
ratusan)
E. PINTU
Pintu merupakan bagian dari suatu tapak, bangunan atau ruang yang
merupakan tempat untuk masuk dan keluar dan pada umumnya
dilengkapi dengan penutup (daun pintu).
Persyaratan pintu adalah sebagai berikut:
1. Pintu pagar ke tapak bangunan harus mudah dibuka dan ditutup oleh
penyandang cacat;
2. Pintu keluar/masuk utama memiliki lebar manfaat bukaan minimal
90 cm, dan pintu-pintu yang kurang penting memiliki lebar bukaan
minimal 80 cm, kecuali untuk Rumah Sakit harus berukuran minimal
90 cm;
3. Di daerah sekitar pintu masuk sedapat mungkin dihindari adanya ram
atau perbedaan ketinggian lantai;
4. Jenis pintu yang penggunaannya tidak dianjurkan:
a. Pintu geser;
b. Pintu yang berat, dan sulit untuk dibuka/ditutup;
c. Pintu dengan dua daun pintu yang berukuran kecil;
d. Pintu yang terbuka ke dua arah ("dorong" dan "tarik"); dan
e. Pintu dengan bentuk pegangan yang sulit dioperasikan terutama
bagi tuna netra.
5. Penggunaan pintu otomatis diutamakan yang peka terhadap bahaya
kebakaran. Pintu tersebut tidak boleh membuka sepenuhnya dalam
waktu lebih cepat dari 5 (lima) detik dan mudah untuk menutup
kembali;
6. Hindari penggunan bahan lantai yang licin di sekitar pintu;
7. Alat-alat penutup pintu otomatis perlu dipasang agar pintu dapat
menutup dengan sempurna, karena pintu yang terbuka sebagian
dapat membahayakan penyandang cacat; dan
8. Plat tendang yang diletakkan di bagian bawah pintu diperlukan bagi
pengguna kursi roda dan tongkat tuna netra;

F. RAM
Ram merupakan jalur sirkulasi yang memiliki bidang dengan kemiringan
tertentu, sebagai alternatif bagi orang yang tidak dapat menggunakan
tangga.
Persyaratan RAM adalah :
1. Kemiringan suatu ram di dalam bangunan tidak boleh melebihi 7°,
dengan perbandingan antara tinggi dan kelandaian 1:8. Perhitungan
kemiringan tersebut tidak termasuk awalan atau akhiran (curb
rams/ landing). Sedangkan kemiringan suatu ram yang ada di luar
bangunan maksimum 6°, dengan perbandingan antara tinggi dan
kelandaian 1:10;
2. Panjang mendatar dari satu ram dengan perbandingan antara tinggi
dan kelandaian 1:8 tidak boleh lebih dari 900 cm. Panjang ram dengan
kemiringan yang lebih rendah dapat lebih panjang;
3. Lebar minimum dari ram adalah 95 cm tanpa tepi pengaman, dan 120
cm dengan tepi pengaman. Untuk ram yang juga digunakan sekaligus
untuk pejalan kaki dan pelayanan angkutan barang harus
dipertimbangkan secara seksama lebarnya, sedemikian sehingga bisa
dipakai untuk kedua fungsi tersebut, atau dilakukan pemisahan ram
dengan fungsi sendiri-sendiri;
4. Muka datar/bordes pada awalan atau akhiran dari suatu ram harus
bebas dan datar sehingga memungkinkan sekurang-kurangnya untuk
memutar kursi roda dengan ukuran minimum 160 cm;
5. Permukaan datar awalan atau akhiran suatu ram harus memiliki
tekstur sehingga tidak licin baik diwaktu hujan;
6. Lebar tepi pengaman ram/kanstin/low curb 10 cm, dirancang untuk
menghalangi roda kursi roda agar tidak terperosok atau keluar dari
jalur ram. Apabila berbatasan langsung dengan lalu lintas jalan umum
atau persimpangan harus dibuat sedemikian rupa agar tidak
mengganggu jalan umum;
7. Ram harus diterangi dengan pencahayaan yang cukup sehingga
membantu penggunaan ram saat malam hari. Pencahayaan
disediakan pada bagian-bagian ram yang memiliki ketinggian terhadap
muka tanah sekitarnya dan bagian-bagian yang membahayakan; dan
8. Ram harus dilengkapi dengan pegangan rambatan (handrail) yang
dijamin kekuatannya dengan ketinggian yang sesuai. Pegangan
rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian.

G. TANGGA
Tangga merupakan fasilitas bagi pergerakan vertikal yang dirancang
dengan mempertimbangkan ukuran dan kemiringan pijakan dan
tanjakan dengan lebar yang memadai.
Persyaratan Tangga adalah :
1. Harus memiliki dimensi pijakan dan tanjakan yang berukuran
seragam;
2. Harus memiliki kemiringan tangga kurang dari 60°;
3. Tidak terdapat tanjakan yang berlubang yang dapat membahayakan
pengguna tangga;
4. Harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail) minimum pada
salah satu sisi tangga;
5. Pegangan rambat harus mudah dipegang dengan ketinggian 65-80 cm
dari lantai, bebas dari elemen konstruksi yang mengganggu, dan
bagian ujungnya harus bulat atau dibelokkan dengan baik ke arah
lantai, dinding atau tiang;
6. Pegangan rambat harus ditambah panjangnya pada bagian ujung-
ujungnya (puncak dan bagian bawah) dengan panjang minimal 30
cm; dan
7. Untuk tangga yang terletak di luar bangunan, harus dirancang
sehingga tidak ada air hujan yang menggenang pada lantainya.

H. LIFT
Lift merupakan alat mekanis elektris untuk membantu pergerakan
vertikal di dalam bangunan, baik yang digunakan khusus bagi
penyandang cacat maupun yang merangkap sebagai lift barang.
Persyaratan lift adalah :
1. Untuk bangunan gedung lebih dari 5 lantai harus menyediakan
minimal 1 (satu) buah lift yang aksesibel, kecuali untuk Rumah Sakit
dan kebutuhan khusus;
2. Toleransi perbedaan muka lantai bangunan dengan muka lantai ruang
lift maksimum 1,25 cm;
3. Koridor/ lobby lift:
a. Ruang perantara yang digunakan untuk menunggu kedatangan
lift, sekaligus mewadahi penumpang yang baru keluar dari lift,
harus disediakan. Lebar ruangan ini minimal 185 cm, dan
tergantung pada konfigurasi ruang yang ada;
b. Perletakan tombol dan layar tampilan yang mudah dilihat dan
dijangkau;
c. Panel luar yang berisikan tombol lift harus dipasang di tengah-
tengah ruang lobby atau hall lift dengan ketinggian 90-110 cm dari
muka lantai bangunan;
d. Panel dalam dari tombol lift dipasang dengan ketinggian 90-120
cm dari muka lantai ruang lift;
e. Semua tombol pada panel harus dilengkapi dengan panel huruf
Braille, yang dipasang dengan tanpa mengganggu panel biasa;dan
f. Selain terdapat indikator suara, layar/tampilan yang secara visual
menunjukkan posisi lift harus dipasang di atas panel kontrol dan
di atas pintu lift, baik di dalam maupun di luar lift [hall/koridor).
4. Ruang lift
a. Ukuran ruang lift harus dapat memuat pengguna kursi roda, mulai
dari masuk melewati pintu lift, gerakan memutar, menjangkau
panel tombol dan keluar melewati pintu lift. Ukuran bersih
minimal ruang lift adalah 140 cm x 140 cm;
b. Ruang lift harus dilengkapi dengan pegangan rambat (handrail)
menerus pada kedua sisinya;
c. Ruang lift harus dilengkapi dengan sarana informasi dan
komunikasi, dengan memperhatikan perkembangan teknologi
informasi yang ada; dan
d. Ruang lift harus dilengkapi dengan permukaan dinding yang
berseberangan dengan pintu lift dapat memantulkan bayangan
(berfungsi sebagai cermin) dimaksudkan untuk memudahkan bagi
pemakai kursi roda melihat langsung pintu lift pada saat
membuka atau menutup.
5. Pintu lift
a. Waktu minimum bagi pintu lift untuk tetap terbuka karena
menjawab panggilan adalah 3 (tiga) detik; dan
b. Mekanisme pembukaan dan penutupan pintu harus sedemikian
rupa sehingga memberikan waktu yang cukup bagi penyandang
cacat terutama untuk masuk dan keluar dengan mudah. Untuk itu
lift harus dilengkapi dengan sensor photo-electric yang dipasang
pada ketinggian yang sesuai.

LIFT TANGGA (starway lift)


Lift tangga adalah alat mekanis elektrik untuk membantu pergerakan
vertikal dalam bangunan, yang digunakan khusus bagi penyandang
cacat secara individu.
Persyaratan Lift Tangga adalah :
1. Untuk bangunan dengan jumlah lantai minimal 3 (tiga), dengan
perbedaan ketinggian lantai minimal empat meter, harus memiliki
minimal 1 (satu) buah lift tangga, yang terdapat pada jalur tangga di
salah satu sisi pada dinding dan memenuhi standar teknis yang
berlaku;
2. Toleransi perbedaan muka lantai bangunan dengan tempat duduk lift
tangga maksimum 60 cm;
3. Tempat duduk:
a. Lebar tempat duduk minimal 40 cm dan tergantung pada kondisi
lebar tubuh penyandang cacat;
b. Perletakan tombol yang mudah dilihat dan dijangkau;
c. Tombol diletakkan pada salah satu sandaran tangan, dilengkapi
dengan panel huruf Braille, dan dipasang tanpa mengganggu panel
biasa; dan
d. Dimensi lift tangga disesuaikan dengan spesifikasi teknis yang
berlaku.
4. Rel penggantung:
a. Kemiringan rel penggantung mengikuti kemiringan tangga;dan
b. Rel penggantung harus kuat dan memenuhi persyaratan teknis
yang berlaku; jalur lift tangga mengikuti jalur tangga dengan arah
lurus (straight], belok (curved) dan melengkung (spiral).

J. TOILET
Toilet merupakan Fasilitas sanitasi yang aksesibel untuk semua orang,
termasuk penyandang cacat dan lansia pada bangunan atau fasilitas
umum lainnya. Persyaratan toilet adalah :
1. Toilet atau kamar kecil umum yang aksesibel harus dilengkapi dengan
tampilan rambu/simbol dengan sistem cetak timbul "Penyandang
Cacat" pada bagian luarnya;
2. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang gerak yang cukup
untuk masuk dan keluar pengguna kursi roda;
3. Ketinggian tempat duduk kloset harus sesuai dengan ketinggian
pengguna kursi roda sekitar 45-50 cm;
4. Toilet atau kamar kecil umum harus dilengkapi dengan pegangan
rambat/handrail yang memiliki posisi dan ketinggian disesuaikan
dengan pengguna kursi roda dan penyandang cacat yang lain.
Pegangan disarankan memiliki bentuk siku-siku mengarah ke atas
untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda;
5. Letak kertas tisu, air, kran air atau pancuran /shower dan
perlengkapan-perlengkapan seperti tempat sabun dan pengering
tangan harus dipasang sedemikian hingga mudah digunakan oleh
orang yang memiliki keterbatasan-keterbatasan fisik dan bisa
dijangkau pengguna kursi roda;
6. Semua kran sebaiknya dengan menggunakan sistem pengungkit
dipasang pada wastafel, dan lain-lain;
7. Bahan dan penyelesaian lantai harus tidak licin;
8. Pintu harus mudah dibuka dan ditutup untuk memudahkan
pengguna kursi roda;
9. Kunci-kunci toilet atau grendel dipilih sedemikian sehingga bisa
dibuka dari luar jika terjadi kondisi darurat; dan
10. Pada tempat-tempat yang mudah dicapai, seperti pada daerah pintu
masuk, dianjurkan untuk menyediakan tombol bunyi darurat
(emergency sound button) bila sewaktu-waktu terjadi sesuatu yang
tidak diharapkan.

K. PANCURAN
Pancuran merupakan fasilitas mandi dengan pancuran (shower) yang
bisa digunakan oleh semua orang, khususnya bagi pengguna kursi roda.
Pesyaratan pencuran adalah sebagai berikut:
1. Bilik pancuran (shower cubicles) harus memiliki tempat duduk yang
lebar dengan ketinggian disesuaikan dengan cara-cara perilaku
memindahkan badan pengguna kursi roda;
2. Bilik pancuran harus memiliki pegangan rambat (handrail) pada posisi
yang memudahkan pengguna kursi roda bertumpu;
3. Bilik pancuran dilengkapi dengan tombol alarm atau alat pemberi
tanda lain yang bisa dijangkau pada waktu keadaan darurat;
4. Kunci bilik pancuran dirancang dengan menggunakan tipe yang bisa
dibuka dari luar pada kondisi darurat (emergency);
5. Pintu bilik pancuran sebaiknya menggunakan pintu bukaan keluar;
6. Pegangan rambat dan setiap permukaan atau dinding yang berdekatan
dengannya harus bebas dari elemen-elemen yang runcing atau
membahayakan; dan
7. Menggunakan kran dengan sistem pengungkit.
L. WASTAFEL
Wastafel merupakan fasilitas cuci tangan, cuci muka, berkumur atau
gosok gigi yang bisa digunakan untuk semua orang.
Persyaratan wastfel adalah :
1. Wastafel harus dipasang sedemikian sehingga tinggi permukaannya
dan lebar depannya dapat dimanfaatkan oleh pengguna kursi roda
dengan baik;
2. Ruang gerak bebas yang cukup harus disediakan di depan wastafel;
3. Wastafel harus memiliki ruang gerak di bawahnya sehingga tidak
menghalangi lutut dan kaki pengguna kursi roda;
4. Pemasangan ketinggian cermin diperhitungkan terhadap pengguna
kursi roda; dan
5. Menggunakan kran dengan sistem pengungkit.

M. TELEPON
Telepon adalah Peralatan komunikasi yang disediakan untuk semua
orang yang sedang mengunjungi suatu bangunan atau fasilitas umum.
Peryaratan Telepon adalah :
1. Telepon umum disarankan menggunakan tombol tekan, harus terletak
pada lantai yang aksesibel bagi semua orang termasuk penyandang
cacat, orang tua, orang sakit, balita, dan ibu-ibu hamil;
2. Ruang gerak yang cukup harus disediakan di depan telepon umum
sehingga memudahkan penyandang cacat untuk mendekati dan
menggunakan telepon;
3. Ketinggian telepon dipertimbangkan terhadap keterjangkauan gagang
telepon terhadap pengguna kursi roda 80-100 cm;
4. Bagi pengguna yang memiliki pendengaran kurang, perlu disediakan
alat kontrol volume suara yang terlihat dan mudah terjangkau;
5. Bagi tuna rungu sebaiknya disediakan "telepon text", khususnya
untuk di kantor pos, bangunan komersial, dan fasilitas publik lainnya;
6. Bagi tuna netra sebaiknya disediakan petunjuk telepon dalam huruf
Braille dan dilengkapi juga dengan isyarat bersuara (talking sign) yang
terpasang di dekat telepon umum;
7. Panjang kabel gagang telepon harus memungkinkan pengguna kursi
roda untuk menggunakan telepon dengan posisi yang nyaman, dengan
ketinggian ±75 cm; dan
8. Bilik telepon dapat dilengkapi dengan kursi yang disesuaikan dengan
gerak pengguna dan site yang tersedia.

N. PERLENGKAPAN DAN PERALATAN KONTROL


Merupakan perlengkapan dan peralatan pada bangunan yang bisa
mempermudah semua orang (tanpa terkecuali penyandang cacat, orang
tua, orang sakit, balita dan ibu- ibu hamil) untuk melakukan kontrol
peralatan tertentu, seperti sistem alarm, tombol/stop kontak, dan
pencahayaan.
Persyaratan perlengkapan dan peralatan kontrol adalah :
1. Sistem alarm/peringatan
a. Harus tersedia peralatan peringatan yang terdiri dari sistem
peringatan suara (vocal alarms), sistem peringatan bergetar
(vibrating alarms) dan berbagai petunjuk serta penandaan untuk
melarikan diri pada situasi darurat;
b. Stop kontak harus dipasang dekat tempat tidur untuk
mempermudah pengoperasian sistem alarm, termasuk peralatan
bergetar (vibrating devices) di bawah bantal; dan
c. Semua pengontrol perlatan listrik memerlukan pegangan yang
sangat kencang atau sampai dengan memutar lengan.
2. Tombol dan stop kontak
Tombol dan stop kontak dipasang pada tempat yang posisi dan
tingginya sesuai dan mudah dijangkau oleh penyandang cacat.

O. PERABOT
Merupakan perletakan/penataan layout barang-barang perabot
bangunan dan furniture harus menyisakan/memberikan ruang gerak
dan sirkulasi yang cukup bagi penyandang cacat.
Persyaratan Perabot adalah :
1. Sebagian dari perabot yang tersedia dalam bangunan gedung harus
dapat digunakan oleh penyandang cacat, termasuk dalam keadaan
darurat; dan
2. Dalam suatu bangunan yang digunakan oleh masyarakat banyak,
seperti bangunan pertemuan, konperensi pertunjukan dan kegiatan
yang sejenis maka jumlah tempat duduk aksesibel yang harus
disediakan adalah:
KAPASITAS TOTAL JUMLAH TEMPAT DUDUK

TEMPAT DUDUK YANG AKSESIBEL

4-25 1
26-50 2
51-300 4
301-500 6
>500 6,+ l untuk setiap ratusan

P. RAMBU DAN MARKA


Fasilitas dan elemen bangunan yang digunakan untuk memberikan
informasi, arah, penanda atau petunjuk, termasuk di dalamnya
perangkat multimedia informasi dan komunikasi bagi penyandang cacat.
Persyaratan rambu dan marka adalah ;
1. Penggunaan rambu terutama dibutuhkan pada:
a. Arah dan tujuan jalur pedestrian;
b. KM/WC umum, telepon umum;
c. Parkir khusus penyandang cacat;
d. Nama fasilitas dan tempat; dan
e. Telepon dan ATM.
2. Persyaratan Rambu yang digunakan:
a. Rambu huruf timbul atau huruf Braille yang dapat dibaca oleh tuna
netra dan penyandang cacat lain;
b. Rambu yang berupa gambar dan simbol sebaiknya dengan sistem
cetak timbul, sehingga yang mudah dan cepat ditafsirkan artinya;
c. Rambu yang berupa tanda dan simbol internasional;
d. Rambu yang menerapkan metode khusus (misal: pembedaan
perkerasan tanah, warna kontras, dan lain-lain);
e. Karakter dan latar belakang rambu harus dibuat dari bahan yang
tidak silau. Karakter dan simbol harus kontras dengan latar
belakangnya, apakah karakter terang di atas gelap, atau sebaliknya;
f. Proporsi huruf atau karakter pada rambu harus mempunyai rasio
lebar dan tinggi antara 3:5 dan 1:1, serta ketebalan huruf antara
1:5 dan 1:10; dan
g. Tinggi karakter huruf dan angka pada rambu harus diukur sesuai
dengan jarak pandang dari tempat rambu itu dibaca.
3. Jenis-jenis Rambu dan Marka
Jenis-jenis Rambu dan Marka yang dapat digunakan antara lain:
a. Alarm Lampu Darurat Tuna Rungu
Diletakkan pada dinding diatas pintu dan lift.
b. Audio Untuk Tuna Rungu
Diletakkan di dinding utara-barat-timur-selatan pada ruangan
pertemuan, seminar, bioskop, dan lain-lain.
c. Fasilitas Teletext Tunarungu
Diletakkan/digantung pada pusat informasi di ruang lobby.
d. Light Sign (papan informasi);
Diletakkan di atas loket/informasi pada ruang lobby, ruang
loket/informasi dan di atas pintu keberangkatan pada ruang tunggu
airport bandara, Kereta Api, pelabuhan, dan terminal.
e. Fasilitas TV Text Bagi Tuna Rungu; dan
Diletakkan/digantung di atas loket/informasi pada ruang lobby,
atau pada sepanjang koridor yang dilewati penumpang.
f. Fasilitas Bahasa Isyarat (sign language)
Diletakkan di loket/informasi, pos satuan pengaman yang
menyediakan komunikasi menggunakan bahasa isyarat.
4. Lokasi penempatan rambu:
a. Penempatan yang sesuai dan tepat serta bebas pandang tanpa
penghalang;
b. Satu kesatuan sistem dengan lingkungannya;
c. Cukup mendapat pencahayaan, termasuk penambahan lampu pada
kondisi gelap; dan
d. Tidak mengganggu arus (pejalan kaki dan lain-lain) dan sirkulasi
(buka/tutup pintu, dan lain-lain).

Q. RUANG LAKTASI
Ruang laktasi merupakan ruang yang berfungsi untuk merawat bayi
seperti mengganti popok/pakaian pada bayi yang dilengkapi dengan
prasarana menyusui dan memerah air susu ibu yang digunakan untuk
menyusui bayi, memerah air susu ibu, menyimpan air susu ibu,
menyimpan air susu ibu perah dan/atau konseling menyusui/air susu
ibu.
Persyaratan ruang laktasi adalah :
1. Ruang laktasi harus ditempatkan menjadi satu dengan bangunan
gedung pada lokasi yang layak, bersih, nyaman, mudah dilihat, dan
dicapai, dilengkapi dengan penunjuk arah dan penanda yang
informative;
2. Ruang laktasi paling sedikit berukuran 3m x 4m dengan perancangan
penataan ruang yang memungkinkan pengguna berkursi roda untuk
bermanuver;
3. Kelembaban ideal ruang laktasi berkisar 30% - 60% dengan intensitas
pencahayaan/iluminasi tidak kurang dari 200 lux;
4. Penentuan tingkat pencahayaan/iluminasi, penghawaan, dan
pemilihan warna dinding ruang laktasi perlu memperhatikan
kenyamanan ibu dan bayi;
5. Ruang laktasi perlu diberi tirai atau pintu yang mudah
dibuka/ditutup dan dapat dkunci untuk menjaga privasi dan
keamanan ibu dan bayi;
6. Kelengkapan ruang dan peralatan yang perlu disediakan pada ruang
laktasi diantaranya :
a. Area menyusui;
b. Tempat perlengkapan bayi;
c. Bak cuci tangan;
d. Tempat ganti popok bayi (changing table);
e. Lemari pendingin;
f. Cermin;
g. Meja;
h. Kursi;
i. Dispenser; dan
j. Tempat sampah.
7. Persentase rata-rata kebutuhan luas ruang laktasi berdasarkan fungsi
bangunan gedung adalah sebagai berikut:
a. Bangunan gedung fungsi usaha sebesar 2% dari luas lantai
bangunan gedung;
b. Bangunan gedung fungsi sosial budaya sebesar 5% dari luas
bangunan gedung; dan
c. Bangunan gedung yang memiliki lebih dari 1 fungsi sebesar 2% dari
luas bangunan gedung;

BUPATI KLATEN,

RI MULYANI

Anda mungkin juga menyukai