Anda di halaman 1dari 7
115 7. OBAT GANGLION Arini Setiawati dan Sulistia Gan 4, Pendahuluan 2, Obat yang merangsang kemudian menghambat ganglion (nikotin) 2.4. Nikotin 2.2. Vareniklin 3. Obat yang langsung menghambat ganglion (heksametonium) 3.1. Farmakodinamik 3.2, Farmakokinetik 3.3. Indikasi 3.4. Efek samping 3.5. Sediaan dan posologi 41, PENDAHULUAN Transt di ganglion lebih rumit dibanding- kan dengan transmisi di sambungan saraf-efektor. Dengan pencatatan elektroda intrasel didapatkan sekurang-kurangnya 4 perubahan potensial pada perangsangan saraf preganglion (Gambar 7-1) Perubahan potensial yang primer adalah depo- larisasi cepat membran pascasinaps oleh ACh. Reseptomya adalah reseptor nikotinik ganglia (Nv) dan jalur ini sensitif terhadap penghambat heksa- metonium (C6) dan trimetafan. Aktivasi jalur pri- mer ini menimbulkan (1) EPSP awal (initial excita- tory postsynaptic potential | EPSP). Depo- larisasi cepat ini, terutama disebabkan oleh arus Na’ dan mungkin Ca** ke dalam sel melalui kanal reseptor nikotinik neuronal (Na), terjadi dengan masa laten kurang dari 1 milidetik (ms) dan berlangsung selama 10-50 ms. Jika EPSP awal ini mencapal ambang rangsang, maka potensial aksi akan ter- bentuk pada saraf pasca ganglion. Pada ganglia simpatis mamalia in vivo, perlu dirangsang banyek sinaps untuk menghasilkan transmisi yang efektif. Perubahan potensial yang sekunder tidak Sensitif terhadap heksametonium, dan terdiri dari (2)IPSP (inhibitory postsynaptic potential), (3) EPSP lambat (slow EPSP), dan (4) EPSP lambat-akhir (late, slow EPSP), EPSP lambat ditimbulkan oleh ACh pada reseptor muskarinik Mr dan diblok oleh in. EPSP lambat ini memiliki masa laten yang th panjang dan berlangsung 30-60 detik, sedang- kan EPSP lambat-akhir berlangsung beberapa menit, Yang terakhir ini diinisiasi oleh peptida yang dilepaskan dari ujung saraf prasinaps atau inter- neuron di ganglion tertentu. Peptida dan ACh mungkin dilepaskan dari ujung saraf yang sama, tetapi Karena peptida ini lebih stabil dibartdingACR— maka dapat bekerja pada reseptor pascasinaps yang letaknya lebih jauh. Kedua EPSP lambat ini disebabkan oleh penurunan konduktan K". IPSP terjadi akibat ACh yang dilepaskan saraf pre- ganglion berinteraksi dengan interneuron yang me- Agandung katekolamin sehingga terjadi penglepas- an dopamin dan norepinefrin, yang akan berinter- aksi dengan reseptor adrenergik « dan menimbul kan hiperpolarisasi (|PSP) di ganglia. Studi histokimia menunjukkan adanya sel kecil yang mengandung DA atau NE yang berfluoresensi Kut (smal, intensely fluorescent = SIF) dan ujung saraf adrenergik di ganglia. Jadi IPSP diperantarai oleh reseptor mus- karinik Mz di sel SIF dan reseptor adrenergik a di membran pascaganglion. Karena itu !PSP ini:tidak sensitif terhadap heksametonium tetapi dapat i- blok oleh atropin dan a-bloker. EPSP lambat-akhir dimediasi oleh berbagai peptida yang terdapat di ujung saraf atau sel SIF dan dilepaskan pada stimulasi saraf. Perubahan potensial sekunder ini hanya memodulasi EPSP awal, yaitu dengan me- ningkatkan atau menekan sinyal tersebut. Hambatan jalur primer jelas menghambat transmisi ganglion, sedangkan hambatan jalur sekunder tidak selalu menyebabkan hambatan transmisi, Diduga jalur sekunder ini berperan jika jalur primer gagal. 116 R. a-adrenergik Saraf preganglionik _ nikotinik Ss . Fata (Ns) si Ganglia, R. muskarinik (My) 1. Obat ganglionik merangsang > menghambat - Niketin -T™MA I, Obat ganglionik -” langsung menghambat MM, Obat. karinik _ = C6 (heksametonium) armas ‘ + trimetafan IV, Obat antimuskarinik Potensial ea Potensial aksi are Slow Late, slow mv erar Isp “ “e LN + Loa Peptida Nw Nu -100 (Jonis reseptor) _ Milidetik ~~ Detik — Menit Gambar 7-1. Transmisi ganglionik dan berbagai obatnya (1) jalur primer (2), (3), (4) jalur sekunder I. Ii, il, IV Obat-obat yang bekerja di ganglion R= roseptor; Nu = nikotinik neuronal; ACh = asetilkolin EPSP = excitatory postsynaptic potential; IPSP = inhibitory postsynaptic potemtish SIF = small intensely fluorescent; TMA = tetrametilamonium ‘Obst Ganglion 17 Obat-obat yang menstimulasi kolinoseptor di ganglion otonom dapat dibagi 2 golongan. Golongan pertama terdiri dari obat-obat dengan spesifisitas nikotinik, termasuk nikotin sendiri. Efek perang- sangannya terjadi cepat, diblok oleh heksame- tonium, dan mirip EPSP awal. Golongan kedua terdiri dari muskarin dan metakolin. Efek perang- sangannya timbul lambat, diblok oleh atropin, dan mirip EPSP lambat, Obat-obat penghambat ganglion yang be- kerja pada reseptor nikotinik juga ada 2 golong- an, yailu yang merangsang lalu menghambat, dan yang langsung menghambat. Nikotin dan tetrametilamonium (TMA) merupakan prototip golong- an pertama, sedangkan heksametonium dan trimetafan adalah prototip golongan kedua. Hanya ke-2 golongan penghambat ganglion ini yang akan dibahas pada bab ini. 2. OBAT YANG MERANGSANG KEMUDIAN MENGHAMBAT GANGLION 2.1. NIKOTIN Obat-obat ganglion ini bekerja seperti ACh pada reseptor nikotinik ganglia (Ny) dan menimbul- kan EPSP awal yang mencapai ambang rangsang sehingga terjadi perangsangan ganglion. EPSP (depolarisasi) yang persisten kemudian menimbul- kan hambatan ganglion (desensitisasi kolinoseptor). Dalam golongan ini termasuk 2 alkaloid alam, nikotin dan lobelin, serta sejumlah senyawa sin- tetik “onium”, dengan tetrametiiamonium (TMA) se- bagai prototipe yang paling sederhana. Selanjutnya hanya nikotin yang akan dibahas di sini Nikotin penting bukan karena kegunaannya dalam terapi tetapi karena terdapat dalam temba- kau, bersifat toksik dan menimbulkan ketergan- tungan psikis. Nikotin pertama kali diisolasi dari Nicotiana tabacum oleh Posselt dan Reiman di tahun 1828, kemudian Orfila melakukan penelitian farmakologik di tahun 1843. Langley dan Dickinson di tahun 1889 mendemonstrasikan bahwa tempat kerjanya di ganglion, KIMIA, Nikotin merupakan alkaloid alam berbentuk cairn, tidak berwarna, suatu base yang mudah menguap (volatile base) dengan pKa = 8,5. Zat ini berubah warna menjadi coklat dan berbau mirip fembakau setelah bersentuhan dengan udara. Kadarnya dalam tembakau ¢ntars *-2%, 2.4.1, FARMAIKODINAMIK GANGLION. Perubahan dalam tubuh setelah pem- berian nikotin sangat rumit dan sering tidak dapat malkan. Hal ini disebabkan kerja nikotin yang ‘sangat luas terhadap ganglion simpatis maupun. parasimpatis dan efek bifasiknya terhadap ganglion (merangsang dan menghambat). Takikardia misainya dapat terjadi karena perangsangan ganglion sim- Patis atau hambatan ganglion parasimpatis, hal yang sebaliknya mendasari terjadinya bradikardi. Selain itu nikotin dapat merangsang medula adre- nal dengan akibat penglepasan katekolamin yang menimbulkan takikardia dan kenaikan tekanan darah. Efek yang terlinat merupakan resultante dari ber- bagai mekanisme tersebut, ditambah lagi dengan keadaan tonus jaringan sewaktu obat diberikan dan refleks-refleks kompensasi tubuh. Perangsangan ganglion terjadi dengan dosis kecil, timbul EPSP awal yang mencapai ambang fangsang dan menimbulkan potensial aksi; ke- mudian dengan dosis yang lebih besar terjadi EPSP (depolarisasi) yang persisten, yang mer bulkan desensitisasi reseptor “senmgge tered penghambatan ganglion. Efek bifasik ini juga ter- lihat pada medula adrenal yang secara embriologik merupakan suatu ganglion simpatis. OTOT RANGKA. Perubahan yang terlihat pada otot rangka mirip dengan apa yang terjadi pada ganglion karena terdapat juga 2 fase. Tetapi efek perang- sangan dengan cepat tertutup oleh efek paralisis yang terjadi juga karena desensitisasi reseptor. SUSUNAN SARAF PUSAT. Nikotin adalah suatu Perangsang SSP yang kuat yang akan menimbulkan ‘tremor serta konvulsi pada dosis besar. Perangsangan respirasi sangat jelas dengan nikotin; dosis besar langsung pada medula oblongata, diikuti dengan depresi; kematian akibat paralisis pusat pernapas- an dan paralisis otot-otot pernapasan (perifer). Nikotin menyebabkan muntah melalui kerja sentral dan perifer. Kerja sentral melalui stimulasi CTZ (chemoreceptor trigger zone) di area postrema dari medula oblongata. Kerja perifer melalui stimu- tasi saraf sensoris jalur refleks untuk muntah. Kerja sentral di otak dan spinal melalui penglepasan transmiter lain, yakni asam amino eksitasi, dopa- min dan amin biogenik lainnya. Penglepasan asam amino eksitasi menyebabkan kerja stimulasi dari rikotin, 118 Farmakologi dan Tran) Paparan kronik terhadap nikotin menyebab- kan peningkatan densitas reseptor nikotinik seba- gai kompensasi terhadap desensitisasi fungsi re- septor oleh nikotin. SISTEM KARDIOVASKULAR. Efek pada sistem ini merupakan resultante dari perangsangan gang- tion simpatis dan medula adrenal serta penglepas- an katekolamin deri ujung saraf simpatis. Setelah Pemberian nikotin biasanya tonus simpatis lebih jelas sehingga terlihat takikardia dan vasokonstriksi. Merokok untuk jangka waktu lama dapat menim- bulkan hipertensi. Sebaliknya pada beberapa orang tertentu dapat terjadi hipotensi; hal ini terlihat pada mereka yang mengelami hipotensi bila merokok. SALURAN CERNA. Beriainan dengan efek terha- dap sistem kardiovaskular, nikotin menyebabkan Perengsangan ganglion parasimpatis dan ujung saraf Kolinergik pada usus, sehingga tonus usus dan peristalsis meninggi. Efek farmakodinamik ini agak- nya mendasari kebiasaan merokok sebelum ke kamar kecil pada individu tertentu. Mual, muntah, dan kedang-kadang diare terlihat pada orang yang beluim pemah terpapar nikotin sebelumnya, KELENJAR EKSOKRIN. Salivasi yang timbul wakiu merokok sebagian diakibatkan oleh iritasi 2s2p rokok, nemun nikotin sendiri menyebabkan perangsangan sekresi air liur dan sekret bronkus disusul penghambatannya. 2.4.2, FARMAKOKINETIK Nikotin dapat diserap dari saluran napas, rongga mulut dan kulit. Keracunan beral dilaporkan terjadi akibat absorpsi di kulit. Absorpsi di lambung secikit Karena sifet nikotin sebagai basa kuat. Absorpsi di usus cukup untuk menyebabkan ke- racunan per oral. Nikotin terutama mengalami metabolisme di hati, tetapi juga di paru dan ginjal. Nikotin yang diinhalasi dimetabolisme dalam jum- lah yang berarti di paru-paru. Metabolit utamanya ialah kotinin. Masa paruh setelah inhalasi atau pemberian parenteral kira-kira 2 jam. Kecepatan ekskresi melalui urin tergantung dari pH urin: berkurang pada pH alkali dan meningkat pada pH asam. Nikotin diekskresi melalui air susu. Kadar- nya dalam air susu pada perokok berat dapat mencapai 0,5 mg/L. 2.4.3, INTOKSIKAS! INTOKSIKASI AKUT. Dilaporkan terjadi kareng tidak sengaja menelan insektisida yang mengan. dung nikotin atau pada anak-anak karena menelar produk tembakau. Juga akibat penggunaan larutan tembakau sebagai enema untuk mengeluarkar, cacing, yang mungkin dianggap tidak berbahaya, Dosis fatal pada manusia dewasa diperkira. kan sekitar 60 mg. Satu batang rokok putih me. ngandung 15-20 mg nikotin. Tiga hingga 4 batang rokok sudah merupakan dosis fatal bila diminum, sekaligus. Absorpsi nikotin dari tombakau yang dimakan per oral terjadi lambat, karena terjag) perlambatan pengosongan lambung. Nikotin yang pertama-tama diabsorpsi akan menimbulkan efek sentral muntah dan mengelvarkan tembakau yang tersisa di lambung. Gejala keracunan timbul dengan cepat, dan kematian dapat terjadi dalam beberapa merit Karena itu nikotin merupakan racun yang amat ber- bahaya dan menyamai sianida dalam kecepatan kerjanya. Pertama-tama timbul mual dan salivas) tai dengan kolik usus, muntah dan diare, Selanjutnya timbul keringat dingin, sakit kepala, pusing, pendengaran dan penglihatan terganggu, serta otot-otot menjadi lemah. Pupil menunjukkan miosis yang kemudian berubah menjadi midriasis; nradi lemah, cepat dan tidak teratur; tekanan dereh turun dan pernapasan menjadi dangkal akibat depresi sentral dan kelumpuhan otot respirasi, yang berakhir dengan kematian Tidak ada obat spesifik untuk keracunan nikotin, karena itu tindakan mengatasinya hanya simtomatik dan suportif. Bila diduga racun masi tertinggal di lambung, bilas lambung penting sekali dilakukan. Untuk ini dapat dipakai larutan kalium permanganat 1 : 10,000 untuk mengoksidasi nikotin, atau bubur arang aktif, sedangkan larutan alkalis harus dihindarkan Karena akan meningkatkan absorpsi nikotin. Bila pemapasan buatan dapat dilakukan, ada kemungkinan ekskresi melalui ginjal dapat mengakhiri keracunan, Tidak dibenarkan menggunakan obat perangsang sentral untuk mengatasi depresi napas. INTOKSIKASI KRONIK. Keadaan ini biasanye terjadi pada perokok berat. Dalam asap rokok, nikotin tidak diserap dengan sempurna sehingg4 sebagian kecil saja mencapai aliran darah. Selein Ly ont gon 119 xotin, masin terdapat kira-kira 500 jenis zat kimia rixotin, rok buruk yang dihasikan pada pem- yard PM embakau, cantaranya pirin, asam- baker ag mudah menguap, bahan-bahan ter dan ss21)G0, HCN, dan sebagainya, Bahan-bahan in i Trenamban sifat toksik dari asap rokok nt geangan ternadap Saluran rapas menyebab- porarien mudah tersorang penyakit saluran te? cepet fangs, dan sindrom pernapasan nar (0mioKer respiratory synérome) Frekuensi Karsinoma bronkus jelas lebih besar 4a pecandu roKok dibanding bukan perokok Pangan rasio 11:1. Asap rokok merangsang kelenjar eer dan mengurengi rasa lapar. Terhadap entung, dapat _menyebabkan ekstrasistol_ dan Gaardia atrium paroksismal pada beberepa wien, frekuensi serangan nyeri jantung dapat Paingkat pada perokoK. Penyakit Buerger mem- punyei hubungan yang amt jelas dengan ‘merokok, Facokonstiksi peifer terutama di daerah kulit me- ryebabkan perasaan dingin dan ini mungkin oF febabkan olen efek terhadap ganglion simpatis. Perangsangan sentral oleh nikotin berupa tremor dan insomnia, Hal yang terakhir ini mungkin terlinat parla mereka yang banyak merokok pada malam har. merokok 2.2. VARENIKLIN (Lihat lampiran 1 hal. 897) 3. OBAT YANG LANGSUNG MENGHAMBAT GANGLION Dalam golongan ini termasuk: heksameto- jum (C6), pentolinium (C5), klorisondamin, mekamitamin dan trimetafan, Berbeda dengan penghambatan oleh nikotin dan TMA, efek peng- hembatan obat-obat golongan ini tidak didahulul oleh perangsangan. Hambatan ini terjadi secara Kompetitif dengan menduduki reseptor asetikolin. Penglepasan asetikolin dari ujung serat prasinaps tidak diganggu. 3.1, FARMAKODINAMIK Kerja C6 dan obat-obat lain dalam golongan 'ni pada alat tubuh hampir semuanya dapat di- ‘easkan dengan penghambatan pada ganglion simpatis dan parasimpatis. Hasil penghambatan- nya bergantung pada tonus otonom semula; tonus yang dominan akan dihambat lebih jelas (Tabel 7-1), Heksametonium adalah prototip golong- an ini. Apa yang dikatakan mengenai heksameto- nium umumnya berlaku juga pada obat yang lang- sung menghambat ganglion lainnya, termasuk trimetafan yang saat ini paling sering digunakan di Klinik. SISTEM KARDIOVASKULAR. Arteri dan vena dk dominasi oleh tonus simpatis, sehingga heksame- tonium menghambat lebih nyata ganglion simpatis dan menyebabkan vasodilatasi serta pengurangan alir balik vena. Tekanan darah dalam sikap berdiri dapat menurun dan menimbulkan hipotensi orto- statik. Dalam sikap berbaring, tekanan darah tidak begitu banyak dipengaruti. Perubahan denyut jantung setelah pemberian penghambat ganglion tergantung tonus semula. Umumnya, terjadi takikardia ringan karena jantung didominasi tonus parasimpatis. Tetapi bradikardia dapat terjadi bila sebelumnya denyut jantung tinggi. Pada pengobatan hipertensi dengan C6 umumnya terjadi takikardia ringan yang timbul Sebagarefek—— kompensasi, sehubungan vasodilatasi yang terjadi Curah jantung biasanya berkurang sebagai akibat tethambatnya alir balk vena, tetapi pada gagal jantung, curah jantung dapat bertambah akibat berkurangnya tahanan perier. Pada pasien hiper- tengi, curah jantung, curah sekuncup, dan kerja ventrikel kiri menurun. Tahanan perifer total _menurun, perubahan aliran darah dan tahanan perifer berbeda pada masing-masing pembuluh darah. Penurunan sitku- lasi ke otak hanya terjadi bila tekanan darah turun di bawah 60 mmHg. Aliran darah ke otot rangka tidak berubah. Aliran darah splanknik dan ginjal menurun. SALURAN CERNA DAN SALURAN KEMIH. Sekresi lambung jelas berkurang sesudah peng- obatan dengan C6; begitu juga sekresi pankreas serta air jiur. Tonus dan peristalsis lambung, usus keoil serta kolon dihambat sehingga keinginan untuk defekasi tidak ada. Konstipasi merupakan efek samping yang sangat mengganggu pada pengobatan dengan obat golongan ini. Hambatan ganglion parasimpatis juga mengurangi tonus kandung kemih dan menambah kapasitasnya se- hingga terjadi retensi urin dan kesukaran ber- kemin, 120 Farmakologi dan Terop Tabel 7-1, DOMINASI TONUS OTONOM DAN EFEK PENGHAMBAT GANGLION DI BERBAGAI ALAT Tempat Dominasi tonus Efek penghambat ganglion, ‘otonom 1. Kardiovaskular + ateriol simpatis ‘vasodilatasi, peningkatan aliran darah dan hipotensi vena simpatis venodilatasi, pengumpulan darah di vena, penurunan alir balik vena, penurunan curah jantung + Jantung : nodus SA parasimpatis takikardia 2. Mata ins parasimpatis mmideiasis -otot siliar parasimpatis sikloplegia 3. Saluran cerma parasimpatis tonus dan motitas menurun, Konstipasi, sekresi lambung dan pankreas menurun 4. Kendung kemih parasimpatis retensiurin 5. Kelenjar ur parasimpatis xerostomia 6. Kelenjar keringat simpatis anhidrosis 7. Organ tua kelamin pria = pembuluh darah parasimpatis vasodilatasi berkurang > er2ksi berkurang dan simpatis = ejakulasi simpatis berkurang DD) “EFEK LAIN, Pupil umumnya akan mengatami midriasis karena tonus parasimpatis yang lebih dominan dalam pengaturan lebar pupil. Pada peng- obatan dengan heksametonium, hasiinya iatah suatu midriasis yang moderat. Kelenjar keringat dihambat, dan pada dosis yang lebih besar, tertihat juga efek kurariform terhadap sambungan saraf- oot. Trimetafan dapat menyebabkan penglepasan histamin sehingga harus digunakan dengan hati- hati pada pasien alergi. 3.2. FARMAKOKINETIK Absorpsi oral dari obat golongan ini tidak lengkap dan tidak terduga karena senyawa-senyawa tersebut adalah amonium kuaterner dan sulfonium yang bermuatan sehingga sukar melewati mem- bran sel, dan karena hambatan pengosongan lambung dan peristalsis usus. Oleh karena ity dosis sukar sekali ditetapkan. Pengecualian untuk ini ialah mekamilamin yang diserap dengan lebih baik karena mekamilamin bukan amonium kuartemer. Walaupun absorpsi mekamilamin lebih baik, tetap ada bahaya penurunan aktivitas usus dengan akibat paralisis usus. Setelah absorpsi, ganglionik bloker bentuk amonium kuaterner dan sulfonium akan terkumpul di cairan ekstrasel dan diekskresi utuh melalui ginjal. Mekamilamin terkonsentrasi dalam hati dan ginjal dan diekskresi perlahan-lahan dalam bentuk tidak berubah 3.3. INDIKASI Kegunaan penghambat ganglion sebagai obat ~antihipertensi termasuk krisis hipertensi sudah usang dan telah digantikan oleh obat-obat yang lebih aman, Satu-satunya indikasi penghambat ganglion dalam hipertensi ialah pada acute dissecting aortic aneurism. Pada gangguan ini penghambat ganglion tidak saja menurunkan tekanan dara tetapi juga menghambat refleks simpatis dan dengan demikian mengurangi peningkatan tekanan di tempat lesi. Dalam situasi tersebut trimetafan diberikan 0,3-3 mg/menit sambil dipantau tekanan darah pasien ‘Obat Ganglion 124 Indikasi lain ialah untuk mengontrol tekanan darah selama operasi pembuluh darah, tulang, dsb, untuk mengurangi perdarahan. Untuk ini di- gunakan trimetafan tapi sekarang telah banyak digantikan oleh natrium nitroprusid, Trimetafan juga digunakan untuk mengatasi hiperrefleksi otonom akibat cedera medula spi ralis bagian atas yang disertai aktivitas simpatis berlebihan. Hiperrefieksi otonom umumnya terjadi akibat distensi kandung kemih sehubungan dengan kateterisasi dan irigasi kandung kemih, sistoskopi atau reseksi prostat transuretral. Karena inhibisi refleks secara sentral tidak ada, refleks spinal menjadi dominan. 3.4. EFEK SAMPING Karena efek farmekodinamiknya yang luas, maka obat ganglionik menimbulkan banyak efek samping. Efek samping yang berat adalah hipo- tensi berat, sinkope, konstipasi, ileus paralitk, retensi urin, dan sikloplegia. Efek samping yang lebih ringan ialah gang- quan penglihatan, mulut kering, nyeri ulu hati, sukar berkemih, konstipasi derajat sedang, diare, mual, dan anoreksia. Gejala-gejala ini biasanya berkurang bila pengobatan diteruskan, atau diberi obat adre- nergik atau kolinergik, tergantung dari efek otonom mana yang dihambat. Hal ini mungkin karena penghambatan terjadi di ganglion sehingga sel efektor masin dapat dirangsang. Jadi epinetrin dapat mengatasi efek hipotensi dari C6, dan karbakol dapat menghilangkan gejala obstipasi. 3.5. SEDIAAN DAN POSOLOGI Mokamilamin klorida hanya terdapat dalam bentuk tablet 2,5 mg dan 10 mg. Dosis permulaan adalah dua kali 2,5 mg sehari, yang sesudah 48 jam ditambah sampai tercapai efek yang diinginkan-——* Trimetafan kamsilat tersedia sebagai suntik- an 50 mg/mL. dengan masa kerjanya kira-kira 10 menit. Obat ini diberikan dengan cara tetes intra- vena sebagai larutan 0,1 % dalam 5 % dekstrose. DAFTAR PUSTAKA 4. Katzung BG. Introduction to autonomic pharma- cology. In: Katzung BG, ed. Basic & Clinical Pharmacology. 7° ed. Ch 6. London: Prentice Hall Int; 1998. p. 85.87. 2. Taylor P. Agents acting at the neuromuscular junction and autonomic ganglia. In: Brunton LL, — Lazo JS, Parker KL, eds. Goodman & Gillman’s the Pharmacological Basis of Therapeutics. 11° ed. Ch. New York: MeGraw-Hit; 2006. p.230-4.

Anda mungkin juga menyukai