Wisata Sejarah Riau
Wisata Sejarah Riau
DI KABUPATEN SIAK
Disusun oleh :
Nama : Marniati
Kelas : VIIB
Semester : 2 (dua)
SMP N 08 TUALANG
2020/2021
1. Kolam Hijau
Kolam Hijau ini dulunya merupakan tempat pemandian Keris yang digunakan pada masa
kerajaan Siak. Selain itu, kabarnya Kolam Hijau ini juga menjadi tempat pemandian Raja
Kecik yang merupakan salah satu pendiri Kerajaan Siak.
Dinamakan Kolam Hijau, karena air yang menggenangi kolam tersebut berwarna Hijau.
Hingga saat ini jika diperhatikan, airnya masih berwarna hijau, meski mungkin tidak sepekat
pada masa kerajaan dulunya.
Kolam hijau merupakan salah satu situs sejarah penting. Di tempat inilah para prajurit
Kerajaan Siak mengasah perlengkapan perangnya. Kolam yang dibangun pada 1723 itu
diyakini memiliki keramat. Saat Kerajaan Siak menghadapi pasukan Belanda yang ingin
merebut wilayahnya, kolam ini menjadi tempat pencucian keris dan tombak para serdadu
kerajaan. Kolam Hijau ini dipercaya memberi racun pada tiap-tiap senjata prajurit Siak.
Salah satu istana tersebut adalah Istana Siak Sri Indrapura di Riau, yang merupakan bangunan
istana serupa kastil di benua Eropa.
Istana Siak Sri Indrapura adalah bangunan istana peninggalan Kesultanan Siak Sri Indrapura
sekaligus tempat tinggal Sultan Siak sejak 1732. Istana ini dikenal juga dengan nama Istana
Asserayah Hasyimiah atau Istana Matahari Timur.
Berkunjung ke istana ini, wisatawan dapat menyaksikan arsitektur yang megah dan
memadukan gaya dari tiga budaya: Eropa, Arab, dan Melayu.
Kompleks Istana Siak Sri Indrapura sendiri dibangun di atas laham seluas 32.000 meter
persegi. Di kompleks ini, ada 4 istana yaitu Istana Siak, Istana Lima, Istana Panjang, dan
Istana Baroe.
Istana Siak sendiri berada di lahan seluas 1.000 m2. Istana ini memiliki dua lantai yang dapat
dieksplor. Memasuki bagian dalam, travelers dapat melihat dinding istana yang dihiasi
keramik Perancis.
Selain ruangan-ruangan di dalam istana, wisatawan juga dapat menemukan 8 meriam yang
tersebar di halaman Istana Siak Sri Indrapura.
Kemudian, ada pula bangunan kecil yang dulu pernah digunakan sebagai penjara sementara.
Aneka koleksi Kesultanan Siak Sri Indrapura juga masih disimpan di dalam istana ini.
Beberapa koleksi tersebut di antaranya adalah singgasana bersepuh emas, duplikat mahkota
kerajaan, tombak, payung, patung perunggu, dan alat musik komet.
SIAK – Salah satu jembatan yang cukup terkenal dan menjadi salah satu Icon kebanggan
warga Siak adalah Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah. Jembatan yang menjadi salah
satu jembatan terpanjang di Sumatera dan Indonesia ini umumnya lebih dikenal dengan
sebutan Jembatan Siak.
Jembatan ini terletak di Siak Sri Indrapura yang menjembatani antara kota Siak dengan
Kecamatan Mempura. Jembatan ini dibangun dengan tujuan memperlancar transportasi Siak-
Pekanbaru sehingga terdapat jalur alternative melalui darat di samping melalui sungai.
Jembatan ini memiliki panjang 1.196 meter dan lebar 16.95 meter ditambah 2 buah trotoar
selebar 2.25 meter yang mengapit sisi kanan dan kiri jembatan. Ketinggian jembatan Siak
mencapai 23 meter diatas permukaan air Sungai Siak yang lebarnya sekitar 300 meter. Di
atas jembatan berdiri 2 menara setinggi masing-masing 80 meter yang dilengkapi dengan 2
buah lift untuk menuju puncak menara. Nama Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah ini
diambil dari nama permaisuri Sultan Kesultanan Siak terakhir, Sultan Syarif Qasim II.
Mengingat namanya susah disebutkan jadi orang lebih mudah menyebutnya dengan jembatan
Siak. Jembatan Siak sendiri pembangunannya dimulai pada 27 Desember 2002 hingga 2017.
Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah diresmikan oleh presiden SBY pada 11 Agustus
2007 lalu. Bentuk yang sangat mencolok dari Jembatan Tengku Agung Sultanah Latifah
adalah adanya dua menara setinggi 80 meter yang kokoh berdiri diatas jembatan dan
dilengkapi dengan dua buah lift untuk menuju puncak menara. Nah dari puncak inilah
biasanya kiat bisa melihat secara keseluruhan keindahan Kota Siak. Keindahan Jembatan
Tengku Agung Sultanah Latifah menjadikanya sebagai icon di Kabupaten Siak. Pada saat
hari libur atau lebaran, sepanjang kawasan jembatan ini sangat ramai dikunjungi wisatawan.
Umumnya mereka yang ingin santai menyaksikan pemandangan perairan di bawah jembatan
dan sekedar berfoto untuk mengabadikan suasana. Namun berkunjung ke tempat ini lebih
dianjurkan pada pagi atau petang hari pada saat cuaca belum atau sudah tidak panas lagi.
Pengunjung dapat menikmati keindahan dan kemegahan Jembatan Siak terutama pada malam
hari. Selain itu kita juga dapat melihat matahari terbenam.
4. Sungai Siak
Sungai Siak ini melintasi wilayah Kabupaten Kampar , Kota Pekanbaru dan Kabupaten Siak .
Sungai Siak disebut-sebut menjadi sungai terdalam di Indonesia hingga 30 meter. Namun,
kini sudah mengalami pendangkalan dan kedalamanya sekitar 18 meter.
Sungai Siak ini menjadi saksi bisu tumbuhnya kawasan Kota Pekanbaru dan Siak. Dulu
Sungai Siak merupakan jalur perdagangan yang bisa dilintasi kapal-kapal dengan ukuran
besar.
Sungai Siak ini juga memiliki nama lain yakni Sungai Jantan. Namun, sayang kini kualitas air
yang ada di sungai ini semakin menurun karena pencemaran.
Sungai Siak ini merupakan salah satu sungai terdalam yang ditetapkan pemerintah. Untuk
ukuran kedalamannya, pernah disebutkan sedalam 20-30 meter. Akan tetapi belum diketahui
pasti berapa ukuran sebenarnya kedalaman sungai yang membelah kota Pekanbaru ini.
Sungai Siak, pada zaman dahulu dikenal dengan nama Sungai Jantan. Aliran sungai ini
membentang dari Selat Bengkalis di Kabupaten Bengkalis hingga ke Tapung Kabupaten
Kampar.
Sungai Siak menjadi urat nadi bagi masyarakat Kota Pekanbaru serta Kabupaten Siak.
Dulunya, kapal-kapal pedagang dari Malaysia dan Singapura hilir mudik untuk mengangkut
dagangan. Bahkan dulu pernah sebagai pelabuhan untuk diberangkatkannya jemaah haji
dalam menunaikan ibadah ke tanah suci Mekkah dengan menggunakan kapal.
Sejak dahulu, banyak ekosistem kehidupan flora dan fauna di dalamnya. Seperti penampakan
ikan yang mirip dengan lumba-lumba yang kerap menemani para jemaah haji yang akan
berangkat. Ikan ini juga dikenal dengan ikan pesut.
Banyak cerita yang berkembang di masyarakat tentang kehidupan yang ada pada sungai sini.
Cerita-cerita yang berbembang di masyarakat tersebut memiliki versinya dan ragamnya
tersendiri bagi tumbuh kembang anak-anak dipinggiran sungai jantan.
Terkadang sebagai cerita pengantar tidur dari orang tua mereka, atau sebagai nasehat dan
larangan yang seakan dipercayai hingga kini.
Sungai terdalam di Indonesia ini menyimpan cerita mistis di balik tenangnya arus di
permukaan.
Dalam berbagai cerita yang dirangkum arasynewscom, ada mitos keberadaan buaya putih,
ular bidai, ular naga, dan banyak lagi lainnya.
Cerita buaya putih adalah cerita tentang seekor buaya peliharaan Sultan Syarif Kasim II yang
memegang kunci berangkas kerajaan Siak.
Sedangkan ular bidai adalah ular yang bersemedi di dalam sungai jantan, kepalanya terlepak
di hulu sungai dan ekornya di hilir sungai, ia akan keluar dari sungai jantan ketika Malaikat
Isrofil meniup sangkakala.
Selain itu, kapal-kapal besar adalah ancaman nyata bagi masyarakat, ancaman di sini bukan
berarti kapal-kapal tersebut akan memakan masyarakat di sekitar Sungai Siak. Satu kapal
tanker saja yang melewati Sungai Siak adalah satu ancaman nyata. Seperti, ketika kapal
tanker lewat dan berisi akan memiliki berat beratus bahkan beribu ton, tekanan yang dimiliki
kapal ketika lewat akan menimbulkan efek hisap air yang sangat besar dan ketika berlalu air
tersebut akan terlepas dengan seketika.
Lembaga Adat Melayu Riau (LAM Riau) adalah sebuah lembaga adat daerah yang
diprakarsai oleh tokoh-tokoh Melayu Riau dari berbagai latar dan kepakaran iaitu penjawat
pemerintahan, ulama, ilmuwan atau cendekiawan dari perguruan tinggi di Riau, budayawan,
seniman, sasterawan, dan orang patut-patut yang berasal dari lingkungan kekuasaan
tradisional Melayu Riau.
Lembaga adat ini berkedudukan di Desa/Kepenghuluan. LAM Riau di peringkat ini biasanya
disebut Lembaga Kerapatan Adat (LKA), dan diurus langsung oleh Datuk-datuk/Ninik
Mamak/Batin setempat selaku pemilik anak-kemenakan.
6. Tangsi Belanda
SIAK SRI INDRAPURA - Tangsi Belanda, bangunan peninggalan Kolonial Belanda pada
abad ke 18, atau pada masa Sultan Siak ke-9, Sultan Asy-Syaidis Syarif Ismail Abdul Jalil
Jalaluddin yang memerintah tahun 1827-1864 itu kini terlihat dengan tampilan baru sebagai
situs cagar budaya.
Sejarahnya, Kompleks Tangsi Belanda berfungsi sebagai zona perlindungan dan pertahanan
bagi tentara belanda dimasa lalu.
Dalam kompleks terdapat berbagai enam unit bangunan yang membentuk formasi melingkar
sehingga terdapat halaman didalam dengan beragam fungsi seperti sebagai penjara, asrama,
kantor, gudang senjata, dan logistik.
Lantai bawah terdiri dari bangunan sayap utara yang berfungsi sebagai ruang jaga, kantor dan
ruang tahanan.
Pada bangunan sayap selatan terdapat empat ruangan yang dahulu pernah dipergunakan
sebagai kamar mayat dan rumah sakit.