Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

S
DENGAN NYERI DEKUBITUS

Disusun oleh :
Aning Laorani
2012B2004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
2021

1
LAPORAN PENDAHULUAN DEKUBITUS

1. DEFINISI DEKUBITUS
Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan yang disebabkan oleh tulang
yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan, pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal
tersebut (NPUAP, 2014). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat
dari tekanan dari luar yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan
waktu yang biasa, gangguan ini terjadi pada individu yang berada diatas kursi atau diatas tempat tidur,
seringkali pada inkontinensia, malnutrisi, ataupun individu yang mengalami kesulitan makan sendiri,
serta mengalami gangguan tingkat kesadaran (Potter & Perry, 2005). Sedangkan menurut Perry et al,
(2012) dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan dibawahnya, biasanya disebabkan oleh adanya
penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan atau kombinasi tekanan dengan gaya geser dan atau
gesekan.
2. ETIOLOGI DEKUBITUS
Braden dan Bergstrom (1987) dalam Bryant (2007) menyatakan ada dua hal utama yang berhubungan
dengan risiko terjadinya luka tekan yaitu faktor tekanan dan faktor toleransi jaringan. Faktor tekanan
dipengaruhi oleh intensitas dan durasi tekanan, sedangkan faktor toleransi jaringan dipengaruhi oleh
shear, gesekan, kelembaban, gangguan nutrisi, usia lanjut, tekanan darah rendah (hypotensi), status
psikososial, merokok dan peningkatan suhu tubuh. Potter dan Perry (2005) menyatakan faktor-faktor
yang berkontribusi terhadap kejadian luka tekan terdiri dari faktor internal yaitu nutrisi, infeksi dan usia
serta faktor eksternal yaitu shear, gesekan dan kelembaban. Penjelasan faktor-faktor yang berhubungan
dengan risiko terjadinya luka tekan dari Braden dan Bergstrom (1987) dalam Bryant (2007) dan Potter &
Perry (2005) diuraikan sebagi berikut :
1) Faktor tekanan
Efek patologis tekanan yang berlebihan dihubungkan dengan intensitas tekanan dan durasi tekanan.
A. Intensitas Tekanan
Intensitas tekanan menggambarkan besarnya tekanan antar muka kulit bagian luar dengan
permukaan matras. Jika tekanan antar muka melebihi tekanan kapiler maka pembuluh kapiler
akan kolaps dan selanjutnya jaringan akan hipoksia dan iskemi. Tekanan kapiler rata-rata
diperkirakan 32 mmHg di arteriol, 30-40 mmHg di akhir arteri, 25 mmHg di pertengahan arteri,
12 mmHg di vena, dan 10 – 14 mmHg di bagian akhir vena. Lindan (1961) dalam Bryant (2007)
mengukur tekanan antar muka laki-laki dewasa sehat dalam posisi supine, prone, sidelying dan
duduk di atas bed percobaan mendapatkan data tekanan antar muka antara 10 – 100 mmHg.
Tekanan antar muka 300 mmHg ditemukan pada posisi duduk tanpa alas kursi (Kosiak dalam
Bryant, 2000). Pada individu sehat, tekanan antar muka tidak selalu akan mengakibatkan hipoksia
karena individu sehat mempunyai kemampuan mengenali sensasi dengan baik sehingga mampu
berpindah posisi ketika merasa tidak nyaman, tapi pada individu yang tidak mampu mengenali
sensasi ataupun tidak mampu pindah posisi dengan sendirinya tekanan antar muka akan berisiko
mengakibatkan hipoksia.

2
B. Faktor durasi tekanan
Durasi tekanan digambarkan sebagai lama periode waktu tekanan yang diterima oleh jaringan
(Bryant, 2007). Brooks & Duncan (2000), Kosiak (1961), Trumble (1930) dalam Bryant (2007)
menyatakan ada hubungan antara intensitas dan durasi tekanan dengan terbentuknya iskemi
jaringan. Secara lebih spesifik dinyatakan intensitas tekanan yang rendah dalam waktu yang lama
dapat membuat kerusakan jaringan dan sebaliknya intensitas tekanan tinggi dalam waktu singkat
juga akan mengakibatkan kerusakan jaringan.
Djunaedi (1999), Brandon (2006), Don (2005, 2006), Sudjatmiko, (2007) dalam Sabandar
(2008) menyatakan teori iskemia dimana luka tekan merupakan akibat dari tekanan konstan dari
luar yang cukup lama. Tekanan eksternal tersebut harus lebih tinggi dari tekanan intrakapiler
(normal 32 mmHg, maksimal 60 mmHg jika hypertermi). Tekanan mid kapiler adalah 20 mmHg,
sedangkan tekanan pada vena kapiler adalah 13-15 mmHg. Dan jika tekanan tersebut konstan
selama 2 jam atau lebih akan menimbulkan destruksi dan perubahan ireversibel dari jaringan. Sel-
sel yang iskemik akan mengeluarkan substansia H yang mirip dengan histamine dan disertai
akumulasi metabolit seperti kalium, adenosine diphosphat (ADP), hidrogen dan asam laktat,
diduga sebagai faktor yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Reaksi kompensasi irkulasi
akan tampak sebagai hiperemia dan reaksi tersebut masih efektif bila tekanan dihilangkan
sebelum periode kritis terjadi yaitu 1-2 jam.
Potter and Perry (2005) menyatakan luka tekan terjadi sebagai hubungan antara waktu dan
tekanan. Semakin besar tekanan dan durasinya, maka semakin besar insiden terbentuknya luka.
Kulit dan jaringan sub kutan dapat mentoleransi beberapa tekanan, namun pada tekanan eksternal
yang besar dan melebihi dari tekanan kapiler akan menurunkan aliran darah ke jaringan
sekitarnya, jika tekanan dihilangkan pada saat sebelum titik kritis maka sirkulasi ke jaringan
tersebut akan pulih kembali.
Kosiak (1959) dalam Sabandar (2008) dan dalam Edsberg (2007) membuktikan pada anjing
dan tikus, bahwa tekanan eksternal sebesar 60 mmHg selama 1 jam akan menimbulkan perubahan
degeneratif secara mikroskopis pada semua lapisan jaringan mulai dari kulit sampai tulang,
sedangkan dengan tekanan 35 mmHg selama 4 jam, perubahan degeneratif tersebut tidak terlihat.
Perdanakusumah (2009) menyatakan tekanan normal kapiler adalah 32 mmHg, bila mendapat
tekanan lebih besar dari 50 mmHg pada daerah permukaan tulang yang menonjol secara terus
menerus dalam waktu yang lama akan menimbulkan kerusakan jaringan. Penekanan pada jaringan
lunak akan menyebabkan iskemi bila proses penekan terus berlanjut akan timbul nekrosis dan
ulserasi. Husain (1953) dalam Bryant (2007) membuktikan tekanan 100 mmHg selama 2 jam
pada permukaan kulit tikus mampu menyebabkan kerusakan jaringan mikroskopik jaringan dan
bila tekanan tersebut terus menerus selama 6 jam maka akan terjadi degenerasi otot lengkap.
2) Faktor Toleransi Jaringan
Faktor toleransi jaringan dideskripsikan sebagai kemampuan kulit dan struktur pendukungnya untuk
menahan tekanan tanpa akibat yang merugikan. Kemampuan tersebut dilakukan dengan cara
mendistribusikan tekanan yang diterima ke seluruh permukaan jaringan sehingga tidak bertumpu pada satu
lokasi. Integritas kulit yang baik, jaringan kolagen, kelembaban, pembuluh limfe, pembuluh darah, jaringan
3
lemak dan jeringan penyambung berperan dalam baik atau tidaknya toleransi jaringan seorang individu.
Konsep toleransi jaringan ini pertama kali didiskusikan oleh Trumble (1930) dan selanjutnya Husain (1953)
membuktikan dengan sensitisasi otot tikus dengan 100 mmHg tekanan selama 2 jam, 72 jam selanjutnya
disensitisasi dengan 50 mmHg ternyata dalam waktu 1 jam terjadi degenerasi jaringan (Bryant, 2007).
Implikasinya, pada jaringan yang toleransinya kurang baik akan lebih mudah mengalami luka tekan
dibanding jaringan yang toleransinya baik jika diberi intensitas tekanan yang sama. Faktor toleransi jaringan
dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik yaitu :
1. Faktor Ekstrinsik
A. Shear
Shear petama kali digambarkan sebagai elemen yang berkontribusi terhadap terbentuknya
luka tekan pada tahun 1958 (Reichel, 1958 dalam Bryant, 2007). Shear disebabkan oleh saling
mempengaruhi antara gravitasi dengan gesekan dan merupakan kekuatan mekanis yang meregangkan
dan merobek jaringan, pembuluh darah serta struktur jaringan yang lebih dalam yang berdekatan
dengan tulang yang menonjol. Gravitasi membuat tubuh senantiasa tertarik ke bawah sehingga
menimbulkan gerakan merosot sementara gesekan adalah resistensi antara permukaan jaringan
dengan permukaan matras. Sehingga ketika tubuh diposisikan setengah duduk melebihi 30º maka
gravitasi akan menarik tubuh kebawah sementara permukaan jaringan tubuh dan permukaan matras
berupaya mempertahankan tubuh pada posisinya akibatnya karena kulit tidak bisa bergerak bebas
maka akan terjadi penurunan toleransi jaringan dan ketika hal tersebut dikombinasikan dengan
tekanan yang terus menerus akan timbul luka tekan. Shear akan diperparah oleh kondisi permukaan
matras yang keras dan kasar, linen yang kusut dan lembab atau pakaian yang dikenakan pasien.
Potter & Perry (2005) menyatakan shear adalah kekuatan yang mempertahankan kulit ketika
kulit tetap pada tempatnya sementara tulang bergerak. Contohnya ketika pada posisi elevasi kepala
tempat tidur maka tulang akan tertarik oleh gravitasi ke arah kaki tempat tidur sementara kulit tetap
pada tempatnya. Akibat dari peristiwa ini adalah pembuluh darah dibawah jaringan meregang dan
angulasi sehingga aliran darah terhambat.
B. Gesekan
Gesekan adalah kemampuan untuk menyebabkan kerusakan kulit terutama lapisan epidermis
dan dermis bagian atas (Bryant, 2007). Hasil dari gesekan adalah abrasi epidermis dan atau dermis.
Kerusakan seperti ini lebih sering terjadi pada pasien yang istirahat baring. Pasien dengan kondisi
seperti ini sebaiknya menggunakan bantuan tangan atau lengan ketika berpindah posisi utamanya
kearah atas atau dibantu oleh 2 orang ketika menaikkan posisi tidurnya. Gesekan mengakibatkan
cidera kulit dengan penampilan seperti abrasi. Kulit yang mengalami gesekan akan mengalami luka
abrasi atau laserasi superfisial (Potter $ Perry, 2005).
C. Kelembaban
Kelembaban kulit yang berlebihan umumnya disebabkan oleh keringat, urine, feces atau
drainase luka. Penyebab menurunnya toleransi jaringan paling sering adalah kelembaban oleh urine
dan feses pada pasien inkontinensia. Urine dan feses bersifat iritatif sehingga mudah menyebabkan
kerusakan jaringan, jika dikombinasi dengan tekanan dan faktor lain maka kondisi kelembaban yang
berlebihan mempercepat terbentuknya luka tekan. Kelembaban akan menurunkan resistensi kulit
4
terhadap faktor fisik lain semisal tekanan. Kelembaban yang berasal dari drainase luka, keringat, dan
atau inkontinensia feses atau urine dapat menyebabkan kerusakan kulit (fadder, Bain, Cottendam,
2004 dalam Bryant, 2007).
Secara histologis tanda-tanda kerusakan awal terbentuknya luka tekan terjadi di dermis antara
lain berupa dilatasi kapiler dan vena serta edem dan kerusakan sel-sel endotel. Selanjutnya akan
terbentuk perivaskuler infiltrat, agregat platelet yang kemudian berkembang menjadi hemoragik
perivaskuler. Pada tahap awal ini, di epidermis tidak didapatkan tanda-tanda nekrosis oleh karena sel-
sel epidermis memiliki kemampuan untuk bertahan hidup pada keadaan tanpa oksigen dalam jangka
waktu yang cukup lama, namun gambaran kerusakan lebih berat justru tampak pada lapisan otot
daripada pada lapisan kulit dan subkutaneus. Hal ini sesuai dengan pernyataan Daniel dkk (1981)
dalam Sabandar (2008) yang mengemukakan bahwa iskemia primer pada otot dan kerusakan jaringan
kulit terjadi kemudian sesuai dengan kenaikan besar dan lamanya tekanan.

2. Faktor Intrinsik
A. Gangguan Nutrisi
Peranan nutrisi amat penting dalam penyembuhan luka dan perkembangan pembentukan luka
tekan. Nutrien yang dianggap berperan dalam menjaga toleransi jaringan adalah protein, vitamin A, C
, E dan zinc. Bahkan Allman et al (1995), Bergstorm & Bradden (1992), Brandeis et al (1990),
Berlowitz & Wilking (1989), Chernoff (1996) dalam Bryant (2000) menyatakan pada fasilitas
perawatan jangka panjang gangguan intake nutrisi, intake rendah protein, ketidakmampuan makan
sendiri, dan penurunan berat badan berperan sebagai prediktor independen untuk terjadinya luka
tekan. Protein berperan untuk regenerasi jaringan, sistem imunitas dan reakasi inflamasi. Kurang
protein meningkatkan kecenderungan edema yang mengganggu transportasi oksigen dan nutrien lain
ke jaringan. Vitamin A diketahui berperan dalam menjaga keutuhan jaringan ephitel, sintesis kolagen,
dan mekanisme perlindungan infeksi. Vitamin C juga berperan dalam sintesis kolagen dan fungsi
sistem imun, sehingga jika kekurangan vitamin C dapat mengakibatkan pembuluh darah mudah rusak
(fragil). Vitamin E berperan dalam memperkuat imunitas sel dan menghambat radikal bebas. Melihat
pentingnya peran nutrisi maka suplementasi nutrisi dianggap penting diberikan untuk pasien yang
berisiko mengalami luka tekan.
Nutrisi yang buruk khususnya kekurangan protein mengakibatkan jaringan lunak mudah
sekali rusak. Nutrisi yang buruk juga berhubungan dengan keseimbangan cairan dan elektrolit.
Mechanick (2004) dalam Potter & Perry (2005) menyatakan kekurangan protein akan mengakibatkan
edema atau sembab sehingga menggangu distribusi oksigen dan transportasi nutrien. Mathus-Vliegen
(2004) dalam Potter dan Perry (2005) menyatakan kehilangan protein yang parah hingga
Hypoalbuminemia (kadar albumin serum < 3 g/100 ml) menyebabkan perpindahan cairan dari
ekstraseluler ke jaringan sehingga mengakibatkan edema. Edema ini akan menurunkan sirkulasi darah
ke jaringan, meningkatkan akumulasi sampah merabolik sehingga meningkatkan risiko luka tekan.
Untuk mengkaji status nutrisi pada pasien digunakan ukuran anthropometri yaitu berat badan dan
Body Mass Index (BMI), dan nilai biokimia seperti serum albumin, serum transferrin, total lymfosit,

5
keseimbangan nitrogen, serum prealbumin serum dan serum retinol binding-protein, data klinis dan
riwayat nutrisi (Flannigan, 1997, Strauss dan Margoliss, 1996 dalam Bryant, 2007).
B. Usia
Usia lanjut (lebih dari 60 tahun) dihubungkan dengan perubahan-perubahan seperti
menipisnya kulit, kehilangan jaringan lemak, menurunnya fungsi persepsi sensori, meningkatnya
fargilitas pembuluh darah, dan lain sebagainya. Perubahan-perubahan ini menurut Bergstorm &
Bradden (1987), Krouskop (1983) dalam Bryant (2000) mengakibatkan kerusakan kemampuan
jaringan lunak untuk mendistribusikan beban mekanis. Kombinasi perubahan karena proses menua
dan faktor lain menyebabkan kulit mudah rusak jika mengalami tekanan, shear, dan gesekan (Joness
& Millman, 1990 dalam Bryant, 2000).
Usia mempengaruhi perubahan-perubahan pada kulit. Proses menua mengakibatkan
perubahan struktur kulit menjadi lebih tipis dan mudah rusak. Boynton and others (1999) dalam
Potter & Perry (2005) melaporkan 60% - 90% luka tekan dialami oleh usia 65 tahun ke atas. Quicgley
& Curley (21996), WOCN (2003) dalam Bryant (2005) melaporkan neonatus dan anak-anak usia < 5
tahun juga berisiko tinggi mengalami luka tekan.
C. Tekanan Darah Rendah
Bergstorm (1997), Gossnel (1973), Moolten (1972) dalam Bryant (2000) tekanan darah
sistolik dibawah 100 mmHg dan diastolik dibawah 60 mmHg dihubungkan dengan perkembangan
luka tekan. Kondisi hypotensi mengakibatkan aliran darah diutamakan ke organ vital tubuh sehingga
toleransi kulit untuk menerima tekanan semakin menurun. Tekanan antar muka yang rendah mampu
melampaui tekanan kapiler sehingga meningkatkan risiko hipoksia jaringan.
D. Status Psikososial
Status psikososial yang dianggap mempengaruhi adalah kondisi motivasi, stress emosional
dan energi emosional (Rintala, 1995 dalam Bryant, 2000). Stress dihubungkan dengan kondisi
perubahan hormonal. Peningkatan hormon kortisol karena stress dihubungkan dengan
ketidakseimbangan degradasi kolagen dengan pembentukan kolagen dan selanjutnya kehilangan
kolagen dihubungkan dengan perkembangan luka tekan pada pasien cidera tulang belakang (Cohen,
Diegelman, dan Johnson, 1977, Rodriguez, 1989 dalam Bryant, 2000). Efek lain dari meningkatnya
sekresi glukokortikoid pada kondisi stress dihubungkan dengan peranan hormon tersebut dalam
metabolisme beberapa zat seperti karbohidrat, protein dan lemak yang menjadi penyokong integritas
kulit dan jaringan pendukungnya.
E. Merokok
Saltzberg et al (1989) dalam Bryant (2000) menyatakan merokok mungkin sebuah prediktor
terbentuknya luka tekan. Insiden luka tekan lebih tinggi pada perokok dibandingkan dengan yang
bukan perokok. Afinitas Haemoglobin dengan nikotin dan meningkatnya radikal bebas diduga
sebagai penyebab risiko terbentuknya luka tekan pada perokok.
F. Peningkatan Suhu Tubuh
Allman et al (1986), Braden and Bergstorm (1987), Gossnel (1973) dalam Bryant (2000)
menyatakan peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan terbentuknya luka tekan. Namun,
mekanisme bagaimana hubungan tersebut dapat terjadi belum dapat dibuktikan, kemungkinan karena

6
peningkatan suhu tubuh meningkatkan kebutuhan oksigen pada jaringan yang sedang anoksia. Selain
faktor-faktor tersebut, pada beberapa kondisi seperti anemia, meningkatnya volume cairan tubuh,
dyscarias darah, atau perfusi oksigen yang buruk mungkin juga berpengaruh sebagai faktor intrinsik.
Namun pada lansia kadar albumin, kemandirian untuk berubah posisi, inkontinensia feses, riwayat
perbaikan atau penyembuhan luka tekan, ada tidaknya alzheimer adalah faktor yang berpengaruh
paling kuat.
G. Infeksi
Infeksi ditandai dengan adanya patogen dalam tubuh. Infeksi biasanya diikuti oleh demam dan
peningkatan laju metabolisme sehingga jaringan-jaringan yang mengalami hipoksia akan berisiko
menuju iskemik. Selain itu demam juga meningkatkan perspirasi sehingga kondisi kulit lebih lembab
oleh keringat dan ini akan menjadi predisposisi kerusakan kulit.
3. GEJALA KLINIS
Terjadi pada pasien-pasien paraplegia, quadriplegia, spina bifida, multipel sklerosis dan imobilisasi lama
di rumah sakit. Selain itu, factor lain perlu diketahui dari riwayat penderita meliputi onset, durasi, riwayat
pengobatan sebelumnya, perawatan luka, riwayat operasi sebelumnya, status gizi dan perubahan berat badan,
riwayat alergi, konsumsi alkohol, merokok serta keadaan sosial ekonomi penderita. Anamnesa sistem
termasuk di dalamnya antara lain demam, keringat malam, spasme (kaku), kelumpuhan, bau, nyeri
(Arwaniku, 2007). Menurut NPUAP ( National Pressure Ulcers Advisory Panel ), luka tekan dibagi menjadi
empat stadium, yaitu :
a) Stadium 1 : Ulserasi terbatas pada epidermis dan dermis dengan eritema pada kulit. Penderita dengan
sensibilitas baik akan mengeluh nyeri, stadium ini biasanya reversible dan dapat sembuh dalam 5-10
hari.
b) Stadium 2 : Ulserasi mengenai dermis, epidermis dan meluas ke jaringan adiposa terlihat eritema dan
indurasi serta kerusakan kulit partial (epidermis dan sebagian dermis) ditandai dengan adanya lecet
dan lepuh . Stadium ini dapat sembuh dalam 10- 15 hari.
c) Stadium 3 : Ulserasi meluas sampai ke lapisan lemak subkulit dan otot sudah mulai terganggu dengan
adanya edema dan inflamasi, infeksi akan hilang struktur fibril. Kerusakan seluruh lapisan kulit
sampai subkutis, tidak melewati fascia. Biasanya sembuh dalam 3-8 minggu.
d) Stadium 4 : Ulserasi dan nekrosis meluas mengenai fasia,otot serta sendi. Dapat sembuh dalam 3-6
bulan.
Tanda dan Gejala dari masing-masing stadium :
a) Stadium 1 :
 Adanya perubahan dari kulit yang dapat diobservasi. Apabila dibandingkan dengan kulit yang
normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut: perubahan temperatur kulit (lebih
dingin atau lebih hangat)
 Perubahan konsistensi jaringan (lebih keras atau lunak)
 Perubahan sensasi (gatal atau nyeri)

7
 Pada orang yang berkulit putih, luka mungkin kelihatan sebagai kemerahan yang menetap.
Sedangkan pada yang berkulit gelap, luka akan kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru
atau ungu.
b) Stadium 2 :
 Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau keduanya. Cirinya adalah
lukanya superficial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
c) Stadium 3 :
 Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis dari jaringan subkutan
atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fascia. Luka terlihat seperti lubang yang dalam.
d) Stadium 4 :
 Hilangnya lapisan kulit secara lengkap dengan kerusakan yang luas, nekrosis jaringan, kerusakan
pada otot, tulang atau tendon. Adanya lubang yang dalam serta saluran sinus juga termasuk dalam
stadium IV dari luka tekan.

8
4. WOC

9
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 Darah lengkap
Peningkatan tertentu awal menunjukkan hemo konsentrasi, sehubungan dengan perpindahan
atau kehilangan cairan dan untuk mengetahui adanya defisiensi nutrisi pada klien. Jika terjadi
leukositosis karena adanya kehilangan sel pada sisi luka dan respon inflamasi terhadap edema.
Glukosa serum yang terjadi peningkatan karena respon stres.
 Biopsi luka
Untuk mengetahui jumlah bakteri.
 Kultur swab
Untuk mengidentifikasi tipe bakteri pada permukaan ulkus.
 Pembuatan foto klinis
Dibuat untuk memperlihatkan sifat serta luasnya kelainan kulit atau ulkus dan dipergunakan
untuk perbaikan setelah dilakukan terapi. (Subandar, 2008).
6. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan dekubitus Penatalaksanaan klien dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang
menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu kesehatan. Selain perawat,
keahlian pelaksana termasuk dokter, ahli fisiotrapi, ahli terapi okupasi, ahli gizi, dan ahli farmasi. Beberapa
aspek dalam penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal dan tindakan pendukung
seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan (Potter & Perry, 2005). Selama penyembuhan
dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran, traktusinus, kerusakan luka, luka menembus,
eksudat, jaringang nekrotik, dan keberadaanatau tidak adanya jaringan granulasi maupun epitelialisasi.
Dekubitus harus dikaji ulang minimal 1 kali per hari. Pada perawatan rumah banyak pengkajian dimodifikasi
karena pengkajian mingguan tidak mungkin dilakukan oleh pemberi perawatan. Dekubitus yang bersih harus
menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2 sampai 4 minggu (Potter & Perry, 2005).
Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dekubitus adalah
mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit yang terencana
dan konsisten. Perawatan kulit yang tidak terencana dan konsisten dapat mengakibatkan gangguan integritas
kulit (Potter & Perry, 2005). Salah satu intervensi dalam menjaga integritas kulit adalah dengan cara
memberikan olesan minyak zaitun karena integritas kulit yang normal dapat dipertahankan dengan
memberikan minyak zaitun. Minyak zaitun mengaandung asam lemak yang dapat memelihara kelembapan,
kelenturan, serta kehalusan kulit (Khadijah, 2008). Minyak zaitun dengan kandungan asam oleat hingga 80%
dapat mengenyalkan kulit dan melindungi elastis kulit dari kerusakan karena minyak zaitun yang dioleskan
dapat mempercepat penyembuhan kulit yang luka atau iritasi (Surtiningsih, 2005).

10
INSTITUT ILMU KESEHATAN STRADA INDONESIA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
ALAMAT : JL. Manila No. 37 Sumberece Kediri Telp. (0354) 7009713 Fax. (0354) 695130

FORMAT PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH

Nama Mahahasiswa : Aning Laorani


NIM : 2012B2004

I. PENGKAJIAN

A. IDENTITAS KLIEN IDENTITAS PENANGGUNG

Nama : Ny. S…………………… Nama : …………………….............


Umur : 50 tahun ……………… Umur : …………………………….
Agama : Islam ………………… Agama : …………………………….
Suku : Jawa…………………… suku : …………………………….
Bangsa : Indonesia……………… Bangsa : …………………………….
Pendidikan : SMA………………… Pendidikan : …………………………….
Pekerjaan : Swasta………………… Pekerjaan : …………………………….
Status : Nikah …………………… Status : …………….....……………
Alamat : Kota Blitar…………… Alamat : …………………………….
Penghasilan : ………………………… penghasilan : …………………………….
Gol. Darah : ………………………… Gol. Darah : …………………………….
Diagnosa Medis : nyeri akut………………
No. Regester : …………………………
Tgl. MRS : 29 Juni 2019………………
Tgl. Pengkajian : 30 Juni 2019………………

B. RIWAYAT KESEHATAN

1. KELUHAN UTAMA :
Pasien mengatakan nyeri, sepert ditusuk tusuk jarum, nyeri pada kaki kiri dan bokong.
……………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………..........................................
……………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………..
……………………………………………………………………………………………………..

11
2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG :
Pada tanggal 20 Maret 2017 Ny. S sedang menjalankan rawat inap di ruang kaboja RSUD
Gambiran. Pasien mengatakan nyeri saat di medkasi, nyeri seperti ditusuk tusuk jarum, nyeri
pada kaki kiri dan bokong dengan skala nyeri 6 terjadi terus menerus selama kurleb 15 detik.
Pasien meringis kesakitan tampak lemh. Pasien mengatakan ada luka pada bokong sebelah kiri
dan tampak luka juga kerusakan pada lapisan kulit
…………………………………………………………………………………………………
….
…………………………………………………………………………………………………
….
…………………………………………………………………………………………………
….
…………………………………………………………………………………………………
….
…………………………………………………………………………………………………
….
…………………………………………………………………………………………………
….
…………………………………………………………………………………………………
….
…………………………………………………………………………………………………
….
3. RIWAYAT PENYAKIT MASA LALU :
a. Penyakit yang pernah dialami
Tidak ada ……………………………………………………………………………….....................
…………………………………………………………………………………………………….
b. Pengobatan /tindakan yang dilakukan
Tidak ada …………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
c. Pernah Operasi
Tidak pernah ……………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
d. Riwayat alergi
Tidak ada riwayat alergi……………………………………………………………………………….

4. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


Px mengatakan dalam keluarga tidak ada yang menderita penyakit menular seperti diabetes, hepatitis
, TBC
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….

5. GENOGRAM ( 3 GENERASI)

12
6. RIWAYAT PSIKOSOSIAL :
Pasien mampu berkomunikasi dengan baik dan mengungkapkan rasa sakitnya
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….

13
7. POLA AKTIVITAS SEHARI – HARI :

Kemampuan 0 1 2 3 4 5
Perawatan diri

Makan dan Minum √

Mandi √

Toileting √

Berpakaian √

Mobilitas di tempat √
tidur

Berpindah √

Ambulasi (ROM) √

Interpretasi Hasil :
0 : mandiri
1 : alat Bantu
2 : dibantu olang lain
3 : tergantung total

8. PEMERIKSAAN FISIK :
a. Keadaam umum : Lemah.....................................................................................................
Kesadaran : composmetis ...........................................................................................
GCS : E4 M6 V5 ..............................................................................................

b. Tanda - tanda Vital


- Tekanan darah : 130/80…………………………. mmHg
- Nadi : 88…………………………. x/mnt
- Respirasi rate : 20…………………………. x/mnt
- Suhu : 36,0…………………………. ° C

c. Tinggi Badan : 150…………………………. Cm


Berat Badan : 48
Status Nutrisi : baik

d. Kepala dan leher :


kepala simetris, tidak ada benjolan pada kepala, rambut hitam legam, seikit kotor. Respon menelan
baik tidak ada benjolan pada leher …………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….

e. Payudara dan ketiak :


………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….

14
f. Pemeriksaan thorak / dada :
a) Inspeksi thoraks
a. Bentuk thoraks : Gerakan simetris, tidak ada retraksi dinding dada, tidak ada
lesi....................................................................................................
b. Pernafasan : spontan.......... Frekuensi : 20x/menit ................ Irama : teratur
c. Tanda dan gejala kesulitan bernafas : tidak ada
b) Pemeriksaan paru
a. Palpasi getaran suara : taktil fremitus kanan kiri sama
b. Perkusi : paru kanan dan kiri sonor pada seluruh lapang
c. Auskultasi
- Suara nafas : vesikuler..............................................................
- Suara ucapan : baik.....................................................................
c) Pemeriksaan jantung
a. Inspeksi : tidak ada kelainan...........................................
b. Palapasi : tidak ada nyeri tekan........................................
- Pulsasi : normal..............................................................
- Ictus Cordis : terletak digaris midklavikula sinistra intercostae v
c. Perkusi
- Batas jantung : batas jantung kiri terdapat pada intercostal space
(ICS) 5-6 linea midklavikularis kiri dan batas kanan jantun pada linea
parastemalst kanan. Batas atas jantung terdapat pada ICS 2 kanan linea
parastematis kanan
d. Auskultasi
- Bunyi jantung I : lub.....................................................................
- Bunyi jantung II : dup.....................................................................
- Bunyi jantung tambahan : tidak ada
- Murmur : tidak ada............................................................
- Frekuensi : 88x/menit.............................................................

g. Pemeriksaan Abdomen :
a) Inspeksi
a. Bentuk abdomen : simetris.............................................................
b. Benjolan / massa : tidak ada masa ................................................
c. Bayangan pembuluh darah : tidak terlihat.....................................................
b) Auskultasi
a. Peristaltik usus : 22x/menit..........................................................
c) Palpasi
a. Tanda nyeri tekan : ada nyeri tekan...................................................
b. Benjolan / massa : tidak ada............................................................
c. Tanda ascites : tdak ada...............................................................
d. Hepar : tidak ada keluhan..............................................
e. Lien : tidak ada keluhan..............................................
f. Titik Mc Burney : tidak ada keluhan ...............................................
d) Perkusi
a. Suara abdomen : timpani................................................................
b. Pemeriksaan ascites : tidak ada..............................................................

h. Punggung (Skoliosis, Kyphose, Lordose) :


Diskubitas derajat 2 (Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis, dermis, atau keduanya.
Cirinya adalah lukanya superfisial, abrasi, melempuh, atau membentuk lubang yang dangkal) …
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….
………………………………………………………………………………………………….

i. Ekstrimitas / Pemeriksaan muskuloskeletal


a) Kesimetrisan otot : ekstremitas lemah...............................................

15
b) Edema : ada oedem..................................................
c) Kekuatan otot :1111
d) Kelainan pada ekstrimitas dan kuku : tidak ada...............................................................

j. Pemeriksaan Integumen :
a.Kebersihan : bersih.........................................................................
b. Kehangatan :
hangat........................................................................
c.Warna : sawo matang .............................................................
d. Turgor : tidak terdapat oedema................................................
e.Kelembapan : lembab.......................................................................
f. Kelainan pada kulit : tidak
ada.....................................................................

k. Pemeriksaan Neurologi (N I s/d N IX, Reflek Ekstrimitas)


 N1 : Pasien dapat mencium bau
 N2 : Pandanagan pengelihatan pasien tidak buta warna
 N3. N4. N5 : reflek pupil normal, tidak ada juling, bola mata bergerak bersamaan, pasien dapat
membedakan sentuhan halus dan nyeri
 N6 : tidak ada gangguan saat menutup mata, otot wajah normal, indra perasa normal,.
 N7 : pasien masih bisa mengulang kata yang di ucapkan oleh pemeriksa
 N8 : tidak di lakukan pemeriksaan
 N9 : pasien tidak ada kesulitan menelan
l. Pemeriksaan Genetalia
Tidak dilakukan pengkajian
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………..

9. SPIRITUAL :
Pasien beribadah dengan dibantu oleh keluarga ………………...………………………………
……………………………………………………………………………………………………

10. PENATALAKSANAAN / TERAPI :


Infus RL , injeksi ceftriaxone, injeksi ketorolac, injeksi ranitidine, injeksi ondancenatron, B12,
curcuma
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
….…………………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….

11. PEMERIKSAAN PENUNJANG (Laboratorium, USG, Thorax Foto) :


Cek darah lengkap...…………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
…………………………………………………………………………………………………….
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………

12. HARAPAN PASIEN DAN KELUARGA :

16
Pasien mengharapkan dapat segera sembuh dan melakukan kegiatan seperti biasanya ....
…………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………
……………………………………………………………………………………………………

17
Nama Pasien : ………………………………. No. Register : ……………………

ANALISIS DATA

Hari/Tgl Data Masalah Etiologi


21 Juni DATA SUBJEKTIF : Nyeri Akut b/d Agen
2017  Pasien mengatakan nyeri pencedera fisik Trauma
saat di medikasi
DATA OBJEKTIF :
Kerusakan jaringan syaraf
 KU : pasien tampak lemah
dan meringis kesakitan
 TTV Reseptor nyeri terangsang
- TD : 130/80
- N : 88x/menit
- RR : 20x/menit Nyeri Akut
- T : 36,0˚C Defisit nutrisi
P : cidera fisik
Q : seperti ditusuk tusuk
jarum
R : sebelah kiri
S :6
T : hilang timbul

21 Juni
2017 Data subjektif : Penekanan yang lama pada
Pasien mengatakan ada luka pada kulit
Gangguan Intregitas
bokong sebelah kiri.
Kulit/jaringan b/d faktor

mekanis Kurangnya Suplai O2 dan
Data objektif :
nutrisi pada daerah tertekan
 Pasien tampak meringis

kesakitan
 Pasien tampak lemah Gangguan Integritas Kulit
 Pasien tampak merubah
posisi untuk menghindari
nyeri
 Tampak ada luka dan
kerusakan pada bagian
kulit
 TTV
- TD : 130/80
- N : 88x/menit
- RR : 20x/menit
- T : 36,0˚C

18
Nama Pasien : ………………………………. No. Register : ……………………

DAFTAR DIAGNOSA KEPERAWATAN


BERDASARKAN PRIORITAS

No. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri Akut b/d agen pecedara fisik (SDKI D.0077)

2. Gangguan Intregitas Kulit/jaringan b/d faktor mekanis (SDKI D.0129)

19
Nama Pasien : ……………………………………… No. Register :………………………………………..

RENCANA KEPERAWATAN

Hari No Diagnosa NOC NIC


/Tgl (Nursing Outcome Classification) (Nursing Intervention Classification )

1. Nyeri akut NOC : NIC :


(SDKI o Pain Level, Pain Management
o Pain control
D.0077)  Lakukan pengkajian nyeri secara
o Comfort level
komprehensif termasuk lokasi,
Kriteria Hasil : karakteristik, durasi frekuensi,
o Mampu mengontrol nyeri (tahu kualitas dan faktor presipitasi
penyebab nyeri, mampu
 Pilih dan lakukan penanganan nyeri
menggunakan tehnik
nonfarmakologi untuk (farmakologi, non farmakologi dan
mengurangi nyeri, mencari inter personal)
bantuan)
 Ajarkan tentang teknik non
o  Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan farmakologi
manajemen nyeri  Berikan anaIgetik untuk mengurangi
o Mampu mengenali nyeri (skala, nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda
Analgesic Administration
nyeri)
o Menyatakan rasa nyaman setelah  Tentukan lokasi, karakteristik,
nyeri berkurang kualitas, dan derajat nyeri sebelum
pemberian obat
 Pilih analgesik yang diperlukan atau
kombinasi dari analgesik ketika
pemberian lebih dari satu
 Tentukan pilihan analgesik
tergantung tipe dan beratnya nyeri
 Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik pertama
kali

2. NIC :
Kriteria hasil :
1. Anjurkan pasien untuk menggunakan
o Integritas kulit yang baik bisa
pakaian yang longgar
dipertahankan
2. Hindari kerutan pada tempat tidur
o Melaporkan adanya gangguan
3. Jaga kebersihan kulit agar tetap bersih
sensasi atau nyeri pada daerah
dan kering
kulit yang mengalami gangguan
4. Mobilisasi pasien (ubah posisi pasien)
o Menunjukkan pemahaman dalam
setiap dua jam sekali

20
proses perbaikan kulit dan 5. Oleskan lotion atau minyak/baby oil
mencegah terjadinya sedera pada derah yang tertekan.
berulang
o Mampu melindungi kulit dan
mempertahankan kelembaban
kulit dan perawatan alami
o Sensasi dan warna kulit normal

Nama Pasien : ……………………………………… No. Register :………………………………………..

CATATAN PERKEMBANGAN

No. Hari/Tgl/Jam Implementasi Evaluasi Ttd


Dx

1. 21 Juni 2019  melakukan pengkajian nyeri secara


komprehensif termasuk lokasi, S : nyeri yang dirasakan pasien
berkurang
karakteristik, durasi frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi O:
 mengajarkan pasien tentang teknik TD :130/80 mmHg
non farmakologi untuk RR : 20 kali/menit
mengalihkan dan mengurangi rasa N : 88 kali/menit
T : 36,0˚C
nyeri (contoh : relaksasi nafas
dalam) A : Masalah belum teratasi
 memberikan anaIgetik untuk
mengurangi nyeri P : Intervensi dilanjutkan
 memonitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali

 Memberikan anjuran kepada S : pasien tampak kooporatif saat


2. 8 Juni 2017 pasien untuk menggunakan sarung dilakukan pemeriksaan dan
ataupun kain tindakan keperawatan
 Merapikan tempat tidur pasien
 Membasuh kulit pasien dengan O:
kain, untuk menjaga kulit pasien TD :130/80 mmHg
agar tetap kering RR : 20 kali/menit
 Memiringkan tubuh pasien setiap N : 88 kali/menit
2 jam sekali T : 36,0˚C
 Memberikan lotion pada daerah
yang terjadi dekubitus termasuk A : Masalah belum teratasi
dibagian sakrum
P : Intervensi dilanjutkan

21
22
23

Anda mungkin juga menyukai