Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“HADITS SEBAGAI SUMBER KEDUA AGAMA ISLAM”

Diajukan sebagai tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Di Susun oleh :

RIZZA NURUL AFFAN

40040222650023

REKAYASA PERANCANGAN MEKANIK

SEKOLAH VOKASI

UNIVERSITAS DIPONEGORO

2022/2023

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan taufiq dan hidayah-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaiakan makalah
ini. Adapun judul dalam makalah ini adalah “Hadits Sebagai Sumber Kedua
Ajaran Agama Islam”.

Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan baik
pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang penulis
miliki. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi
penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Tidak lupa kami hanturkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing
Bapak Muhammad Dliya’ Ulami’ . yang telah memberikan arahan dan petunjuk,
sehingga makalah ini dapat terselesaikan dalam waktunya.

Semarang, 13 September 2022

Penulis

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Allah SWT mengutus para Nabi dan Rosul-Nya kepada ummat manusia
untuk memberi petunjuk kepada jalan yang lurus dan benar agar mereka bahagia
dunia dan akhirat. Rosululloh lahir ke dunia ini dengan membawa risalah Islam,
petunjuk yang benar. Hukum Syara’ adalah khitab Syari’(seruan Alloh sebagai
pembuat hukum) baik yang sumbernya pasti (qath’i tsubut) seperti Al-Qur’an dan
Hadis, maupun ketetapan yang sumbernya masih dugaan kuat (zanni tsubut)
seperti hadits yang bukan tergolong mutawatir.

Hadits merupakan sumber syari’at islam yang kedua setelah Al Qur’an.


Hadis memiliki fungsi yang sangat penting terhadap Al qur’an. Dalam fungsi
tersebut hadis menjelaskan ayat-ayat Al Qur’an yang tidak ada penjelasan yang
dapat dimengerti di dalamnya.

Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dijelaskan tentang fungsi hadis
terhadap Al Qur’an dan dalil - dalil kehujahan hadis.

1.2 Rumusan Makalah

a. bagaigamana kedudukan hadits dalam sumber hukum islam?

b.. Apa saja dalil- dalil kehujahan hadis ?

c. Bagaimana fungsi hadis terhadap Al-Qur’an ?

1.3 Tujuan

a.mengetahui sumber hadits dalam keedudukan hukum

b. mengetahui apa saja dalil dalil yang berkaitan dengan kehujahan hadis

c. mengetahui fungsi hadis terhadap Al Qur’an

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Kedudukan Hadits Sebagai Sumbert Hukum Islam

Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin)


yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap
AlQur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya
bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak
kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa,
tetapi juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi
alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam.

Untuk mengetahui sejauh mana kedudukan hadist sebagai sumber hukum Islam,
dapat dilihat dalam beberapa dalil seperti dibawah ini :

Al-Qur’an

Banyak ayat Al – Qur’an yang menerangkan mempercayai dan menerima


segala sesuatu yang disampaikan oleh Rasulullah SAW kepada umatnya untuk
dijadikan pedoman hidup.1 Diantaranya adalah : Ali Imran yang artinya “Allah
sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang mukmin seperti keadaan kamu
sekarang ini, sehingga Dia memisahkan yang buruk (munafik) dari yang baik
(mukmin). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal
yang gaib, akan tetapi, Allah akan memilih siapa yang dikehendaki-Nya diantara
Rasul-Rasulnya. Karena itu, berimanlah kepada Allah dan Rasul-Rasul-Nya dan
jika kamu beriman dan bertaqwa, maka bagimu pahala yang besar.”

Dalam surat An-Nisa ayat 136 Allah SWT Berfirman, yang artinya sebagai
berikut “Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan
Rasul-Nya dan kepada kitab yang allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta Kitab
yang Allah turunkan sebelumnya. Bagi siapa yang kafir kepada Allah, Malaikat-
Malaikat-Nya, Rasul-Rasulnya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu
telah sesat sejauh-jauhnya”.

4
Dalam surat Ali Imran diatas, Allah memisahkan antara orang-orang
mukmin dengan orang-orang yang munafik. Dia juga akan memperbaiki keadaan
orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itu, orang
mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Pada surat An-Nisa ayat 136, sebagaimana halnya pada surat Ali Imran
ayat 179, Allah menyeru kaum muslimin agar beriman kepada Allah, Rasul-Nya
(Muhammad SAW), Alqur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian
pada akhir ayat, Allah SWT Mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-

Nya.2

Selain memerintahkan umat Islam agar percaya kepada Rasulullah SAW,


Allah juga menyerukan agar umat-Nya menaati segala bentuk perundangundangan
dan peraturan yang dibawanya, baik berupa perintah maupun larangan, Tuntutan
taat dan patuh kepada Rasulullah SAW.

• Dalil Hadist

Dalam salah satu pesan Rasulullah SAW Berkenaan dengan kewajiban


menjadikan hadist sebagai pedoman hidup di samping Al- Qur’an sebagai
pedoman utamanya, adalah dalam sabdanya :

Artinya :

“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat
selama-lamanya, selama kalian selalu berpegang teguh kepada keduanya, yaitu
kitab Allah dan Sunah Rasul-Nya.” (H.R Hakim)

Hadist tersebut diatas, menunjukan kepada kita bahwa berpegang teguh


kepada hadist atau menjadikan hadist, sebagai pegangan dan pedoman hidup
adalah wajib, sebagaimana wajibnya berpegang teguh kepada Al-Qur’an.3

• Kesepakatan Ulama (Ijma’)

5
Umat Islam telah sepakat menjadikan Hadist sebagai salah satu dasar
hukum dalam amal perbuatan karena sesuai dengan yang dikehendakinya oleh
Allah. Penerimaan hadist sama seperti penerimaan mereka terhadap Al-Qur’an,
karena keduanya sama-sama merupakan sumber hukum Islam.

Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan


mengamalkan segala ketentuan yang terkandung didalam hadist telah dilakukan
sejak masa Rasulullah, sepeninggal beliau, masa Khulafaur Ar-Rasyidin hingga
masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya. Banyak di antara
mereka yang tidak hanya memahami dan mengamalkan isi kandunganya, tetapi
menyebarluaskanya kepada generasi-generasi selanjutnya.

2. Dalil - Dalil Kehujjahan Hadits

Sunnah atau Hadis Nabi Saw merupakan salah satu sumber ajaran agama
Islam sekaligus merupakan wahyu dari Allah seperti Al-Qur’an, hanya saja
perbedaan antara keduanya terletak pada sisi lafaz dan makna. dimana lafaz dan
makna al-Qur’an berasal dari Allah Swt semetara Hadis maknanya dari Allah Swt
dan lafaznya dari Rasulullah Saw, kedudukannya dalam ajaran agama sebagai
sumber kedua setelah Al-Qur’an, keduanya saling melengkapi antara satu dengan
yang lain, dan mentaatinya wajib bagi kaum muslimin sebagaimana wajibnya
mentaati Al-Qur’an. 4

Al-Qur’an

Banyak ayat al-Qur’an yang menunjukkan akan kehujjahan Sunnah


diantaranya adalah ayat-ayat yang memerintahkan kepada kaum muslim untuk taat
kepada Rasulullah saw. firman Allah Swt :

‫أو ه لي‬NN‫و ه‬NN‫ل ل‬NN‫و ل‬NN‫وا ال للر هس‬NN‫وأل هطي ه ع‬NN‫ليا أليلهل ها اللل هذي لن آل لم هنوا أل هطيه عوا اللللل ه ل‬

‫اليألي مه ر هم ينكهي م لف هإ ين تل لنا لزي عته يم هفي لش يي ءء لف هر لهدو هه هإ ل لى الللل هه‬

6
‫ك لخيي رر‬N‫ه ل‬N‫ر لذل‬N‫آل هخ ه‬N‫و ه م الي‬N‫ يم تهي ؤه مه نول ن هبالللل هه لوالييل ي‬N‫لوال للر هسو هل هإ ي ن كهنيته‬

)59( ‫لوأل يح لس هن تألي هويلال‬

Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah


Rasul (nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan
Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari
kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya”.
(QS An-Nisa : 59)5

Kembali kepada Allah maksudnya kembali kepada Al-Qur’an, dan


kembali kepada Rasul maksudnya kembali kepada Sunnah atau Hadis beliau Saw.

Perintah untuk mengikuti segala apa yang diperintahkan oleh Rasulullah


Saw dan menjauhi segala apa yang dilaranagnnya, Allah Swt berfirman:

‫لو لما آل لتاكه ه م ال للر هسو هل لف هخ هذو هه لو لما نل لهاكه يم لعني هه لفانيتل ههوا‬

Artinya : “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah”. (QS. Al-Hasyr :7)

Allah Swt telah memperingatkan kita untuk tidak menyelisihi segala apa
yang diperintahkan oleh Rasulullah Saw, Allah berfirman:

‫ه‬N‫و ي‬NN‫تينلر ة أل ي‬N‫يبل هه يم هف‬NN‫ه هص‬NN‫ه أل ين ت‬N‫لفلييل يح لذ ه ر اللل هذي لن يهل خالهه فول ن لع ين أل يم هر ه‬

‫هصيبل هه يم لع لذا رب أل هليم‬

Artinya : “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya


takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”. (QS An-Nu>r : 63)

Pada Banyak ayat, Allah Swt menyandingkan kata Kitab yang berarti
alQur’an dengan kata Hikmah yang berarti hadis atau sunnah diantara ayat-ayat
tersebut adalah firman Allah Swt:

7
‫ل يعلل هم‬NN‫لوألني لز ل ل الللل هه لعلليي ل ك اليه كل تا لب لوالي هحكيل م لة لو لعللل لم لك لما لل يم لتكه ين ت‬

‫ض هل الللل هه لعلليي لك لع هظي لما‬ ‫لو لكال ن لف ي‬

Artinya : “Dan (juga karena) Allah Telah menurunkan Kitab dan Hikmah
kepadamu (Muhammad), dan Telah mengajarkan kepadamu apa yang belum
kamu ketahui. dan adalah karunia Allah sangat besar atasmu”. (QS. An-Nisa> :

113)\

Imam al-Syafi’I berkomentar perihal ayat yang terakhir ini dengan mengatakan:
“Allah swt menyebutkan al-Kitab yaitu al-Qur’an dan juga Sunnah (Hadis). Aku
teelah mendengar ahli ilmu al-Qur’an mengatakan; Hikmah adalah Sunnah
Rasulullah saw. Karena al-Qur’an disebutkan dan dibarengi dengan kata
Hikmah. Allah swt. Menyebutkan anudrah-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya
dengan mengajari mereka al-Kitab dan Hikmah, maka tidak boleh –Wallahu
a’lam- ditafsiri maksud Hikmah disini kecuali Sunnah Rasulullah saw”.

Hadits Nabi

Terdapat banyak hadis-hadis Rasulullah saw. yang menunjukkan


kewajiban untuk mengikuti Sunnah Nabawiyah dan menegaskan bahwa Sunnah
itu memliki kedudukan yang sama seperti al-Qur’an dari segi keadaannya sebagai
sumber untuk menetapkan hukum-hukum. Diantara hadis-hadis tersebut:

Hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari dengan sanadnya dari sahabat Abu
Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda:

‫ليا لر هسو ل ل الللله ه‬ ‫كه لهل أه للم هتي يل يد هخ هلو ل ن الي لجنللل ة هإل لال لمي ن أل لبى لقا هلوا‬

‫لو لم ين يلأي لبى لقال ل لم ين أل لطا لعه ني لد لخ ل ل الي لجنلل لة لو لم ين‬

‫لع لصا هني لف لق يد أل لبى‬

Artinya : “Setiap umatku akan masuk surga, kecuali mereka yang enggan dan
tidak mau”. Para Sahabat kemudian bertanya (keheranan); ‘Siapakah yang tidak
mau memasukinya itu wahai Rasulullah?’ Beliau menjawab: “orang yang

8
mentaatiku akan masuk surga dan orang yang mendurhakaiku (melangkar
ketentuanku) berarti dia enggan dan tidak mau”.6

Hadis yang menjelaskan bahwa dengan berpegangteguh kepada AlQur’an dan


Sunnah, maka tidak akan tersesat untuk selamnya sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Malik bin Anas bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

‫ه‬NN‫تل لركي هت هفيكه يم أل يم لرييه ن لل ين تل هض لهلوا لما تل لم للسكيته يم هب ههل ما هك لتا ل ب الللل ه‬

‫لو هسنلل لة نل هب هيل هه‬

Artinya : “Aku telah meninggalkan kepada kalian dua perkara, kalian tidak akan
sesat untuk (selamanya) selama kalian berpegangteguh kepada keduanya yaitu
Kitab Allah dan Sunnah Nabi-Nya”

Hadis yang memerintahkan untuk senantiasa bertamassuk (berpegangteguh)


Sunnah Rasulullah saw dan para sahabat beliau saw dan larangan melakukan
kebid’ahan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw:

‫لعلل ييكه يم هب هسنلل هتي لو هسنلله ة اليه خللل فاه ء اليل مي هه د هليي ل ن ال للرا هش هدي لن تلل م‬

‫للسكهوا هبل ها لو لع لهضوا لعلليي لها هبالنلل لوا هج هذ لو هإ للياكه يم لو هم يح لد لثا هت‬

‫اليأه همو هر لف ه إل ل ن كه للل هم يح لدثل ءة هب يدل ع رة لوكه للل هب يد لع ءة لض لاللل رة‬

Artinya : “Hendaklah kalian (mengikuti) Sunnahku dan Sunnah para


khalifah ra>syidah yang telah mendapatkan hidayah, berpegangteguhlah
kepadanya, dan gigitlah (Sunnah tersebut) dengan gigi grahammu, dan jauhilah
oleh kalian perkara-perkara yang baru, krena segala bentuk yang bersifat baru
adalah bid’ah dan semua bentuk bid’ah adalah sesat”.

Hadis yang menjelaskan bahwa telah diturunkan kepada Rasulullah saw al-Quran
dan yang semidal dengannya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari
sahabat al-Miqdam bin Ma’di Karib ra, Rasulullah saw bersabda:

9
‫ه ت الي هك لتا لب لو همثيلل هه لم لعه‬ ‫أل لال هإ هلني هأو هتي‬

Artinya : “Sesungguhnya telah diberikan (diturunkan) kepadaku al-Kitab


(alQura’n) dan bersamanya sesuatu yang semisal dengannya (al-Sunnah)”.

Ijma’ (Kesepakatan)

Para Sahabat seluruhnya telah menyepakati kewajiban mengikuti Sunnah


Nabi saw, karena sunnah tersebut merupakan wahyu dari Allah swt dan telah
memerintahkan kepada kita untuk mengikutinya demikian pula dengan Rasul-Nya
sebagiaman dalam riwayat-riwayat yang telah disebutkan terdahulu. Fakta-fakta
yang menunjukkan kesepakatan mereka akan kehujjahan sunnah dalam agama
cukup banyak dan tidak terbilang jummlahnya dan tidak diketahui ada seorang pun
diantara mereka yang menyalahi dan menentang hal tersebut.

Kemudian para Tabi’in menempuh jalan para Sahabat dengan mengambil


dan mengikuti apa yang terdapat (warid ) dalam Sunnaah berupa hukum, adab, dan
tidak seorang dari mereka (Taabi’in) berani memenentang Sunnah yang shahih.

Kemudian keum muslimin sesudah mereka hingga hari ini telah


menyepakati akan kewjiban menerima dan mengambil hukum-hukum yang
dinuqil dari Sunnah dan barang siapa yang menentang hal tersebut dianatara
mereka, makka mereka telah menentang Al-Qur’an dan Sunnah Nabi saw serta
mengikuti jalan selain jalan orang mu’min.

Oleh karena itu, kaum muslimin sangat setia menuqilnya, memeliharanya,


dan berpegang teguh dengannya karena taat kepada Allah swt dan mengikuti
Rasulullah saw.

3. Fungsi Hadits Terhadap Al-Qur’an

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadis tampil untuk


menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl(16)

10
Artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan
supaya mereka memikirkan.”7

Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui
hadishadisnya.9

Penjelasan yang dimaksud di atas kemudian oleh para ulama di perinci ke


pelbagai bentuk penjelasan. Secara garis besar terdapat empat bentuk fungsi
penjelasan hadis terhadap al-Qur’an sebagai berikut;

1. Bayan at-Taqrir

Bayan al-taqrir disebut juga dengan bayan al-ta’kid dan bayan al-itsbat.
Yang dimaksud dengan bayan ini, ialah menetapkan dan memperkuat apa yang
telah diterangkan di dalam al-Qur’an. Fungsi hadis dalam hal ini hanya
memperkokoh isi kandungan al-Qur’an. Suatu contoh hadis yang diriwayatkan
Muslim dari Ibnu Umar, yang berbunyi sebagai berikut:

( ‫ر ي‬N ‫ف هط ه‬NN‫أل ي‬NN‫ه لف‬NN‫و ه‬N ‫رأل ييـته هم ي‬N ‫( لف هإ لذا لرأل ييـته ه م الي ههلل لل لف هص يو هم يوا لو هإ لذا ل‬
‫وا رواه مسلم‬

“Apabila kalian melihat (ru’yah) bulan, maka berpuasalah, juga apabila melihat

(ru’yah) itu maka berbukalah.” (HR. Muslim)

Hadis ini datang men-taqrir ayat al-Qur’an di bawah ini:

“Maka barang siapa yang mempersaksikan pada waktu itu bulan, hendaklah ia
berpuasa” (QS. Al-Baqoroh : 185)

Abu Hamadah menyebut bayan taqrir atau bayan ta’kid ini dengan istilah
bayan al-muwafiq li al-nas al-kitab. Hal ini dikarenakan munculnya hadishadis itu
sealur (sesuai) dengan nas al-Qur’an. 8

7
8

11
2. Bayan at-Tafsir

Yang dimaksud bayan at-tafsir adalah penjelasan hadith terhadap ayat-ayat


yang memerlukan perincian atau penjelasan lebih lanjut, seperti pada ayatayat
mujmal, mutlaq, dan ‘aam. Maka fungsi hadith dalam hal ini memberikan
perincian (tafshil) dan penafsiran terhadap ayat-ayat yang masih mutlak dan
memberikan takhsis terhadap ayat-ayat yang masih umum.

a. Merinci ayat-ayat yang mujmal (ayat yang ringkas atau singkat,


global)

Sebagai contoh hadis berikut:

“Sholatlah sebagaimana engkau melihat aku shalat.” (HR. Bukhari)

Hadis ini menjelaskan bagaimana mendirikan shalat. Sebab dalam


alQur’an tidak menjelaskan secara rinci. Salah satu ayat yang memerintahkan
shalat adalah:

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang


yang ruku'.” (QS. Al-Baqoroh[2]: 43)

. b. Men-taqyid ayat-ayat yang mutlaq

Kata mutlaq artinya kata yang menunjukkan pada hakekat kata itu sendiri
apa adanya, dengan tanpa memandang kepada jumlah maupun sifatnya.
Mentaqyid dan mutlaq artinya membatasi ayat-ayat mutlaq denngan sifat,
keadaan, atau syarat-syarat tertentu. Sebagai contoh hadis Rasul SAW berikut:

‫لم‬NN‫اعدا رواه مس‬N‫ار فص‬NN‫ع دين‬N‫ارق ا في رب‬N‫د الس‬NN‫لتقطع ي‬


“Tangan pencuri tidak boleh dipotong, melainkan pada (pencurian senilai)
seperempat dinar atau lebih.” (HR. Muslim)

Hadith di atas men-taqyid ayat al-Qur’an berikut:

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan


keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai
siksaan dari Allah.” (QS. Al Maidah [5]: 38)

12
c. Men-takhsis ayat yang ‘am

Kata ‘am ialah kata yang menunjukkan atau memiliki makna, dalam
jumlah yang banyak. Sedangkan takhsis atau khash, ialah kata yang menunjukkan
arti khusus, tertentu atau tunggal. Yang dimaksud men-takhsis yang ‘am ialah
membatasi keumuman ayat Al-Qur’an sehingga tidak berlaku pada bagian-bagian
tertentu. Mengingat fungsinya ini, maka ulama berbeda pendapat apabila
mukhasis-nya dengan hadith ahad. Menurut Syafi’i dan Ahmad bin Hambal,
keumuman ayat bisa ditakhsish oleh hadith ahad yang menunjukkan kepada
sesuatu yang khash, sedang menurut ulama Hanafiah sebalikanya.

Sebagai Contoh :

‫ليرث القتل من المقتول شيأ‬

“Pembunuh tidak berhak menerima harta warisan.” (HR. Ahmad)

Hadith tersebut men-takhsis keumuman firman Allah surat an-Nisa’ ayat


44 berikut:

“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu.


Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagian dua orang anak
perempuan...”

3. Bayan al-Nasakh

Pada bayan jenis keempat ini, terjadi perbedaan pendapat yang sangat
tajam. Ada yang mengakui dan menerima fungsi hadis sebagai nasikh terhadap
sebagian hukum Al-Qur’an dan ada yang juga yang menolaknya.9

Kata nasakh secara bahasa

berarti ibthal (membatalkan), izalah (menghilangkan), tahwil (memindahkan), dan


taghyir (mengubah). Para ulama mengartikan bayan al-nasakh ini banyak yang
melalui pendekatan bahasa, sehingga di antara mereka terjadi perbedaan pendapat
dalam menta’rifnya. Menurut ulama mutaqoddimin, bahwa terjadinya nasakh ini
9

13
karena adanya dalil syara’ yang mengubah suatu hukum (ketentuan) meskipun
jelas, karena telah berakhir masa keberlakuannya serta tidak bisa diamalkan lagi,
dan syar’i (pembuat sayari’at) menurunkan ayat tersebut tidak diberlakukan untuk
selama-lamanya (temporal).

Diantara para ulama yang membolehkan adanya nasakh hadith terhadap al-
Qur’an juga berbeda pendapat dalam macam hadith yang dapat dipakai untuk me-
nasakh-nya. Dalam hal ini mereka terbagi menjadi tiga kelompok.

Pertama, yang membolehkan me-nasakh al-Qur’an dengan segala hadith,


meskipun dengan hadith Ahad. Pendapat ini diantaranya dikemukakan oleh para
ulama mutaqaddimin dan Ibn Hazm serta sebagian para pengikut Zahiriyah.

Kedua, yang membolehkan me-nasakh dengan syarat hadith tersebut harus


mutawatir. Pendapat ini diantaranya dipegang oleh Mu’tazilah.

Ketiga, ulama yang membolehkan me-nasakh dengan Hadith masyhur,


tanpa harus dengan hadith mutawatir. Pendapat ini dipegang diantaranya oleh
ulama Hanafiyah.

14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Sebagai sumber ajaran kedua setelah Al-Qur’an, hadits tampil untuk


menjelaskan (bayan) keumuman isi al-Qur’an. Hal ini sesuai dengan firman Allah
Q.S. Al-Nahl[16]: 44.

Artinya “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan


pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya
mereka memikirkan.”

Allah SWT menurunkan al-Qur’an bagi umat manusia, agar al-Qur’an ini
dapat dipahami oleh manusia, maka Rasul SAW diperintahkan untuk menjelaskan
kandungan dan cara-cara melaksanakan ajarannya kepada mereka melalui
hadishadisnya.

Adapun Dalil-dalil yang menunjukkan kehujjahan Hadis telah dibuktikan oleh


hal hal berikut antara lain ;

- Al Qur’an karim

- Hadis Nabi

- Ijma’ (Kesepakatan)

Oleh karena itu, fungsi hadits Rasul SAW sebagai penjelas (bayan) alQur’an
itu bermacam-macam. Berikut beberapa hal yang yang merupakan fungsi hadis
terhadap Al Qur’an

- Bayan At-taqrir

- Bayan At-tafsir

- Bayan At-tasyri

- Bayan Al-nasakh

15
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mifdhol (2008). Pengantar Studi Ilmu Hadits. jakarta: Pustaka

Al-Kautsar

Ichwan, Mohammad Nor (2007). Studi Ilmu Hadis. Semarang: Rasail Media

Group

Rofiah, Khusniati (2010). Studi Ilmu Hadith .Ponorogo: STAIN PO Press

Saleh, Faisal (2008). Mutiara Ilmu Atsar. Jakarta: Akbar Media

Suparta, Munzier (2008). Ilmu Hadis .Jakarta: PT RajaGrafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai