Anda di halaman 1dari 19
BAB4 KLASIFIKASI BANDAR UDARA DAN PENGE- LOMPOKAN PESAWAT TERBANG 4.1 KLASIFTKASI BANDAR UDARA Dalam kegiatan perancangan, bandar udara diklasifikasikan berda- sarkan pesawat yang dapat dilayani. Di bandar udara, terdapat berbagai pesawat dengan lebar yang bervariasi, mulai dari pesawat kecil (smail general aviation) hingga pesawat besar (heavy air transport aircraft). Bandar udara dirancang berdasarkan pesawat kritis (critical) atau pesawat rencana (design). FAA[3] mendefinisikan pesawat kritis, yaitu_pesawat yang setidaknya beroperasi (/anding atau take off) sebanyak 500 kali atau lebih di bandar udara selama satu tahun. Dalam banyak kasus, lebih dari satu pesawat kritis dipakai untuk tujuan perancangan bandar udara. Seba- gai contoh, sering kali pesawat terkecil yang paling menentukan orientasi runway, sedangkan pesawat terbesar yang paling menentukan dimensi fasilitas bandar udara[4]. Karakteristik dimensi dan performa pesawat kritis menentukan Air- port Reference Code. Airport Reference Code merupakan sistem kode yang digunakan terkait dengan kriteria desain dan karakteristik fisik dari pesa- wat dalam pengoperasian bandar udara. Klasifikasi yang lazim digunakan adalah berdasarkan ICAO (Tabe] 4.1) dan FAA (Tabel 4.3 dan Tabel 4.4). ICAO[1] menggunakan dua elemen kode Airport Reference Code yang dinamakan The Aerodrome Design Code, yang meliputi sebagai bert Code number (kode angka), yaitu perhitungan panjang runway (terma- suk stopway dan clearway bila ada) berdasarkan referensi pesawat Aeroplane Reference Field Length (ARFL). 2, Code letter (kode huruf), yaitu perhitungan sesuai wingspan (lebar _ Sayap) dan outer main gear wheel span Gebar/jarale roda terluar pesawat). Aeroplane Reference Field Length (ARFL) merupakan perkiraan panjang runway yang dibutuhkan untuk take off sebuah pesawat pada kondisi maximum take off weight (MTOW)/berat maksimum pada saat take off, pada muka air laut, temperatur 15°C dan kelandaian nol persen. Tabel 4.1 ICAO Aerodrome Reference Code (ICAO, 2013{1}) Code Aeroplane reference field Code Outer Main Gear Number length (ARFL) Letter ‘nsspan Wheel Span * 1 < 800m A < 15m <45m 2 800 m-<1.200m Bo o1Sm-<24m —4,Sm-<6m 3 1.200 m-—< 1.800 m c 24m-<36m 6m-<9m 4 21.800 m D 36m-166 * 1 knot = 1,85 kmfjom ‘Tabel 4.4 Airplane design group (FAA, 2014[2)) ‘Nomor Grup Tail Height Wingspan 1 <ém <15m w 6m-<9m 15m-<24m m 9m-<13,5m 24m-<36m IV 135m-<185m 36m-<52m v 18,5m~<20m s2m-<65m VI 20 m-<24,5 m 65m-<80m Terdapat hubungan ‘yang dekat antara aerodrome reference code ICAO[1] dan Airport Reference Code FAA[2]. ICAO aerodrome code number 1, 2,3, dan 4, masing-masing kira-kira sama dengan FAA aircraft approach A, B, C dan D. Hal ini pun serupa dengan ICAO aerodrome code letter A, B, C, D, dan E, yang masing-masing kira-kira sama dengan FAA airplane design group I, Ul, Ul, TV, V, dan VIf4]. . Contoh Soal 4.1 Diketahui: Sebuah bandara akan dirancang untuk melayani pesawat Boeing 777- 300ER dengan outer main gear wheel span = 12,90 m; dan wingspan = 64,80 m; pada Maximum Take off Weight (MTOW) = 351.535 kg, mem- butuhkan panjang rumway (ARFL) = 3.120 m, pada muka air laut dan hari standar (15°C). Ditanyakan: - | Tentukan Aerodrome Reference Code (ICAO) untuk bandar udara tersebut! Jawaban: Dengan menggunakan Tabel 4.1, didapatkan: Elemen kode 1; ARFL= 3.120 m, termasuk kode nomor 4. Elemen kode 2: outer main gear wheel span = 12,90 m; dan wingspan = 64,80 m, termasuk kode angka B. Sehingga Aerodrome Reference Code bandar udara tersebut adalah 4E. 4.2 KLASIFIKASI PESAWAT TERBANG Beberapa klasifikasi dan tipe pesawat terbang yang lazim didengar adalah berdasarkan kegunaan pesawat{5]. Secara umum dibagi menjadi empat tipe, yaitu sebagai berikut. a. General aviation aircraft (GA) Secara tipikal, pesawat-pesawat tipe ini memiliki satu (single) atau dua mesin (twin engine), Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya kurang dari 7.000 kg. Pesawat tipe ini biasanya digunakan untuk berbagai kegiatan komersial dan nonkomersial, antara lain pelatihan pesawat, wisata, bisnis, pertanian, dan sebagainya. Contoh pesawat tipe ini adalah Single-engine Beechcraft A36. b. Corporate aircraft (CA) Pesawat tipe ini merupakan pesawat yang biasa digunakan untuk mengangkut beberapa penumpang atau barang untuk keperluan bisnis, evakuasi, kegiatan pemerintah, angkatan udara, dan sebagainya. Secara tipikal pesawat-pesawat jenis ini memiliki satu atau dua turboprop (baling-baling) atau mesin jet. Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya kurang dari 40.000 kg. Contoh pesawat ini adalah Cessna Citation II. c. Commuter aircraft (COM) Merupakan pesawat kecil untuk mengangkut penumpang untuk jarak dekat dengan frekuensi tinggi, biasanya melayani penerbangan dari bandara hub menuju daerah-daerah kecil. Secara tipikal pesawat- pesawat jenis ini memiliki satu, dua, tiga, bahkan empat turboprop (baling-baling) atau mesin jet. Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya kurang dari 31.000 kg. Contoh pesawat ini adalah ATR-72 series dan pesawat Nusantara 219 (N-219) buatan PT Dirgantara Indonesia yang akan mulai beroperasi pada 2016. Beechcraft A36 (Bonanza) Cessna 421C (Golden Egle) (a) General aviation aircraft (GA) dengan single-engine (Pesawat penerbangan umum dengan mesin tunggal) Gulfstream G-V a4 Lm (b) Corporate aircraft (CA) (pesawat perusahaan) Gambar 4.1 Contoh pesawat tipe corporate aircraft (CA) dan general aviation aircraft (GA), (Trani, 2013(5)) d. Transport aircraft (TA) Merupakan pesawat tersertifikasi yang dirancang untuk mengangkut penumpang dan kargo dalam jumlah besar. Pesawat-pesawat jenis ini memiliki mesin jet lebih dari satu. Menurut berat dan jarak tempuhnya diklasifikasikan sebagai berikut. 1) Short-Range (Jarak Dekat) Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanys kurang dari 68.000 kg, dengan jarak tempuh maksimum 2.222 km. Contoh: Airbus A320, Fokker F100, dan Boeing 737. 2) Medium-Range (Sarak Menengah) Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya kurang dari 160.000 kg, dengan jarak tempuh 2.223- 6.482 km. Contoh: Boeing 757-200, Airbus A330, dan Airbus A300. 3) Long-Range (Javak Jauh) Berat maksimum kotor (maximum gross weight) pesawat ini biasanya lebih dari 160.000 kg, dengan jarak tempuh lebih dari 6.482 km. Contoh: Boeing 777-300ER, Airbus A340, dan Boeing 747-400. y N29 ATR 72-600 (a) Commuter aircraft (COM) (Pesawat komuter) Gambar 4.2 Contoh pesawat tipe Commuter (COM) dan Trasport Aircrfat (TA) (Garuda Indonesia, 2015) 4.3: KARAKTERISTIK PESAWAT TERBANG 4.3.1 Standar Dimensi Gambar 4.3 menunjukkan beberapa istilah yang terkait dengan dimensi pesawat terbang yang penting terhadap perencanaan dan perancangan bandar udara[4]. a. Length (panjang) sebuah pesawat terbang didefinisikan sebagai jarak dari ujung depan badan pesawat (fuselage) atau badan utama (main body) pesawat, sampai ke ujung belakang ekor pesawat, yang dikenal sebagai empennage. Panjang pesawat digunakan untuk menentukan panjang dari area parkir (parking area) pesawat, hanggar. Sebagai tambahan, untuk bandar udara komersial, panjang dari pesawat terbesar yang beroperasi setidaknya lima keberangkatan per hari, ditetapkan untuk menentukan jumlah alat penyelamatan dan pemadam kebakaran (rescue and firefighting) yang harus disediakan di bandar udara. b. Wingspan (panjang sayap) sebuah pesawat terbang didefinisikan sebagai jarak dari ujung sayap ke ujung sayap lainnya pada sayap utama pesawat. Wingspan pesawat digunakan untuk menentukan lebar dari parking area (area parkir) pesawat dan jarak antar gates. Selain itu, juga untuk menentukan lebar dan separasi (jarak pemisah) runway dan taxiway di bandar udara. c. Maximum height (tinggi maksimum) sebuah pesawat terbang secara tipikal didefinisikan sebagai jarak dari lantai dasar (grownd) sampai puncak bagian ekor (tail) pesawat. Dalam beberapa kasus langka, ke- tinggian maksimum pesawat berada di bagian lain dari pesawat, seba- gai contoh, ketinggian maksimum pesawat Airbus Beluga terhitung sebagai jarak dari lantai dasar sampai dengan puncak pintu depan badan pesawat ketika dalam posisi terbuka ke atas. d. Wheelbase sebuah pesawat terbang didefinisikan sebagai jarak antara as roda pendaratan utama (main landing gear) pesawat dengan as roda depan (nose gear), atau roda ekor (‘ail-wheel), pada kasus pesawat tail-wheel. e. Wheel track sebuah pesawat terbang didefinisikan sebagai jarak antara as roda terluar (outer wheels) dari main landing gear pesawat. Wheelbase dan wheel track sebuah pesawat digunakan untuk mene- tapkan radius putar (turning radius) minimum, yang berperan besar dalam perancangan taxiway turnoffs, taxiway intersections dan arca lainnya di bandar udara yang membutuhkan pesawat untuk berbelok. Wingspan {panjang sayap) Wheeltrack Tampak depan Tampak samping f Gambar 4.3 Dimensi pesawat (Horonjeff, dkk., 2010[4]) Turning radii adalah fungsi dari sudut kemudi roda depan (nose gear steering angle). Semakin besa sudutnya, semakin kecil radiusnya. Jarak dari pusat rotasi terhadap berbagai bagian dari pesawat, seperti wingtip, nose, atau (ail, menghasilkan besaran radii. Radius terbesar menghasilkan jarak bersih kritis antara pesawat dengan bangunan serta pesawat yang berpapasan. Turning radius minimum berhubungan erat dengan sudut kemudi roda depan (steering angle) maksimum yang dirancang oleh manufaktur pesawat. Sudut terbesar bervariasi dari 60° sampai 80°, meskipun untuk kepentingan perancangan, biasa digunakan sudut kemudi (steering angle) sebesar 50°, Turning radius dari pesawat dapat diwakili oleh rumus berikut[4]. t Risoeeurn = b tan(90 ~ B) +5 (41) Dengan: b = wheelbase pesawat wheel track pesawat B =sudut kemudi maksimum (maximum steering angle) Pusat rotasi dapat ditentukan dengan mudah, dengan menggambar sebuah garis melalui poros dari roda depan (nose gear) pada sudut kemudi manapun yang diinginkan. Perpotongan garis ini dengan garis poros roda utama (main gear) merupakan pusat rotasi. Beberapa pesawat besar baru memiliki kemampuan untuk memutar roda utama (main gear) ketika mela- kukan tikungan tajam. Efek dari putaran roda ini untuk mengurangi radius tikung/turning radii (Gambar 4.4), Turning radii minimum untuk beberapa tipe pesawat transpor (transport aircraft) diberikan pada Tabel 4.5. Gambar 4.4 Tierning radius (Horonjeff, dkk., 2010[4]) Secara umum, dimensi pesawat yang berkenaan dengan perencanaan bandar udara dapat dilihat pada ICAO Aerodrome Design Manual Part 1 dan 2 [6, 7] dan juga pada FAA Advisory Circular No. AC 150/5325-4B {3]. Untuk memberikan gambaran mengenai ukuran standar dari macam- macam pesawat yang melayani penerbangan komersial di Indonesia, dapat dilihat Tabel 4.5. Contoh dimensi pesawat lengkap untuk pesawat Boeing 747-400 ditunjukkan pada Gambar 4.5. —— ars tt ies 7 mw (a.m TAT Nast fest che ate a Tabel 4.5 Karakteristik dimensi pesawat terbang komersial di Indonesia Aeroplane Bentang | 4), Turn- Panjang, Maximum Wheel | Nose | ™ Refer- Mode Pesawat | Pabrik | 'CAD | Pigunatan Oleh | rengih | yard2P | Height es Track | Wheel | pif | ences Field es: ae (a) = (m) (im) | Angie |RON" | Length, = ARFL (m) B777-300ER [8] | Boemg | 4E | Garuda Indonesia | 7390 | 6480 | 18,75 | 31,22 | 1097| 70° | 4820 | 3.120 (6 buah) B747-400[9] | Boeing | 4E | Garuda Indonesia | 70,60-| 6440 | 19,59 | 25,60 | 11,00] 67° | 53,10 | 2890 (2 bush) Lion Air (2 buah) B737-800NG | Boeing | 4C | Garuda Indonesia | 3950 | 34,30 | 1255 | 15,60 | 5.72 | 78° | 21.10] 2.090 (0) (76 buah) Lion Air G0 buab) Batik Air (19 buah) Stivijayair(Sbuah) 1B737-200[10] [Boeing | 4C | ExpressAir@buah)| 2954 | 2840 | 1123 | 11,38 | 523 | 78° | 17:10 | 2295 Trigana Air Ser- vice (5 buah) B737-300[10] | Boeing | 4C |Garudalndonesia | 32,18 | 3110 | 1115 | 1243 | 523 | 7 | 1770] 2749 (I buah) Lion Air (2 buah) Sriwijaya Air (10 ‘buah) Express Air(2buah) Aeroplane aa en Maximum | yy, | Wheel | Nose pe song Model Pesawat | Pabrik: | 140 Height | pase (my| Tack | Wheel | pith, | ences Field = |” (m) | Angie |"0)" | Length, ARFL (m) 8B737-400[10} | Boeing | 4C | LionAir(2buah) | 3340 | 2890 | 11,15 | 1427 | 523 | 78° | 1800] 2499 Sriwijaya Air (5 buah) 8737-50010] | Boeing | 4C [Garda Indonesia | 29,79. | 28.88 | 11,15 | 1107 | 523 | 78° | 1740] 2470 (4 buah) Sriwijaya Air (12 buah) Kalstar Aviation ( 2 buah) Express Air (2 buah) B737-900ER | Boeing | 4C | Lion Air (71 buah) | 40,67 | 35,79 | 12,55 | 17,17 | 572 | 79° | 2150] 2240 {10} Batik Air (7 buah) 4330-300 [11] | Airbus | 4E | Garuda Indonesia | 63,69 | 60,30 | 1670 | 25,38 | 12,62| 65° | 45,60] 2500 (11 buah) 4330-200 [11] | Airbus | 4E | Garuda Indonesia | 5882 | 60,30 | 17,90 | 22,18 | 12,62] 65° | 45,00] 2220 (11 buah) 4320-20012] | Airbus | 4C | Citilink G4 buah) | 37,60 | 3410 | 1180 | 12,64 | 895 | 70° | 1268 | 2058 Batik Air (8 buah) Air Asia Indonesia (29 buah) Aeroplane Bentang Turn- Panjang, Maximum Wheel | Nose Refer- Model Pesawat | Pabrik ey — eR OM carl ae Height oe Track | Wheel eae ences Field _— (m) o | & (m) | Angle |G) | Lengths AREL (m) CIR1000(13] |Bom- | 4C |Garudaindonesia | 39,10 | 2620 | 750 | 21,00 | 406 | 65° | 92,00] 2120 bardier (1S buah) ‘ATR 72600 [ATR | 3C |Garudaindonesia | 27,16 | 2705 | 765 | 10,77 | 410 | 6s° | 63,00] 1367 (14) (8 buah) Wings Air (2) Kalstar Aviation ( 2 buah) Trigana Air Ser- vice ( buah) AIR72500 [ATR | 3C | WingsAir(@1) 22,67 | 2457 | 759 | 878 | 410 | 65° | 6300] 1215 U5) ATR42300 [ATR | 2C |KalstarAviation( | 22,67 | 2457 | 759 | 878 | 410 | 65° | 63,00| 1010 16) 4 buah) ‘Trigana Air Ser- vice (7 buah) Fokker 50{17] | Fokker | 3C |SkyAviation(s | 25,25 | 29,00 | 832 | 9,70 | 7,20 | 73° | 1800 | 1.760 buah) Fokker 100 [17] |Fokker | 4C |SkyAviation(? | 3553 | 2808 | 851 | 14,01 | so | 73° | 2007] 1.820 buah) = *maskapai penerbangan di Indonesia, Juli 2015 (sumber: website: PT Garuda Indonesia{18], PT Lion Air{19}, Batik Air(20}, Citilink{22], Air Asia ee Indonesia{23}, Sriwijaya Air{21], Kalstar Aviation(25], Trigana Air Services{26), Sky Aviation{27], Wings Air{24] dan Express Air{28]) 4.3.2, Konfigurasi Roda Pendaratan (Landing Gear) Konfigurasi roda pendaratan (landing gear configuration) berperan penting dalam mendistribusikan berat pesawat ke permukaan yang ditum- panginya, dengan kata lain berperan besar terhadap desain perkerasan bandar udara, Semakin berat pesawatnya, biasanya semakin banyak roda pesawatnya. Berat pesawat yang tersalurkan ke perkerasan ini harus bisa didukung oleh perkerasan runway, taxiway, dan apron. Pesawat terbang yang saat ini beroperasi di bandar udara di dunia telah dirancang dengan berbagai konfigurasi roda pendaratan (landing gear). Kebanyakan pesawat dirancang dengan satu dari tiga konfigurasi roda pendaratan dasar (basic landing gear configuration). Terdapat beberapa definisi dalam konfigurasi roda pesawat, yaitu sebagai berikut. a. Single-wheel configuration (konfigurasi roda tunggal), artinya pada roda utama (main gear) pesawat terdapat total dua roda, dengan satu roda di masing-masing penyangga (strut) pesawat. b. Dual-wheel configuration (konfigurasi roda ganda), artinya pada roda utama (main gear) pesawat terdapat total empat roda, dengan dua roda di masing-masing penyangga (strut) pesawat. c. Dual tandem configuration (konfigurasi roda ganda tandem), artinya terdapat dua roda sepasang pada masing-masing penyangga (strut) pesawat. Konfigurasi dasar ini dapat dilihat pada Gambar 4.6[29}. S, Single-wheel D, Dual-wheel 2D, Dual Tandem Gambar 4.6 Basic landing gear configuration (FAA, 2005(29]) Pesawat-pesawat tipe Transport Aircraft (TA) besar, saat ini memiliki landing gear configuration (konfigurasi roda pendaratan) yang kompleks. Gambar 4.7 menunjukkan contoh landing gear configuration pesawat Boeing 747, Boeing 777, dan Airbus A-380. Kerumitan dan keberagaman landing gear configurations ini mengi- nisiasi FAA untuk membuat standar penamaan untuk landing gear confi- gurations (29). Contoh penamaan ini ditunjukkan pada Tabel 4.6. 00 9 Bip ae ew = 8 2D/2D2, Double dual tandem, 3D, 2D/3D2, Boeing 747 Triple tandem, Dual Tandem + triple Boeing 777 tandem, Airbus A380 Gambar 4.7 Complex landing gear configuration (AA, 2005(29)) ‘Tabel 4.6 Contoh standar penamaan landing gear configurations (FAA, 2005(29}) FAA Name “FAA Designation __Contoh Tipikal Pesawat Single wheel s F-14, F-1S Dual wheel D Beech 1900 Single tandem 28 €-130 Dual tandem 2D Boeing 757 Double dual tandem 2p/2D2 Boeing 747 Triple tandem 3D Boeing 777 Dual Tandem plus triple 2p/sD2 Airbus A-380 tandem 4.3.3 Tipe Mesin Pesawat Mesin pesawat secara umum terbagi dalam tiga kategori, yaitu sebagai berikut[4]. a, Piston Engines (Pesawat Bermesin Piston) Pesawat yang digerakkan oleh perputaran baling-baling dengan tenaga mesin piston, (reciprocating engines) dengan bahan bakar gas berok- tan tinggi. Sebagian besar pesawat-pesawat kecil digerakkan oleh mesin piston. b. Turboprops Engines (Pesawat Bermesin Baling-Baling) Pesawat yang digerakkan oleh perputaran baling-baling dengan tenaga mesin turbin. ¢. Turbofan/Jet Engines (Pesawat Bermesin Jet) Mesin turbojet, gerak pesawatnya bukan didapat dari putaran baling- baling, melainkan secara langsung oleh daya dorong dari tenaga sem- buran jet. Pesawat yang digerakkan oleh turbo jet biasanya sangat boros bahan bakar. Untuk mengatasi pemborosan bahan bakar, dibuat pesawat dengan tenaga turbofan. Pada mesin turbofan, ditambahkan kipas (fan/blades) di depan atau belakang turbinnya schingga dengan bahan bakar yang sama dengan turbojet, didapat tenaga penggerak yang lebih besar. Fan biasanya ditempatkan di depan dari turbin induk. Sebagian pesawat komersial yang saat ini beroperasi kebanyakan dari jenis turbofan. Mesin turbofan terdiri atas kipas/blades, kompresor, kamar bakar (combustion-chamber) dan turbin di bagian belakang. Sebagai contoh, pada Gambar 4.8 ditunjukkan komponen dalam mesin turbofan GE90-series yang dipabrikasi oleh Perusahan General Electric yang digunakan dalam pesawat jenis Boeing 777-series. Gaya dorong yang dihasilkan oleh mesin ini mencapai 110.000 Ibs (50.000 kg). kamar pembakaran (Combustion-chamber) ormpregor bertekanan tings! kompresor bertekanan rendah forytiades < ‘Gambar 4.8 Penampang turbofan engine GE90 (web.stanford.edu, 2015 [30]) 4.4 PERKEMBANGAN PESAWAT TERBANG Sejak awal kesuksesan Wright bersaudara pada 1903, pesawat dengan fixed-wing (sayap tetap) telah melalui lebih dari 100 tahun penyempurnaan. desain. Hal ini menghasilkan peningkatan performa yang luas, termasuk kemampuan untuk terbang pada kecepatan yang lebih tinggi dan ketinggian jelajah yang lebih tinggi, serta menghasilkan pendapatan dari pengangkutan (payload) dengan operasi pesawat yang lebih efisien{4]. Peningkatan ini terutama merupakan hasil dari penerapan teknologi baru pada spesifikasi pesawat, mulai dari bahan (material) penyusunnya sampai mesin yang menggerakkan pesawat. Hal ini menantang infrastruktur bandar udara untuk menyesuaikan diri dengan perkembangan fisik dan performa pesawat. Berikut sebagai contohnya[4]. a. Diperkenalkannya pesawat “cabin-class”, seperti Douglas DC-3, pa- da pertengahan 1930-an, mendorong kebutuhan bandar udara untuk dibangun lebih panjang dan dibangun dengan perkerasan, setelah sebelumnya hanya menggunakan lantai rumput pendek. b. Diperkenalkannya pesawat yang dilengkapi mesin turbofan dan tur- bojet pada akhir 1950-an, menambah persyaratan untuk runway yang lebih panjang dan kuat, fasilitas untuk mengatasi jet-blast (ledakan jet) dan peraturan/kebijakan untuk mengurangi pengaruh kebisingan pesawat pada dan sekitar bandar udara. c. Diperkenalkannya pesawat “jumbo-jet” atau “heavy”, seperti Boeing-747, pada akhir 1960-an, menambah persyaratan untuk spe- sifikasi runway dan juga persyaratan desain area terminal untuk mengakomodasi volume penumpang dan kargo yang jauh lebih besar. 4. Menjamurnya pesawat jet regional, meningkatkan kebutuhan bandar udara di banyak daerah untuk memodifikasi area terminal agar dapat mengakomodasi pesawat jet yang lebih besar dan pesawat turbo-prop yang lebih kecil. ‘Yang paling terbaru adalah diperkenalkannya pesawat dengan kapa- sitas penumpang terbesar, yaitu Airbus A-380 dan Boeing 747-8. Selain itu, juga muncul generasi terbaru dari pesawat dengan daya jelajah panjang (long-range aircraft) seperti Boeing 787 dan Airbus A350. Penggunaan pesawat-pesawat ini di masa yang akan datang akan memengaruhi desain bandar udara yang telah dibangun saat ini, yaitu dalam hal pertimbangan kapasitas dan dimensi fasilitas sisi udara dan darat, desain perkerasan, serta pertimbangan dampak kebisingan. 4.5 REFERENSI [1] ICAO, 1990, Aerodromes, Annex 14 to the Convention on International Civil Aviation, Vol. 1: Aerodrome Design and Operations, International Civil Aviation Organization, Montreal, Canada, July 1990. [2] FAA, 2014. Airport Design, FAA Advisory Circular AC-150/5300- 134, Washington, DC: Federal Aviation Administration, February 26 2014. FAA, 2005. Runway Length Requirements for Airport Design, Advisory Circular No. AC 150/5325-4B, Federal Aviation Administration, Washington D.C., July 1 2005. Horonjeff, et al., 2010. Planning and. Degign of Airports. Fifth Edition, Mc. Graw-Hill Inc. [5] Trani, Antonio, 2013. Aircraft Classifications, Virginia Tech, Virginia. [6] ICAO, 1984. Aerodrome Design Manual, Part 1: Runways. Second ed., Doc 9157-AN/901. International Civil Aviation Organization, Montreal. Canada. 1984. ICAO, 1983. Aerodrome Design Manual, Part 2: Taxiways, Aprons and Holding Bays. Second ed. International Civil Aviation Organization. Montreal, Canada. 1983. [8] Boeing Commercial Airplanes, 2009. B-777-200LR/-300ER/- Freighter Airplane Characteristics for Airport Planning. [9] Boeing Commefcial Airplanes, 2002. B-747-400 Airplane Characteristics for Airport Planning. [10] Boeing Commercial Airplanes, 2013. 737 Airplane Characteristics for Airport Planning. [11] Airbus, 2014, 4330 Aircraft Characteristics Airport and Maintenance Planning, Prancis. [12] Airbus, 2014. 4320/A320Neo Aircraft Characteristics Airport and Maintenance Planning, Prancis. [13] Bombardier, 2014. CRJ1000 Next Gen, Canada. [14] Avions de Transport Régional, 2015. ATR 72-600, Prancis. [15] Avions de Transport Régional, 2014. ATR 72-500 Unrivalled Performance, Prancis. [16] Avions de Transport Régional, 2011. ATR 42-300/-320, Prancis [17] Fokker, 2014. Fokker F50 and F-100 —Basics. [18] Garuda. “Revitalisasi Armada”. 7 Juli 2015. hitps://www.garuda- indonesia.com/id/id/garuda-indonesia-experience/fleets/fleet- revitalization. page?. [19] Lion Air. “Our Fleet”. 7 Juli 2015. http://www.lionair.co.id/ourfleet. aspx 3 (4) 7 [20] Planespotters. “Batik Air Fleet Details and History”. 8 Juli 2015. http://www planespotters.net/Airline/Batik-Air [21] Sriwijaya Air. -“Fleet”, 8 Juli 2015. http://sriwijayavirtual.net/index. php/pages/fleet (22) Citilink. “Armada”. 8 Juli 2015. https://wwwcitilink:co.id/fleet [23] Planespotters, “Air Asia Indonesia Fleet Details and History”. 8 Juli 2015. http:/Avww.planespotters.net/Airline/Indonesia-Air Asia [24] Planespotters. “Wings Air Fleet Details and History”, 8 Juli 2015. hutp:/www planespotters.neV/Airline/Wings-Air 25] Planespotters. “Kalstar Aviation Fleet Details and History”. 8 Juli 2015. hitp:/Avww.planespotters.net/Airline/KalStar-Aviation [26] Planespotters. “Trigana Air Service Fleet Details and History”. 8 Juli 2015, hitp./Avwwplanespotters.net/Airline/Trigana-Air-Service [27] Planespotters. “Sky Aviation Indonesia Fleet Details and History”. 8 Juli 2015. Attp:/Avwwplanespotters.net/Airline/Sky-Aviation- Indonesia [28] Planespotters. “Express Air Indonesia Fleet Details and History”. 8 Juli 2015. http:/Avww.planespotters.net/Airline/Express-Air-(Indonesia) [29] FAA, 2005. Standard Naming Convention for Aircraft Landing Gear Configurations Federal Aviation Administration No. FAA 5300.7, Washington D.C., September 2005. [30] Unknown autor. “The GE90 — An Introduction”. 9 Juli 2015. http:// web.stanford.edu/~cantwell/AA283_Course_Material/GE90_ Engine_Data.pdf

Anda mungkin juga menyukai