Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Teknik PWK Vol 3 No 2 Tahun 2014

Online : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/pwk
__________________________________________________________________________________________________________________

KAJIAN PENGENDALIAN DALAM MENGATASI KERUSAKAN EKOSISTEM MANGROVE


DI KAWASAN PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN

Rizky Fauzi Widagdo1 dan Agung Sugiri2


1
Mahasiswa Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
2
Dosen Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro
Email : Rizky_fauziw@rocketmail.com

Abstrak: Mangrove merupakan salah satu ekosistem wilayah pesisir yang mempunyai beberapa fungsi dan
peranan, bagi dari segi ekologi, sosial maupun ekonomi. Secara Ekologi Mangrove berperan sebagai habitat
berbagai jenis organisme, penghasil bahan organik yang tinggi, sebagai penghasil oksigen atau paru-paru kota,
pelindung pantai dari abrasi dan tsunami, serta penahan intrusi air laut ke darat. Hilang dan rusaknya kawasan
tersebut akan dapat menimbulkan bencana besar, tidak saja terhadap kehidupan manusia di daratan, tetapi
juga terhadap kehidupan keanekaragaman hayati di lautan. Tujuan dari studi ini adalah untuk merumuskan
upaya pengendalian dalam hal mengatasi kerusakan mangrove di pesisir Kabupaten Pekalongan. Untuk
mencapai tujuan tersebut, diperlukan sasaran antara lain dengan menentukan area kerusakan mangrove,
selanjutnya merumuskan upaya pengendalian dalam mengatasi kerusakan mangrove melalui rehabilitasi
mangrove serta reklamasi habitat atau media tanam mangrove dan kemudian memberikan kesimpulan
terhadap hasil analisis.Temuan studi yang akan diperoleh dalam penelitian ini yaitu upaya pengendalian dalam
mengatasi kerusakan kawasan mangrove pesisir Kabupaten Pekalongan.

Kata Kunci: Kerusakan Mangrove, Rehabilitasi, Reklamasi

Abstract : Mangrove ecosystems is one of the coastal areas that have multiple functions and roles , for in terms
of ecological , social and economic . In Mangrove Ecology serves as habitat for many types of organisms ,
producing organic matter , as a producer of oxygen or lungs of the city , coastal protection from abrasion and
tsunami , as well as retaining landward intrusion of seawater . Loss and destruction of the region would be
catastrophic , not only for human life on the mainland , but also to the biodiversity of life in the oceans . The
purpose of this study is to formulate control measures in terms of overcoming damage in coastal mangrove
Kabupaten Pekalongan . To achieve these objectives , it is necessary to determine target areas such as
mangrove destruction , formulate control measures to address mangrove destruction through mangrove
rehabilitation and reclamation of mangrove habitats or planting medium and then give the conclusion of the
study analisis.Temuan results to be obtained in this study is damage control efforts in addressing coastal
mangrove areas Kabupaten Pekalongan.

Keywords: Mangrove Damage, Rehabilitation, Reclamation

PENDAHULUAN pantai, hutan tidak mempunyai struktur tajuk,


Mangrove adalah hutan yang tumbuh di jenis-jenis pohonnya biasanya terdiri dari api-
daerah pantai, biasanya terdapat di daearah api (Avicenia sp.); pedada (Sonneratia sp.);
teluk dan di muara sungai yang dicirikan oleh : bakau (Rhizophora sp.); lacang (Bruguiera sp.);
tidak terpengaruh iklim, dipengaruhi pasang nyirih (Xylocarpus sp.); nipah (Nypa sp.)
surut, tanah tergenang air laut, tanah rendah (Soemodihardjo, dkk.. 1986).

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 285


Kajian Pengendalian dalam Mengatasi Kerusakan… Rizky Fauzi Widagdo dan Agung Sugiri

Mangrove secara ekologis memiliki fungsi Wilayah ekosistem mangrove merupakan


lindung lingkungan, baik bagi lingkungan wilayah yang sangat unik, baik dari sisi kondisi
ekosistem daratan dan lautan maupun habitat fisik dan sumber daya alam yang dimilikinya,
berbagai jenis fauna diantaranya: sebagai maupun dari sisi fungsi dan perannya di dalam
pencegah abrasi/ erosi, penahan gelombang/ ekosistem kehidupan daratan dan lautan.
angin kencang, pengendali intrusi (peresapan) Hilang dan rusaknya kawasan tersebut akan
air laut, sebagai tempat habitat berbagai jenis dapat menimbulkan bencana besar, tidak saja
fauna, sebagai tempat mencari makan, terhadap kehidupan manusia di daratan,
memijah dan berkembang baik berbagai jenis tetapi juga terhadap kehidupan
ikan, udang dan biota laut lainnya, keanekaragaman hayati di lautan.
pembangunan lahan melalui prose Berikut merupakan gambaran kondisi
sedimentasi, memelihara kualitas air eksisting keberadaan mangrove wilayah
(mereduksi polutan, pencemaran air), pesisir Kabupaten Pekalongan dalam bentuk
penyerap CO2 dan penghasil O2 yang relatif peta persebaran kawasan mangrove.
tinggi dibandingkan dengan hutan lain.

Sumber : Dppk Kabupaten Kabupaten Pekalongan, 2012


GAMBAR 1. PETA EKSISITING PERSEBARAN MANGROVE WILAYAH PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 286


Kajian Pengendalian dalam Mengatasi Kerusakan… Rizky Fauzi Widagdo dan Agung Sugiri

KAJIAN LITERATUR 1. Pemulihan lingkungan fisik secara ekologis


Hutan mangrove termasuk tipe hutan baik terhadap habitat maupun
tropika dan subtropika yang khas, juga kehidupannya, serta bentuk faktor
merupakan komunitas vegetasi pantai tropis. penyebabnya
Mangrove tumbuh optimal di wilayah pesisir 2. Mengharmoniskan perilaku lingkungan
yang memiliki muara sungai besar dan delta sosial untuk tujuan mengenal,
yang aliran airnya banyak mengandung mengetahui, mengerti, memahami hingga
lumpur. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pada akhirnya merasa peduli dan ikut
pesisir yang terlindungi dari gempuran ombak bertanggung jawab untuk
dan daerah yang landai. Mangrove sulit mempertahankan, melestarikannya, serta
tumbuh di wilayah pesisir yang terjal dan 3. Meningkatkan akutabilitas kinerja institusi
berombak besar dengan arus pasang surut yang bertanggung jawab dan atau pihak-
kuat, karena kondisi ini tidak memungkinkan pihak terkait lainnya.
terjadinya pengendapan lumpur yang Dari sekitar 60 spesies pohon dan semak
diperlukan sebagai substrat bagi mangrove mayor dan minor, serta sekitar 20
pertumbuhannya. Namun berbagai jenis spesies tumbuhan asosiasi, hanya 12 spesies
mangrove juga dapat tumbuh di tanah yang biasa digunakan untuk restorasi, yaitu
berpasir atau berkoral yaitu Rhizophora Rhizophora, Avicennia, Sonneratia, Bruguiera,
stylosa, tanah lunak dan berlumpur yaitu Heritiera, Lumnitzera, Ceriops, Excoecaria,
Rhizophora spp., dan Avicennia spp., Xylocarpus, Nypa, Cassurina, dan Hibiscus.
sedangkan Bruguiera spp., Sonneratia spp., Penentuan spesies yang dipilih tergantung
dan Ceriops tumbuh baik pada tanah yang pada tekstur tanah, kadar garam, dan lama
lebih keras dan lebih matang, biasanya penggenangan, serta iklim mikro lainnya
mendekati daratan. Tanah di hutan mangrove (Setyawan, dkk.,2004). Teknik rehabilitasi
memiliki ciri-ciri selalu basah, mengandung mangrove pada tapak-tapak khusus ini
garam, oksigen sedikit dan kaya akan bahan meliputi beberapa tipe sebagai berikut:
organik (Khazali dkk, 2002) dalam buku a. Tapak berarus/berombak besar
penanaman mangrove bersama masyarakat Pada dasarnya mangrove dapat tumbuh
kondisi pantai yang baik untuk ditumbuhi di tanah mineral tidak hanya di lumpur
mangrove adalah pantai yang mempunyai sifat- laut. Adapun teknik penanaman
sifat: air tenang / ombak tidak besar; air payau; dilakukan dengan cara menanam
mengandung endapan lumpur; lereng endapan mangrove tanpa melepas polibagnya.
tidak lebih dari 0.25 % - 0.50 %. b. Tapak dengan arus deras (bukan pinggir
Analisis area kerusakan mangrove pantai seperti sungai) dapat dilakukan
digunakan untuk mengetahui jenis vegetasi dengan cara menanam mangrove secara
yang tumbuh apakah telah sesuai fungsi dan zigzag, jarak tanam rapat dan tanpa
perannya. Analisis dilakukan dengan dasar melepas polibagnya.
data dari informan pada instansi terkait. c. Tapak dengan lumpur yang dalam
Analisis ini dilihat berdasarkan peta Dapat dilakukan dengan cara
peserbaran mangrove, serta kondisi tingkat mengikatkan mangrove pada tiang
kerusakan mangrove. pancang kemudian ditanam.
Dalam perkembangan penelitian yang d. Tapak berbatu / berkerikil dapat
dilakukan para peneliti terdahulu guna dilakukan dengan cara memakai polibag
mengatasi kerusakan lahan ekosistem yang cukup besar dimana substratnya
mangrove didapati teknik pemulihan dengan digali terlebih dahulu kemudian dibuat
cara restorasi. Adapun konsepsi dasar parit untuk menanam mangrove
pemulihan (Restorasi) kawasan mangrove tersebut. Atau dapat juga dengan cara
dalam bidang konservasi dapat dilakukan menggali substrat dan dibuat parit,
melalui (Kusmana, 2004) :

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 287


Kajian Pengendalian dalam Mengatasi Kerusakan… Rizky Fauzi Widagdo dan Agung Sugiri

masukan lumpur dan langsung tanam 6. Kegagalan melihat penyebab degradasi


mangrove tanpa jarak. merupakan penyebab utama kegagalan
e. Tapak yang tertimbun pasir laut restorasi mangrove
Dapat dilakukan dengan cara tanam
mangrove menggunakan pola kluster Keberhasilan Restorasi
(jarak tanam yang bergerombol) dimana Terdapat lima langkah penting bagi
polibag dari mangrove tersebut jangan keberhasilan restorasi mangrove (Setyawan,
dibuka. Atau dapat dilakukan dengan dkk., 2004): (1)Pemahaman autekologi setiap
cara menggali lubang diantara kerikil, spesies mangrove, meliputi pola reproduksi,
kemudian lubang tanam yang lebar dan distribusi propagul, dan pemantapan seedling.
dalam diisi lumpur. (2)Pemahaman pola hidrologi yang
f. Tapak dengan air yang tergenang mempengaruhi distribusi, pemantapan, dan
Dapat dilakukan dengan penanaman pertumbuhan spesies mangrove yang
anakan mangrove di dalam gulugah diinginkan. (3)Pemahaman perubahan
tanah. Adapun tapak dengan genangan lingkungan yang dapat mencegah suksesi
air yang dalam terdapat formulan sekunder secara alami. (4)Restorasi sifat
tertentu yang berada dalam proses hidrologi, dan bila memungkinkan
pematenan sehingga belum bisa penggunaan propagul alami. (5)Penanaman
dipublikasikan. dilakukan apabila jumlah rekruitmen alami
Adapun langkah-langkah kongkrit yang tidak mencukupi untuk penyembuhan.
dilakukan untuk pengendalian lingkungan fisik, Keuntungan restorasi komunitas
antara lain dengan melakukan kegiatan mangrove meliputi: (1) konservasi dan
(Waryono, 2002) : pengembalian spesies yang pernah ada,
1. Pembinaan dan peningkatan kualitas spesies yang memiliki daerah jelajah luas, dan
habitat, dan burung-burung migran; (2) mendaur-ulang
2. Peningkatan pemulihan kualitas kawasan nutrien dan menjaga keseimbangan nutrisi
hijau melalui kegiatan reboisasi, pada muara sungai; (3) melindungi jaring-
penghijauan, dan atau perkayaan jenis jaring makanan pada hutan mangrove, muara,
tetumbuhan yang sesuai, dan laut; (4) menjaga habitat fisik dan tempat
3. Terhadap pemulihan habitat, dilakukan pembesaran anakan berbagai spesies laut
terhadap kawasan-kawasan terdegradasi komersial; (5) melindungi lahan dari badai,
atau terganggu fungsi ekosistemnya, menjaga garis pantai, dan mengendapkan
untuk mengembalian peranan fungsi jasa lumpur; (6) meningkatkan kualitas dan
bio-ekohidrologisnya dan dilakukan kejernihan air dengan menyaring dan
dengan cara: menjebak sampah dan sedimen yang dibawa
a. Rehabilitasi, dan atau air permukaan dari hulu sungai, (7) pada
b. Reklamasi habitat, akhirnya, preservasi ekosistem mangrove
4. Sedangkan peningkatan kualitas kawasan membantu menjaga keseluruhan kondisi alami
mangrove dilakukan dengan dan keindahan panorama muara sungai dan
pengembangan jenis-jenis tetumbuhan nilai ekonomi kawasan pesisir (Setyawan dkk.,
yang erat keterkaitannya dengan sumber 2004).
pakan, tempat bersarang atau sebagai Salah satu contoh keberhasilan
bagian dari habitat dan lingkungan penanaman mangrove untuk mencegah abrasi
hidupnya, ditemukan di kawasan Bulak-Semat, Jepara.
5. Hutan mangrove dapat memulihkan diri Pada tahun 1980-an pantai di kawasan ini
sendiri tanpa upaya restorasi melalui terabrasi akibat kerusakan terumbu karang
suksesi sekunder pada periode 15-30 dan pembabatan hutan mangrove.
tahun, apabila siklus hidrologi normal dan Pembuatan tanggul pemecah gelombang dan
tersedia biji atau propagul dari ekosistem penanaman mangrove terbukti dapat
mangrove di sekitarnya, mengurangi efek abrasi. Pada saat ini

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 288


Kajian Pengendalian dalam Mengatasi Kerusakan… Rizky Fauzi Widagdo dan Agung Sugiri

Rhizophora yang ditanam langsung berbatasan Pengendalian kerusakan dimulai dengan


dengan bibir laut, dan tanah dibawahnya melihat arah arus gelombang dalam setiap
ditutupi pasir putih, menunjukkan garis pantai tahunnya agar didapati cara serta teknik
berhenti di bawah tegakan komunitas ini pengendalian abrasi yang terkait dengan
(Setyawan dkk.., 2004). kawasan mangrove.
3.Rehabilitasi mangrove, analisis yang
Kegagalan Restorasi dilakukan meliputi :
Di Jawa, kegagalan restorasi mangrove - Perubahan jenis pada mangrove yang
dapat disebabkan oleh: (1) kesalahan masih ada tapi belum sesuai fungsi.
pemahaman pola hidrologi, (2) perubahan - Penanaman kembali pada kawasan yang
arus laut, (3) tipe tanah, (4) pemilihan spesies, belum terdapat mangrove atau telah
(5)penggembalaan hewan ternak, (6)sampah, rusak.
(7)kelemahan manajemen, dan (8)ketiadaan 4.Reklamasi Habitat, analisis dilakukan
partisipasi masyarakat (Setyawan dkk., 2004). terhadap media tanam yang telah rusak
atau pada area yang dapat ditumbuhi
METODE PENELITIAN mangrove.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang
digunakan adalah pendekatan kuantitatif
dengan metode analisis data menggunakan ANALISIS PENGENDALIAN DALAM
gap analisis. Data yang didapat melalui MENGATASI KERUSAKAN MANGROVE DI
observasi lapangan dengan data menurut KAWASAN PESISIR KABUPATEN
lembaga terkait, selanjutnya dianalisis dengan PEKALONGAN
menggunakan metode gap analisis yang
mengacu pada literatur sebagai aturan utama. Penentuan Area Kerusakan Mangrove
Gap analisis digunakan untuk mendeskripsikan Tentang Kriteria Baku Dan Pedoman
atau memaparkan kesenjangan antara kondisi Penentuan Kerusakan Mangrove
eksisting dengan data yang diperoleh melalui menyebutkan bahwa Kerusakan Mangrove
survey instansi (instansional) melalui : ditetapkan berdasarkan prosentase luas
1.Penentuan area kerusakan tanaman tutupan dan kerapatan mangrove yang hidup
mangrove yang mengacu pada Keputusan (Kepmen LH No.201, 2004). Kriteria tersebut
Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 201 merupakan cara untuk menentukan kondisi
Tahun 2004 Tentang Kriteria Baku Dan mangrove yang diklasifikasikan antara lain
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove : kriteria mangrove baik (sangat padat dan
sedang) yaitu dengan kerapatan pohon antara
TABEL I. KRITERIA KERUSAKAN MANGROVE ≥1000 - <1500 pohon/Ha kategori sedang
Kriteria
Penutupan Kerapatan Pohon dengan prosentase tutupan ≥50 - <75, serta
(%) (pohon/ha)
Sangat
mangrove kategori sangat padat dengan
≥ 75 ≥ 1500
Baik Padat kerapatan ≥ 1500 pohon/Ha prosentase
Sedang ≥50 - <75 ≥1000 - <1500 tutupan ≥ 75% ; sedangkan mangrove dengan
Rusak Jarang < 50 < 1000
sumber : keputusan menteri negara lingkungan hidup no.201,
Kriteria klasifikasi mengalami kerusakan/
2004 jarang yaitu mangrove dengan kerapatan
Penentuan area kerusakan diamati melalui <1000 pohon/Ha dan prosentase <50%.
pengamatan langsung kondisi eksisiting Wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan
mangrove yang nantinya dicocokkan memiliki luas lahan mangrove eksisting
dengan data dari intansi terkait. Data yang sebesar 458 Ha, dalam tingkat kondisi baik
diambil dapat berupa pemetaan ataupun (sedang) serta mangrove dalam kondisi rusak
data tingkat luasan mangrove. (jarang) yang disebutkan dalam program KBR
2.Penyebab serta pengendalian kerusakan (Kebun Bibit Rakyat) oleh dinas DPPK. Program
mangrove KBR yang direncanakan yaitu penambahan
lahan mangrove pesisir Kabupaten Pekalongan

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 289


Kajian Pengendalian dalam Mengatasi Kerusakan… Rizky Fauzi Widagdo dan Agung Sugiri

sebesar 819 Ha. Kondisi mangrove pesisir Perlindungan yang saat ini mulai
Kabupaten Pekalongan dijelaskan pada tabel dikembangkan untuk melindungi bibit
berikut : mangrove dari serangan gelombang yang lebih
TABEL II. TINGKAT KERUSAKAN MANGROVE besar yaitu menggunakan alat pemecah
WILAYAH PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN ombak (APO). Bangunan APO terbuat dari
EKSISTING
KECAMATAN TUTUPAN
KURANGAN KRITERIA tiang-tiang kayu yang dipancang ke dalam
TUTUPAN (%) KERUSAKAN
(%) tanah. Untuk menambah efektifitas bangunan
I. TIRTO 9.77 90.23 Rusak (Jarang)
II. WONOKERTO 68.25 31.75 Baik (Sedang) tersebut terhadap perlindungan pantai dari
III. SIWALAN 21.98 78.02 Rusak (Jarang) serangan gelombang, ditambahkan kayu
Sumber, Dppk Kab.Kabupaten Pekalongan, 2012 Dan Hasil
Analisis 2013
melintang pada tiang pancang.
Selain untuk melindungi bibit mangrove,
Pengendalian Kerusakan mangrove oleh APO juga diharapkan dapat mengurangi laju
Abrasi erosi pantai dan menangkap sedimen di
Kerusakan pesisir pantai di keseluruhan daerah yang dilindungi. Bangunan APO
pesisir KabupatenPekalongan yang tercatat sebagai pelindung bibit mangrove terhadap
hingga 200 meter kearah daratan menjadi serangan gelombang menuntut sebuah
masalah yang serius, mengingat abrasi perencanaan yang memperhitungkan
tersebut juga mengikis lahan mangrove. kekuatan struktur dan stabilitas bangunan.
Kondisi perairan laut pesisir Kabupaten Faktor eksternal yang dominan dalam
Pekalongan terutama arah arus gelombang perencanaan tersebut adalah gaya
menjadi dasar dalam analisis pengendalian gelombang.
kerusakan oleh abrasi. Arah arus dan Bibit mangrove perlu dilindungi terhadap
kelerengan pesisir pantai Kabupaten serangan gelombang semasa
Pekalongan oleh Badan Penelitian dan pertumbuhannya. Ada beberapa cara
Pengembangan Propinsi Jawa Tengah, tahun perlindungan yang telah dilakukan saat ini.
2004, diuraikan sebagai berikut : Cara yang umum yaitu dengan mengikat bibit
 Kelerengan dasar pantai, α = 1,70°. pada ajir atau dengan menanam bibit dalam
 Gelombang dominan berasal dari arah bambu bulat. Namun kedua cara tersebut
Utara yang membentuk sudut sebesar 62° hanya mampu melindungi tanaman terhadap
terhadap garis pantai, dijelaskan pada serangan gelombang yang relatif kecil.
gambar berikut : Perlindungan yang saat ini mulai
dikembangkan yaitu menggunakan alat
U pemecah ombak (APO). Fungsi alat ini adalah
Arah Arus untuk melindungi tanaman bakau,
Gelombang mengurangi terjadinya erosi pantai serta
menangkap sedimen di belakang bangunan.
APO diletakkan di depan tanaman bakau
Garis Pantai yang akan dilindungi. Gelombang yang datang
dari laut lepas menuju pantai mengalami
Sumber, Badan Penelitian Dan Pengembangan Provinsi Jawa difraksi dan refleksi setelah mcngenai APO.
Tengah, 2004
Gelombang yang terdifraksi ini diharapkan
GAMBAR 2. ARAH ARUS GELOMBANG LAUT
PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN
sebagai pembawa sedimen di daerah yang
dilindungi. Gundukan pasir yang terbentuk
Dari kondisi arus gelombang yang ada pada akhirnya dapat ditanami bibit mangrove,
pada pesisir pantai Kabupaten Pekalongan sehingga luas areal mangrove yang terbentuk
maka diperlukan adanya pelindungan, baik lebih besar.
untuk erosi dan khususnya untuk Terjadinya refleksi gelombang oleh APO
perlindungan tanaman mangrove yang masih menyebabkan berkurangnya energi
muda. gelombang menuju pantai. Dengan demikian
tanaman bakau yang ada dapat terlindung dari

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 290


Kajian Pengendalian dalam Mengatasi Kerusakan… Rizky Fauzi Widagdo dan Agung Sugiri

gelombang yang relatif besar. Selain itu alat ini pohon/Ha, diperlukan penambahan dengan
diharapkan bisa lebih cepat membentuk target kurang lebih 238 pohon pertahun pada
endapan. Panjang alat ini sekitar 10 m dan tiap hektarnya; Kecamatan Wonokerto
diletakkan 20 m sampai 60 m dari garis pantai. kurangan kerapatan 1.450 pohon/Ha,
Berikut gambaran APO yang dapat dilakukan diperlukan penambahan dengan target kurang
pada pesisir pantai Kabupaten Pekalongan : lebih 207 pohon pertahun pada tiap
hektarnya; Kecamatan Siwalan kurangan
kerapatan 1.580 pohon/Ha, diperlukan
penambahan dengan target 226 pohon
Area pertahun pada tiap hektarnya. Dinas
Tanam Pertanian, Perkebunan dan Kehutanan harus
Mangrove bertindak ekstra guna pencapaian program
KBR hingga tahun 2020
TABEL IV. KERAPATAN MANGROVE PASCA KBR
PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN
TAHUN
KECAMATAN 2014-
Sumber: Proseding Pada Seminar Nasional Manajemen 2010 2011 2012 2013
2020
Sumberdaya Air Partisipatif, 2009
GAMBAR 3. BENTUK ALAT PEMECAH OMBAK I. TIRTO 150 270 340 340 -
II. WONOKERTO 605 900 1050 1050 -
(APO) III. SIWALAN 560 700 920 920 -
sumber : dppk kabupaten kabupaten pekalongan, 2012
Rehabilitasi Mangrove
Luas Lahan/ Tutupan mangrove Reklamasi Habitat Tanam Mangrove
Usaha untuk memenuhi tutupan Wilayah pesisir Kabupaten Pekalongan
mangrove yang belum terlasana yaitu seluas dengan tingkat abrasi lahan yang tinggi oleh
361 Ha atau 44,07% Dinas Perkebunan gerusan gelombang laut saat ini haruslah
Pertanian dan Kehutanan setidaknya harus diwaspadai. Laju abrasi hingga 3,300 Ha/tahun
mencapai target penambahan tutupan 6,29% yang mengikis lahan pesisir hingga 200 meter
atau kurang lebih 52 Ha pertahun guna menjadi masalah yang harus ditangani.
tercapainya tutupan mangrove sesuai Pemerintah Kabupaten Kabupaten Pekalongan
program hingga tahun 2020. dalam hal ini adalah Dinas Pertanian,
TABEL III. PENAMBAHAN TUTUPAN MANGROVE Perkebunan dan Kehutanan telah merancang
PROGRAM KBR (2010-2020) dan melaksanakan program KBR (Kebun Bibit
Tindakan Program Rakyat) dari tahun 2010 dimana didalamnya
KBR 2010-2020
(Kec.Tirto, Kec. TAHUN
juga mengatur tentang program reklamasi
Wonokerto, lahan khususnya pengembalian lahan
Kec.Siwalan) mangrove. Pemerintah setempat memulai
KAB.KABUPATEN 2014-
PEKALONGAN
2010 2011 2012 2013
2020 kegiatan reklamasi pada tanah rawa serta
Prosentase Total lahan tambak yang berada di wilayah pesisir
14.5 20 25 - -
Tutupan (%) Kabupaten Pekalongan. Lahan rawa yang
Sumber : Dppk Kabupaten Kabupaten Pekalongan, 2012
kosong dan berisi semak belukar mulai
Jumlah/ Kerapatan pohon ditanami dengan bibit-bibit mangrove serta
Program KBR dengan masa program 2010 pembuatan bedengan atau gundukan sebagai
hingga tahun 2020 telah berjalan selama media tanam mangrove pada area rawa yang
kurun waktu kurang lebih 3 tahun. Dari data berair sedikit dalam dan susah dijangkau.
yang telah didapat maka pada tiap kecamatan Begitu pula pada area lahan tambak
masih harus diperlukan tindakan penambahan pemerintah setempat melakukan reklamasi
kerapatan. Tindakan penambahan kerapatan media tanam mangrove dengan pembuatan
pada masing-masing kecamatan yaitu bedengan serta gundukan di tengah tambak
Kecamatan Tirto kurangan kerapatan 1.660 untuk ditanami mangrove. Selain pada lahan

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 291


Kajian Pengendalian dalam Mengatasi Kerusakan… Rizky Fauzi Widagdo dan Agung Sugiri

tambak dan rawa pemerintah setempat juga Pekalongan. Prosentase total lahan tegalan
melakukan reklamasi habitat tanam mangrove yang telah direklamasi hingga tahun 2012
pada lahan tegalan. Program KBR pemerintah yaitu 20,2 % dari luas keseluruhan lahan
setempat merencanakan peningkatan tegalan pesisir Kabupaten Pekalongan.
program reklamasi dengan jangka waktu Luas lahan Tambak yang telah direklamasi
2010-2020 yaitu 10% pelaksanaan untuk oleh pemerintah setempat melalui program
setiap tahunnya, baik itu pada lahan tambak, KBR serta partispasi masyarakat para pemilik
tegalan ataupun pada lahan yang berupa tambak pesisir Kabupaten Pekalongan pada
rawa. Tindakan reklamasi dikhususkan pada tahun 2010 yaitu dalam area lahan seluas
area pinggir pantai atau yang mendekati garis 23,76 Ha atau 3,45 % dari luas keseluruhan
pantai, mengingat ancaman abrasi yang lahan tambak pesisir Kabupaten Pekalongan,
meningkat setiap tahunnya. dan pada tahun 2011 yaitu pada area seluas
Tindakan reklamasi lahan rawa yang telah 27,71 Ha atau 4,03% dari luas keseluruhan
dilakukan oleh pemerintah setempat lahan tambak, selanjutnya pada tahun 2012
bekerjasama dengan warga masyarakat pesisir yaitu dalam area seluas 17,80 Ha atau 2,59 %
Kabupaten Pekalongan pada tahun 2010 yaitu dari luas keseluruhan lahan tambak pesisir
dalam luasan area sebesar 1,44 Ha atau 8,1% Kabupaten Pekalongan.
dari seluruh jumlah luas rawa wilayah Pesisir
Kabupaten Pekalongan. Kemudian pada tahun
2011 yaitu dalam luasan area 0.99 Ha atau
7,02%, serta pada tahun 2012 dalam area 1,7
Ha atau 12.05%. Total jumlah lahan rawa c c
d d d
pesisir Kabupaten Pekalongan yang telah
direklamasi dari tahun 2010 hingga tahun
2012 adalah dalam area seluas 3.83 Ha atau
27,16% dari total luas keseluruhan luas lahan
rawa pesisir Kabupaten Pekalongan.
GAMBAR 4 PENAMPANG REKLAMASI LAHAN
Lahan tegalan wilayah pesisir Kabupaten
RAWA DAN TAMBAK
Pekalongan yang telah direklamasi pada tahun
2010 yaitu dalam area seluas 3.38 Ha atau
6,26 % dari luas keseluruhan lahan tegalan Keterangan :
pesisir Kabupaten Pekalongan, selanjutnya a. Pintu air
pada tahun 2011 dalam area seluas 3,92 Ha b. Saluran bebas pasang surut
atau 7,27 % dari luas keseluruhan lahan c. Tampungan air
d. Gundukan (media tegakan
tegalan pesisir Kabupaten Pekalongan, dan
mangrove)
kemudian pada tahun 2012 yaitu pada area e. Bedengan/ pematang
seluas 3,60 Ha atau 6,67 % dari luas
keseluruhan lahan tegalan pesisir Kabupaten

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 292


Kajian Pengendalian dalam Mengatasi Kerusakan… Rizky Fauzi Widagdo dan Agung Sugiri

TABEL V. KERAPATAN POHON MANGROVE WILAYAH PESISIR KABUPATEN PEKALONGAN


KAB. KABUPATEN PEKALONGAN
I. TIRTO - 9.39 149,60
II. WONOKERTO 6.65 29.55 91,00
III. SIWALAN 7.45 15.01 446,99
JUMLAH 14.10 53.95 687,59

KAB. KABUPATEN PEKALONGAN KBR PROGRAM REKLAMASI TAHUN 2010


IV. TIRTO - 0.88 8.63
V. WONOKERTO 0.41 1.52 4.45
VI. SIWALAN 0.73 0.98 10.68
JUMLAH 1.14 3.38 23.76

KAB. KABUPATEN PEKALONGAN KBR PROGRAM REKLAMASI TAHUN 2011


VII. TIRTO - 1.12 7.80
VIII. WONOKERTO 0.34 2.04 3.66
IX. SIWALAN 0.65 0.76 10.25
JUMLAH 0.99 3.92 27.71

KAB. KABUPATEN PEKALONGAN KBR PROGRAM REKLAMASI TAHUN 2012


X. TIRTO - 1.05 4.35
XI. WONOKERTO 0.75 2.00 2.25
XII. SIWALAN 0.95 0.55 11.20
JUMLAH 1.7 3.60 17.80

KAB. KABUPATEN PEKALONGAN KBR PROGRAM REKLAMASI TAHUN 2013


XIII. TIRTO - - -
XIV. WONOKERTO - - -
XV. SIWALAN - - -
JUMLAH - - -
Sumber : Dppk Peta Rencana Tanam Mangrove 2010-2020

Target tindakan reklamasi pada tahun- tersebut berada pada tiap kecamatan
tahun berikutnya hingga selesai masa program pesisir Kabupaten Pekalongan.
adalah sebagai pemicu dan penentu dasar 3. Upaya pemerintah setempat terkait
kegiatan yang telah dilakukan, sehingga pada dengan kerusakan mangrove yang terjadi di
pelaksanaanya dapat lebih optimal dan pesisir Kabupaten Pekalongan adalah
terarah. dengan melakukan kegiatan Kebun Bibit
Rakyat (KBR) yang dilakasakan mulai tahun
Kesimpulan 2010 hingga tahun 2020. Upaya tersebut
1. Mangrove wilayah pesisir Kabupaten dilaksanakan bersama masyarakat baik
Pekalongan di tiap kecamatannya berada masyarakat pesisir maupun masyarakat
dalam kondisi baik (sedang) yaitu luar pesisir yang ingin ikut berpartisipasi.
mangrove yang terdapat pada Kecamatan 4. Upaya pengendalian kerusakan mangrove
Wonokerto, dan kondisi mangrove rusak pesisir Kabupaten Pekalongan disesuaikan
(jarang) yaitu mangrove pada Kecamatan pada tiap masing-masing area. Pada area
Siwalan dan Kecamatan Tirto. Tingkat tambak dan rawa upaya dilakukan dengan
kerusakan dilihat berdasarkan prosentase pembuatan bedengan serta gundukan guna
tutupan mangrove di tiap-tiap Kecamatan penanaman mangrove, pada area tegalan
pada wilayah pesisir Kabupaten pinggir pantai mangrove ditanam dengan
Pekalongan. membentuk segitiga ke arah laut serta
2. Kerusakan mangrove di pesisir Kabupaten diberikan alat pemecah ombak (APO)
Pekalongan diperparah oleh laju abrasi sebagai pelindung mangrove muda.
gelombang laut serta dijadikannya lahan
mangrove sebagai lahan tambak. Kondisi

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 293


Kajian Pengendalian dalam Mengatasi Kerusakan… Rizky Fauzi Widagdo dan Agung Sugiri

Daftar Pustaka
Khazali, M, Bengen, D.G, dan Nikijuluw, V.P.H..
2002. Kajian Partisipasi Masyarakat
Dalam pengelolaan Mangrove. Jurnal
pesisir dan Lautan volume 4 No. 3.
2002. Pusat kajian sumberdaya Pesisir
dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.
Kusmana, C.2004. Tenik Rehabilitasi
Mangrove. Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Setyawan, A.D., Kusumo. W., Purin, C.P. 2004.
Ekosistem mangrove di Jawa:2.
Restorasi. Biodiversitas 5(2):105-118.
Soemodihardjo, dkk.. 1986. “Pemikiran Awal
Kriteria Penentuan Jalur Hijau Hutan
Mangrove.” Dalam Diskusi Panel
Dayaguna dan Batas Lebar Jalur Hijau
Hutan Mangrove (I. Soerianegara, S.
Hardjowigeno, N. Naamin, M.
Sudomo, dan Abdullah, Eds.). LIPI-
Panitia Program MAB Indonesia, p:17-
22.
Waryono., T. 2002. Restorasi Ekologi Hutan
Mangrove . Publikasi Dinas Kehutanan
Propinsi Jawa Barat. Bandung
Kepmen LH No.201 Th 2004 Tentang Kriteria
Mangrove.

Teknik PWK; Vol. 3; No. 2; 2014; hal. 285-294 294

Anda mungkin juga menyukai