Anda di halaman 1dari 14
» IO We Wa ENA PN NF ‘ a SN PEREKONOMIAN INDONESIA FEBRIAN SUSANTO 2022102013 BISNIS DAN MANAJEMEN BUDDHA Keadaan Ekonomi Indonesia Sebelum Merdeka Seperti yang kita tahu bahwa sebelum penjajah masuk ke Indonesia, sistem ekonomi Indonesia pada saat itu sangat didominasi oleh dunia Pertanian dan Monokultural dimana Padi banyak diproduksi di Pulau Jawa sedangkan rempah-rempah banyak diproduksi di Maluku. Selain itu, dengan kekayaan alam yang melimpah, tidak sulit warga Indonesia saat itu untuk memanfaatkan hasil yang ada baik di lautan, hutan dan dunia tambang. Ketika para penjajah eropa memasuki Indonesia, maka saat itulah dikenal dengan istilah “Periode Kolonialisme”. Pada saat itu pula perubahan pandangan mengenai sistem ekonomi berdasarkan agraris (pertanian) beralih menjadi sistem ekonomi Industri. Dengan berubahnya perkonomian menuju industrialisasi, maka banyak sekali kebutuhan akan teknologi buatan Eropa yang dipakai saat itu karena dilakukan dalam skala besar. Dari periode inilah akhirnya pemahaman kapitalisme dan liberaisme menyebar di Negara Indonesia dimana hak kepemilikan diatur oleh pemilik modal dan pemilik teknologi sehingga tidak heran kemiskinan meningkat drastis di kalangan pribumi scat itu. Pada saat era penjajahan kolonial Belanda,saat itu diciptakan pembangunan ekonomi Indonesia yang diberi nama cultuurstelsel. Saat itu lebih dikenal dengan Tanam Paksa yang sangat membuat rakyat menderita. Pada 1836 Van Bosch bertujuan menjadikan Pulau Jawa sebagai pusat eksportir produk pertanian yang nanti keuntungannya dikantongi oleh Belanda. Tanam paksa yang dilakukan memang untuk memenuhi permintaan pasar di luar negeri. Seperti produk kopi, gula, indigo, tembakau, teh, lada, kayu manis yang dihasilkan dari berbagai wilayah di Indonesia. Memang kala itu Belanda tidak berinteraksi langsung dengan petani, mereka menggunakan bupati dan kepala desa untuk berkoordinasi proyek ini. Petani saat itu juga memproses hasil taninya, jadi tidak hanya mentah. Petani juga mengelola pabrik yang sebenarnya sudah dibangun oleh Belanda. Kemudian para petani juga mendapatkan bayaran dengan sistem fluktuasi harga jual di pasaran. Era Sebelum Reformasi (Orde Lama 1945-1967) Sebagai tokoh pejuang kemerdekaan, proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia, perekonomian Indonesia tidak dapat lepas dari sosok Ir. Soekarno. Sebagai orang yang pertama memimpin Indonesia boleh dibilang Soekarno adalah peletak dasar perekonomian Indonesia.Beberapa kebijakan yang diambil dibawah pemerintahan Soekarno diantaranya : * Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia. * Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak + Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor impor * Serta beberapa kebijakan lainnya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian Indonesia. Orde lama berlangsung dari tahun (1945-1967) hingga dalam jangka waktu tersebut, Indonesia bergantian menggunakan sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando. Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan. Penyebabnya adalah : 1. Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama dari kelompok-kelompok kanan masyumii, PSI, dan tentara yang tidak menghendaki kemandirian ekonomi nasional 2. Pertarungan kekuascan antar elit politik di tingkat nasional yang berakibat jatuh bangunnya kabinet tidak memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kabinetnya untuk teguh menjalankan kebijakan kebijakan tersebut 3. Yang paling pokok borjuasi dalam negeri pribumi yang diharapkan menjadi kekuatan pokok dalam mendorong industrialisasi dan kegiatan perekonomian justru tidak memiliki basis borjvis yang tangguh Kendati berkali-kali mengalami kegagalan, Soekarno kemudian menekankan bahwa haluan ekonomi baru ini hanya akan berhasil dengan dukungan masyarakat. Dalam usaha memastikan dukungan rakyat, Soekarno berpropaganda tentang trisakti: + Berdikari di bidang ekonomi + Berdaulat di bidang politik dan + Berkepribadian dalam budaya Era Sebelum Reformasi (Orde Lama 1945-1967) Perekonomian Pada Masa Orde Lama 1945-1966 + Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan mengurangi tingkat ketergantungan terhadap Ivar negeri. * Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak vang dan memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik. * Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini dikyatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun (1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek kecil untuk mendukung proyek besar tersebut. * Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern. Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli. + Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk. Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan pertumbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya kenfrontasi Irian Barat, Impor beras, proyek mercusvar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa. + Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%. Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat dengan negara-negara komunis. Era Sebelum Reformasi (Orde Baru 1967 - 1998) Orde Baru berlangsung dari 1967 - 1998 di bawah kekuasaan Presiden Soeharto. Meskipun Indonesia mengalami pembangunan pesat selama Orde Baru, tetap ada sejumlah masalah perekonomian yang dihadapi bangsa Indonesia. Ada masalah inflasi, utang Ivar negeri, dan ketimpangan. Puncaknya yakni krisis moneter di tahun 1998 yang mengakhiri 32 tahun kekuasaan Soeharto. Masalah : Kebijakan ekonomi Orde Baru diarahkan pada pembangunan di segala bidang. Namun, pada pelaksanaannya tidak sesuai aturan sehingga berdampak pada kesenjangan ekonomi yang besar di masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kebijakan ekonomi serta pembangunan yang dilakukan pemerintah sudah baik, tetapi tidak bersifat merata, sehingga muncul kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin. Di awal pemerintahan Soeharto menjabat, ia dihadapkan oleh masalah yang cukup sulit di bidang ekonomi, yaitu : + Hiperinflasi hingga 650 persen * Utang Ivar negeri + Melonjaknya harga kebutuhan pokok * Kerusakan sarana dan prasarana + Rendahnya pendapatan per kapita penduduk Indonesia, hanya mencapai 70 dollar AS. Program atau Kebijakan : Untuk mengatasi permasalahan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru, pemerintah pun mengeluarkan beberapa kebijakan atau program untuk menanggulanginya, yaitu: Program Jangka Pendek Program ini dibuat berdasarkan dari Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 dengan dua cara: Stabilitas 1. Menyusun APBN Berimbang 2. Pinjaman Luar Negeri -Rehabilitasi 1. Menjamin keamanan para investor asing Program jangka pendek ini diambil dengan pertimbangan apabila inflasi dapat dikendalikan sehingga stabilitas ekonomi juga tercapai serta kegiatan ekonomi dapat pulih sehingga produksi meningkat. Era Sebelum Reformasi (Orde Baru 1967 - 1998) Program Jangka Panjang Pada 1 April 1969, pemerintah Orde Baru mengeluarkan landasan pembangunan yang disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita sendiri dibagi menjadi lima periode, sebagai berikut: Repelita | (1969) Pada Repelita | pemerintah fokus melakukan rehabilitasi prasarana penting dan pengembangan iklim usaha serta investasi. Pembangunan sektor pertanian menjadi prioritas guna memenuhi kebutuhan pangan sebelum membentuk sektor-sektor lain. Repelita Il (1979 - 1979) dan Repelita III (1979-1984) Pada Repelita II dan Ill, pemerintah fokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi, stabilitas nasional, serta pemerataan pembangunan dengan melakukan penekanan pada sector pertanian dan industry. Sehingga pada 1984, Indonesia berhasil mencapai status swasembada beras yang tadinya menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar dunia pada tahun 1970-an. Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (1989 - 1994) Selain berusaha untuk mempertahankan kemajuan sector pertanian, pada periode ini juga mulai berfous pada sektor industri khususnya industri barang ekspor, industri yang menyerap tenaga kerja, pengolahan hasil pertanian, dan menghasilkan mesin industri. Program-program baru yang muncul pada Orde Baru dapat dikatakan memberikan hasil yang signifikan, akan tetapi masih ada sisi negatif yang juga muncul, salah satunya ketimpangan pertumbuhan antar ekonomi daerah dan antar golongan pekerjaan. Era Sebelum Reformasi (Orde Baru 1967 - 1998) Krisis Moneter : Krisis Moneter menghantam Asia pada 1997, tak terkecuali Indonesia. Pada bulan Juli 1997 otoritas moneter Indonesia memperluas perdagangan mata vang rupich yang semula hanya 8 persen menjadi 12 persen. Kemudian pada 14 Agustus 1997, rupiah diserang secara hebat, sehingga nilai rupiah pun semakin melemah. Rupiah dan Bursa Efek Jakarta menyentuh titik terendah mereka pada bulan September 1997. Utang perusahaan semakin meningkat, terjadi inflasi, dan peningkatan besar harga bahan pangan. Melemahnya sektor kevangan di Indonesia ini semakin membuat kondisi perekonomian di Indonesia merosot, terlebih saat krisis sudah terjadi. Demi mengatasi krisis ini, Indonesia pun menggjukan pinjaman langsung ke bank asing. Namun, cara ini tidak menjamin Indonesia terlepas dari krisis moneter, justru krisis tetap meluas, karena faktor utama terjadinya krisis bukan dari sektor perbankan. Terjadi demonstrasi besar-besaran yang memprotes pemerintah. Bahkan kerusuhan dan penjarahan berlangsung di mana-mana. Situasi yang sangat panas ini akhirnya membuat Presiden Soeharto mundur pada 12 Mei 1998. Era Reformasi Rezim Transisi (1998 - 1999) Bb Maju menggantikan Presiden Soeharto yang lengser pada 20 Mei 1998, Bacharuddin Jusuf Habibie yang kala itu menjabat sebagai Wakil Presiden menghadapi pekerjaan rumah yang besar: Salah satunya adalah keadaan ekonomi yang porak poranda yang berdampak pada hilangnya kepercayaan publik pada pemerintah. Untuk mengatasi krisis ekonomi, pemerintahan BJ Habibie mengambil beberapa kebijakan penting. Di bidang moneter, dimulai dengan mengendalikan jumiah uang yang beredar, menaikkan suku bunga Sertifikat BI menjadi 70% dan menerapkan bank sentral independen. Di bidang perbankan, diterbitkan obligasi senilai Rp. 650 triliun untuk menalangi perbankan, menutup 38 bank dan mengambil alih tujuh bank. Di bidang fiskal, sejumiah proyek infrastruktur dibatalkan, juga perlakuan khusus bagi mobil nasional, dan membiayai program Jaring Pengaman Sosial.. Sedangkan di bidang korporasi, utang swasta direstrukturisasi melalui skema Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA) dan Prakarsa Jakarta, serta menghentikan praktek monopoli yang selama ini dilakukan Bulog dan Pertamina. Di tengah gonjang ganjingnya situasi polhukam saat itu, pemerintah harus dengan cepat mengambil keputusan walau berisiko tinggi. "Situasinya unpredictable. Waktu itu, keadaan Indonesia tidak menentu," kenang Habibie. "Bisa plus bisa minus. Risiko tinggi, cost tinggi. Cara berpikir saya itu harus berlaku untuk umum. Dalam hal ini saya mencari approximately (rata-rata),” ujarnyo. Terbukti, gerakan cepat pemerintah saat itu membawa hasil. Satu tahun kemudian, reformasi ekonomi yang diterapkan saat itu memiliki beberapa dampak antara lain jatuhnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS dari semula Rp. 7.000 menjadi Rp. 17.000. Namun di sisi lain pertumbuhan ekonomi tampak menunjukkan perbaikan dari yang sebelumnya -13% menjadi 2%, angka inflasi pun sukses diturunkan dari 77,6% menjadi 2%. Era Reformasi Pasca kKrisis (1999 - 2001) Rangkuman keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Abdurahman Wahid memiliki karakteristik sebagai berikut: Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri juga sudah mulai stabil Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam vang dari luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesi Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin, dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam perdagangan saham di dalam negeri. Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi, dan mempertahankan kurs rupiah. Malach presiden terlibat skandal Bruneigate yang menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan oleh presiden Megawati. Era Reformasi Masa Pulih (2001 - 2004) Setelah Gus Dur lengser, Megawati Soekarnoputri pun dilantik untuk menggantikannya. Salah satu kebijakan ekonomi Megawati yang dinilai berani adalah mengakhiri program reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003 yang lalu dilanjutkan dengan privatisasi perusahaan negara dan divestasi bank guna menutup defisit anggaran negara. "Semua opsi yang ditawarkan IMF sifatnya ‘mencekik leher’ bagi Indonesia. Sifatnya menggantung Indonesia supaya terus bergantung pada IMF,” ujar Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas saat itu, Kwik Kian Gie. Setelah mengakhiri kerjasama dengan IMF, Megawati menerbitkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Sesudah Berakhirnya Program IMF untuk menjaga stabilitas ekonomi makro. Ada beberapa poin penting dalam kebijakan tersebut. Di sektor fiskal misalnya, ditandai dengon reformasi kebijakan perpojakan, efisiensi belanja negara dan privatisasi BUMN. Di sektor keuangan, dilakukan perancangan Jaring Pengaman Sektor Kevangan, divestasi bank-bank di BPPN, memperkuat struktur governance bank negara, dan restrukturisasi sektor pasar modal, asuransi dan dana pensiun. Lalu di sektor investasi, dilakukan peninjauan Daftar Negatif Investasi, menyederhanakan perizinan, restrukturisasi sektor telekomunikasi dan energi serta pemberantasan korupsi. Dampaknya dinilai cukup baik. Kurs Rupiah yang semula Rp. 9.800 (2001) menjadi Rp. 9.100 (2004), tingkat inflasi menurun dari 13,1% menjadi 65% sedangkan pertumbuhan ekonomi naik 2%, begitu pun poin IHSG dari 459 (2001) menajdi 852 (2004). Era Reformasi Masa Modern (2004 - 2014) Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010, seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga 2009.Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia akan terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi global yang sedang bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun sempat terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan mampu bertahan. Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan sektor eksternal perekonomian Indonesia. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan tersebut. Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di Indonesia. Namun setelah beberapa tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang tidak menentu, SBY telah berhasil menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di Indonesia. Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan utang Negara. Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah- masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebljakan bantuan langsung tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini. Era Reformasi Masa Modern (2004 - 2014) Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesincapai 5,5-6 persen pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula. Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK relatif lebih baik dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata pemerintahan Soeharto (1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%. Tetapi, dibanding kinerja Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya sekitar 7%, kinerja pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980 dengan angka 9,9%. Rata-rata pertumbuhan ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati target 6,6% Kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK memang harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat karena lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30, 2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan harga bahan makanan 18%.Core inflation pun naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan kebijakan Bank Indonesia (B!) sebagai pemegang otoritas moneter menjadi tidak sepenuhnya efektif. Inflasi yang mencapai dua di jauh melampaui angka target inflasi APBNP II tahun 2005 sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat tinggi 17,92%, bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang hanya 4,6%. Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan. Era Reformasi Masa Sekarang (2014 - 2024) Salah satu hal yang kerap menjadi sorotan selama Jokowi memimpin Indonesia terkait dengan pertumbuhan ekonomi domestik. Pasalnya, Jokowi sempat menargetkan ekonomi Indonesia mampu meroket hingga 7% saat berkampanye silam. Lantas, bagaimana perkembangan ekonomi Indonesia selama delapan tahun terakhir? Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kvartal V/2014 atau masa awal Presiden Jokowi menjabat sebesar 5,05% (year-on-year /yoy). Kemudian, pertumbuhannya cenderung stabil di kisaran 5% hingga kvartal 1V/2019. Hanya saja, pandemi Covid-19 telah membuat ekonomi Indonesia terkoreksi 2,97% (yoy) pada kuartal 1/2020. Kondisi itu terus berlanjut hingga kuartal 1/2021. Adapun, kontraksi ekonomi terdalam dilaporkan mencapai 5,32% (yoy) pada kuartal 1/2020. Ekonomi Indonesia mulai pulih setelahnya seiring dengan melandainya kasus Covid-19 yang membuat aktivitas masyarakat kembali meningkat. Kondisi itu juga disokong oleh windfall komoditas yang mendongkrak ekspor Indonesia. Bahkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia sempat melesat 7,07% (yoy) pada kuartal II/2021. Capaian ini mampu ditorehkan di tengah perlambatan ekonomi dan meningkatnya risiko resesi di banyak negara. Namun, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat ke level 3.51% (yoy) pada kvartal Il/2021. Hal itu lantaran Indonesia dilanda gelombang kedua Covid-19. Pada kvartal 1V/2021, ekonomi Indonesia kembali naik menjadi sebesar 5,02% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tanah air meningkat lagi 5,44% (yoy) pada kuartal II/2022. Adapun, Jokowi optimistis ekonomi Indonesia pada kvartal Ill/2022 bisa di atas 5,4% (yoy). Hal itu mengingat neraca perdagangan Indonesia masih mengalami surplus selama 29 bulan beruntun. Selain itu, kredit masih tumbuh 10,7%. Kemudian, Indeks Keyakinan Konsumen (kk) masih cukup kuat sebsesar 117,2 poin atau berada di zona optimistis. VM Gy ir Y y | y

Anda mungkin juga menyukai