» IO
We Wa ENA
PN NF
‘ a
SN
PEREKONOMIAN
INDONESIA
FEBRIAN SUSANTO
2022102013
BISNIS DAN MANAJEMEN BUDDHAKeadaan Ekonomi Indonesia
Sebelum Merdeka
Seperti yang kita tahu bahwa sebelum penjajah masuk ke Indonesia, sistem ekonomi
Indonesia pada saat itu sangat didominasi oleh dunia Pertanian dan Monokultural
dimana Padi banyak diproduksi di Pulau Jawa sedangkan rempah-rempah banyak
diproduksi di Maluku. Selain itu, dengan kekayaan alam yang melimpah, tidak sulit
warga Indonesia saat itu untuk memanfaatkan hasil yang ada baik di lautan, hutan
dan dunia tambang.
Ketika para penjajah eropa memasuki Indonesia, maka saat itulah dikenal dengan
istilah “Periode Kolonialisme”. Pada saat itu pula perubahan pandangan mengenai
sistem ekonomi berdasarkan agraris (pertanian) beralih menjadi sistem ekonomi
Industri. Dengan berubahnya perkonomian menuju industrialisasi, maka banyak
sekali kebutuhan akan teknologi buatan Eropa yang dipakai saat itu karena
dilakukan dalam skala besar. Dari periode inilah akhirnya pemahaman kapitalisme
dan liberaisme menyebar di Negara Indonesia dimana hak kepemilikan diatur oleh
pemilik modal dan pemilik teknologi sehingga tidak heran kemiskinan meningkat
drastis di kalangan pribumi scat itu.
Pada saat era penjajahan kolonial Belanda,saat itu diciptakan pembangunan
ekonomi Indonesia yang diberi nama cultuurstelsel. Saat itu lebih dikenal dengan
Tanam Paksa yang sangat membuat rakyat menderita.
Pada 1836 Van Bosch bertujuan menjadikan Pulau Jawa sebagai pusat eksportir
produk pertanian yang nanti keuntungannya dikantongi oleh Belanda. Tanam paksa
yang dilakukan memang untuk memenuhi permintaan pasar di luar negeri.
Seperti produk kopi, gula, indigo, tembakau, teh, lada, kayu manis yang dihasilkan
dari berbagai wilayah di Indonesia. Memang kala itu Belanda tidak berinteraksi
langsung dengan petani, mereka menggunakan bupati dan kepala desa untuk
berkoordinasi proyek ini.
Petani saat itu juga memproses hasil taninya, jadi tidak hanya mentah. Petani juga
mengelola pabrik yang sebenarnya sudah dibangun oleh Belanda. Kemudian para
petani juga mendapatkan bayaran dengan sistem fluktuasi harga jual di pasaran.Era Sebelum Reformasi
(Orde Lama 1945-1967)
Sebagai tokoh pejuang kemerdekaan, proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia,
perekonomian Indonesia tidak dapat lepas dari sosok Ir. Soekarno. Sebagai orang yang
pertama memimpin Indonesia boleh dibilang Soekarno adalah peletak dasar perekonomian
Indonesia.Beberapa kebijakan yang diambil dibawah pemerintahan Soekarno diantaranya :
* Nasionalisasi Bank Java menjadi Bank Indonesia.
* Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak
+ Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor impor
* Serta beberapa kebijakan lainnya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian
Indonesia.
Orde lama berlangsung dari tahun (1945-1967) hingga dalam jangka waktu tersebut,
Indonesia bergantian menggunakan sistem ekonomi liberal dan sistem ekonomi komando.
Hampir seluruh program ekonomi pemerintahan Soekarno kandas di tengah jalan.
Penyebabnya adalah :
1. Situasi politik yang diwarnai manuver dan sabotase, terutama dari kelompok-kelompok
kanan masyumii, PSI, dan tentara yang tidak menghendaki kemandirian ekonomi nasional
2. Pertarungan kekuascan antar elit politik di tingkat nasional yang berakibat jatuh
bangunnya kabinet tidak memberikan kesempatan kepada Soekarno dan kabinetnya
untuk teguh menjalankan kebijakan kebijakan tersebut
3. Yang paling pokok borjuasi dalam negeri pribumi yang diharapkan menjadi kekuatan
pokok dalam mendorong industrialisasi dan kegiatan perekonomian justru tidak memiliki
basis borjvis yang tangguh
Kendati berkali-kali mengalami kegagalan, Soekarno kemudian menekankan bahwa haluan
ekonomi baru ini hanya akan berhasil dengan dukungan masyarakat. Dalam usaha
memastikan dukungan rakyat, Soekarno berpropaganda tentang trisakti:
+ Berdikari di bidang ekonomi
+ Berdaulat di bidang politik dan
+ Berkepribadian dalam budayaEra Sebelum Reformasi
(Orde Lama 1945-1967)
Perekonomian Pada Masa Orde Lama 1945-1966
+ Pada awal kemerdekaan, pembangunan ekonomi Indonesia mengarah perubahan
struktur ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional, yang bertujuan untuk memajukan
industri kecil untuk memproduksi barang pengganti impor yang pada akhirnya diharapkan
mengurangi tingkat ketergantungan terhadap Ivar negeri.
* Sistem moneter tentang perbankan khususnya bank sentral masih berjalan seperti
wajarnya. Hal ini dibuktikan dengan adanya hak ekslusif untuk mencetak vang dan
memegang tanggung jawab perbankan untuk memelihara stabilitas nasional. Bank
Indonesia mampu menjaga tingkat kebebasan dari pengambilan keputusan politik.
* Sejak tahun 1955, pembangunan ekonomi mulai meramba ke proyek-proyek besar. Hal ini
dikyatkan dengan keluarnya kebijakan Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun
(1961). Kebijakan ini berisi rencana pendirian proyek-proyek besar dan beberapa proyek
kecil untuk mendukung proyek besar tersebut.
* Rencana ini mencakup sektor-sektor penting dan menggunakan perhitungan modern.
Namun sayangnya Rencana Pembangunan Semesta Delapan Tahun ini tidak berjalan atau
dapat dikatakan gagal karena beberapa sebab seperti adanya kekurangan devisa untuk
menyuplai modal serta kurangnya tenaga ahli.
+ Perekonomian Indonesia pada masa ini mengalami penurunan atau memburuk.
Terjadinya pengeluaran besar-besaran yang bukan ditujukan untuk pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi melainkan berupa pengeluaran militer untuk biaya kenfrontasi Irian
Barat, Impor beras, proyek mercusvar, dan dana bebas (dana revolusi) untuk membalas
jasa teman-teman dekat dari rezim yang berkuasa.
+ Perekonomian juga diperparah dengan terjadinya hiperinflasi yang mencapai 650%.
Selain itu Indonesia mulai dikucilkan dalam pergaulan internasional dan mulai dekat
dengan negara-negara komunis.Era Sebelum Reformasi
(Orde Baru 1967 - 1998)
Orde Baru berlangsung dari 1967 - 1998 di bawah kekuasaan Presiden Soeharto. Meskipun
Indonesia mengalami pembangunan pesat selama Orde Baru, tetap ada sejumlah masalah
perekonomian yang dihadapi bangsa Indonesia. Ada masalah inflasi, utang Ivar negeri, dan
ketimpangan. Puncaknya yakni krisis moneter di tahun 1998 yang mengakhiri 32 tahun
kekuasaan Soeharto.
Masalah :
Kebijakan ekonomi Orde Baru diarahkan pada pembangunan di segala bidang.
Namun, pada pelaksanaannya tidak sesuai aturan sehingga berdampak pada kesenjangan
ekonomi yang besar di masyarakat. Hal ini disebabkan oleh kebijakan ekonomi serta
pembangunan yang dilakukan pemerintah sudah baik, tetapi tidak bersifat merata,
sehingga muncul kesenjangan antara golongan kaya dan golongan miskin. Di awal
pemerintahan Soeharto menjabat, ia dihadapkan oleh masalah yang cukup sulit di bidang
ekonomi, yaitu :
+ Hiperinflasi hingga 650 persen
* Utang Ivar negeri
+ Melonjaknya harga kebutuhan pokok
* Kerusakan sarana dan prasarana
+ Rendahnya pendapatan per kapita penduduk Indonesia, hanya mencapai 70 dollar AS.
Program atau Kebijakan :
Untuk mengatasi permasalahan ekonomi di Indonesia pada masa Orde Baru, pemerintah
pun mengeluarkan beberapa kebijakan atau program untuk menanggulanginya, yaitu:
Program Jangka Pendek
Program ini dibuat berdasarkan dari Tap. MPRS No. XXII/MPRS/1966 dengan dua cara:
Stabilitas
1. Menyusun APBN Berimbang
2. Pinjaman Luar Negeri
-Rehabilitasi
1. Menjamin keamanan para investor asing
Program jangka pendek ini diambil dengan pertimbangan apabila inflasi dapat
dikendalikan sehingga stabilitas ekonomi juga tercapai serta kegiatan ekonomi dapat pulih
sehingga produksi meningkat.Era Sebelum Reformasi
(Orde Baru 1967 - 1998)
Program Jangka Panjang
Pada 1 April 1969, pemerintah Orde Baru mengeluarkan landasan pembangunan yang
disebut Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita). Repelita sendiri dibagi menjadi lima
periode, sebagai berikut:
Repelita | (1969)
Pada Repelita | pemerintah fokus melakukan rehabilitasi prasarana penting dan
pengembangan iklim usaha serta investasi. Pembangunan sektor pertanian menjadi
prioritas guna memenuhi kebutuhan pangan sebelum membentuk sektor-sektor lain.
Repelita Il (1979 - 1979) dan Repelita III (1979-1984)
Pada Repelita II dan Ill, pemerintah fokus pada pencapaian pertumbuhan ekonomi,
stabilitas nasional, serta pemerataan pembangunan dengan melakukan penekanan pada
sector pertanian dan industry. Sehingga pada 1984, Indonesia berhasil mencapai status
swasembada beras yang tadinya menjadi salah satu negara pengimpor beras terbesar
dunia pada tahun 1970-an.
Repelita IV (1984-1989) dan Repelita V (1989 - 1994)
Selain berusaha untuk mempertahankan kemajuan sector pertanian, pada periode ini juga
mulai berfous pada sektor industri khususnya industri barang ekspor, industri yang
menyerap tenaga kerja, pengolahan hasil pertanian, dan menghasilkan mesin industri.
Program-program baru yang muncul pada Orde Baru dapat dikatakan memberikan hasil
yang signifikan, akan tetapi masih ada sisi negatif yang juga muncul, salah satunya
ketimpangan pertumbuhan antar ekonomi daerah dan antar golongan pekerjaan.Era Sebelum Reformasi
(Orde Baru 1967 - 1998)
Krisis Moneter :
Krisis Moneter menghantam Asia pada 1997, tak terkecuali Indonesia. Pada bulan Juli 1997
otoritas moneter Indonesia memperluas perdagangan mata vang rupich yang semula
hanya 8 persen menjadi 12 persen. Kemudian pada 14 Agustus 1997, rupiah diserang secara
hebat, sehingga nilai rupiah pun semakin melemah. Rupiah dan Bursa Efek Jakarta
menyentuh titik terendah mereka pada bulan September 1997. Utang perusahaan semakin
meningkat, terjadi inflasi, dan peningkatan besar harga bahan pangan.
Melemahnya sektor kevangan di Indonesia ini semakin membuat kondisi perekonomian di
Indonesia merosot, terlebih saat krisis sudah terjadi. Demi mengatasi krisis ini, Indonesia
pun menggjukan pinjaman langsung ke bank asing.
Namun, cara ini tidak menjamin Indonesia terlepas dari krisis moneter, justru krisis tetap
meluas, karena faktor utama terjadinya krisis bukan dari sektor perbankan. Terjadi
demonstrasi besar-besaran yang memprotes pemerintah. Bahkan kerusuhan dan
penjarahan berlangsung di mana-mana. Situasi yang sangat panas ini akhirnya membuat
Presiden Soeharto mundur pada 12 Mei 1998.Era Reformasi
Rezim Transisi (1998 - 1999)
Bb
Maju menggantikan Presiden Soeharto yang lengser pada 20 Mei 1998, Bacharuddin Jusuf
Habibie yang kala itu menjabat sebagai Wakil Presiden menghadapi pekerjaan rumah yang
besar: Salah satunya adalah keadaan ekonomi yang porak poranda yang berdampak
pada hilangnya kepercayaan publik pada pemerintah.
Untuk mengatasi krisis ekonomi, pemerintahan BJ Habibie mengambil beberapa kebijakan
penting. Di bidang moneter, dimulai dengan mengendalikan jumiah uang yang beredar,
menaikkan suku bunga Sertifikat BI menjadi 70% dan menerapkan bank sentral
independen. Di bidang perbankan, diterbitkan obligasi senilai Rp. 650 triliun untuk
menalangi perbankan, menutup 38 bank dan mengambil alih tujuh bank. Di bidang fiskal,
sejumiah proyek infrastruktur dibatalkan, juga perlakuan khusus bagi mobil nasional, dan
membiayai program Jaring Pengaman Sosial..
Sedangkan di bidang korporasi, utang swasta direstrukturisasi melalui skema Indonesian
Debt Restructuring Agency (INDRA) dan Prakarsa Jakarta, serta menghentikan praktek
monopoli yang selama ini dilakukan Bulog dan Pertamina.
Di tengah gonjang ganjingnya situasi polhukam saat itu, pemerintah harus dengan cepat
mengambil keputusan walau berisiko tinggi. "Situasinya unpredictable. Waktu itu, keadaan
Indonesia tidak menentu," kenang Habibie. "Bisa plus bisa minus. Risiko tinggi, cost tinggi.
Cara berpikir saya itu harus berlaku untuk umum. Dalam hal ini saya mencari
approximately (rata-rata),” ujarnyo.
Terbukti, gerakan cepat pemerintah saat itu membawa hasil. Satu tahun kemudian,
reformasi ekonomi yang diterapkan saat itu memiliki beberapa dampak antara lain
jatuhnya nilai tukar Rupiah terhadap Dollar AS dari semula Rp. 7.000 menjadi Rp. 17.000.
Namun di sisi lain pertumbuhan ekonomi tampak menunjukkan perbaikan dari yang
sebelumnya -13% menjadi 2%, angka inflasi pun sukses diturunkan dari 77,6% menjadi 2%.Era Reformasi
Pasca kKrisis (1999 - 2001)
Rangkuman keadaan sistem ekonomi Indonesia pada masa pemerintahan Presiden
Abdurahman Wahid memiliki karakteristik sebagai berikut:
Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, kondisi perekonomian Indonesia mulai
mengarah pada perbaikan, di antaranya pertumbuhan PDB yang mulai positif, laju
inflasi dan tingkat suku bunga yang rendah, sehingga kondisi moneter dalam negeri
juga sudah mulai stabil
Hubungan pemerintah dibawah pimpinan Abdurahman Wahid dengan IMF juga kurang
baik, yang dikarenakan masalah, seperti Amandemen UU No.23 tahun 1999 mengenai
bank Indonesia, penerapan otonomi daerah (kebebasan daerah untuk pinjam vang dari
luar negeri) dan revisi APBN 2001 yang terus tertunda
Politik dan sosial yang tidak stabil semakin parah yang membuat investor asing
menjadi enggan untuk menanamkan modal di Indonesi
Makin rumitnya persoalan ekonomi ditandai lagi dengan pergerakan Indeks Harga
Saham Gabungan (IHSG) yang cenderung negatif, bahkan merosot hingga 300 poin,
dikarenakan lebih banyaknya kegiatan penjualan daripada kegiatan pembelian dalam
perdagangan saham di dalam negeri.
Pada masa kepemimpinan presiden Abdurrahman Wahid pun, belum ada tindakan yang
cukup berarti untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan. Padahal, ada berbagai
persoalan ekonomi yang diwariskan orde baru harus dihadapi, antara lain masalah KKN
(Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), pemulihan ekonomi, kinerja BUMN, pengendalian inflasi,
dan mempertahankan kurs rupiah. Malach presiden terlibat skandal Bruneigate yang
menjatuhkan kredibilitasnya di mata masyarakat. Akibatnya, kedudukannya digantikan
oleh presiden Megawati.Era Reformasi
Masa Pulih (2001 - 2004)
Setelah Gus Dur lengser, Megawati Soekarnoputri pun dilantik untuk menggantikannya.
Salah satu kebijakan ekonomi Megawati yang dinilai berani adalah mengakhiri program
reformasi kerjasama dengan IMF pada Desember 2003 yang lalu dilanjutkan dengan
privatisasi perusahaan negara dan divestasi bank guna menutup defisit anggaran negara.
"Semua opsi yang ditawarkan IMF sifatnya ‘mencekik leher’ bagi Indonesia. Sifatnya
menggantung Indonesia supaya terus bergantung pada IMF,” ujar Menteri Negara
Perencanaan dan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas saat itu, Kwik Kian Gie.
Setelah mengakhiri kerjasama dengan IMF, Megawati menerbitkan Instruksi Presiden No. 5
Tahun 2003 tentang Paket Kebijakan Ekonomi Sesudah Berakhirnya Program IMF untuk
menjaga stabilitas ekonomi makro.
Ada beberapa poin penting dalam kebijakan tersebut. Di sektor fiskal misalnya, ditandai
dengon reformasi kebijakan perpojakan, efisiensi belanja negara dan privatisasi BUMN. Di
sektor keuangan, dilakukan perancangan Jaring Pengaman Sektor Kevangan, divestasi
bank-bank di BPPN, memperkuat struktur governance bank negara, dan restrukturisasi
sektor pasar modal, asuransi dan dana pensiun. Lalu di sektor investasi, dilakukan
peninjauan Daftar Negatif Investasi, menyederhanakan perizinan, restrukturisasi sektor
telekomunikasi dan energi serta pemberantasan korupsi.
Dampaknya dinilai cukup baik. Kurs Rupiah yang semula Rp. 9.800 (2001) menjadi Rp. 9.100
(2004), tingkat inflasi menurun dari 13,1% menjadi 65% sedangkan pertumbuhan ekonomi
naik 2%, begitu pun poin IHSG dari 459 (2001) menajdi 852 (2004).Era Reformasi
Masa Modern (2004 - 2014)
Kondisi perekonomian Indonesia pada masa pemerintahan SBY mengalami perkembangan
yang sangat baik. Pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh pesat di tahun 2010, seiring
pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga
2009.Terbukti, perekonomian Indonesia mampu bertahan dari ancaman pengaruh krisis
ekonomi dan finansial yang terjadi di zona Eropa. Kinerja perekonomian Indonesia akan
terus bertambah baik, tapi harus disesuaikan dengan kondisi global yang sedang
bergejolak. Ekonomi Indonesia akan terus berkembang, apalagi pasar finansial, walaupun
sempat terpengaruh krisis, tetapi telah membuktikan mampu bertahan.
Sementara itu, pemulihan ekonomi global berdampak positif terhadap perkembangan
sektor eksternal perekonomian Indonesia. Pemerintahan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) berhasil mendobrak dan menjadi katarsis terhadap kebuntuan tersebut.
Korupsi dan kemiskinan tetap menjadi masalah di Indonesia. Namun setelah beberapa
tahun berada dalam kepemimpinan nasional yang tidak menentu, SBY telah berhasil
menciptakan kestabilan politik dan ekonomi di Indonesia.
Salah satu penyebab utama kesuksesan perekonomian Indonesia adalah efektifnya
kebijakan pemerintah yang berfokus pada disiplin fiskal yang tinggi dan pengurangan
utang Negara. Perkembangan yang terjadi dalam lima tahun terakhir membawa
perubahan yang signifikan terhadap persepsi dunia mengenai Indonesia. Namun masalah-
masalah besar lain masih tetap ada. Pertama, pertumbuhan makro ekonomi yang pesat
belum menyentuh seluruh lapisan masyarakat secara menyeluruh. Walaupun Jakarta
identik dengan vitalitas ekonominya yang tinggi dan kota-kota besar lain di Indonesia
memiliki pertumbuhan ekonomi yang pesat, masih banyak warga Indonesia yang hidup di
bawah garis kemiskinan.
Pada pemerintahan SBY kebijakan yang dilakukan adalah mengurangi subsidi Negara
Indonesia, atau menaikkan harga Bahan Bahan Minyak (BBM), kebljakan bantuan langsung
tunai kepada rakyat miskin akan tetapi bantuan tersebut diberhentikan sampai pada
tangan rakyat atau masyarakat yang membutuhkan, kebijakan menyalurkan bantuan
dana BOS kepada sarana pendidikan yang ada di Negara Indonesia. Akan tetapi pada
pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dalam perekonomian Indonesia terdapat
masalah dalam kasus Bank Century yang sampai saat ini belum terselesaikan bahkan
sampai mengeluarkan biaya 93 miliar untuk menyelesaikan kasus Bank Century ini.Era Reformasi
Masa Modern (2004 - 2014)
Bank Indonesia (BI) memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesincapai 5,5-6 persen
pada 2010 dan meningkat menjadi 6-6,5 persen pada 2011. Dengan demikian prospek
ekonomi Indonesia akan lebih baik dari perkiraan semula.
Tingkat pertumbuhan ekonomi periode 2005-2007 yang dikelola pemerintahan SBY-JK
relatif lebih baik dibanding pemerintahan selama era reformasi dan rata-rata
pemerintahan Soeharto (1990-1997) yang pertumbuhan ekonominya sekitar 5%. Tetapi,
dibanding kinerja Soeharto selama 32 tahun yang pertumbuhan ekonominya sekitar 7%,
kinerja pertumbuhan ekonomi SBY-JK masih perlu peningkatan. Pertumbuhan ekonomi era
Soeharto tertinggi terjadi pada tahun 1980 dengan angka 9,9%. Rata-rata pertumbuhan
ekonomi pemerintahan SBY-JK selama lima tahun menjadi 6,4%, angka yang mendekati
target 6,6%
Kebijakan menaikkan harga BBM 1 Oktober 2005, dan sebelumnya Maret 2005, ternyata
berimbas pada situasi perekonomian tahun-tahun berikutnya. Pemerintahan SBY-JK
memang harus menaikkan harga BBM dalam menghadapi tekanan APBN yang makin berat
karena lonjakan harga minyak dunia. Kenaikan harga BBM tersebut telah mendorong
tingkat inflasi Oktober 2005 mencapai 8,7% (MoM) yang merupakan puncak tingkat inflasi
bulanan selama tahun 2005 dan akhirnya ditutup dengan angka 17,1% per Desember 30,
2005 (YoY). Penyumbang inflasi terbesar adalah kenaikan biaya transportasi lebih 40% dan
harga bahan makanan 18%.Core inflation pun naik menjadi 9,4%, yang menunjukkan
kebijakan Bank Indonesia (B!) sebagai pemegang otoritas moneter menjadi tidak
sepenuhnya efektif. Inflasi yang mencapai dua di jauh melampaui angka target inflasi
APBNP II tahun 2005 sebesar 8,6%. Inflasi sampai bulan Februari 2006 (YoY) masih amat
tinggi 17,92%, bandingkan dengan Februari 2005 (YoY) 7,15% atau Februari 2004 (YoY) yang
hanya 4,6%.
Efek inflasi tahun 2005 cukup berpengaruh terhadap tingkat suku bunga Sertifikat Bank
Indonesia (SBI), yang menjadi referensi suku bunga simpanan di dunia perbankan.Era Reformasi
Masa Sekarang (2014 - 2024)
Salah satu hal yang kerap menjadi sorotan selama Jokowi memimpin Indonesia terkait
dengan pertumbuhan ekonomi domestik. Pasalnya, Jokowi sempat menargetkan ekonomi
Indonesia mampu meroket hingga 7% saat berkampanye silam. Lantas, bagaimana
perkembangan ekonomi Indonesia selama delapan tahun terakhir? Menurut data Badan
Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kvartal V/2014 atau masa
awal Presiden Jokowi menjabat sebesar 5,05% (year-on-year /yoy). Kemudian,
pertumbuhannya cenderung stabil di kisaran 5% hingga kvartal 1V/2019. Hanya saja,
pandemi Covid-19 telah membuat ekonomi Indonesia terkoreksi 2,97% (yoy) pada kuartal
1/2020. Kondisi itu terus berlanjut hingga kuartal 1/2021.
Adapun, kontraksi ekonomi terdalam dilaporkan mencapai 5,32% (yoy) pada kuartal
1/2020. Ekonomi Indonesia mulai pulih setelahnya seiring dengan melandainya kasus
Covid-19 yang membuat aktivitas masyarakat kembali meningkat. Kondisi itu juga disokong
oleh windfall komoditas yang mendongkrak ekspor Indonesia. Bahkan, pertumbuhan
ekonomi Indonesia sempat melesat 7,07% (yoy) pada kuartal II/2021. Capaian ini mampu
ditorehkan di tengah perlambatan ekonomi dan meningkatnya risiko resesi di banyak
negara.
Namun, laju pertumbuhan ekonomi Indonesia melambat ke level 3.51% (yoy) pada kvartal
Il/2021. Hal itu lantaran Indonesia dilanda gelombang kedua Covid-19. Pada kvartal
1V/2021, ekonomi Indonesia kembali naik menjadi sebesar 5,02% (yoy). Pertumbuhan
ekonomi tanah air meningkat lagi 5,44% (yoy) pada kuartal II/2022. Adapun, Jokowi
optimistis ekonomi Indonesia pada kvartal Ill/2022 bisa di atas 5,4% (yoy). Hal itu
mengingat neraca perdagangan Indonesia masih mengalami surplus selama 29 bulan
beruntun. Selain itu, kredit masih tumbuh 10,7%. Kemudian, Indeks Keyakinan Konsumen
(kk) masih cukup kuat sebsesar 117,2 poin atau berada di zona optimistis.VM Gy ir
Y y |
y