Anda di halaman 1dari 12

REFLEKSI KASUS Januari 2023

KELOID

Disusun Oleh :
Shania Faried
N 111 20 071

Pembimbing Klinik :
dr. Seniwaty Ismail , Sp.KK., FINSDV

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023

1
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Shania Faried


No. Stambuk : N 111 20 071
Fakultas : Kedokteran
Program Studi : Profesi Dokter
Universitas : Tadulako
Judul Refleksi Kasus : Keloid
Bagian : Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin

Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin


RSUD Undata Palu
Fakultas Kedokteran
Universitas Tadulako

Palu, Januari 2023

Pembimbing Klinik Dokter Muda

dr. Seniwaty Ismail, Sp.KK., FINSDV Shania Faried

2
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD TORABELO KAB.SIGI

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Arya
Umur : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Veteran
Pekerjaan : Siswa
Agama : Muslim
Tanggal Pemeriksaan :28 Desember
2022
Ruangan : Poli Kulkel RS Sindhu Trisno

II. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama : Benjolan pada punggung dan kaki kiri
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki usia 17 tahun datang ke poli Kulit dan Kelamin di RS
Sindhu Trisno dengan keluhan terdapat benjolan bekas luka pada punggung dan
kaki kiri yang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan sebelumnya
menderita cacar air (varicella), kemudian pasien diberi pengobatan untuk cacar
air oleh dokter anak, Setelah diberi pengobatan, respon penyembuhan terjadi,
dan membaik. Namun ada luka yang tidak membaik dan berubah menjadi
benjolan pada punggung dan kaki kiri pasien. Pasien mengatakan tidak ada rasa
nyeri dan gatal pada benjolan.

3) Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat alergi (-), Riwayat DM (-), riwayat Hipertensi (-)

4) Riwayat Penyakit Keluarga :


Riwayat alergi (-), Riwayat DM (-), riwayat Hipertensi (-)

3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit Ringan
Status Gizi : Baik
Kesadaran : Compos Mentis GSC E4M6V5

Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,70C

Status Dermatologis
Ujud Kelainan Kulit :
Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Wajah : Tidak terdapat ujud kelainan kulit

Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit


Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Perut : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Punggung : Ad Regio infrascapularis tampak lesi nodular dan macula
hiperpigmentasi multiple, ukuran lentikuler, bentuk reguler,
asimetris, batas sirkumskripta.
Bokong : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Inguinal : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Ekstremitas atas : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Ekstremitas bawah : Ad Regio fibula anterior sinistra tampak lesi nodular dan
macula hiperpigmentasi multiple, ukuran lentikuler, bentuk
regular, asimetris, batas sirkumskripta.

4
IV. GAMBAR
- Punggung

Gambar 1. Ad Regio infrascapularis tampak lesi nodular dan macula


hiperpigmentasi multiple, ukuran lentikuler, bentuk reguler, asimetris, batas
sirkumskripta.

- Kaki kiri

Gambar 2. Ad Regio fibula anterior anterior sinistra tampak lesi nodular dan
macula hiperpigmentasi multiple, ukuran lentikuler, bentuk regular, asimetris,
batas sirkumskripta.

5
V. RESUME
Pasien laki-laki usia 17 tahun datang ke poli Kulit dan Kelamin di RS
Sindhu Trisno dengan keluhan benjolan pada punggung dan kaki kiri sejak 1 tahun
yang lalu. Benjolan berawal dari luka bekas cacar air. Nyeri (-), pruritus (-),
Benjolan bertambah luas melewati tepi luka.
Keadaan umum pasien sakit ringan, kesadaran kompos mentis GCS
E4M6V5, status gizi baik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah
120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit dan Suhu 36,7 0C.
Status Dermatologis ditemukan lesi Ad Regio infrascapularis et fibula
anterior sinistra tampak lesi nodular dan macula hiperpigmentasi multiple,
ukuran lentikuler, bentuk regular, asimetris, batas sirkumskripta.

VI. DIAGNOSIS BANDING


- Skar hipertrofi
- Dermatofibroma

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


- Tidak dilakukan

VIII. DIAGNOSIS KERJA


- Keloid

IX. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
- Jangan menggaruk lesi
- Jangan melakukan tindikan (body piercing)
- Proteksi tubuh agar tidak terjadi luka

6
2. Medikamentosa
Injeksi Triamsinolon asetonid 10 mg/ml secara intralesi

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad cosmetican : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam

7
XI. PEMBAHASAN

Pasien laki-laki usia 17 tahun datang ke poli Kulit dan Kelamin di RS


Sindhu Trisno dengan keluhan benjolan pada punggung dan kaki kiri sejak 1
tahun yang lalu. Benjolan berawal dari luka bekas cacar air. Nyeri (-), pruritus
(-), Benjolan bertambah luas melewati tepi luka.
Keadaan umum pasien sakit ringan, kesadaran kompos mentis GCS
E4M6V5, status gizi baik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah
120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit dan Suhu 36,7 0C.
Status Dermatologis ditemukan lesi Ad Regio infrascapularis et fibula
anterior sinistra tampak lesi nodular dan macula hiperpigmentasi multiple,
ukuran lentikuler, bentuk regular, asimetris, batas sirkumskripta.
Keloid merupakan hasil akhir dari suatu proses penyembuhan luka
fibrosa yang abnormal, dimana hal tersebut disebabkan oleh kelainan pada
mekanisme perbaikan jaringan serta kontrol dari regulasi dan regenerasi. Pada
keloid, tidak terjadi suatu proses regresi saat penyembuhan luka, dimana hal ini
merupakan perbedaan yang khas pada penyembuhan luka secara normal. 5
Keloid merupakan suatu penyakit kulit yang sebenarnya dapat mengenai
semua usia, namun secara epidemiologi, keloid lebih sering terjadi pada orang-
orang remaja hinga dewasa yang berusia diantara 10 hingga 30 tahun.
Berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan dari angka kejadian keloid
pada pria dan wanita. Data epidemiologi menunjukkan bahwa perbedaan ras
mempengaruhi kejadian dari keloid, dimana keloid lebih sering terjadi pada
orang-orang Hispanik, kulit hitam dan Asia. 5
Pada kasus ini adalah pasien anak laki – laki usia 17 tahun. Hal ini sejalan
dengan teori yang diatas menyebutkan bahwa keloid biasa terjadi pada orang
dengan usia yang lebih muda. Hal ini mungkin disebabkan usia muda
merupakan usia yang rentan terkena trauma akibat banyaknya aktivitas yang
dilakukan sehari-harinya.
Respons alami tubuh terhadap trauma jaringan adalah pembentukan skar.
Proses penyembuhan luka terdiri atas tiga fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi
atau granulasi, dan remodelling atau maturasi. Ketika terdapat
ketidakseimbangan antara fase anabolik dan katabolik pada pembentukan skar,
hasil akhirnya berupa munculnya skar patologik. Terdapat dua tipe skar dengan
8
pertumbuhan jaringan berlebih, yaitu skar hipertrofik dan keloid. 4 Teori ini
sesuai dengan kasus dimana pasien mengatakan benjolan berawal dari luka
bekas cacar air (varicella).
Etiologi dari keloid hingga saat ini masih belum jelas, dimana keloid
dapat langsung terbentuk secara spontan maupun setelah terjadinya trauma.
Keloid dapat berkembang sejak 3 bulan hingga 1 tahun setelah terjadinya suatu
trauma.5 Pada kasus ini pasien mengeluhkan benjolan pada punggung dan kaki
kiri yang dialami sejak 1 tahun yang lalu.

Diagnosis Banding
Keloid Skar Hipertrofi Dermatofibroma

Fibrosis yang tumbuh melebihi Fibrosis yang tumbuh Dermatofibroma


batas luka awal. sesuai batas luka awal timbul akibat proses
meskipun meninggi. inflamasi reaktif.2
Lebih sering disertai nyeri dan Kadang disertai Pada beberapa kasus
gatal gejala nyeri dan gatal dapat disertai rasa
gatal atau nyeri.2
Tumbuh melewati garis luka dan dapat regresi setelah Lesi dapat tumbuh
tidak mengalami regresi spontan.3 mencapai ukuran dengan cepat, tetapi
tertentu. dapat pula menetap
dengan ukuran yang
sama.2
Predileksi deltoid, sternum, daerah Predileksi dapat Predileksi yang paling
punggung atas dan telinga. Keloid pada timbul dimana pun umum adalah pada
telinga, leher, lengan dan perut ekstremitas bawah, tetapi
cenderung bertangkai, sedangkan keloid juga dapat terjadi pada
sternum, punggung atas, dan ekstremitas ekstremitas atas, batang
biasanya besar, permukaan datar, tubuh, dan wajah.2
dengan dasar lebih lebar dari atas.6

9
Gambaran klinis yaitu lesi yang timbul Gambaran klinis lesi Gambaran klinis
dermatofibroma berupa
berupa nodul, awalnya berwarna pink padat kemerahan dan
nodul asimtomatis,
sampai ungu. Pada pasien berkulit gelap menimbul dengan berwarna kecoklatan,
merah muda, atau sewarna
skar keloid dapat hiperpigmentasi.3 permukaan licin dan
kulit, dengan diameter
2
berkilat. beberapa milimeter hingga
dua sentimeter.2

Penatalaksanaan nonmedikamentosa dan medikamentosa :


Nonmedikamentosa: menghindari trauma, radang, atau infeksi di daerah
predileksi.1

Medikamentosa1:

1. Kortikosteroid intralesi, misalnya triamsinolon asetonid 10 mg/ml,


disuntikkan kira-kira 0,1 ml dalam setiap 1 ml jaringan keloid. Maksimum
2 ml setiap minggu.

2. Sitostatik: 5-Fluorourasil intralesi 50 mg/ml, 0,5-2 ml setiap minggu.

3. Tekanan dengan bebat tekan atau gel silikon.

4. Eksisi pada keloid kecil atau keloid yang dapat dieksisi dengan penutupan
kulit yang mudah dan tidak teregang, kemudian diberikan kortikosteroid
intralesi atau bebat tekan untuk mengurangi rekurensi. Dapat pula diberikan
krim imiquimod 5% sesudah eksisi.

5. Topikal krim centella asiatica atau ekstrak cephae, namun hasil belum
memuaskan.
Kortikosteroid intralesi telah digunakan sebagai terapi utama keloid
karena responsnya yang baik, mudah digunakan dan efek samping yang rendah.
Keberhasilan terapi pada keloid yang berukuran besar telah dilaporkan pada
injeksi triamsinolon intralesi. Kortikosteroid intralesi dapat menghambat
pertumbuhan fibroblast dan meningkatkan pemecahan kolagen, selanjutnya
akan mengurangi jumlah kolagen pada keloid. Efek samping kortikosteroid
intralesi antara lain hipopigmentasi, atropi dan teleangiektasi. Pedoman umum
untuk terapi intralesi diberikan dosis triamsinolon asetonid antara 10 dan 40
mg/mL dengan batas maksimum dosis 20 mg setiap bulan. Sebagai terapi
tambahan triamsinolon asetonid disuntikkan di area pasca operasi setiap 2 atau
3 minggu sebanyak 4 kali. Dosis maksimal yang dianjurkan setiap sesi adalah
10
5 mL. Apabila pada area pasca operasi mulai muncul kembali lesi keloid,
pemberian triamsinolon asetonid dapat diulangi. 4 Pada kasus ini terapi yang
diberikan yaitu injeksi kortikosteroid intralesi yakni Injeksi Triamsinolon
asetonid 10 mg/ml secara intradermal.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Djuanda, A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin: Pioderma (Selulitis). Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2015

2. Eva K, Putri R, Dina F, Vina F. Dermatofibroma yang Diterapi dengan injeksi

triamsinolon asetonid intralesi. Jurnal, Vol 46, 2015.

3. Rina D.S, Pieter L. Marlyn G. Profil keloid di poliklinik kulit dan kelamin RSUP

Prof. Dr. R. D. Kandaou Manado periode januari 2011-desember 2015. Jurnal e-

Clinic (eCl), Vol 4 (2). 2016

4. Widiatmoko A, Brahmanti H, Pranomo T. Kombinasi bedah eksisi, injeksi k

kortikosteroid intralesi, dan gel silicon pada tatalaksana keloid di cuping telinga.

Jurnal MDVI. Vol 4(2). 2019

5. I Gede RN, I Gusti AA, Luh MM. Profil derajat keparahan keloid pada

mahasiswa fakultas kedokteran universitas udayana tahun 2015. Jurnal

Medika.2019;8(1) : 82-83.

6. Ennesta A, Sri L, Nadya H, Maligasari LG. Debulking keloid pada telinga kiri.

Jurnal Kesehatan Andalas.2018;7(3) : 116-117.

12

Anda mungkin juga menyukai