Shania Faried - Refka Keloid
Shania Faried - Refka Keloid
KELOID
Disusun Oleh :
Shania Faried
N 111 20 071
Pembimbing Klinik :
dr. Seniwaty Ismail , Sp.KK., FINSDV
1
HALAMAN PENGESAHAN
2
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD TORABELO KAB.SIGI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. Arya
Umur : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Veteran
Pekerjaan : Siswa
Agama : Muslim
Tanggal Pemeriksaan :28 Desember
2022
Ruangan : Poli Kulkel RS Sindhu Trisno
II. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama : Benjolan pada punggung dan kaki kiri
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki usia 17 tahun datang ke poli Kulit dan Kelamin di RS
Sindhu Trisno dengan keluhan terdapat benjolan bekas luka pada punggung dan
kaki kiri yang timbul sejak 1 tahun yang lalu. Pasien mengatakan sebelumnya
menderita cacar air (varicella), kemudian pasien diberi pengobatan untuk cacar
air oleh dokter anak, Setelah diberi pengobatan, respon penyembuhan terjadi,
dan membaik. Namun ada luka yang tidak membaik dan berubah menjadi
benjolan pada punggung dan kaki kiri pasien. Pasien mengatakan tidak ada rasa
nyeri dan gatal pada benjolan.
3
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Sakit Ringan
Status Gizi : Baik
Kesadaran : Compos Mentis GSC E4M6V5
Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 80 kali/menit
Pernapasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,70C
Status Dermatologis
Ujud Kelainan Kulit :
Kepala : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Wajah : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
4
IV. GAMBAR
- Punggung
- Kaki kiri
Gambar 2. Ad Regio fibula anterior anterior sinistra tampak lesi nodular dan
macula hiperpigmentasi multiple, ukuran lentikuler, bentuk regular, asimetris,
batas sirkumskripta.
5
V. RESUME
Pasien laki-laki usia 17 tahun datang ke poli Kulit dan Kelamin di RS
Sindhu Trisno dengan keluhan benjolan pada punggung dan kaki kiri sejak 1 tahun
yang lalu. Benjolan berawal dari luka bekas cacar air. Nyeri (-), pruritus (-),
Benjolan bertambah luas melewati tepi luka.
Keadaan umum pasien sakit ringan, kesadaran kompos mentis GCS
E4M6V5, status gizi baik. Pada pemeriksaan fisik didapatkan Tekanan darah
120/80 mmHg, Nadi 80x/menit, respirasi 20x/menit dan Suhu 36,7 0C.
Status Dermatologis ditemukan lesi Ad Regio infrascapularis et fibula
anterior sinistra tampak lesi nodular dan macula hiperpigmentasi multiple,
ukuran lentikuler, bentuk regular, asimetris, batas sirkumskripta.
IX. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
- Jangan menggaruk lesi
- Jangan melakukan tindikan (body piercing)
- Proteksi tubuh agar tidak terjadi luka
6
2. Medikamentosa
Injeksi Triamsinolon asetonid 10 mg/ml secara intralesi
X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Dubia ad bonam
Quo ad functionam : Dubia ad bonam
Quo ad cosmetican : Dubia ad bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad bonam
7
XI. PEMBAHASAN
Diagnosis Banding
Keloid Skar Hipertrofi Dermatofibroma
9
Gambaran klinis yaitu lesi yang timbul Gambaran klinis lesi Gambaran klinis
dermatofibroma berupa
berupa nodul, awalnya berwarna pink padat kemerahan dan
nodul asimtomatis,
sampai ungu. Pada pasien berkulit gelap menimbul dengan berwarna kecoklatan,
merah muda, atau sewarna
skar keloid dapat hiperpigmentasi.3 permukaan licin dan
kulit, dengan diameter
2
berkilat. beberapa milimeter hingga
dua sentimeter.2
Medikamentosa1:
4. Eksisi pada keloid kecil atau keloid yang dapat dieksisi dengan penutupan
kulit yang mudah dan tidak teregang, kemudian diberikan kortikosteroid
intralesi atau bebat tekan untuk mengurangi rekurensi. Dapat pula diberikan
krim imiquimod 5% sesudah eksisi.
5. Topikal krim centella asiatica atau ekstrak cephae, namun hasil belum
memuaskan.
Kortikosteroid intralesi telah digunakan sebagai terapi utama keloid
karena responsnya yang baik, mudah digunakan dan efek samping yang rendah.
Keberhasilan terapi pada keloid yang berukuran besar telah dilaporkan pada
injeksi triamsinolon intralesi. Kortikosteroid intralesi dapat menghambat
pertumbuhan fibroblast dan meningkatkan pemecahan kolagen, selanjutnya
akan mengurangi jumlah kolagen pada keloid. Efek samping kortikosteroid
intralesi antara lain hipopigmentasi, atropi dan teleangiektasi. Pedoman umum
untuk terapi intralesi diberikan dosis triamsinolon asetonid antara 10 dan 40
mg/mL dengan batas maksimum dosis 20 mg setiap bulan. Sebagai terapi
tambahan triamsinolon asetonid disuntikkan di area pasca operasi setiap 2 atau
3 minggu sebanyak 4 kali. Dosis maksimal yang dianjurkan setiap sesi adalah
10
5 mL. Apabila pada area pasca operasi mulai muncul kembali lesi keloid,
pemberian triamsinolon asetonid dapat diulangi. 4 Pada kasus ini terapi yang
diberikan yaitu injeksi kortikosteroid intralesi yakni Injeksi Triamsinolon
asetonid 10 mg/ml secara intradermal.
11
DAFTAR PUSTAKA
3. Rina D.S, Pieter L. Marlyn G. Profil keloid di poliklinik kulit dan kelamin RSUP
kortikosteroid intralesi, dan gel silicon pada tatalaksana keloid di cuping telinga.
5. I Gede RN, I Gusti AA, Luh MM. Profil derajat keparahan keloid pada
Medika.2019;8(1) : 82-83.
6. Ennesta A, Sri L, Nadya H, Maligasari LG. Debulking keloid pada telinga kiri.
12