Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN ILMU BEDAH DESEMBER 2022

FAKULTAS KEDOKTERAN REFLEKSI KASUS


UNIVERSITAS TADULAKO

BATU STAGHORN RENAL DEXTRA DAN BATU URETER SINISTRA

Disusun Oleh:
Muh. Fuad Amsyar
N 111 20 022

Pembimbing Klink

dr. Aristo, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN ILMU BEDAH
UPT. RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa mahasiswa yang


bersangkutan sebagai berikut :

Nama : Muh. Fuad Amsyar


Stambuk : N 111 20 012
Program Studi : Profesi Dokter
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Universitas Tadulako
Judul Refleksi Kasus : Batu Staghorn Renal
Dextra dan Batu Ureter Sinistra

Bagian : Ilmu Bedah

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian


Ilmu Bedah, Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako.

Palu, Desember 2022

Pembimbing Dokter Muda

dr. Aristo, Sp.U Muh. Fuad Amsyar, S.Ked

2
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih adalah terbentuknya batu yang disebabkan

oleh pengendapan zat yang ada dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau

karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut zat. Penelitian terbaru

melaporkan bahwa di negara maju dan berkembang prevalensi urolitiasis telah

meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Di Amerika Serikat, diantara 11 orang

terdapat 1 orang yang menderita batu ginjal, dan diperkirakan 600.000 orang

Amerika menderita batu saluran kemih setiap tahun. Pada populasi India, sekitar

12% populasinya diperkirakan memiliki batu saluran kemih dan 50% di antaranya

berakhir dengan hilangnya fungsi ginjal.1

Sedangkan di Indonesia, angka kejadian BSK yang sesungguhnya belum

diketahu karena data lengkap mengenai profil pasien BSK masih belum banyak

dilaporkan. Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi penduduk Indonesia yang

menderita batu ginjal sebesar 0,6% atau 6 per 1000 penduduk. Jumlah pasien batu

saluran kemih di sub bagian urologi bagian bedah RSUD Dr. Soetomo Surabaya

periode januari 2016 – Desember 2016 yaitu sebesar 62 pasien, dengan

perbandingan laki-laki 33(53%) dan perempuan 29(47%).2

Batu staghorn merupakan batu ginjal bercabang yang mengisi sebagian

atau seluruh bagian dari pelvis ginjal dan kaliks ginjal, sehingga menyerupai

3
tanduk rusa. Meskipun batu ginjal lebih umum pada pria, namun batu staghorn

lebih jarang dilaporkan pada pria dibandingkan dengan wanita, dan biasanya

unilateral. Pada 49- 68% kasus batu staghorn dapat menyebabkan infeksi. Karena

morbiditas dan potensi kematian batu staghorn yang signifikan, penilaian dan

pengobatan yang cepat adalah wajib. Sebaliknya, pengobatan konservatif telah

terbukti menyebabkan kematian 28% dalam periode 10 tahun dan 36% akan

mengalami gangguan fungsi ginjal yang berat. Oleh karena itu, batu staghorn

harus ditangani secara cepat dan efektif.3

Batu staghorn menjadi tantangan bagi ahli urologi. Ada beberapa

modalitas terapi yang dapat menjadi pilihan, diantaranya adalah Percutaneous

Nephrolithotomy (PCNL) atau operasi terbuka. Operasi terbuka sendiri pernah

dianggap sebagai "standar emas" untuk penanganan batu staghorn. Namun, berkat

perangkat endoskopi, peningkatan kualitas sistem optik, penggunaan laser

holmium dan meningkatnya pengalaman dalam operasi endoskopi, penanganan

batu staghorn telah mengalami revolusi. Pada pedoman American Urological

Association (AUA) untuk pengelolaan batu staghorn merekomendasikan

Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) sebagai modalitas pilihan dan standar

praktik. Tetapi karena beberapa alasan tak sedikit juga ahli urologi yang

merekomendasikan operasi terbuka untuk pasien dengan batu staghorn.4

Percutaneous Nephrolithotomy (PCNL) adalah prosedur bedah minimal

untuk ekstraksi batu ginjal besar. Biasanya dilakukan di ruang operasi, baik oleh

ahli urologi saja atau bekerjasama dengan ahli radiologi. Prosedur Percutaneous

Nephrolithotomy (PCNL) biasanya dilakukan dengan pasien dalam posisi


4
tengkurap melalui bagian posterior. Posisi terlentang juga dapat dilakukan,

meskipun lebih jarang mungkin karena kurangnya pengalaman dan juga risiko

cedera organ.4

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Batu Staghorn
a. Definisi
Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal,
dimana ditemukannya batu yang mengandung komponen kristal dan
matriks organik yang merupakan penyebab terbanyak kelainan saluran
kemih. Lokasi batu ginjal khas dijumpai di kaliks, atau pelvis dan bila
keluar akan terhenti dan menyumbat pada daerah ureter (batu ureter) dan
kandung kemih (batu kandung kemih). Batu ginjal dapat terbentuk dari
kalsium, batu oksalat, kalsium oksalat, atau kalsium fosfat. Namun yang
paling sering terjadi pada batu ginjal adalah batu kalsium.5
Staghorn stone adalah batu yang bentuknya menyerupai tanduk,
dan mempunyai cabang-cabang. Batu jenis ini dapat berukuran kecil atau
besar tergantung dari ukuran ginjalnya.6
Sebagian besar batu terdiri dari struvite (magnesium amonium
fosfat), yang terkait dengan infeksi saluran kemih berulang dengan
patogen penghasil urease. Di negara berkembang, 10 sampai 15% dari
semua batu saluran kemih adalah batu struvit dan wanita dua kali lebih
sering daripada pria. Di negara maju insidennya lebih rendah karena
diagnosis dini dan pengelolaan batu ginjal.5

b. Epidemiologi

Berdasarkan penelitian oleh Scales CD et all, tahun 2012 tentang


“Prevalence of Kidney Stones in the United States”, menyatakan
prevalensi kejadian batu ginjal di Amerika Serikat sebesar 8,8% dengan

6
prevalensi pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan.
Sedangkan di Indonesia, berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdes) tahun 2013 menyatakan prevalensi kejadian batu ginjal
sebesar 0,6 % atau 6 dari 1000 penduduk, Sulawesi Tengah (0,8%)
menduduki peringkat ketiga di atas DI Yogyakarta (1,2%) dan Aceh
(0,9%).6

c. Etiologi

Etiologi dari pembentukan batu pada ginjal masih idiopatik (belum


jelas), oleh karena masih banyak faktor yang terlibat. Tetapi berdasarkan
beberapa penelitian menduga dua proses yang terlibat erat dalam proses
pembentukan batu pada ginjal yaitu supersaturasi dan nukleasi.
Supersaturasi terjadi jika substansi yang menyusun batu mengalami
penurunan berupa volume urin dan kimia urin. Sedangkan untuk proses
nukelasi natrium hidrogen urat, asam urat dan kristal hidroksipatit
membentuk inti. Kemudian terjadi perekatan (adhesi) Ion kalsium dan
oksalat kemudian pada inti untuk membentuk campuran batu. Proses ini
dinamakan nukleasi heterogen. Berdasarkan studi epidemiologi, ada
beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya batu ginjal, yaitu
faktor intrinsic dan ekstrinsik.6
Penyebab terjadinya batu infeksi secara teoritis adanya gangguan
metabolisme dan infeksi saluran kemih adalah dua penyebab utama
terbentuknya batu ginjal. Batu ginjal ini sangat erat hubungan dengan
infeksi saluran kemih sehingga batu struvite dikenal juga sebagai batu
infeksi. Infeksi atau kolonisasi organisme penghasil urease seperti
proteus, klebsiella, staphylococcus, pseudomonas, providentia, serratia,
dan morganella dapat menyebabkan batu struvite. Kepasitas produksi
urease sangat bervariasi tiap organisme yang berbeda. Misalnya 100%
spesies Proteus mengahasilkan urease setara hanya 1,4% Escheruchia
coli yang diperkirakan menghasilkan enzim. Oleh karena itu, Echerichia
7
coli dianggap sebagai penyabab yang paling memungkingkan untuk
terjadinya pembentukan batu struvite.7
Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang, yaitu factor intrinsik dan
faktor ekstrinsik.6
Faktor Intrinsik:
- Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan dari
orang tua
- Umur: paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
- Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak
dibandingkan dengan pasien perempuan
Faktor Ekstrinsik:
- Geografi: pada beberapa daerah menunjukkan angka
kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada
daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt
(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan
hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
- Iklim dan temperature: pada daerah yang temperaturnya
lebih tinggi memberikan prevalensi pembentukan batu
ginjal lebih banyak.
- Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar
mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat
meningkatkan insiden batu saluran kemih.
- Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium
mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih
- Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau
sedentary life.

8
d. Faktor Resiko

Faktor risiko nefrolitiasis (batu ginjal) umumnya biasanya karena


adanya riwayat batu di usia muda, riwayat batu pada keluarga, ada
penyakit asam urat, kondisi medis lokal dan sistemik, predisposisi
genetik, dan komposisi urin itu sendiri. Komposisi urin menentukan
pembentukan batu berdasarkan tiga faktor, berlebihnya komponen
pembentukan batu, jumlah komponen penghambat pembentukan batu
(seperti sitrat, glikosaminoglikan) atau pemicu (seperti natrium, urat).
Anatomis traktus anatomis juga turut menentukan kecendrungan
pembentukan batu.5

e. Klasifikasi

Terdapat beberapa zat yang dikenal mampu menghambat


pembentukan batu. Diantaranya ion magnesium (Mg), sitrat, protein
Tamm Horsfall (THP) atau uromukoid, dan glikosaminoglikan. Ion
magnesium ternyata dapat menghambat batu karena jika berikatan
dengan oksalat, akan membentuk garam oksalat sehingga oksalat yang
akan berikatan dengan kalsium menurun. Demikian pula sitrat jika
berikatan dengan ion kalsium (Ca) untuk membentuk kalsium sitrat,
sehingga jumlah kalsium oksalat akan menurun.5
Terdapat beberapa jenis variasi dari batu ginjal, yaitu:5
1) Batu Kalsium
Batu yang paling sering terjadi pada kasus batu ginjal.
Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat,
kalsium fosfat, atau campuran dari kedua unsur tersebut.
Faktor-faktor terbentuknya batu kalsium adalah:
a) Hiperkalsiuri
Terbagi menjadi hiperkalsiuri absorbtif,
hiperkalsiuri renal, dan hiperkasiuri resorptif.
9
Hiperkalsiuri absorbtif terjadi karena adanya
peningkatan absorbsi kalsium melalui usus,
hiperkalsiuri renal terjadi akibat adanya gangguan
kemampuan reabsorbsi kalsium melalu tubulus
ginjal dan hiperkalsiuri resorptif terjadi karena
adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang.
b) Hiperoksaluri
Merupakan eksresi oksalat urin yang melebihi 45
gram perhari.
c) Hiperurikosuria
Kadar asam urat di dalam urin yang melebihi
850mg/24 jam.
d) Hipositraturia
Sitrat yang berfungsi untuk menghalangi ikatan
kalsium dengan oksalat atau fosfat sedikit.
e) Hipomagnesuria
Magnesium yang bertindak sebagai penghambat
timbulnya batu kalsium kadarnya sedikit dalam
tubuh. Penyebab tersering hipomagnesuria adalah
penyakit inflamasi usus yang diikuti dengan
gangguan malabsorbsi.
2) Batu Struvit
Batu yang terbentuk akibat adanya infeksi saluran kemih.
3) Batu Asam Urat
Biasanya diderita pada pasien-pasien penyakit gout,
penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan terapi
anti kanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik
seperti sulfinpirazon, thiazid, dan salisilat.
4) Batu Jenis Lain

10
Batu sistin, batu xanthine, batu triamteran, dan batu silikat
sangat jarang dijumpai.

Gambar 1. Klasifikasi batu ginjal.

f. Patofisiologi

Dua kondisi harus hidup berdampingan untuk pembentukan batu


struvite. Ini adalah (1) urin basa (pH> 7,2) dan (2) adanya amonia dalam
urin. Hal ini menyebabkan kristalisasi magnesium amonium fosfat dan
karbonat apatit. Konversi urea menjadi amonia, amonia menjadi
amonium, dan pengasaman dari karbon dioksida.8

11
Urease yang produksi oleh bakteri akan memecah urea urin
menjadi ammonia dan karbon dioksida (CO2). Hidrolisis lebih lanjut
mengarah pada produksi dua ammonium dan satu ion bikarbonat untuk
setiap molekul urea. Dimana hal ini menyebabkan urin yang sangat basa
yang tidak dapat terjadi pada kondisi fisiologis normal. Tingkat
alkalinitas urin yang tinggi dapat menyebabkan supersaturasi magnesium
amxmonium fosfat dan kalsium fosfat.8
Urin yang sangat basa juga menyebabkan kerusakan pada lapisan
glikosaminoglikan yang dimana biasanya berfungsi untuk melindungi
permukaan urothelial dan sel-sel dari bakteri. Ini mengarah pada
pembentukan biofilm bakteri dimana pengendapan kristal struvite dan
apatit terjadi. Pada saat mensekresi polisakarida ekstraseluler, nidus asli
terus tumbuh, mengarah pada pembentukan batu yang berbentuk pelvis
ginjal, infundibula dan kaliks, yang terdiri dari beberapa lapisan batu
struvite yang disatukan oleh biofilm.8
Urutan proses yang memicu pembentukan batu meliputi nukleasi,
pertumbuhan, agregasi, dan retensi kristal di dalam ginjal. 1 Nukleasi
Kristal. Langkah pertama dalam pembentukan batu ginjal dimulai
dengan pembentukan nukleus (disebut nidus) dari urin jenuh yang
tertahan di dalam ginjal. Pertumbuhan Kristal. Kristal dalam urin
saling menempel untuk membentuk massa batu kecil yang keras disebut
pertumbuhan kristal. Pertumbuhan batu dicapai melalui agregasi kristal
preformed atau nukleasi sekunder kristal pada matriks permukaan
berlapis. Agregasi Kristal proses dimana massa Kristal kecil yang padat
dalam larutan saling menempel membentuk batu disebut agregasi. Semua
model urolitiasis CaOx mengakui bahwa agregasi kristal mungkin
terlibat dalam retensi kristal di dalam ginjal. Agregasi Kristal dianggap
sebagai langkah paling utama dalam pembentukan batu.8

12
g. Manifestasi Klinis

Presentasi klinis pasien dengan batu struvite dapat bervariasi.


Pertimbangkan batu struvite pada pasien dengan faktor risiko untuk
mengembangkan infeksi saluran kemih (misalnya, operasi urologis,
adanya kateter, neurogrenik kandung kemih , refluks vesikoureteral ,
kelainan anatomi lainnya).8
Infeksi dapat menyebabkan pielonefritis, pyonephrosis , atau abses
perinefrik . Gejala mungkin termasuk nyeri pinggang klasik untuk kolik
ginjal, demam, gejala kencing (misalnya, frekuensi, disuria), dan
hematuria (baik kotor atau mikroskopis). Namun, batu struvite jarang
13
bermanifestasi sebagai batu ureter soliter dengan kolik ginjal akut tanpa
adanya intervensi sebelumnya. Obstruksi urin bersama dan hidronefrosis
dapat terjadi dan dapat menyebabkan mual atau muntah.8
Batu staghorn, bahkan yang terbesar sekalipun, tidak akan
menimbulkan gejala kolik ginjal yang parah yang biasanya terkait dengan
obstruksi ureter akut dari batu saluran kemih. Ini dikarenakan batu
staghorn yang besar mungkin tidak menyebabkan obstruksi saluran
kemih akut dengan perenggangan kapsul ureter dan ginjal dari dilatasi
dan hidronefrosis yang khas dari sebagian besar batu simtomatik
lainnya.8
Presentasi klasik gejala untuk pasien dengan kolik ginjal akut
adalah timbulnya nyeri hebat yang tiba-tiba yang berasal dari panggul
dan menjalar ke inferior dan anterior; setidaknya 50% pasien juga akan
mengalami mual dan muntah. Pasien dengan batu saluran kemih dapat
melaporkan nyeri, infeksi, atau hematuria. Pasien dengan batu kecil yang
tidak menghalangi atau dengan batu staghorn mungkin asimtomatik atau
mengalami gejala sedang dan mudah dikendalikan.9
Lokasi dan karakteristik nyeri pada nefrolitiasis antara lain sebagai
berikut:9

a. Batu yang menghalangi ureteropelvic junction: Nyeri panggul


dalam yang ringan sampai berat tanpa penjalaran ke selangkangan;
gejala berkemih yang iritatif (misalnya, frekuensi, disuria); nyeri
suprapubik, frekuensi/urgensi berkemih, disuria, stranguria,
Gangguan BAB
b. Batu di dalam ureter: Nyeri kolik parah yang tiba-tiba muncul di
panggul dan perut bagian bawah ipsilateral; penjalaran ke testis
atau daerah vulva; mual hebat dengan atau tanpa muntah
c. Batu ureter bagian atas: Nyeri menyebar ke daerah panggul atau
pinggang
d. Batu midureteral: Nyeri menyebar ke anterior dan kaudal
14
e. Batu ureter distal: Nyeri menjalar ke selangkangan atau testis (pria)
atau labia mayora (wanita)
f. Batu masuk ke kandung kemih: Sebagian besar tanpa gejala;
jarang, retensi urin posisional

Onset akut nyeri pinggang parah yang menjalar ke selangkangan,


hematuria makroskopis atau mikroskopis, mual, dan muntah yang tidak
berhubungan dengan perut akut adalah gejala yang kemungkinan besar
menunjukkan kolik ginjal yang disebabkan oleh obstruksi ureter atau
obstruksi pelvis ginjal dari kalkulus.9
Demam bukan merupakan bagian dari gejala nefrolitiasis tanpa
komplikasi. Adanya piuria, demam, leukositosis, atau bakteriuria
menunjukkan kemungkinan infeksi saluran kemih dan potensi unit
ginjal terhambat yang terinfeksi atau pionefrosis.9

Gambar 2. Letak Batu pada Saluran kemih.10

15
h. Pemeriksaan Penunjang

Pedoman dari European Association of Urology (EAU)


merekomendasikan tes laboratorium berikut pada semua pasien dengan
episode batu akut :9
 Tes sedimen/dipstick urin untuk demonstrasi sel darah, dengan tes
bakteriuria (nitrit), pH urin, dan kultur urin jika terjadi reaksi
positif
 Tingkat kreatinin serum, sebagai ukuran fungsi ginjal
 Asam urat serum, kalsium (terionisasi), natrium, dan kalium
 Hitung sel darah lengkap (CBC)
 Protein C-reaktif (CRP)
 Pedoman EAU 2018 merekomendasikan USG untuk penilaian awal
ketika ada kekhawatiran untuk batu simtomatik akut, diikuti oleh
computed tomography tanpa kontras untuk mengkonfirmasi diagnosis
batu.

Selain dari keluhan khas yang didapatkan pada penderita nefrolitiasis, ada
beberapa hal yang harus dievaluasi untuk menegakkan diagnosis, yaitu:5

 Foto Rontgen Abdomen yang digunakan untuk melihat adanya


kemungkinan batu radio-opak..
 Ultrasonografi (USG) dapat melihat semua jenis batu.

 CT Urografi tanpa kontras adalah standar baku untuk melihat adanya


batu di traktus urinarius.

16
Pemeriksaan profil urin 24 jam dapat dilakukan untuk mengecek: Kalsium,
oksalat, asam urat, natrium, fosfor, sitrat, magnesium, kreatinin, Ph, dan
volume urin total.9

CT SCAN

Di sebagian besar institusi yang menawarkan pemeriksaan ini, CT


scan telah menggantikan IVP, standar kriteria historis, untuk penilaian
penyakit batu saluran kemih, terutama untuk kolik ginjal akut. CT scan
sudah tersedia di sebagian besar rumah sakit dan dapat dilakukan dan
dibaca hanya dalam beberapa menit. Sejumlah penelitian telah
menunjukkan bahwa CT memiliki sensitivitas 95-100% dan spesifisitas
serta akurasi yang unggul jika dibandingkan dengan IVP.9

Gambar 3. Potongan coronal pada CT-Scan abdomen tanpa


kontras, nampak radiopaque pada ren dekstra

i. Tatalaksana

Tujuan utama tatalaksana pada pasien nefrolitiasis adalah mengatasi


nyeri, menghilangkan batu yang sudah ada, dan mencegah terjadinya
pembentukan batu yang berulang.5
 Tatalaksana nyeri kolik14
Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID) (termasuk
metamizoledipyrone), dan parasetamol efektif pada pasien dengan kolik
batu akut [99], dan memiliki manfaat analgesik yang lebih baik daripada
opioid. Ibuprofen dibandingkan dengan ketorolak adalah obat yang bekerja

17
lebih cepat dalam mengendalikan rasa sakit yang disebabkan oleh kolik
ginjal.
EUA merekomendasikan :
a. Antiinflamasi nonsteroid sebagai obat pilihan pertama, misalnya
metamizole* (dipyrone); sebagai alternatif parasetamol atau,
tergantung pada faktor risiko kardiovaskular, diklofenak**,
indometasin, atau ibuprofen.
b. Opioid (hidromorfin, pentazosin, atau tramadol) sebagai pilihan
kedua.
c. Dekompresi ginjal atau pengangkatan batu secara ureteroskopi
dalam kasus nyeri kolik refraktori analgesik.


Sepsis dan/atau Anuria dalam obstruksi ginjal14
Ginjal yang tersumbat dengan semua tanda infeksi saluran kemih
(ISK) dan/atau anuria adalah keadaan darurat urologis. Dekompresi yang
mendesak seringkali diperlukan untuk mencegah komplikasi lebih lanjut
pada hidronefrosis yang terinfeksi akibat obstruksi ginjal yang disebabkan
oleh batu, unilateral atau bilateral. Dekompresi Saat ini, ada dua opsi untuk
dekompresi:
1. Pemasangan stent ureter yang menetap;
2. Penempatan tabung nefrostomi perkutan.

EAU merekomendasikan :
1. Dekompresi segera jika terjadi sepsis dengan batu yang
menyumbat, gunakan drainase perkutan atau stenting ureter.
2. Tunda pengobatan definitif batu sampai sepsis teratasi.
3. Kumpulkan (lagi) urin untuk tes antibiogram setelah dekompresi.
4. Mulai antibiotik segera (+ perawatan intensif, jika perlu).
Evaluasi ulang rejimen antibiotik setelah temuan antibiogram

18

ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Alat ini ditemukan pertama kali pada tahun 1980 oleh Caussy.
Bekerja dengan menggunakan gelombang kejut yang dihasilkan
di luar tubuh untuk menghancurkan batu di dalam tubuh. Batu
akan dipecah menjadi bagian-bagian yang kecil sehingga mudah
dikeluarkan melalui saluran kemih
ESWL dianggap sebagai pengobatan cukup berhasil untuk batu
ginjal berukuran menengah dan untuk batu ginjal berukuran lebih
dari20-30mm pada pasien yang lebih memilih ESWL, asalkan
mereka menerima perawatan berpotensi lebih.
Keberhasilan SWL bergantung pada kemanjuran lithotripter dan
faktor-faktor berikut14:
1. Ukuran, lokasi (ureter, pelvis atau calyceal), dan komposisi
(kekerasan) batu
2. Habitus (pengalaman) pasien.
3. kinerja SWL

19
Masing-masing faktor ini secara signifikan mempengaruhi tingkat
perawatan ulang dan hasil akhir dari SWL. Ada beberapa
kontraindikasi penggunaan SWL ekstrakorporeal, antara lain:
1. kehamilan, akibat efek potensial pada janin
2. gangguan perdarahan, yang harus dikompensasi setidaknya 24 jam
sebelum dan 48 jam setelah pengobatan
3. ISK yang tidak terkontrol;
4. malformasi tulang yang parah dan obesitas yang parah, yang
mencegah penargetan batu;
5. aneurisma arteri di sekitar batu
6. obstruksi anatomis distal batu.

EAU merekomendasikan :
1. Pastikan penggunaan penghubung yang benar karena ini sangat
penting untuk transportasi gelombang kejut yang efektif.
2. Pertahankan pemantauan fluoroscopic dan/atau ultrasonografi
dengan hati-hati selama shock wave lithotripsy (SWL).
3. Gunakan analgesia yang tepat karena meningkatkan hasil
pengobatan dengan membatasi gerakan yang diinduksi rasa sakit
dan ekskursi pernafasan yang berlebihan.
4. Meresepkan antibiotik sebelum SWL dalam kasus batu yang
terinfeksi atau bakteriuria.

Ureteroscopy (retrograde and antegrade) 14
Standar saat ini untuk ureteroscope adalah diameter ujung < 8
French (F). URS (Ureteroscopy) dapat digunakan untuk seluruh
ureter. Namun, perbaikan teknis, serta ketersediaan lingkup digital,
juga mendukung penggunaan ureteroscopes fleksibel dalam ureter.
Pengangkatan batu ureter antegrade perkutan merupakan
pertimbangan pada kasus tertentu, yaitu besar (> 15 mm), impaksi
batu ureter proksimal dalam sistem pengumpulan ginjal yang melebar,

20
atau ketika ureter tidak dapat menerima manipulasi retrograde. EAU
merekomendasikan :
1. Gunakan holmium: laser lithotripsy yttrium-aluminium-
garnet (Ho:YAG) untuk ureteroskopi (fleksibel) (URS).
2. Lakukan ekstraksi batu hanya dengan visualisasi endoskopik
langsung dari batu tersebut.
3. Jangan masukkan stent pada kasus yang tidak rumit
4. Tawarkan terapi ekspulsif medis untuk pasien yang
menderita gejala terkait stent dan setelah lithotripsy laser
Ho:YAG untuk memfasilitasi pelepasan fragmen.
5. Gunakan pengangkatan batu ureter antegrade perkutan
sebagai alternatif saat shock wave lithotripsy (SWL) tidak
diindikasikan atau telah gagal, dan saat saluran kemih bagian
atas tidak dapat menerima retrograde URS.
6. Gunakan URS fleksibel dalam kasus di mana nefrolitotomi
perkutan atau SWL bukan pilihan (bahkan untuk batu > 2
cm). Namun, dalam kasus ini ada risiko lebih tinggi bahwa
prosedur tindak lanjut dan pemasangan stent ureter mungkin
diperlukan.

 PCNL (Percutaneus NephroLithomy) 14


Merupakan salah satu tindakan endourologi untuk mengeluarkan
batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukan alat
endoskopi ke dalam kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu menjadi
fragmen-fragmenkecil. Asosiasi Eropa Pedoman Urologit
Tentang urolithiasis merekomendasikan PNL sebagai pengobatan
utama untuk batuginjal berukuran >20mm, sementara ESWL
lebih disukai sebagai lini kedua pengobatan,karena ESWL sering
membutuhkan beberapa perawatan, dan memiliki risiko obstruksi
ureter, serta kebutuhan adanya prosedur tambahan. Ini adalah

21
alasan utama untuk merekomendasikan bahwa PNL adalah baris
pertama untuk mengobati pasien nefrolitias.
Kontraindikasi termasuk:
1. ISK yang tidak diobati;
2. Tumor di area saluran akses;
3. Potensi tumor ginjal ganas;
4. Kehamilan
5. Penggunaan antikoagulan
EAU merekomendasikan :
1. Lakukan pencitraan pra-prosedur, termasuk media kontras jika
memungkinkan atau studi retrograde saat memulai prosedur, untuk
menilai kelengkapan batu dan anatomi sistem pengumpulan untuk
memastikan akses yang aman ke batu ginjal.
2. Lakukan prosedur tubeless (tanpa tabung nefrostomi) atau tanpa
tabung total (tanpa tabung nefrostomi dan stent ureter) perkutan
nefrolitotomi, dalam kasus yang tidak rumit.


Laparoscopy and operasi terbuka14
Kemajuan dalam SWL dan bedah endourologis (URS dan PNL)
secara signifikan menurunkan indikasi untuk bedah batu terbuka atau
laparoskopi. Pyelolithotomy laparoskopi dapat ditawarkan untuk batu
soliter > 2 cm yang terletak di pelvis ginjal sebagai alternatif PNL.
Indikasi untuk pengangkatan batu ureter secara aktif adalah :
1. Batu dengan kemungkinan keluar spontan yang rendah;
2. Nyeri terus-menerus meskipun sudah diberi obat analgesik yang
adekuat;
3. obstruksi persisten;
4. insufisiensi ginjal (gagal ginjal, obstruksi bilateral, atau ginjal
tunggal).
Indikasi untuk pengangkatan batu ginjal, antara lain:

22
1. pertumbuhan batu;
2. batu pada pasien berisiko tinggi untuk pembentukan batu;
3. sumbatan yang disebabkan oleh batu;
4. infeksi;
5. batu simtomatik (misalnya nyeri atau hematuria);
6. batu > 15 mm;
7. batu < 15 mm jika observasi bukanlah pilihan;
8. preferensi pasien;
9. komorbiditas;
10. situasi sosial pasien (misalnya profesi atau perjalanan);
11. pilihan pengobatan.
EAU merekomendasikan : Pengangkatan batu dengan pembedahan
laparoskopi atau terbuka dalam kasus yang jarang terjadi di mana
shock wave lithotripsy, ureteroskopi retrograde atau antegrade, dan
nefrolitotomi perkutan gagal, atau tidak mungkin berhasil.

Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)
Terapi dengan mengunakan medikamentosa ini ditujukan pada
kasus dengan batu yang ukuranya masih kurang dari 5mm, dapat
juga diberikan pada pasien yang belum memiliki indikasi
pengeluaran batu secara aktif. Terapi konservatif terdiri dari
peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik; pemberian
nifedipin atau agen alfa-blocker, seperti tamsulosin; manajemen
rasa nyeri pasien, khusunya pada kolik, dapat dilakukan dengan
pemberian simpatolitik, atau antiprostaglandin, analgesik;
pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama 6 minggu
untuk menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis.

23
Tatalaksana lain yang dapat dilakukan yakni:11

24
1. Diet
Manipulasi diet biasanya tidak berhasil dalam melarutkan batu struvite
pada manusia. Adapun diet yang disarankan harus rendah kalsium dan
fosfor dengan kemungkinan penambahan alumunium hidroksida (untuk
membantu mengurangi penyerapan fosfor) dan acidifier urin, seperti
ammonium kloria. Suplementasi estrogen juga telah direkomendasikan
untuk individu tertentu. Selain hal-hal yang perlu dilakukan diatas, adapun
beberapa diet yang perlu dianjurkan kepada pasien untuk menekan tingkat
kekambuhan terkait penyakit ini, diantaranya : 1). Rendah protein, karena
protein akan memacu ekskresi kalsium urin dan menyebabkan suasana
urin menjadi lebih asam; 2) Rendah oksalat; 3) Rendah garam karena
natriuresis akan memacu timbulnya hiperkalsiuri; dan 4). Rendah purin
2. Medikamentosa
L-metionin disarankan untuk meningkatkan pengasaman urin dan
mungkin mengurangi resiko batu struvite. Dalam sebuah penelitian,
penambahan 1500 mg L-metionin setiap hari dapat menurunkan rasio
supersaturasi urin untuk struvite sebesar 34% pada sukarelawan sehat dan
secara signifikan menurunkan pH urin mereka.
3. Acetohydroxamic acid (AHA) adalah inhibitor urease yang telah terbukti
menurunkan pertumbuhan batu struvite dan tingkat kekambuhan. AHA
tidak memiliki efek pengasaman langsung, dan bukan merupakan
antibiotic. Sehingga ini harus digunakan bersama dengan antibiotic kultur-
spesifik dan sering sinergis dengan mereka.

Indikasi adanya pengangkatan batu pada batu ginjal antara lain:12


• Pertambahan ukuran batu;
• Pasien risiko tinggi terjadinya pembentukan batu;
• Obstruksi yang disebabkan oleh batu;
• Infeksi saluran kemih;
• Batu yang menimbulkan gejala seperti nyeri atau hematuria;
• Ukuran batu >15 mm;
25
• Ukuran batu <15 mm jika observasi bukan merupakan pilihan terapi;
• Preferensi pasien;
• Komorbiditas;
• Keadaan sosial pasien (misalnya, profesi dan traveling)

j. Prognosis

Batu staghorn menyebabkan morbiditas dan mortalitas yang


signifikan. Tingkat keseluruhan kerusakan ginjal dengan atau tanpa
pengobatan definitive setinggi 28%. Peasien dengan batu stagron
lengkap, pengalihan urin, ginjal soliter, dan orang orang dengan Riwayat
batu ginjal, hipertensi, dan kandung kemih neurogenic lebih mungkin
untuk memiliki hasil ginjal yang buruk.11
Secara historis, selama 10 tahun masa tindak lanjut, angka
kematian kalkulus staghorn ditemukan 7,2% pada pasien yang menjalani
prosedur pengangkatan batu dibandingkan dengan 28% pada mereka
yang dikelola secara konservatif. Namun, penelitian yang lebih baru
menunjukan tingkat kematian keseluruhan yang sangat rendah < 1%,
untuk PCNL dan SWL bahkan tingkat rendah ini biasanya dikaitkan
dengan disfungsi jantung yang sudah ada sebelumnya.11

k. Pencegahan

Edukasi pasien tentang struvite dan batu ginjal diperlukan untuk


mencegah komplikasi terkait. Setiap orang yang memiliki atau perna
melewati batu ginjal harus menjalani pencitraan dan analisis
laboratorium batu tersebut. Selain itu, pasien yang mengalami ISK
berulang juga harus diwaspadai bahwa mereka mungkin menyimpan batu
ginjal struvite dan triple fosfat di ginjal atau pelvis renalis. Dalam kasus
seperti itu, pengobatan infeksi dengan antibiotic saja tidak tidak cukup.
Operasi penangkatan batu secara lengkap harus dilakukan untuk
26
mencegah kerusakan ginjal jangka Panjang dan mengurangi resiko ISK
berulang.11
Tingkatan penyakit ini akan kembali lagi sangat tinggi (recurrent),
tergantung bagaimana kita megelola hidup ketika setelah pengankatan
dari batu tersebut. Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, maka
perlu dilakukan pencegahan. Pencegahan yang dilakukan dapat berupa:
1) Menghindari dehidrasi dengan minum cukup dan diusahakan produksi
urin sebanyak 2- 3 liter perhari; 2) Diet untuk mengurangi kadar zat- zat
komponen pembentuk batu; 3) Olahraga yang cukup dan 4) Pemberian
medikamentosa.6

l. Komplikasi

Komplikasi pada nefrolitiasis bedakan menjadi komplikasi akut dan


komplikasi jangka panjang.5
1. Komplikasi Akut
Kematian, kehilangan fungsi ginjal, kebutuhan transfusi dan
tambahan invensi sekunder yang tidak direncanakan.
2. Komplikasi Jangka Panjang
Striktura, obstruksi, hidronefrotis, berlanjut dangan atau tanpa
pionefrosis, dan berakhir dengan kegagalan faal ginjal yang terkena.

27
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Umur : 37 tahun
Gender : Perempuan
Tanggal Lahir : 12/04/1985
Status : sudah menikah
Agama : Islam
Alamat : jl. Sungai Kinore
Rumah Sakit : Rumah sakit Sindhu trisno
Tanggal Masuk : Rabu, 2 November 2022 (IGD)
Tanggal Pemeriksaan : Kamis, 3 November 2022 (IGD)
28
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Nyeri pada pinggang

Riwayat Penyakit Sekarang :

Pasien perempuan usia 37 tahun datang ke poliklinik urologi RSUD


Undata Palu dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan yang dialami sejak
tahun 2018 dan memberat 6 bulan terakhir, nyeri bersifat hilang timbul,
pasien juga mengeluhkan nyeri daerah pinggang saat BAK dan BAK
berwarna seperti kapur, terkadang disertai adanya darah dan pasir, dan dalam
sehari pasien BAK ±10 kali, saat pasien duduk lama pinggang terasa nyeri.
BAB dalam batas normal. Keluhan lain demam(-), mual (-), muntah (-).

Riwayat Penyakit Sebelumnya :


Pasien riwayat di rawat di rumah sakit anutapura pada tahun 2018 dengan
keluhan yang sama pasien dianjurkan untuk dilakukan pengangkatan batu
tetapi pasien menolak, Diabetes Melitus (-), Hipertensi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita keluhan


yang sama

B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalisata
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis (GCS : 15 (E4 M6 V5)
Vital Sign
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 80 x/menit, kuat angkat, reguler
29
Suhu : 36,6 ⁰C
Pernapasan : 22 x/menit
SpO2 : 99 %
VAS : 5-6

Kepala : Normocephal
Konjungtiva : Anemis +/+
Sclera : Ikterik -/-
Pupil : Isokor bulat ukuran 2,5 mm/2,5 mm, reflex cahaya +/+
Leher : Pembesaran KGB (-)

Thorax
Paru-paru
Inspeksi : Simetris bilateral, jejas (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan=kiri, nyeri tekan (-/-)
Perkusi : Sonor +/+
Auskultasi : Vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tidak nampak
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Auskultasi : Bunyi jantung I /II murni reguler, bising jantung (-),
gallop (-), murmur (-)

Abdomen
Inspeksi : Tampak datar (+), distensi abdomen (-), jejas (-),
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.
Perkusi : Timpani (+).
Palpasi : Nyeri tekan (+) Regio Lumbar sinistra , Nyeri Ketok
Ginjal Dextra (+)

Ekstremitas
30
Superior : Akral hangat (+/+), edema (-/-)
Inferior : Akral hangat (+/+), edema (-/-)

C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
 SARS CoV-2 Antigen ()
Hasil : Negatif

 Darah Lengkap (25 oktober 2022)


Parameter Hasil Nilai Rujukan Satuan
WBC (Leukosit) 12.9 3,8 – 10,6 103/Ul
RBC (Eritrosit) 4.85 4,5 – 5,9 106/Ul
HGB (Hemoglobin) 12.9 14 – 17,4 g/dL
HCT (Hematokrit) 38.5 33,5 – 50,0 %
PLT (Thrombosit) 503 150-450 103/uL
Ureum 12 ≤50 Mg/dl
Kreatinin 0.98 0.6-1.1 Mg/dl
Asam Urat 4.1 2.4-5.7 Mg/dl
SGOT 16 ≤34 U/L
SGPT 18 ≤31 U/L
Glukosa Sewaktu 151 70-200 Mg/dl
Na 137 Mmol/l 136-146
K 2.6 Mmol/l 3.5-5.0
Cl 100 Mmol/l 98-106

 CT-Scan

CT- Scan Abdomen tanpa kontras 13 september 2022

31
Hasil Ct scan abdomen tanpa kontras sebagi berikut:

-Ginjal kanan : Ukuran dan densitas kortex normal. Tampak dilatasi PCS
dengan batu berukuran +/- 3.3 x 2.3 x 3.2 cm pada pelvis renalis serta
multiple batu pada calyx

-Ginjal kiri : Ukuran dan kortex normal. Tampak dilatasi PCS hingga
ureter, tidak tampak densitas batu / mass

-Ureter kiri: dilatasi, tampak densitas batu berukuran +/- 0.6 x 0.7 x 1 cm
pada 1/3 proximal setinggi CV L3-L4

-Buli-buli: dinding tidak menebal, tidak tampak densitas batu / mass

Kesan:

32
- Hepatomegaly

- Hydronephroureter sinistra ec batu ureter sinistra 1/3 proximal

- Hydronephrosis dextra ec nephroliths

- Spondylosis lumbalis

D. RESUME
Pasien perempuan usia 37 tahun datang ke poliklinik urologi RSUD
Undata Palu dengan keluhan nyeri pada pinggang kanan yang dialami sejak
tahun 2018 dan memberat 6 bulan terakhir, nyeri bersifat hilang timbul, pasien
juga mengeluhkan nyeri daerah pinggang saat BAK dan BAK berwarna
seperti kapur, terkadang disertai adanya darah dan pasir, dan dalam sehari
pasien BAK ±10 kali, saat pasien duduk lama pinggang terasa nyeri. BAB
dalam batas normal. Keluhan lain demam(-), mual (-), muntah (-).

Pada TTV pasien di dapatkan tekanan darah: 110/70 mmHg, nadi: 80


x/m, suhu: 36.6 derajat celcius, respirasi: 22x/m, SpO2: 99% dan VAS: 5-6.
Pemeriksaan fisik abdomen didapatkan Nyeri tekan (+) Regio Lumbar
sinistra , Nyeri Ketok Ginjal sinistra (+), dan didapatkan kongjungtiva
anemis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil yang tidak normal
pada HGB: 12.9 g/dL ,WBC: 12.9 ribu/uL, RBC 4.85 juta/uL, HCT: 38.8 % ,
dan Kreatinin: 0.98 mg/dL

E. DIAGNOSIS KERJA
- Batu Staghorn Renal (D)

- Batu ureter (S)

F. TINDAKAN
33
- Pro Ureteroscopic Lithotripsy (URS)

G. PROGNOSIS

Dubia at Bonam

H. DOKUMENTASI OPERASI

34
BAB IV

PEMBAHASAN

Nefrolitiasis (batu ginjal) merupakan salah satu penyakit ginjal akibat


terbentuknya material keras yang menyerupai batu dan terdiri dari kristal dan
matriks organik. Salah satu jenis batu ginjal berdasarkan letak dan bentuk
batunya adalah staghorn stone. Staghorn stone adalah batu ginjal yang
tercetak mulai dari pelvis renalis sampai mengenai dua atau lebih kaliks
renalis, sehingga membentuk gambaran seperti tanduk rusa .

Dari anamnesis pasien dapat kita ambil untuk mendiagnosis pasien


dengan batu straghorn yaitu nyeri yang muncul di regio flank secara
intermiten dan nyeri ketok ginjal. Keluhan nyeri juga bisa di dapatkan dari
35
pecahnya batu dan efek peristaltik ureter. Pada pasien juga didapatkan adanya
hematuria, frekuensi BAK yang sering, sesuai dengan teori gejala-gejala
tersebut sering ditemukan pada pasien yang terdiagnosis Nefrolitiasis.
Diagnosis juga didapatkan dari pemeriksaan fisik yang mengarah kepada
nefrolitiasis yaitu nyeri ketok sudut kostovertebra dextra. Batu adalah
konsekuensi dari ISK pada sekitar 10-15% pasien dengan penyakit batu.13

Diagnosis kemudian di tegakkan lewat pemeriksaan dari Ct-scan


abdomen tanpa kontras adanya Hydronephroureter sinistra ec batu ureter
sinistra 1/3 proximal, Hydronephrosis dextra ec nephroliths

Tatalaksana yang dapat diberikan pada penderita nefrolitiasis terdiri


atas tatalaksana bedah dan non bedah. Tatalaksana non pembedahan dapat
berupa terapi medikamentosa untuk membuang batu lewat saluran kemih,
ataupun menggunakan teknik ESWL (Extracorporeal Shock Wave
Litotripsy), Ureteronoscopy (URS). Pada pasien ini dilakukan tindakan
ureterorenoscopy untuk dengan memasukan alat melalui uretra sampai pada
batu di ureter diharapkan batu pada ureter bisa dihancurkan dan keluar
melalui saluran kemih.
Pada pasien ini etiologi adanya batu dapat disebabkan oleh karena
adanya riwayat ISK, kurangnya asupan air yang dikonsumsi pasien dalam
kesehariannya, dan lokasi tempat tinggal pasien yakni pulau wakai yang mana
iklim dan temperaturnya tinggi sesuai teori ini meningkatkan prevalensi
pembentukan batu ginjal.
Kesimpulan yang didapatkan bahwa pasien mengalami nefrolitiasis
staghorn dextra dan . Prosedur penegakkan diagnosis melalui anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang perlu dilakukan dengan tepat
untuk menghindari kesalahan diagnosa. Penatalaksanaan urolitiasis perlu
memperhatikan banyak aspek seperti ukuran batu, ketersediaan sarana dan
prasarana, serta mobilitas pasien, supaya dicapai tingkat kesembuhan yang
tinggi.

36
DAFTAR PUSTAKA

1. Alelign, Tilahun, and Beyene Petros. "Kidney stone disease: an update


on current concepts." Advances in urology 2018 (2018).
2. Kurniawan, R., Djojodimedjo, T., Rahaju, S. Profile of Patients with
Urinary Tract Stone at Urology Department of Soetomo General
Hospital Surabaya in January 2016-December 2016. Indonesian Journal
of Urology, 27(1).2020 https://doi.org/10.32421/juri.v27i1.506
3. Diri, A. and Diri, B.. Management of staghorn renal stones. Renal
Failure, 40(1), pp.357-362. 2018
4. Chen, Yiwen, et al. "Percutaneous nephrolithotomy versus open surgery
for surgical treatment of patients with staghorn stones: A systematic
review and meta-analysis." PloS one 14.1 (2019): e0206810.
5. Fauzi, Ahmad, and Marco Manza Adi Putra. "Nefrolitiasis." Jurnal
Majority 5.2 (2016): 69-73.
37
6. Fildayanti, Wenny Eka. "Election of Open Stone Surgery (Oss) As
Treatment To Case on Staghorn Stone." JURNAL MEDICAL
PROFESSION 1.1 (2019): 16-22.
7. Torricelli, Fabio, and Manoj Monga. "Staghorn renal stones: what the
urologist needs to know." International braz j urol 46 (2020): 927-933.
8. Maxwell Meng, 2022. Struvite and Staghorn Calculi.
9. Chirag N Dave, MD; Chief Editor: Bradley Fields Schwartz, DO,
FACS. Nephrolithiasis. 2021
10. Evan, Andrew P. "Physiopathology and etiology of stone formation in
the kidney and the urinary tract." Pediatric nephrology 25.5 (2010):
831-841.
11. Karki, Niraj, and Stephen W. Leslie. "Struvite And Triple Phosphate
Renal Calculi." StatPearls [Internet] (2022).
12. Noegroho, Bambang S., et al. "Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu
Saluran Kemih." (2018): 1-48.
13. Ruckle, Alharsya Franklyn, Akhada Maulana, and Tanaya Ghinowara.
"Faktor Resiko Infeksi Saluran Kemih Pada Pasien Dengan Batu
Saluran Kemih." Biomedika 12.2 (2020): 124-130.
14. Skolarikos, A., Gambaro., Tzelves. “ EAU GUIDELINES ON
UROLITHIASIS”. European Association of Urology. 2022

38

Anda mungkin juga menyukai