DISUSUN OLEH:
Rizka Amalia
(70700119001)
PEMBIMBING :
Dr. dr. Nadyah Haruna, M. Kes
dr. Saharuddin, M. Kes
SUPERVISOR:
dr. Raden Selma, Sp.Rad
2020
A. PENDAHULUAN
Batu saluran kemih (BSK / urolithiasis) didefinisikan sebagai pembentukan batu di
saluran kemih yang meliputi batu ginjal, ureter, buli, dan uretra. Komposisi batu yang
terbentuk dapat terdiri atas salah satu atau campuran dari asam urat, kalsium oksalat,
kalsium fosfat, sistin, struvit, atau xantin. Zat tersebut dapat menyebabkan oversaturasi
urin dengan satu atau lebih prekursor kristal, yang menghasilkan formasi kristal. Batu
ginjal sebagian besar mengandung batu kalsium. Batu oksalat, kalsium oksalat, atau
kalsium fosfat secara bersama dapat dijumpai sampai 65-85% dari jumlah keseluruhan
batu ginjal. Semua tipe batu saluran kemih memiliki potensi untuk membentuk batu
staghorn, namun pada 75% kasus, komposisinya terdiri dari matriks struvit-karbonat-
apatit atau disebut juga batu struvit atau batu triple phosphate, batu fosfat, batu infeksi,
atau batu urease.1,2
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan organik ataupun bahan
organik. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastabil (tetap terlarut
dalam urine) apabila tidak ada kondisi-kondisi yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal. Kristal-kristal yang yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti nukleus.
Inti nukleus kemudian melakukan agregasi dan menarik bahan-bahan lain sehingga
menjadi kristal yang lebih besar tetapi kristal yang besar ini belum cukup mampu untuk
membentuk obstruksi pada saluran kemih. Oleh karena itu, kristal yang besar ini
menempel pada epitel saluran kemih dan melakukan pengendapan sehingga terbentuk
batu yang cukup besar untuk menyebabkan obstruksi pada saluran kemih.2,3,4
B. EPIDEMIOLOGI
Penyakit ini dapat menyerang seluruh penduduk yang ada di dunia tidak terkecuali
di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak sama di berbagai belahan bumi. Di
negara-negara maju lebih banyak dijumpai penyakit batu saluran kemih bagian atas
sedangkan di negara berkembang lebih banyak pasien dengan batu buli-buli. Hal ini
dikaitkan dengan dengan adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.2
Prevalensi, insiden, dan komposisi BSK di seluruh dunia bervariasi dan telah
berubah dalam beberapa dekade terakhir, dengan prevalensi berkisar dari 7% -13% di
Amerika Utara, 5% - 9% di Eropa, dan 1% - 5% di Asia. Perbedaan antar negara
mencerminkan beberapa faktor litogenik, termasuk usia, jenis kelamin, kebiasaan makan,
asupan cairan, iklim, tingkat pekerjaan dan pendidikan, status sosial ekonomi, ras, genetik
dan penyakit metabolik.10
Di Indonesia, masalah batu saluran kemih masih menduduki kasus tersering di
antara seluruh kasus urologi. Belum terdapat data angka prevalensi batu saluran kemih
nasional di Indonesia. Di beberapa negara di dunia berkisar antara 1-20%. Laki-laki lebih
sering terjadi dibandingkan perempuan yaitu 3:1 dengan puncak insiden terjadi pada usia
40-50 tahun.3
C. ETIOLOGI
Pembentukan batu dapat diklasifikasikan berdasarkan etiologi, yaitu infeksi, non-
D. ANATOMI16,17
1. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang
(masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah
kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub
atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal
kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka)
sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-
batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan
ginjal kiri.
Gambar 2. Ginjal
Unit fungsional ginjal disebut nefron. Nefron terdiri dari korpus renalis/
Malpighi (yaitu glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal,
lengkung Henle, tubulus kontortus distal yang bermuara pada tubulus pengumpul. Di
sekeliling tubulus ginjal tersebut terdapat pembuluh kapiler,yaitu arteriol (yang
membawa darah dari dan menuju glomerulus) serta kapiler peritubulus (yang
memperdarahi jaringan ginjal) Berdasarkan letakya nefron dapat dibagi menjadi: (1)
nefron kortikal, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di korteks yang relatif
jauh dari medula serta hanya sedikit saja bagian lengkung Henle yang terbenam pada
medula, dan (2) nefron juxta medula, yaitu nefron di mana korpus renalisnya terletak di
tepi medula, memiliki lengkung Henle yang terbenam jauh ke dalam medula dan
7 FKIK UIN ALAUDDIN MAKASSAR | Rizka Amalia 70700119001
pembuluh-pembuluh darah panjang dan lurus yang disebut sebagai vasa rekta.
Ginjal diperdarahi oleh a/v renalis. A. renalis merupakan percabangan dari aorta
abdominal, sedangkan v.renalis akan bermuara pada vena cava inferior. Setelah
memasuki ginjal melalui hilus, a.renalis akan bercabang menjadi arteri sublobaris yang
akan memperdarahi segmen-segmen tertentu pada ginjal, yaitu segmen superior,
anterior-superior, anterior-inferior, inferior serta posterior.
Ginjal memiliki persarafan simpatis dan parasimpatis. Untuk persarafan simpatis ginjal
melalui segmen T10-L1 atau L2, melalui n.splanchnicus major, n.splanchnicus imus dan
n.lumbalis. Saraf ini berperan untuk vasomotorik dan aferen viseral. Sedangkan
persarafan simpatis melalui n.vagus.
2. Ureter
Gambar 3. Ureter16
Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil
penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica
urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu
untuk setiap ginjal.
Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas
major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan
secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial
untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik
E. PATOFISIOLOGI
Faktor yang signifikan juga berapa lama kristal yang sudah terbentuk sebenarnya
tetap berada di urin jenuh. Lamanya waktu tergantung pada diuresis dan kondisi aliran di
saluran kemih bagian bawah, misalnya, menyebabkan kristal terperangkap (penyebab
postrenal).4
F. GAMBARAN KLINIS
Keluhan pasien mengenai batu saluran kemih dapat bervariasi, mulai dari tanpa
Batu dapat hanya berada di bagian pelvis renalis, namun dapat juga bercabang
mengikuti kaliks atau melibatkan 2 kaliks yang bersebelahan (batu staghorn). Batu di
pelvis dapat menyebabkan hidronefrosis, namun batu kaliks biasanya tidak
menunjukkan tanda pada pemeriksaan fisis. Umumnya, manifestasi klinis berupa
obstruksi aliran kemih dan infeksi. Terkadang dapat disertai nyeri pinggang, baik
hanya pegal, kolik, atau hingga nyeri yang menetap dan hebat. Pemeriksaan fisis
umumnya normal, tetapi jika telah terjadi hidronefrosis, dapat teraba massa ginjal
yang membesar. Nyeri tekan atau nyeri ketok sudut kostovertebra dapat positif sesuai
sisi ginjal yang terkena.5
Ciri utama nyeri kolik akibat peristalsis adalah sifatnya yang hilang timbul
disertai mual dan nyeri alih yang khas. Dalam perjalanannya, batu ureter dapat
akhirnya ikut keluar bersama urine, atau terhenti di buli. Batu juga bisa tetap di ureter
dan menyebabkan obstruksi kronis dengan hidroureter. Kasus-kasus seperti ini dapat
berujung pada hidronefrosis. Batu ureter dapat dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan
lokasi, yaitu proksimal dan distal. Batu ureter proksimal jika batu terletak di atas
pelvic brim dan distal jika terletak di bawah pelvic brim.5
Jika batu berada pangkal uretra, aliran miksi akan berhenti secara tiba-tiba.
Akan tetapi, saat pasien merubah posisi tubuhnya, batu dapat bergeser dan urine pun
kembali keluar. Pada anak kecil, biasanya mereka menarik-narik penisnya. Jika di
sertai infeksi sekunder saat miksi terdapat nyeri menetap di suprapubik.5
Kebanyakan terjadi sebagai akibat patologi dari bagian saluran kemih yang
lebih atas. Gejalanya adalah urine menetes. miksi tiba-tiba terhenti, dan terdapat
nyeri.5
G. DIAGNOSIS
1. Gambaran klinis
Pada pasien penderita batu ginjal yang dilakukan pemeriksaan foto polos
abdomen dapat terlihat bentuk dari pelvis renalis yang melebar dengan gambaran
radioopak.
b. BNO-IVP20,21,22,24
BNO – IVP adalah pemeriksaan radiografi pada sistem urinaria (ginjal, ureter,
dan kandung kemih) dengan menyuntikkan zat kontras melalui pembuluh darah vena.
Pada saat media kontras di injeksikan melalui pembuluh darah vena pada tangan
pasien, media kontras akan mengikuti peredaran darah dan dikumpulkan dalam ginjal
18 FKIK UIN ALAUDDIN MAKASSAR | Rizka Amalia 70700119001
dan saluran kemih sehingga tractus urinarius berwarna putih. Indikasi dari BNO –
IVP yaitu nefrolithiasis, nefritis adanya keganasan, kista, dan lain-lain.
Kontraindikasi dari penggunaan BNO – IVP adalah ureum yang meningkat, adanya
riwayat hipertensi, diabetes mellitus dll. Sebelumnya pasien harus dilakukan skin test
terlebih dahulu untuk mengetahui apakah ada alergi pada bahan kontras. Terdapat
beberapa fase pada BNO – IVP:
a. Fase Ekskresi (3 – 5 Menit)
Melihat apakah ginjal mampu mengekskresikan kontras yang dimasukkan.
b. Fase Nefrogram (5 -15 Menit)
Fase dimana kontras menunjukkan nefron ginjal, pelvis renalis, ureter
proximal.
Gambar 12. Fase nefrogram tetapi ureter sebelah kanan tidak terisi
19 FKIK UIN ALAUDDIN MAKASSAR | Rizka Amalia 70700119001
menandakan adanya obstruksi13
c. Fase Uretrogram (30 Menit)
Fase dimana kontras media memperlihatkan nefron, Pelvis renalis dan ureter
proksimal terisi maksimal dan ureter distal mulai mengisi kandung kemih.
Gambar 15. Tampak hidronefrosis dengan ureter yang terdesak akibat adanya batu
di ureter terminal dengan adanya acoustic shadow8
Gambar 15. Tampak hiperechoic pada batu di ureter dengan adanya acoustic
shadow dan adanya twingkling artefacts8
Twninkling artefact atau color comet tail artefact adalah gambaran pada USG
Doppler akibat adanya gambaran pergerakan yang palsu, biasanya karena gambaran
di USG Doppler dengan opasitas yang tinggi, biasanya disebabkan oleh batu (Hircs et
al, 2011).
Gambar 16. Hidroureter dengan penebalan dinding akibat inflamasi pada ureter
proksimal8
22 FKIK UIN ALAUDDIN MAKASSAR | Rizka Amalia 70700119001
Pada gambar terdapat pembesaran dari ureter. Pembesaran ini disebabkan oleh
stasis urin yang bisa menyebabkan hidroureter. Apabila kondisi ini terus berlanjut
maka dapat menyebabkan gagal ginjal. Pasien dengan batu di vesicolithiasis akan
menunjukkan hasil dengan opasitas tinggi dengan acoustic shadow dan penebalan
dinding dari vesica urinaria akibat dari inflamasi.
Gambar 17. Gambaran hiperechoic dengan acoustic shadow pada vesica urinaria
menggambarkan batu pada vesica urinaria8
d. CT-Scan21,25,16
CT-Scan merupakan alat diagnostik dengan teknik radiografi yang
menghasilkan gambar potongan tubuh secara melintang berdasarkan penyerapan
sinar-X pada irisan tubuh yang ditampilkan pada layar monitor hitam putih. Prinsip
penggunaan CT-Scan mirip dengan radiologi konvensional, perbedaannya adalah
gambaran yang dihasilkan oleh CT – Scan tidak tumpang tindih berbeda dengan
radiologi konvensional.
CT – Scan pada bidang urologi sudah lama dilakukan dan dapat dilakukan
pada pasien dengan urolithiasis dengan sensitivitas mencapai 95% – 100%. Selain itu
penggunaan CT – Scan ini sangat cepat dan akurat karena spesifitas mencapai 94% -
96%. Selain mendiagnosis batu pada saluran kemih dapat juga ditemukan kelainan
lain pembesaran ginjal.
Perirenal cobweb adalah salah satu tanda adanya batu pada ginjal. Pada
pasien dengan batu ginjal yang kronis akan terjadi pembentuk septa – septa dan
terjadi hidronefrosis sehingga akan memberikan gambaran seperti jarring laba – laba.
Soft tissue rim sign menunjukkan bahwa terdapat edema pada ureter akibat
inflamasi yang mengelilingi batu karena memberikan gambaran radioopak.
e. CT – Urography26,27,28
Pada dasarnya CT – Urography merupakan CT – Scan yang menggunakan
kontras yang digunakan untuk melihat ginjal, ureter, dan vesica urinaria secara
optimal. Terdapat tiga fase pada CT – Urography, yaitu (O’Connor, 2010):
Fase Unenhanced
Fase Nephrographic
Fase ini membutuhkan 90 – 100 detik setelah penyuntikan kontras non ionic
(100 -150 ml). Fase ini melihat apakah ada massa pada ginjal.
Fase Pyelograph
Lima sampai lima belas menit setelah penyuntikan kontras. Fase ini untuk
melihat apakah kontras teralirkan dari ginjal menuju vesica urinaria.
Gambar 22. Terlihat massa yang diduga sebagai batu ginjal yang
menyebabkan desakan pada ureter sehingga terjadi hidroureter dan
hidronefrosis pada ginjal kiri8
Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya distensi
usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi kolik ureter maupun
ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan kemungkinan kolik saluran cerna, kandung
empedu, atau apendisitis akut. Selain itu pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.20
Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila
hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran kemih yang
bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma epidermoid,
akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis, perlu dipertimbangkan
kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik hingga tumor Grawitz.13,18
I. PENATALAKSANAAN
Tujuan terapi3,5
- Mengatasi nyeri
Tata laksana batu saluran kemih bergantung kepada ukuran. lokasi. ada tidaknya
infeksi. dan fungsi ginjal. lndikasi pengeluaran aktif batu saluran kemih adalah sebagai
berikut.3,5
1. Kasus batu dengan kemungkinan keluar spontan yang rendah
2. Adanya obstruksi saluran kemih persisten
3. Ukuran batu > 15 mm
4. Adanya infeksi
5. Nyeri menetap atau nyeri berulang
6. Disertai infeksi
7. Batu metabolik yang tumbuh cepat
8. Adanya gangguan fungsi ginjal
9. Keadaan sosial pasien (misal: pekerjaan)
28 FKIK UIN ALAUDDIN MAKASSAR | Rizka Amalia 70700119001
1. Terapi Konservatif atau Terapi Ekspulsif Medikamentosa (TEM)1,2,3,5,14
Terapi ini dapat diberikan pada pasien yang belum memiliki indikasi
pengeluaran batu secara aktif. Biasanya diberikan pada kasus batu yang tidak
mengganggu dan ukurannya kurang dari 0,5 cm, berlokasi di ureter distal dan tidak
terjadi obstruksi total. Pasien dengan sepsis, nyeri tidak terkontrol atau fungsi ginjal
yang buruk tidak disarankan menggunakan terapi konservatif. Terapi konservatif terdiri
atas:
- Peningkatan asupan minum dan pemberian diuretik target diuresis 2 liter / hari
- Pemberian nifedipin atau agen a -blocker, seperti tamsulosin
- Manajemen nyeri, khususnya pada kolik, pemberian simpatolitik atau
antiprostaglandin, analgesik. Pemberian OAINS supositoria memberikan onset
lebih cepat dan efek samping lebih rendah.
- Pemantauan berkala setiap 1-14 hari sekali selama maksimal 6 minggu untuk
menilai posisi batu dan derajat hidronefrosis.
2. Pelarutan
Jenis batu yang dapat dilarutkan adalah batu asam urat, yang hanya terjadi pada
keadaan urine asam (pH <6,2). Pada kasus ini, dapat diberikan natrium bikarbonat serta
makanan yang bersifat alkalis. Jika perlu, beri allopurinol untuk membantu menurunkan
kadar asam urat darah dan urine. Batu struvit tidak dapat dilarutkan, namun dapat
dicegah pembesarannya melalui cara yang sama serta pemberian antiurease. Infeksi
sulit diatasi karena bakteri di batu tidak dapat dicapai antibiotik. Litotripsi merupakan
metode pemecahan/penghancuran batu. Batu dapat dipecahkan secara mekanis atau
dengan gelombang ultrasonik, elektrohidrolik, atau sinar laser. Metode yang banyak
digunakan saat ini extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL), menggunakan
gelombang kejut yang dialirkan melalui air dan dipusatkan pada batu, tanpa adanya
perlukaan pada kulit. Batu diharapkan pecah menjadi ukuran kurang dari 2 mm dan
keluar bersama urin. Lokasi batu dipastikan dengan bantuan sinar Rontgen atau
ultrasonografi. 1,3,5 Kontraindikasi dari ESWL antara lain:
- Hamil
- Perdarahan diatesis
- lnfeksi saluran kemih tidak terkontrol
- Obesitas yang berat, menghalangi kerja dari gelombang kejut
- Aneurisma arteri di sekitar batu
3. Pembedahan3,5,18,19,20
Pembedahan dikerjakan apabila cara nonbedah tidak berhasil dan tidak tersedia
alat untuk litotripsi. Indikasi bergantung pada lokasi batu. Indikasi pembedahan pada
batu ginjal:
- Batu kaliks: adanya hidrokaliks, kasus nefrolitiasis kompleks, tidak berhasil
dengan ESWL.
- Batu pelvis: jika terjadi hidronefrosis, infeksi, atau nyeri hebat, batu berbentuk
tanduk rusa.
- Batu ureter: telah terjadi gangguan fungsi ginjal, nyeri hebat, terdapat impaksi
ureter.
- Batu buli-buli: ukuran >3 cm.
J. PROGNOSIS
Prognosis bonam bila penanganan kegawatdaruratan segera dilakukan. Tingkat
kekambuhan batu ginjal adalah sekitar 15% pada tahun pertama dan setinggi 50% dalam waktu
lima tahun sejak batu pertama.25 Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk
prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya
infeksi. Makin besar kerusakan jaringan dan adanya infeksi karena faktor obstruksi akan dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal.29
Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari
batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam
saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu,
namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.29