Disusun Oleh:
Nabila Putri Bamatraf C014222015
Syifadhiah Rafidah Thamrin C014222016
Annisa Zahrah Aulia C014222034
Salsabilah Alvirayu Harwi C014222035
Residen Pembimbing:
dr. Siti Fajrini Amir
Supervisor:
Dr. dr. Yuyun Widaningsih, M.Kes, Sp.PK(K)
NIM: C014222015
NIM: C014222016
NIM: C014222034
NIM: C014222035
Mengetahui,
dr. Siti Fajrini Amir Dr. dr. Yuyun Widaningsih, M.Kes, Sp.PK (K)
2
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
2.1 Definisi 5
2.2 Epidemiologi 5
2.3 Etiologi 6
2.4 Patofisiologi 7
2.6 Diagnosis 9
2.7 Tatalaksana 13
2.8 Komplikasi 16
DAFTAR PUSTAKA 18
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Batu saluran kemih (BSK) atau urolithiasis didefinisikan sebagai
pembentukan batu di saluran kemih yang meliputi batu ginjal, ureter, buli,
dan uretra (Rasyid et al, 2018). Batu saluran kemih merupakan obstruksi
benda padat pada saluran kencing yang terbentuk karena faktor presipitasi
endapan dan senyawa tertentu. Batu tersebut bisa terbentuk dari berbagai
senyawa, misalnya kalsium oksalat, fosfat, asam urat, dan sistin (Prabowo
dan Pranata, 2014).
2.2. Epidemiologi
Di seluruh dunia, rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang
menderita batu saluran kemih (Purnomo, 2019). Pada tahun 2019, lebih
dari 115 juta kasus urolithiasis terjadi di seluruh dunia (Zhang et al, 2022).
Di Asia Barat, Asia Tenggara, Asia Selatan prevalensi urolithiasis adalah
5%–19,1% sedangkan di sebagian besar Asia Timur dan Asia Utara hanya
1%–8%. Kalsium oksalat (75%–90%) merupakan komponen batu yang
paling sering ditemukan, diikuti oleh asam urat (5%−20%), kalsium fosfat
(6%−13%), struvite (2%−15%), apatit ( 1%) dan sistin (0,5%−1%) (Liu et
al, 2018). Di Indonesia, masalah batu saluran kemih masih menduduki
kasus tersering di antara seluruh kasus urologi. Akan tetapi, belum
terdapat data angka prevalensi batu saluran kemih nasional di Indonesia
(Rasyid et al, 2018).
Secara epidemiologis, terdapat beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor
intrinsik, yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor
ekstrinsik, yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya
(Purnomo, 2019). Faktor intrinsik itu antara lain:
● Herediter (keturunan)
● Umur: paling sering pada usia 30-50 tahun
5
● Jenis kelamin: laki-laki 3 kali lebih banyak daripada perempuan
Faktor ekstrinsik:
● Geografi
● Iklim dan temperatur
● Asupan air
● Diet: diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadi
BSK
● Pekerjaan: sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak
duduk atau kurang aktivitas (Purnomo, 2019)
2.3. Etiologi
Penyebab pembentukan batu pada saluran kemih belum diketahui
secara pasti oleh karena banyaknya faktor yang terlibat. Diduga dua proses
yang terlibat dalam BSK yakni supersaturasi dan nukleasi. Supersaturasi
terjadi jika substansi yang menyusun batu terdapat dalam jumlah besar
dalam urin, yaitu ketika volume urin dan kimia urin menekan
pembentukan batu menurun. Pada proses nukleasi, natrium hidrogen urat,
asam urat, dan kristal hidroksipatit membentuk inti. Ion kalsium dan
oksalat kemudian melekat di inti untuk membentuk campuran batu (Ratu,
G.; Badji, A.; , Hardjoeno;, 2016)
Klasifikasi Urolitiasis Berdasarkan Etiologi :
1. Batu akibat tanpa infeksi
● Kalsium oksalat
● Kalsium fosfat
● Asam urat
2. Batu akibat infeksi
● Magnesium amonium fosfat
● Karbohidrat
● Amonium urat
3. Kelainan genetik
● Sistin
● Xantin
6
4. Obat
2.4. Patofisiologi
Berbagai teori dan faktor yang dapat berpengaruh dikemukakan untuk
menjelaskan terbentuknya batu saluran kemih. Teori-teori tersebut yaitu :
2.4.1. Teori Supersaturasi
Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk
batu merupakan dasar terpenting dan prasyarat untuk terjadinya
presipitasi (pengendapan). Apabila kelarutan suatu produk tinggi
dibandingkan titik endapnya, maka terjadi supersaturasi sehingga
menimbulkan terbentuknya kristal dan pada akhirnya akan
terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi terjadi bila ada
penambahan yang bisa mengkristal dalam air dengan pH dan suhu
tertentu, sehingga suatu saat terjadi kejenuhan dan selanjutnya
terjadi kristal.
2.4.2. Teori Nukleasi
Menurut Grace & Barley (2006), teori ini menjelaskan
bahwa pembentukan batu berasal dari inti batu yang membentuk
kristal atau benda asing. Inti batu yang terdiri dari senyawa jenuh
yang lama kelamaan akan mengalami proses kristalisasi sehingga
pada urin dengan kepekaan tinggi lebih beresiko untuk
terbentuknya batu karena mudah sekali untuk terjadi kristalisasi.
2.4.3. Teori Inhibitor kristal
Teori ini menegaskan bahwa batu saluran kemih terbentuk
karena rendahnya konsentrasi ion-ion inhibitor alami dari batu
saluran kemih tersebut seperti magnesium, sitrat, dan pirofosfat.
Akan tetapi, teori inhibisi ini masih diperdebatkan karena banyak
orang yang mengalami defisiensi ion-ion inhibitor tersebut tetapi
tidak mengalami pembentukan batu saluran kemih dan yang
mempunyai kelebihan ion-ion inhibitor tersebut malah terbentuk
batu saluran kemih (Stoller, 2018).
7
Komponen utama pembentukan batu saluran kemih adalah
kristalin. Terdapat beberapa tahapan dalam proses pembentukan
kristal yaitu nukleasi, growth, dan agregasi. Pembentukan kristal
tidak dapat terjadi dalam waktu yang cepat bersamaan dengan
filtrasi urin di dalam tubulus ginjal. Hal ini terjadi apabila di dalam
nefron ginjal, konsentrasi zat terlarut lebih tinggi dari zat pelarut
maka nukleasi akan terjadi dalam jangka waktu yang lama . Jika
dari awal sudah terdapat obstruksi di saluran kemih, maka aliran
kemih ke bawah akan melambat, sehingga meningkatkan
konsentrasi zat terlarut yang mempercepat proses nukleasi.
8
2.5.3. Demam
Pada batu saluran kemih gejala demam merupakan tanda
kegawatdarutan karena dapat menyebabkan urosepsis.
2.5.4. Infeksi
Batu saluran kemih seringkali berkaitan dengan infeksi
sekunder akibat obstruksi dan stasis di proksimal dari sumbatan.
Infeksi akan menimbulkan peradangan pada saluran kemih dan
adanya peradangan tersebut dapat memperberat obstruksi yang
telah terjadi. Pada keadaan yang cukup berat, peradangan akibat
infeksi akan menghasilkan pus, yang bisa berlanjut menjadi fistula
renokutan.
2.5.5. Mual dan muntah
Obstruksi pada saluran kemih bagian atas seringkali akan
menyebabkan gejala mual dan muntah.
2.6. Diagnosis
2.6.1. Anamnesis
Batu saluran kemih kadang kadang asymptomatic,
ditemukan secara kebetulan saat check kesehatan terutama yang
staghorn. Tapui pasien biasanya mengeluh adanya nyeri RCV yang
menetap menandakan adanya obstruksi calyx atau UPJ, terjadi
distensi ginjal dan capsula ginjal. Kolik : spasme otot polos oelvis
renis/calix proximal dari batu. Reffered pain sampai ke epigastrium
atau testis pada sisi yang sama. Nyeri ulu hati, mual, muntah
karena pylory spasme dan reno-intestinal reflax. Kadnag demam
menggigil bila ada infeksi.
2.6.2. Pemeriksaan fisis
Saat dilakukan pemeriksaan fisis ditemukan adanya nyeri
tekan RCV, kalau dalam keadaan kolik, gelisah, keringatan, pucat.
Perut kembung sampai ileus paralyticus. Tekanan darah meningkat
9
atau mungkin shock. Ginjal mungkin teraba karena membesar atau
hydronefrosis dan nyeri tekan.
2.6.3. Pemeriksaan Penunjang
Dilakukan pemeriksaan laboratorium urine sedimen dan
darah rutin sebagai salah satu pemeriksaan penunjang. Pada
pemeriksaan urine sedimen ditemukan banyak lekosit, eritrosit dan
mungkin bakteri. Pada pemeriksaan darah rutin ditemukan
leukositosis bila ada infeksi, anemia bila terjadi gangguan fungsi
ginjal. Peningkatan ureum dan creatinin. Bila perlu dapat periksa
urin acid, calcium dan phospat dan elektrolit.
2.6.3.1. Tes Sedimen Urin
A. PRA ANALITIK
1. Persiapan pasien
Pada umumnya tidak memerlukan persiapan
khusus
2. Persiapan sampel
Sampel (urin) harus terhindar dari
kontaminasi. Wadah penampung hendaknya
bersih dan kering
● Identifikasi sampel: nama, nomor, alamat,
umur dan penggunaan pengawet urin
● Urinalisis harus dilaksanakan dalam waktu
2 jam setelah dikemihkan. Apabila terjadi
penundaan tes, maka urin harus disimpan
dalam lemari pendingin
● Cara pengumpulan sampel yang sering
digunakan adalah urin sewaktu, yakni
pengumpulan seluruh urin ketika berkemih
pada suatu saat
● Sampel urin yang dipakai untuk tes
mikroskopis sebaiknya urin pagi karena
kepekatannya tinggi.
10
3. Alat dan bahan
● Tabung sentrifus
● Alat sentrifus
● Corong
● Kaca obyek + dekglas
● Pipet Pasteur
● Mikroskop
B. ANALITIK
Cara Kerja:
1. Siapkan 10-15ml sampel urin dalam tabung
sentrifus selama 5 menit pada kecepatan 2000
rpm.
2. Buang lapisan supernatannya, sisakan kurang
lebih 1 ml urin dalam tabung sentrifus.
3. Sentakkan dinding tkabung dengan jari untuk
mencampurkan sisa urin dengan endapan
(sedimen).
4. Ambil suspensi endapan dengan pipet tetes,
tempatkan 1 tetes diatas kaca objek kemudian
ditutup dengan kaca penutup.
5. Periksalah di mikroskop: Menggunakan lensa
obyektif 10x:
● Torak
● Kristal
● Epitel dan elemen lain
Menggunakan lensa obyektif 40x:
● Eritrosit
● Lekosit
C. PASCA ANALITIK
Nilai rujukan:
● Eritrosit : <5 / LPB
11
● Lekosit : <5 /LPB
● Epitel : Normal -> epitel gepeng
● Torak : Negatif / hialin
● Kristal : Negatif
● Mikroorganisme : Bakteri <2 / LPB
(Departemen Patologi Klinik FK Unhas, 2020)
12
2.6.3.2. Tes Darah Rutin
Pemeriksaan darah berupa pemeriksaan darah tepi
lengkap, ureum dan kreatinin, estimated glomerular
filtration rate (eGFR), asam urat, gula darah sewaktu,
kalsium, natrium, kalium, fosfat dan magnesium.
Pemeriksaan intact parathyroid hormone (iPTH) sesuai
indikasi terutama apabila ditemukan kadar kalsium darah
dalam rentang normal tinggi atau ditemukan hiperkalsiuria
untuk melihat adanya kelainan hiperparatiroidisme primer.
Pemeriksaan bikarbonat darah sesuai indikasi (AGD)
(Kemenkes RI, 2022).
2.7. Tatalaksana
Keputusan untuk memberikan tatalaksana batu pada saluran kemih
bagian atas dapat berdasarkan komposisi batu, ukuran batu, dan gejala
pasien. Terapi umum untuk mengatasi gejala batu saluran kemih adalah
pemberian analgesik harus diberikan segera pada pasien dengan nyeri
kolik akut.
Non Steroid Anti Inflammation Drugs (NSAID) dan parasetamol
dengan memperhatikan dosis dan efek samping obat merupakan obat
pilihan pertama pada pasien dengan nyeri kolik akut dan memiliki efikasi
lebih baik dibandingkan opioid. Pada pasien yang belum diketahui fungsi
ginjalnya, pemberian analgetika sebaiknya bukan NSAID, utamanya bila
ada riwayat tindakan untuk untuk batu yang berulang dan komorbiditas
diabetes mellitus
2.7.1. Batu Ginjal
Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan
berdasarkan ukuran, letak dan bentuk dari batu. Kemungkinan batu
dapat keluar spontan juga merupakan bahan pertimbangan. Batu
berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar
spontan 80%. Tindakan aktif umumnya dianjurkan pada batu
berukuran lebih dari 5 mm.
13
2.7.1.1. Shock Wave Lithotripsy (SWL)
Pemecahan batu dengan gelombang kejut. Dengan
syarat fungsi ginjal masih baik dan tidak ada obstruksi.
Tindakan SWL memiliki angka SFR (shock free rate)
yang cukup baik pada batu dengan ukuran <20 mm,
kecuali untuk kaliks inferior.
2.7.1.2. Percutaneous Nephrolithotripsy (PNL)
Batu berukuran >20 mm harus diterapi secara
primer dengan PNL, karena SWL sering kali
membutuhkan beberapa kali prosedur dan berkaitan
dengan peningkatan risiko obstruksi ureter.
2.7.1.3. Retrograde Intra Renal Surgery (RIRS)
RIRS tidak direkomendasikan sebagai tata laksana
lini pertama pada batu berukuran >20 mm pada kasus
batu tanpa komplikasi karena SFR lebih rendah dan bisa
memerlukan pengulangan prosedur. Namun, RIRS dapat
menjadi pilihan pertama apabila PNL bukan sebagai
pilihan terapi atau dikontraindikasikan. (Rasyid Nur et
Al, 2018)
2.7.2. Batu Ureter
2.7.2.1. Konservatif
Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5
mm. Seperti disebutkan sebelumnya, batu ureter < 5
mm bisa keluar spontan. Karena itu dimungkinkan
untuk pilihan terapi konservatif berupa :
● Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari
● α - blocker
● NSAID
(Sumardi et Al, 2007)
2.7.2.2. Shock Wave Lithotripsy (SWL)
14
2.7.2.3. Uretrorenoskopi (URS)
Ureterorenoskopi (URS) semi rigid dapat
digunakan pada seluruh bagian ureter. Namun, seiring
berkembangnya teknologi, saat ini lebih banyak
digunakan URS fleksibel pada ureter. URS juga dapat
digunakan pada seluruh pasien tanpa kontraindikasi
spesifik apa pun. Sebagian besar intervensi
menggunakan anestesi spinal walaupun anestesi umum
juga dapat dilakukan. Sedasi intravena merupakan
anestesi yang cocok untuk pasien wanita dengan batu
ureter distal. (Rasyid Nur et Al, 2018)
2.7.3. Batu Buli
2.7.3.1. Shock Wave Lithotripsy (SWL)
SWL dapat direkomendasikan sebagai modalitas
terapi yang efektif dan noninvasif dalam penanganan
batu buli.
2.7.3.2. Vesikolitotripsi
Pendekatan transuretra merupakan prosedur yang
paling sering dikerjakan pada usia dewasa. Biasanya,
dapat menggunakan nefroskop rigid yang dapat
memudahkan visualisasi dengan jelas. Namun,
kekurangannya adalah memanipulasi uretra dengan
instrumen besar sehingga dapat menyebabkan cedera
uretra. Teknik perkutan digunakan pada pasien yang
tidak memungkinkan akses melalui uretra seperti
anak-anak dan pasien dengan rekonstruksi bladder
neck. (Rasyid Nur et Al, 2018)
2.7.4. Batu Urethra
Beberapa cara yang dikenal untuk menangani batu uretra
antara lain; batu uretra posterior didorong ke kandung kemih,
operasi terbuka (uretrotomi/meatotomi), Laser holmium,
pneumatik litotripsi.
15
2.7.4.1. Laser holmium dan Litrotripsi pneumatic
Laser Holmium merupakan salah satu modalitas
yang paling sering digunakan untuk menangani kasus
batu uretra khususnya yang impacted diluar operasi
terbuka. Angka bebas batu 100%, tanpa penyulit.
Modalitas lain yang digunakan adalah litrotripsi
pneumatik, angka bebas batu 100%, penyulit tidak
disebutkan.
2.7.4.2. Operasi terbuka
Pada kasus-kasus batu uretra impacted, adanya
striktur uretra, divertikel uretra, batu di uretra
anterior/fossa navikularis, merupakan indikasi untuk
operasi terbuka. Angka bebas batu 100%, penyulit
berupa infeksi, fistel uretrokutan. (Sumardi et Al, 2007)
2.8. Komplikasi
Jika infeksi maka terjadi pyelonephritis yang berulang-ulang
sampai bisa terjadi gagal ginjal kronik. Obstruksi terjadi hidronefrosis.
Perdarahan namun jarang terjadi. Pada keadaan lanjut bisa sampai gagal
ginjal kronis.
16
BAB 3
KESIMPULAN
Batu saluran kemih atau Urolithiasis adalah kalkuli atau batu yang
terbentuk di sepanjang saluran kemih atau traktus urinarius dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, infeksi hingga penyumbatan aliran kemih.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga adanya hubugan dengan diet, infeksi
saluran kemih, dehidrasi dan genetic.
Gejala klinis pada penderita batu saluran kemih bisa didapatkan tanpa
adanya gejala (asimptomatis) dan bergejala (simptomatis). Pada penderita batu
saluran kemih mengeluhkan nyeri, hematuria, demam, infeksi, mual dan
muntah. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk penegakan
diagnosis dan rencana terapi antara lain Foto Polos Abdomen, Pielografi Intra
Vena (PIV), Ultrasonografi (USG).
Penatalaksanaan dari penyakit batu saluran kemih ini secara garis
besar adalah dengan terapi konservatif, pengambilan batu, dan pencegahan.
Batu saluran kemih dapat keluar dengan spontan bila ukurannya cukup kecil,
namun harus diambil secara langsung bila batu berukuran cukup besar. Metode
seperti ESWL, PNL, dan URS adalah metode-metode yang sering dipakai
dalam pengambilan batu yang tidak bisa keluar secara spontan
17
DAFTAR PUSTAKA
18
disease study 2019’, Clinical Epidemiology, 14(1), pp. 971–983. doi:
10.1186/s12889-023-16130-8.
19