Anda di halaman 1dari 19

MASTITIS

A. Pengertian
Mastitis adalah peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau
tidak, yang disebabkan oleh kuman terutama Staphylococcus aureus melalui
luka pada puting susu atau melalui peredaran darah. Penyakit ini biasanya
menyertai laktasi, sehingga disebut juga mastitis laktasional atau mastitis
puerperalis. Infeksi terjadi melalui luka pada puting susu, tetapi mungkin juga
melalui peredaran darah. Kadang-kadang keadaan ini bisa menjadi fatal bila
tidak diberi tindakan yang adekuat.
Abses payudara, penggumpalan nanah lokal di dalam payudara, merupakan
komplikasi berat dari mastitis. Macam-macam mastitis dibedakan berdasarkan
tempatnya serta berdasarkan penyebab dan kondisinya.
Mastitis berdasarkan tempatnya dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Mastitis yang menyebabkan abses di bawah areola mammae.
2. Mastitis di tengah-tengah mammae yang menyebabkan abses di tempat itu
3. Mastitis pada jaringan di bawah dorsal dari kelenjar-kelenjar yang
menyebabkan abses antara mammae dan otot-otot di bawahnya.
Sedangkan pembagian mastitis menurut penyebab dan kondisinya dibagi pula
menjadi 3, yaitu :
1. Mastitis periductal
Mastitis periductal biasanya muncul pada wanita di usia menjelang
menopause, penyebab utamanya tidak jelas diketahui. Keadaan ini dikenal
juga dengan sebutan mammary duct ectasia, yang berarti peleburan saluran
karena adanya penyumbatan pada saluran di payudara
2. Mastitis puerperalis/lactational
Mastitis puerperalis banyak dialami oleh wanita hamil atau menyusui.
Penyebab utama mastitis puerperalis yaitu kuman yang menginfeksi
payudara ibu, yang ditransmisi ke puting ibu melalui kontak langsung.

3. Mastitis supurativa
Mastitis supurativa paling banyak dijumpai. Penyebabnya bisa dari kuman
Staphylococcus, jamur, kuman TBC dan juga sifilis. Infeksi kuman TBC
memerlukan penanganan yang ekstra intensif. Bila penanganannya tidak
tuntas, bisa menyebabkan pengangkatan payudara/mastektomi.

B. Etiologi
Penyebab utama mastitis adalah statis ASI dan infeksi. Statis ASI biasanya
merupakan penyebab primer yang dapat disertai atau menyebabkan infeksi.
1. Statis ASI
Statis ASI terjadi jika ASI tidak dikeluarkan dengan efisien dari payudara. Hal
ini terjadi jika payudara terbendung segera setelah melahirkan, atau setiap
saat jika bayi tidak mengisap ASI, kenyutan bayi yang buruk pada payudara,
pengisapan yang tidak efektif, pembatasan frekuensi/durasi menyusui,
sumbatan pada saluran ASI, suplai ASI yang sangat berlebihan dan menyusui
untuk kembar dua/lebih.
2. Infeksi
Organisme yang paling sering ditemukan pada mastitis dan abses payudara
adalah organisme koagulase-positif Staphylococcus aureus dan
Staphylococcus albus. Escherichia coli dan Streptococcus kadang-kadang
juga ditemukan. Mastitis jarang ditemukan sebagai komplikasi demam tifoid

C. Faktor
Beberapa faktor yang diduga dapat meningkatkan risiko mastitis, yaitu :
1. Umur
Wanita berumur 21-35 tahun lebih sering menderita mastitis dari pada wanita
di bawah usia 21 tahun atau di atas 35 tahun
2. Paritas
Mastitis lebih banyak diderita oleh primipara.
3. Serangan sebelumnya
Serangan mastitis pertama cenderung berulang, hal ini merupakan akibat
teknik menyusui yang buruk  yang tidak diperbaiki.
4. Melahirkan
Komplikasi melahirkan dapat meningkatkan risiko mastitis, walupun
penggunaan oksitosin tidak meningkatkan resiko.
5. Gizi
Asupan garam dan lemak tinggi serta anemia menjadi faktor predisposisi
terjadinya mastitis. Antioksidan dari vitamin E, vitamin A dan selenium dapat
mengurangi resiko mastitis.
6. Faktor kekebalan dalam ASI
Faktor kekebalan dalam ASI dapat memberikan mekanisme pertahanan
dalam payudara.
7. Stres dan kelelahan
Wanita yang merasa nyeri dan demam sering merasa lelah dan ingin istirahat,
tetapi tidak jelas apakah kelelahan dapat menyebabkan keadaan ini atau
tidak.
8. Pekerjaan di luar rumah
Ini diakibatkan oleh statis ASI karena interval antar menyusui yang panjang
dan kekurangan waktu dalam pengeluaran ASI yang adekuat.
9. Trauma
10. Trauma pada payudara karena penyabab apapun dapat merusak jaringan
kelenjar dan saluran susu dan hal ini dapat menyebabkan mastitis.

D. Gejala Mastitis
Adapun gejala-gejala Mastitis adalah :
1. Nyeri payudara dan tegang atau bengkak.
2. Kemerahan dengan batas jelas.
3. Biasanya hanya satu payudara.
4. Terjadi antara 3-4 minggu pasca persalinan

E. Pencegahan
Perawatan puting susu pada waktu laktasi merupakan usaha penting untuk
mencegah mastitis. Perawatan terdiri atas membersihkan puting susu dengan
sabun sebelum dan sesudah menyusui untuk menghilangkan kerak dan susu
yang sudah mengering. Selain itu yang memberi pertolongan kepada ibu yang
menyusui bayinya harus bebas dari infeksi stapilococus. Bila ada kerak atau
luka pada puting sebaiknya bayi jangan menyusu pada mamae yang
bersangkutan sampai luka itu sembuh. Air susu ibu dikeluarkan dengan pijatan
F. Pengobatan
Segera setelah mastitis ditemukan, pemberian susu kepada bayi dari mamae
yang sakit dihentikan dan diberi antibiotika. Dengan tindakan ini terjadinya abses
sering kali dapat dicegah karena biasanya infeksi disebabkan oleh Stapilococus
aureus. Penicilin dalam dosis cukup tinggi dapat diberikan. Sebelum pemberian
penicilin dapat diadakan pembiakan air susu, supaya penyebab mastitis benar-
benar diketahui. Bila ada abses dan nanah dikeluarkan sesudah itu dipasang
pipa ke tengah abses agar nanah dapat keluar terus. Untuk mencegah
kerusakan pada duktus laktiferus sayatan dibuat sejajar dengan jalannya duktus-
duktus tsb.

G. Posisi Menyusui Yang Benar


Posisi bayi saat menyusui sangat menentukan kebersihan pemberian ASI dan
mencegah lecet punting susu, pastikan ibu memeluk bayinya dengan benar
berikan bantuan dan dukungan jika ibu memerlukannya. Terutama jika ibu
pertama kali menyusui atau ibu berusia sangat muda.
Posisi menyusui yang benar :
a. Lengan ibu menopang kepala, leher dan seluruh badan bayi (kepala dan
tubuh berada pada satu garis lurus) muka bayi menghadap ke payudara ibu.
Hidung bayi didepan putting susu ibu, posisi bayi harus sedemikian rupa
sehingga perut bayi ketubuh ibunya.
b. Ibu mendekatkan bayi ketuban ibunya (maka bayi kepayudara ibu) dan
mengamati bayi siap menyusu, membuka mulut, bergerak mencari dan
menoleh.
c. Ibu menyentuhkan putting susu kebibir bayi, menunggu hingga mulut bayi
terbuka lebar kemudian mengarahkan mulut bayi ke putting susu ibu
sehingga bibir bayi dapat menangkap putting susu sendiri.
Tanda-tanda posisi bayi menyusu dengan baik :
a. Dagu menyentuh payudara ibu.
b. Mulut terbuka lebar.
c. Hidung bayi mendekati dan kadang-kadang menyentuh payudara ibu.
d. Mulut bayi mencakup sebanyak mungki areola (tidak hanya putting saja).
Lingkar areola atas terlihat lebih banyak dibandingkan lingkar areola bawah.
e. Lidah bayi menopang putting dan areola bagian bawah.
f. Bibir bawah bayi melengkung keluar.
g.  Bayi menghisap kuat dan dalam secara perlahan dan kadang-kadang disertai
berhenti sesaat.
DAFTAR PUSTAKA

Doenges M. 2000.  Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3. EGC : Jakarta


Dixon M., dkk. 2005. Kelainan Payudara, Cetakan I. Dian Rakyat : Jakarta
Ikatan Bidan Indonesia, 2004, Asuhan Persalinan Nomal, Jakarta
Mansjoer, dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3.  Jakarta.
Prawirohadjo, S., 2001, Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Jakarta.
Schwarz Richard H., dkk. 1997. Kedaruratan Obstetri, Edisi III. Widya Medika :
Jakarta
Tapan. 2005. Kanker, Anti Oksidan dan Terapi Komplement.  Elex Media
Komputindo : Jakarta
BENDUNGAN ASI

A. Pengertian Bendungan ASI


Bendungan ASI adalah terkumpulnya ASI didalam payudara akibat
penyempitan duktus laktiferus atau kelenjar yang tidak dikosongkan dengan
sempurna pada saat menyusui bayi atau karena kelainan pada puting susu
(Rukiyah,Yulianti, 2012: 20). Bendungan ASI adalah bendungan yang terjadi
pada kelenjar payudara oleh karena ekspansi dan tekanan dari produksi dan
penampungan ASI. Bendungan ASI terjadi pada hari ke 3-5 setelah persalinan
(Kemenkes RI, 2013: 227).

B. Etiologi
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan bendungan ASI, yaitu:
1. Pengosongan mammae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi
peningkatan produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya berlebihan.
Apabila bayi sudah kenyang dan selesai menyusu payudara tidak
dikosongkan, maka masih terdapat sisa ASI didalam payudara. Sisa ASI
tersebut jika tidak dikeluarkan dapat menimbulkan bendungan ASI).
2. Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (pada masa laktasi, bila ibu tidak
menyusukan bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap,
maka akan menimbulkan bendungan ASI).
3. Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (teknik yang salah dalam
menyusui dapat mengakibatkan puting susu menjadi lecet dan menimbulkan
rasa nyeri pada saay bayi menyusu. Akibatnya, ibu tidak mau menyusui
bayinya dan terjadi bendungan ASI).
4. Puting susu terbenam (puting susu terbenam akan menyulitkan bayi dalam
menyusu. Karena bayi tidak dapat menghisap puting dan areola, bayi tidak
mau menyusu dan akibatnya terjadi bendung an ASI).
5. Puting susu terlalu panajang (puting susu yang panjang menimbulkan
kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola
dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya, ASI
tertahan dan menimbulkan bendungan ASI. (Rukiyah, Yulianti, 2012: 20)
C. Patofisiologi
Sesudah bayi lahir dan plasenta keluar, kadar estrogen dan progesteron
turun dalam 2-3 hari. Dengan ini faktor dari hipotalamus yang menghalangi
keluarnya pituitary lactogenic hormone (prolaktin) waktu hamil, dan sangat
dipengaruhi oleh estrogen, tidak dikeluarkan lagi, dan terjadi sekresi prolaktin
oleh hipofisis. Hormon ini menyebabkan alveolus-alveolus kelenjar mammae
terisi dengan air susu, tetapi untuk mengeluarkannya dibutuhkan refleks yang
menyebabkan kontraksi sel-sel mioepitelial yang mengelilingi alveolus dan
duktus kecil kelenjar-kelenjar tersebut. Refleks ini timbul jika bayi menyusu.
Pada permulaan nifas apabila bayi belum menyusu dengan baik, atau
kemudian apabila kelenjar-kelenjar tidak dikosongkan dengan sempurna, maka
akan terjadi pembendungan air susu. Kadang-kadang pengeluaran susu juga
terhalang sebab duktus laktiferi menyempit karena pembesaran vena serta
pebuluh limfe (Rukiyah, Yulianti, 2012: 22).

D. Manifestasi
Payudara bengkak, keras, nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu

tubuh sampai 38 (Rukiyah, Yulianti 2012: 22).

E. Prognosis
Bendungan ASI merupakaan permulaan dari infeksi mammae yaitu mastitis.
Bakteri yang menyebabkan infeksi mammae adalah stapylococus aerus yang
masuk melalui puting susu. Infeksi menimbulkan demam, nyeri lokal pada
mammae, terjadi pemadatan mammae, dan terjadi perubahan kulit mammae
(Rukiyah, Yulianti, 2012: 22).

F. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnose maka dilakukan pemeriksaan payudara dan
pemeriksaan harus dikerjakan dengan sangat hati-hati, tidak boleh kasar dan
keras. Pemeriksaan payudara dilakukan dengan : (Rukiyah, Yulianti, 2012: 23).
1. Inspeksi
Pemeriksaan inspeksi dilakukan pada ibu untuk melihat tanda-tanda infeksi
pada payudara, pertama perhatikan ke simetrisan payudara dengan posisi
ibu duduk, tangan ibu disamping dan sesudah itu dengan kedua tangan
keatas, selagi pasien duduk. Kita akan melihat dilatasi pembuluh-pembuluh
balik dibawah kulit akibat pembesaran tumor jinak atau ganas dibawah kulit.
Perlu diperhatikan apakah Edema kulit harus diperhatikan pada tumor yang
terletak tidak jauh dibawah kulit. Kita akan melihat jelas edema kulit seperti
gambaran kulit jeruk (peaud’ orange) pada kanker payudara.
2. Palpasi
Pada saat akan dilakukan palpasi ibu harus tidur, tangan yang dekat
dengan payudara yang akan diraba diangkat kebawah kepala dan payudara
ibu diperiksa secara sistematis bagian medial lebih dahulu dengan jari-jari
yang harus kebagian lateral. Palpasi ini harus meliputi seluruh payudara, bila
dilakukan secara sirkuler dan parasternal kearah garis aksilla belakang, dan
dari subklavikuler kearah paling distal. Setelah palpasi payudara selesai,
dimulai dengan palpasi aksilla dan supraklavikular. Untuk pemeriksaan
aksilla ibu harus duduk, tangan aksilla yang akan diperiksa dipegang oleh
pemeriksa, dan dokter pemeriksa mengadakan palpasi aksilla dengan
tangan yang kontralateral dari tangan sipenderita. Misalnya aksilla kiri ibu
yang akan diperiksa, tangan kiri dokter mengadakan palpasi (Rukiyah,
Yulianti, 2012: 23).

G. Pencegahan
Mencegah terjadinya payudara bengkak seperti: jangan dibersihkan
dengan sabun; gunakan teknik menyusu yang benar; puting susu dan areola
mammae harus selalu kering setelah selesai menyusui: jangan pakai bra yang
tidak dapat menyerap keringat; susukan bayi segera setelah lahir; susukan
bayi tanpa dijadwal; keluarkan sedikit ASI sebelum menyusu agar payudara
lebih lembek; keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi
kebutuhan ASI; laksanakan perawatan payudara setelah melahirkan (Rukiyah,
Yulianti, 2012: 24).

H. Penatalaksanaan
1. Sanggah payudara ibu dengan bebat atau bra yang pas.
2. Kompres payudara dengan menggunakan kain basah/hangat selama 5
menit.
3. Urut payudara dari arah pangkal menuju putting.
4. Keluarkan ASI dari bagian depan payudara sehingga putting menjadi
lunak.
5. Susukan bayi 2-3 jam sekali sesuai keinginan bayi (on demand feeding)
dan pastikan bahwa perlekatan bayi dan payudara ibu sudah benar.
6. pada masa-masa awal atau bila bayi yang menyusui tidak mampu
mengosongkan payudara, mungkin diperlukan pompa atau pengeluaran
ASI secara manual dari payudara.
7. Letakkan kain dingin/kompres dingin dengan es pada payudara setelah
menyusui atau setelah payudara dipompa.
8. Bila perlu, berikan parasetamol 3 X 500 mg per oral untuk mengurangi
nyeri.
9. Lakukan evaluasi setelah 3 hari (Kemenkes RI, 2013: 227-228)
DAFTAR PUSTAKA

Astutik Reni Yuli. 2015. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui. Jakarta:
Trans Info Media

Heryani Reni. 2012. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Menyusui. Jakarta: Trans Info
Media..

Jannah Nurul. 2012. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Yogyakarta: CV. ANDI
OFFSET..

Kemenkes RI. 2013. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas Kesehatan
Dasar dan Rujukan. Edisi pertama.

Mangkuji, dkk. 2012 Asuhan Kebidananan 7 Langkah Soap. Jakarta: EGC.

Maritalia Dewi.. 2014. Asuhan Kebidanan Nifas Dan Menyusui. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.

Maryunani, Anik. 2009. Asuhan pada Ibu dalam Masa Nifas (postpartum). Jakarta:
TIM.

Mulyani Nina Siti. 2013. ASI dan Panduan Ibu Menyusui. Yogyakarta: Nuha Medika.
TOMBOFLEBITIS

A. Pengertian
Tomboflebitis merupakan inflamasi permukaan pembuluh darah disertai
pembentukan pembekuan darah. Tomboflebitis cenderung terjadi pada periode
pasca partum pada saat kemampuan penggumpalan darah meningkat akibat
peningkatan fibrinogen; dilatasi vena ekstremitas bagian bawah disebabkan
oleh tekanan kepala janin gejala kehamilan dan persalinan; dan aktifitas pada
periode tersebut yang menyebabkan penimbunan, statis dan membekukan
darah pada ekstremitas bagian bawah (Adele Pillitteri, 2007).

B. Klasifikasi
Tomboflebitis dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Pelvio tamboflebitis
Pelvio tromboflebitis mengenai vena-vena dinding uterus dan ligamentum
latum, yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipograstika. Vena yang
paling sering terkena ialah vena overika dekstra karena infeksi pada tempat
implantasi plasenta terletak dibagian atas uterus; proses biasanya
unilateral. Perluasan infeksi dari vena ovarika dekstra, mengalami inflamasi
dan akan menyebabkan perisalpingo-ooforitis dan peridiapendisitis.
Perluasan infeksi dari vena uterna ialah ke vena iliaka komunis. Biasanya
terjadi sekitar hari ke-14 atau ke-15 pasca partum.
2. Tomboflebitis femoralis
Tromboflebitis femoralis mengenai vena-vena pada tungkai, misalnya vena
vemarolis, vena poplitea dan vena safena. Sering terjadi sekitar hari ke-10
pasca partum.(Abdul Bari SAifudin, dkk., 2002)

C. Etiologi 
1. Perluasan infeksi endometrium 
2. Mempunyai varises pada vena
3. Obesitas 
4. Pernah mengalami tramboflebitis 
5. Berusia 30 tahun lebih dan pada saat persalinan berada pada posisi stir up
untuk waktu yang lama 
6. Memiliki insidens tinggi untuk mengalami tromboflebitis dalam keluarga. 
(Adele Pillitteri, 2007)

D. Tanda dan Gejala


1. Pelvio Tromboflebitis
a. Nyeri yang terdapat pada perut bagian bawah dan atau perut bagian
samping, timbul pada hari ke-2-3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
b. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai
berikut:
1) Mengigil berulang kali, menggil inisial terjadi sangat berat (30-40
menit)dengan interval hanya beberapa jam saja dan kadang-
kadang 3 hari pada waktu menggigil penderita hampir tidak
panas.
2) Suhu badan naik turun secara tajam (36 oC menjadi 40 oC) yang
diikuti penurunan suhu dalam 1 jam (biasanya subfebris seperti
pada endometritis)
3) Penyaklit dapat langsung selama 1-3 bulan 
4) Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana-mana, terutama
ke paru-paru 
c. Abses pada pelvis 
d. Gambaran darah 
1) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar
kesirkulasi, dapat segera terjadi leukopenia).
2) Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat
sebelum mulainya menggigil, kultur darah sangat sukar dibuat
karena bakterinya adalah anaerob.
e. Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa-apa karena yang
paling banyak terkena adalah vena ovarika; yang sukar dicapai dalam
pemeriksaan dalam.

2. Tromboflebitis femoralis
a. Keadaan umum tetap baik, suhu badan subfebris selama 7-10 hari,
kemudian suhu mendadak naik kira-kira pada hari ke-10-20 yang
disertai dengan menggigil dan nyeri sekali.
b. Pada salah satu kaki yang terkena, biasanya kaki kiri akan memberikan
tanda-tanda sebagai berikut:
1) Kaki sedikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar
bergerak, lebihpanas dibandingkan dengan kaki lainnya.
2) Seluruh bagian dari salah satu vena pada kaki terasa tegang dan
keras padapaha bagian atas 
3) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah paha
4) Reflektorik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi
bengkak, tegang,putih, nyeri, dan dingin dan pulsasi menurun.
5) Edema kadang-kadang terjadi sebelum atau sesudah nyeri dan
pada umumnya terdapat pada paha bagian atas, teatapi lebih
sering dimulai dari jari-jari kaki dan pergelangan kaki kemudian
melus dari bawah ke atas. 
6) Nyeri pada betis, yang terjadi spontan atau dengan memijat betis
atau dengan meregangkan tendo akhiles(tanda homan positif)

E. Faktor Tromboflebitis 
Terdapat beberapa kondisi yang bisa meningkatkan risiko terjadinya
tromboflebitis, antara lain:
1. Usia di atas 60 tahun.
2. Gangguan penggumpalan darah atau kelainan lainnya.
3. Terlalu lama berdiam diri.
4. Tangan atau kaki yang lumpuh.
5. Menggunakan alat pacu jantung (pacemaker) atau kateter di dalam
pembuluh vena.
6. Perubahan hormon.
7. Hamil.
8. Obesitas.
9. Merokok.
10. Riwayat anggota keluarga yang juga pernah mengidap tromboflebitis.
DAFTAR PUSTAKA

Buku Acuan Nasional Pelayanan Kebidanan Maternal Neonatal

Prawirohardjo, Sarwono.2006.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal


Dan Neonatal.Jakarta.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Saleha, Siti.2010. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas.Jakarta.Salemba Medika

Wheleer, Linda.2004.Buku Saku Asuhan Prenatal Dan Pascapartum. Jakarta.


Penerbit  Buku Kedokteran ECG
RETRAKSI PUTTING

A. Definisi 
Suatu kondisi dimana putting tertarik ke dalam payudar dan tidak dapat
menonjol dan cenderung masuk kedalam, sehingga ASI tidak dapat keluar
dengan lancar.Pada beberapa kasus, putting dapat muncul keluar bila di
stimulasi,namun pada kasus-kasus lain,retraksi ini menetap.

B. Penyebab
Kurangnya perawatan payudara sejak dini dan Kurangnya pengetahuan ibu
tentang perawatan payudara
penyebab yang sering terjadi :
1. Faktor menyusui:
a) Penyusuan yang tertunda.
b) Perlekatan yang tidak baik.
c) Penyusuan yang jarang atau dilakukan dalam waktu singkat.
d) Tidak menyusui pada malam hari.
e) Pemberian botol atau empeng.
f) Pemberian minuman lain selain ASI.
2. Faktor psikologis ibu:
a) Kurang percaya diri
b) Ibu khawatir / terlalu stres
c) Ibu terlalu lelah
d) Ibu tidak suka menyusui
e) Ibu mengalami baby blues
Adapun penyebab yang jarang terjadi adalah :
1. Kondisi fisik ibu:
a) Penggunaan pil kontrasepsi, obat diuretik (untuk peningkatan
pengeluaran urin)
b) Kehamilan berikutnya semasa menyusui
c) Kekurangan gizi yang cukup berat
d) Ibu minum minuman yang mengandung alkohol, atau merokok
e) Tersisanya jaringan plasenta dalam rahim
f) Payudara yang kurang berkembangan.

2. Kondisi bayi:
a) Bayi sakit.
b) Bayi memiliki kelainan, seperti bibir sumbing sehingga bayi menjadi
sulit menghisap

E. Cara Perawatan Putting Susu Terbenam


1. Menggunakan alat suntik
2. Memerah ASI
a. Letakkan jari dan ibu jari di tiap sisi areola dan tekan ke dalam
kearah dinding dada
b. Tekan di belakang puting dan areola di antara ibu jari dan jari
telunjuk
c. Tekan dari samping untuk mengosongkan semua bagian

3. Menggunakan pompa payudara


Cara memakai pompa payudara :
a) Pasang batang penghisap di dalam silinder bagian luar.
b) Pastikan bahwa tutup karetnya dalam kondisi baik.
c) Pasang corong pada puting.
d) Pastikan seluruh keliling corong menyentuh kulit, untuk
menciptakan keadaan hampa udara.
e) Tarik silinder luar ke bawah. Puting akan tersedot ke dalam corong.
Kembalikan silinder luar ke posisi semula, dan kemudian tarik ke bawah lagi. Bila
ASI berhenti mengalir, lepaskan ruang hampa udara, Luang ASI ke luar silinder, dan
kemudian ulangi prosedur
DAFTAR PUSTAKA

Brinch, J.:Menyusui bayi dengan baik dan berhasil. Ayah Bunda, gaya Favorit
Press.
Depkes RI.2007.Pelatihan Konseling Menyusui.Jakarta : Direktorat Bina Kesehatan
Masyarakat
Lawrence, R.A.: Breast feeding. A guide for the medical profession. Second Edition.
The CV Mosby Company, Toronto, 1985.
Prawirohardjo, Sarwono. 2006. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Tridasa Printer
Roberte, W., Vermeersch, Williams (Editor): Nutrition and lactation. Third Edition.
Times Mirror Mosby College Publishing, Toronto, 1985
Sinopsis Obstetri.2002

Anda mungkin juga menyukai