Anda di halaman 1dari 10

Sintesis Biosurfaktan dari Metil Ester Lemak Ayam : Pengaruh

Rasio Mol Metil Ester Lemak Ayam dengan Trietanolamin dan


Jumlah Katalis KOH
1)
Rahmat Setiawan,2)Irdoni,2)Yelmida
1)
Mahasiswa Program Studi Teknik Kimia,2)Dosen Jurusan Teknik Kimia
Fakultas Teknik, Universitas Riau
Kampus Binawidya Jl. HR Subrantas Km 12,5 Pekanbaru 28293
rahmat.setiawan@student.unri.ac.id

ABSTRACT
The surfactant is a substance which has the ability to reduce surface tension, interface
tension, and increase the stability of an emulsion. The Surfactant is an intermediate product
which is widely applied in the fields of health, pharmacy, industry, and cleaning products in
the household. This study makes biosurfactant from chicken fat. The purpose of this study is
to make biosurfactants from chicken fat, to see the effect of mole ratio chicken fat methyl
ester with trietanolamine and amount catalyst of KOH on the biosurfactant characterization
produced. The preliminary treatment in this study includes preparation of raw materials,
extraction of chicken fat by oven method, the degumming process using phosphoric acid at
temperature 90°C for 1 hour, gum separation by centrifuge. The transesterification process
of methyl ester formation with a mole ratio of oil: methanol 1 : 9, KOH catalyst as much as
2%(b/b) of oil, at temperature 65°C for 6 hours. In the final stage, the transesterification
process of chicken fat methyl ester and trietanolamine with operating condition of time is 4
hours and temperature 150°C and agitation speed 200 rpm. The transesterification process
with mole ratio variation TEA : chicken fat methyl ester 1 : 2, 1 : 3, 1 : 4 and amount of
catalyst variation 3%, 5% and 7%. The best characteristics of biosurfactant were produced
at mole ratio 1 : 2, KOH catalyst 3% with the density of 0,922 gr/ml, the pH 9,8, the surface
tension of 33,54%, the interface tension of 29,29%, the emulsion stability of 98%, the yield
76,45%, and FT-IR test to ascertain amine functional groups in biosurfactant.
Keyword : Biosurfactant, chicken fat, transesterification, triethanolamine

1. Pendahuluan lingkungan, terutama oleh surfaktan


Surfaktan adalah suatu zat yang berbahan dasar minyak bumi yang bersifat
mempunyai kemampuan untuk menurunkan tidak ramah lingkungan (nonbiodegradable).
tegangan permukaan (surface tension) suatu Selain itu, bahan baku minyak bumi yang
medium dan menurunkan tegangan antar digunakan merupakan sumber daya alam
muka (interfacial tension) antar dua fase yang tidak dapat diperbaharui. Surfaktan
yang berbeda derajat polaritasnya. yang berasal dari produk oleokimia semakin
Penggunaan surfaktan sangat bervariasi, banyak dikembangkan dibandingkan dengan
sebagai bahan pembuatan detergen, surfaktan yang berasal dari petrokimia.
kosmetik, farmasi, tekstil, bahan pelarut dan Keunggulan surfaktan yang berasal dari
lain-lain. Aplikasi surfaktan pada industri oleokimia yaitu mempunyai toksisitas yang
tergantung pada proses pembuatan produk rendah, mampu bekerja efektif, dalam
dan karakteristik surfaktan serta produk kondisi temperatur maupun pH yang
akhir yang diinginkan (Hui, 1996). ekstrim, dan menunjukkan kesesuaian
Permasalahan yang ditimbulkan oleh terhadap lingkungan yang lebih baik. Selain
penggunaan surfaktan adalah pencemaran itu surfaktan ini juga tidak berbahaya bagi

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 1


tubuh sehingga dapat diaplikasikan dalam samping berupa gliserol (gliserin). Katalis
banyak industri kosmetik dan makanan yang digunakan natrium hidrosida (NaOH),
(Kosaric, 1993). Ayam broiler merupakan sodium metoksida atau CH3ONa dan kalium
jenis ayam yang diciptakan dari perkawinan hidroksida (KOH). Reaksi transesterifikasi
silang (ayam jantan dari Inggris dan ayam harus mempunyai angka asam lemak bebas
betina dari Amerika), seleksi dan rekayasa yang kecil (<2%) untuk menghindari
genetik yang memiliki daya produktivitas terjadinya pembentukan sabun (Mittelbach
tinggi, terutama dalam memproduksi daging dan Remschmidt, 2006).
ayam. Ayam broiler merupakan salah satu Trietanolamin (TEA) merupakan
jenis ayam yang banyak dibudidaya di amina tersier dan triola yang memiliki
Indonesia, salah satunya di kota Pekanbaru viskositas tinggi. Trietanolamin digunakan
Provinsi Riau, karena pertumbuhannya yang sebagai bahan baku pembuatan detergen,
sangat cepat dan dapat diproduksi dalam bahan pengemulsi, bahan pencampur, dan
waktu singkat (35–45 hari). Komposisi surfaktan. Trietanolamin ditemukan dalam
utama lemak ayam broiler adalah asam beberapa produk umum, diantaranya adalah
lemak jenuh yaitu, asam lemak yang tidak deterjen cair laundry, cairan pencuci piring,
memiliki ikatan rangkap (SFA/Saturated pembersih umum, pembersih tangan, cat,
Fatty Acid) dan sedikit asam lemak tak jenuh krim cukur, tinta cetak , dan lain-lain (Rowe,
(PUFA/Poly Unsatured Fatty Acid). Asupan 2006).
lemak jenuh ke dalam tubuh manusia dalam Surfaktan merupakan zat yang
jumlah banyak akan meningkatkan total mempunyai kemampuan untuk menurunkan
kolesterol darah, yang nantinya akan tegangan permukaan, tegangan antarmuka,
meningkatlan resiko penyakit arteri koroner dan meningkatkan stabilitas emulsi karena
(Setiawati dkk, 2016). bersifat ampifatik. Hal ini membuat
Menurut (Marnoto dan Efendi, 2011) surfaktan banyak digunakan dalam berbagai
bahwa kandungan lemak ayam broiler bidang seperti kesehatan, industri, serta
sekitar 10% berat, belum banyak produk-produk pembersih di rumah tangga
dimanfaatkan oleh masyarakat dan sering (Hidayati dkk., 2008).
dibuang sebagai limbah potong ternak. Struktur surfaktan digambarkan
Limbah ini dapat dimanfaatkan untuk bahan seperti berudu atau kecebong yang memiliki
pembuatan biodiesel, untuk selanjutnya kepala dan ekor. Bagian kepala bersifat
dijadikan bahan dasar pembuatan hidrofilik atau polar dan kompatibel dengan
biosurfaktan. Dalam penelitian ini, dilakukan air, sedangkan bagian ekor bersifat
pengolahan lemak ayam menjadi produk hidrofobik atau non-polar dan lebih tertarik
oleokimia biosurfaktan, karena biosurfaktan ke minyak/lemak (Kosaric, 1993). Menurut
sangat banyak digunakan dalam berbagai (Holmberg dkk., 2004), berdasarkan sifat
bidang ilmu pengetahuan. gugus fungsi yang dimiliki surfaktan terbagi
Salah satu metoda pembuatan menjadi 4 jenis, yaitu:
biosurfaktan yaitu dengan mereaksikan 1. Surfaktan Anionik
golongan alkanolamina, yaitu trietanolamina Merupakan surfaktan yang bermuatan
dengan minyak biji karet. Untuk negatif pada bagian hidrofiliknya.
menghasilkan produk berupa esteramina, 2. Surfaktan Kationik
dilakukan tahapan proses esterifikasi dan Merupakan surfaktan yang bermuatan
transesterifikasi. Metil ester termasuk bahan positif pada bagian hidrofiliknya.
oleokimia dasar, turunan dari trigliserida 3. Surfaktan Non-ionik
yang dapat dihasilkan melalui proses Surfaktan yang tidak memiliki muatan,
esterifikasi dan transesterifikasi (Ravensca tetapi mengandung grup yang memiliki
dkk, 2017). afinitas tinggi terhadap air yang
Proses transesterifikasi adalah proses disebabkan adanya interaksi kuat dipol-
reaksi antara trigliserida dengan alkohol dipol yang timbul akibat ikatan
membentuk alkil ester dengan produk hidrogen.
Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 2
4. Surfaktan Amfoterik mL, erlenmeyer 100 mL, erlenmeyer 500
Surfaktan amfoterik memiliki gugus mL, corong pisah, labu takar 100 mL, pipet
positif dan negatif pada molekul yang takar 10 mL, buret, statif, klem, timbangan
sama sehingga rantai hidropobik diikat analitik, corong kaca, piknometer,
oleh bagian hidrofilik yang mengandung viskometer ostwald, reaktor, alat pengaduk
gugus positif dan negatif. mekanik, batang pengaduk, cawan, hotplate,
Tegangan permukaan dapat diukur tabung centrifuge, alat centrifuge,
menggunakan Tensiometer Du Nouy yang termometer, pH meter, water batch, kompor
dinyatakan dalam dyne/cm atau mN/m. listrik dan ball pipet, pipa kapiler.
Surfaktan dapat membentuk film pada 2.3 Prosedur Penelitian
bagian antar muka dua cairan yang berbeda Penelitian ini melalui beberapa
fase yang menyebabkan turunnya tegangan tahapan dalam pengerjaannya, yaitu :
antar muka. Tegangan antar muka adalah 2.3.1 Tahap Proses Persiapan bahan
gaya yang timbul disepanjang garis Proses awalnya lemak ayam
permukaan antara dua fase cairan yang tidak dibersihkan dari kotoran. Kemudian
saling melarut (Rosen, 2004). dilakukan proses ektraksi lemak ayam
Emulsi merupakan campuran dari menggunakan metode dry rendering
dua atau lebih bahan yang tidak bercampur, sehingga didapat minyak ayam.
saling ingin berpisah karena mempunyai 2.3.2 Tahap Degumming dan Pemisahan
berat jenis yang berbeda (Somasundaran Menggunakan Alat Centrifuge
dkk., 2007). Suatu sistem emulsi, merupakan Minyak yang didapat kemudian di
sistem yang tidak stabil, karena masing- degumming. Minyak dimasukkan ke dalam
masing partikel mempunyai kecenderungan reaktor yang dilengkapi dengan pengaduk
untuk bergabung dengan partikel lainnya. dan termometer. Minyak dipanaskan di atas
Cara kerja bahan penstabil adalah hotplate hingga suhu 90oC kemudian
menurunkan tegangan permukaan dengan ditambahkan asam fosfat pekat (85%)
cara membentuk lapisan pelindung yang dengan jumlah 0,5%(b/b) minyak dan suhu
menyelimuti globula fasa terdispersi, dijaga konstan pada 90oC selama 1 jam.
sehingga senyawa yang tidak larut akan Selanjutnya minyak hasil degumming
lebih mudah terdispersi dalam sistem dan dimasukkan ke corong pisah. Pengotor
bersifat stabil. dibuang dan minyak di centrifuge
Tujuan dilakukannya penelitian ini menggunakan alat sentrifugasi selama 20
adalah sintesis biosurfaktan menggunakan menit. Setelah di centrifuge terdapat 2 fase,
bahan baku lemak ayam serta mempelajari yaitu endapan (pengotor) dan minyak yang
pengaruh rasio mol metil ester lemak ayam bersih. Minyak tersebut dipisahkan dari
dengan trietanolamin dan jumlah katalis endapan (pengotor) dan dianalisa untuk
KOH terhadap karakterisasi biosurfaktan mendapatkan karakterisasi minyak biji karet
yang dihasilkan. (Ravensca dkk., 2017).
2. Metode Penelitian 2.3.3 Tahap Proses Transesterifikasi
2.1 Bahan yang digunakan Minyak Ayam
Bahan yang digunakan pada Proses transesterifikasi dilakukan
penelitian ini adalah lemak ayam, dengan menggunakan reaktor yang
trietanolamin, larutan KOH 0,1 N, larutan, dilengkapi dengan kondensor, pengaduk,
larutan KOH 0,02 N, KOH padatan, metanol termometer, dan water bath. Perbandingan
96%, larutan asam oksalat 0.1, aquadest, mol minyak : metanol (1:9) dan katalis KOH
asam pospat pekat, asam sulfat pekat, sebesar 2%(b/b) minyak. Metanol dan katalis
natrium sulfat anhidrat dan xilen. dimasukkan ke dalam reaktor, kemudian
2.2 Alat yang digunakan diaduk hingga mencapai suhu 65oC. Setelah
Alat yang digunakan pada penelitian suhu reaksi mencapai 65oC, minyak
ini adalah oven, pipet tetes, gelas ukur 100 dimasukkan ke dalam reaktor. Suhu
mL, gelas beker 100 mL, gelas beker 500 pemanasan dijaga 65oC selama 6 jam.
Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 3
Setelah itu hasil transesterifikasi dimasukkan - H, C = C, C - O, dan C – N. Analisa FT-IR
ke corong pisah dan didiamkan hingga gugus aminanya yaitu C – N yang terdeteksi
terbentuk 2 fase, lalu dipisahkan. Metil ester pada angka gelombang 1180-1360 cm-1. Dan
yang didapat lalu diuji karakteristiknya pada penelitian ini ditemukan gugus amina
(Ravensca dkk., 2017). pada angka gelombang 1193,02 dan 1245,10
2.3.4 Tahap Proses Transesterifikasi cm-1. Hal ini menunjukkan bahwa reaksi
Metil Ester Menggunakan transesterifikasi telah berhasil.
Trietanoamin 3.2 Pengaruh Rasio Mol dan Jumlah
Transesterifikasi dilakukan dengan Katalis terhadap Densitas
mereaksikan 100 gr metil ester lemak ayam Biosurfaktan
dan trietanolamin selama 4 jam pada Densitas merupakan sifat fisis yang
temperatur 150°C. Reaksi dilakukan dalam menggambarkan kerapatan ikatan-ikatan
reaktor dengan variasi rasio mol reaktan material. Densitas juga merupakan
yaitu 2 : 1, 3 : 1, 4 : 1 serta variasi jumlah perbandingan antara massa zat dan
penambahan katalis KOH 3%, 5%, 7% volumenya. Nilai massa jenis suatu zat
(Ravensca dkk, 2017). adalah tetap, tidak tergantung pada massa
3. Hasil dan Pembahasan maupun volume zat, tetapi tergantung pada
3.1 Analisa Spektroskopi Infra Merah jenis zatnya (Ridha dkk, 2016). Hasil analisa
(FT-IR) Biosurfaktan densitas biosurfaktan dalam berbagai
Gugus-gugus yang terdapat di dalam variabel proses yaitu antara 0,912-1,11
biosurfaktan yang dihasilkan dianalisa gr/ml. Grafik hubungan antara penggunaan
menggunakan FT-IR. Pengujian dengan FT- jumlah katalis KOH pada proses
IR akan menunjukkan secara kualitatif transesterifikasi terhadap densitas pada
apakah proses transesterifikasi metil ester berbagai rasio mol dapat dilihat pada
lemak ayam dengan trietanolamin berhasil Gambar 3.2.
membentuk esteramina atau tidak. Bila
terdapat gugus amina (C - N) dalam sampel
biosurfaktan, maka akan muncul puncak
pada bilangan gelombang 1180 – 1360 cm-1
(Skoog, 1998).
120
%T
112,5

105

97,5

90
82,5

75

67,5
60
3007,15
3386,18

52,5
909,48

45
888,26
1117,80

37,5
Gambar 3.2 Grafik Hubungan antara
1363,73

1022,32

30
1245,10

1040,64
1437,99
1403,27
1556,62
1561,44

1082,11

22,5
642,32

Penggunaan Jumlah Katalis KOH pada


1193,02
1456,32

700,19

15
1168,91

721,41

7,5

Proses Transesterifikasi terhadap Densitas


1740,83
2853,81

0
2923,25

-7,5

-15 pada Berbagai Rasio Mol


4500 4200 3900 3600 3300 3000 2700 2400 2100 1800 1500 1200 900 750 600
Surfaktan KOH 5% - IR RAHMAT- Teknik Kimia 1/cm
Berdasarkan Gambar 3.2 densitas
Gambar 3.1 Spektrum Inframerah biosurfaktan pada rasio mol 1 : 4
Biosurfaktan dengan rasio mol reaktan 3 : 1 menunjukkan angka yang lebih besar
dan Penambahan jumlah katalis KOH 5% dibandingkan dengan densitas biosurfaktan
Berdasarkan Gambar 3.1, terbukti yang rasio mol 1 : 2 dan 1 : 3. Peningkatan
adanya gugus amina yang terbentuk dari nilai densitas juga dipengaruhi oleh variasi
reaksi antara metil ester dengan penambahan jumlah katalisnya, dimana pada
trietanolamina. Hal ini menandakan bahwa semua rasio mol 1 : 2 bentuk surfaktan
surfaktan yang terbentuk adalah biosurfaktan adalah cair sedangkan pada semua rasio mol
esteramina. Dari hasil analisa sampel 1 : 4 bentuk surfaktan adalah padat. Hal
tersebut terdapat gugus-gugus lain yang tersebut menunjukkan bahwa viskositas
terdeteksi diantaranya gugus O - H, C = O, C berbanding lurus terhadap densitas. Semakin
Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 4
besar viskositas maka densitas pun semakin Dari Gambar 3.3 hasil pengujian pH
besar pula (Damayanti dkk, 2018). Hal lain yaitu antara 9,2-9,9. Nilai pH biosurfaktan
yang membuat densitas semakin meningkat yang diperoleh masih diantara pH
dengan penambahan jumlah katalis KOH dietanolamina komersial yang dihasilkan
nyang semakin banyak adalah reaksinya Pilot Chemical Company, yaitu antara pH 9–
menjadi semakin cepat, sehingga semakin 11 (Nurminah, 2005). pH biosurfaktan
banyak gugus trietanolamin yang tergantikan tersebut cenderung seluruhnya adalah
dan meningkatkan berat molekul pula. bersifat basa, hal ini disebabkan karena
Densitas biosurfaktan yang dihasilkan antara esteramina mengandung unsur N yang
0,912-1,11 gr/ml. Nilai ini tidak berbeda berasal dari senyawa trietanolamina yang
jauh dengan produk surfaktan komersil yaitu cenderung memiliki sifat basa (Nurminah,
Cocodietanolamida yang dikeluarkan oleh 2005). Menurut Harris (1995), amina
Chem-Supply Pty Ltd yang memiliki merupakan suatu senyawa yang termasuk ke
densitas sebesar 0,995 gr/ml dan dalam basa lemah. Namun, hasil analisis
Cocodietanolamida komersil yang keragaman menunjukkan bahwa rasio mol
dikeluarkan oleh Bratachem yang memiliki dan jumlah katalis KOH tidak memberikan
densitas sebesar 0,98 gr/ml. Dari penelitian perbedaan yang nyata terhadap pH dari
ini dapat disimpulkan bahwa nilai densitas biosurfaktan yang dihasilkan. Hal ini diduga
terbaik pada proses transesterifikasi adalah karena besarnya konsentrasi katalis tidak
pada rasio mol 1 : 2 dan penambahan jumlah berpengaruh terhadap nilai pH yang
katalis 7% yaitu sebesar 1,028 gr/ml. dihasilkan, namun yang berpengaruh adalah
3.3 Pengaruh Rasio Mol dan Jumlah jenis katalis yang berpengaruh nyata
Katalis terhadap pH Biosurfaktan terhadap terhadap nilai pH yang dihasilkan
pH adalah derajat keasaman yang (Ambarsari, 2003).
digunakan untuk menyatakan tingkat 3.4 Pengaruh Rasio Mol dan Jumlah
keasaman atau kebasaan yang dimiliki oleh Katalis terhadap Tegangan
suatu larutan atau dapat didefinisikan juga Permukaan Biosurfaktan
sebagai kologaritma aktivitas ion hidrogen Tegangan permukaan merupakan
(H+) yang terlarut (Zulius, 2017). Pengukuan fenomena adanya ketidakseimbangan antara
pH bertujuan untuk mengetahui derajat gaya-gaya yang dialami oleh molekul-
keasaman biosurfaktan yang dihasilkan pada molekul yang berada dibagian permukaan.
proses transesterifikasi. Hasil pengukuran Tegangan permukaan dapat diukur
menunjukkan nilai pH biosurfaktan antara menggunakan Tensiometer Du Nouy dan
9,2-9,9. Grafik hubungan antara penggunaan didefinisikan sebagai energi yang diperlukan
jumlah katalis KOH pada proses untuk memperluas permukaan sebesar satu
transesterifikasi terhadap pH pada berbagai meter persegi (m2) atau centimeter persegi
rasio mol dapat dilihat pada Gambar 3.3. (cm2) dan dinyatakan dalam dyne per
centimeter (dyne/cm) atau miliNewton per
meter (mN/m) (Ambarsari, 2003).
Pada penelitian ini pengujian
tegangan permukaan dilakukan
menggunakan pelarut yaitu air dengan
penambahan 10% konsentrasi biosurfaktan
yang dilarutkan didalamnya. Kemampuan
molekul surfaktan dalam menurunkan
tegangan permukaan yang disebabkan oleh
sifat ampifilik dari surfaktan, yaitu adanya
Gambar 3.3 Grafik Hubungan antara gugus hidrofilik dan hidrofobik.
Penggunaan Jumlah Katalis KOH pada Grafik hubungan antara penggunaan
Proses Transesterifikasi terhadap pH pada jumlah katalis KOH pada proses
Berbagai Rasio Mol transesterifikasi terhadap penurunan
Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 5
tegangan permukaan pada berbagai rasio mol menjadikan katalis itu bereaksi dengan
dapat dilihat pada Gambar 3.4. reaktan yang mengakibatkan terbentuknya
produk samping yang tidak diinginkan lebih
besar (Nurminah, 2005).
Hasil analisa biosurfaktan pada
berbagai rasio mol dan jumlah katalis KOH
tidak memberikan perbedaan yang jauh
terhadap nilai tegangan permukaan air
(Laura, 2004). Kemampuan untuk
menurunkan tegangan permukaan pada
penelitian ini yaitu 31,65-37,34% masih
berada dibawah dari cocoetanolamida
Gambar 3.4 Grafik Hubungan antara
komersial (surfaktan komersial) yaitu
Jumlah Katalis KOH pada Proses
sebesar 42,54% dan hasil penelitian
Transesterifikasi terhadap Penurunan
sebelumnya yaitu sebesar 45,57%. Namun,
Tegangan Permukaan pada Berbagai Rasio
pembuatan biosurfaktan tetap dinilai berhasil
Mol
dilakukan karena mampu menurunkan
Berdasarkan Gambar 3.4 diperoleh
tegangan permukaan air.
hasil bahwa penurunan tegangan permukaan
3.5 Pengaruh Rasio Mol dan Jumlah
yang paling tinggi didapat pada biosurfaktan
Katalis terhadap Tegangan Antar
dengan rasio mol 1 : 3 dan jumlah katalis
Muka Biosurfaktan
KOH 5%. Pada penelitian ini diperoleh data
Tegangan antar muka adalah gaya per
bahwa terjadi penurunan tegangan
satuan panjang yang terdapat pada antar
permukaan air ketika ditambahkan
muka dua fase cair yang tidak bercampur.
biosurfaktan. Hasil pengukuran tegangan
Tegangan antar muka selalu lebih kecil
permukaan air adalah 79 dyne/cm. Setelah
daripada tegangan permukaan karena gaya
ditambahkan biosurfaktan tegangan
adhesi antara dua cairan tidak bercampur
permukaan air menjadi menurun yaitu antara
lebih besar daripada adhesi antara cairan dan
49,5-54 dyne/cm. Hal ini berarti
udara (Kesuma, 2015). Efektivitas surfaktan
penambahan biosurfaktan mampu
selain ditunjukkan oleh kemampuannya
menurunkan tegangan permukaan yaitu
dalam menurunkan tegangan permukaan,
antara 25-29,5 dyne/cm atau 31,65-37,34%.
juga mampu menurunkan tegangan antar
Faktor rasio mol dan jumlah katalis
muka dari dua fase yang berbeda derajat
berpengaruh terhadap penurunan tegangan
polaritasnya. Tegangan antar muka antara
permukaan. Hal ini diperkirakan dengan
dua cairan yang berbeda polaritasnya
meningkatnya rasio mol reaktan
menunjukkan seberapa besar kekuatan tarik
mengakibatkan reaksi transesterifikasi terjadi
menarik antar molekul yang berbeda dari
berbalik arah, hal ini akan mengakibatkan
dua fase cairan.
biosurfaktan yang sudah terbentuk akan
Biosurfaktan yang dihasilkan pada
terurai kembali menjadi metil ester.
penelitian ini mampu menurunkan tegangan
Peningkatan jumlah katalis akan
antar muka antara air dan xilen. Grafik
menyebabkan laju reaksi transesterifikasi
hubungan antara penggunaan jumlah katalis
berjalan lebih cepat dan tentunya akan
KOH pada proses transesterifikasi terhadap
mendorong lebih banyak terjadinya
penurunan tegangan antar muka pada
tumbukan antara partikel reaktan dengan
berbagai rasio mol dapat dilihat pada
katalis, sehingga konversi meningkat (Aziz Gambar 3.5.
dkk., 2015). Nilai tegangan permukaan
mengalami penurunan seiring dengan
meningkatnya jumlah katalis yang
digunakan hal ini disebabkan karena
berlebihnya katalis yang digunakan dapat

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 6


3.6 Pengaruh Rasio Mol dan Jumlah
Katalis terhadap Stabilitas Emulsi
Biosurfaktan
Stabilitas emulsi merupakan
kesetimbangan antar gaya tarik menarik dan
gaya tolak menolak yang terjadi antar
partikel dalam sistem emulsi.
Ketidakstabilan dalam sistem emulsi
disebabkan adanya kecendrungan pada
masing-masing partikel untuk bergabung
Gambar 3.5 Grafik Hubungan antara dengan partikel lainnya. Faktor-faktor yang
Jumlah Katalis KOH pada Proses mempengaruhi kestabilan emulsi antara lain
Transesterifikasi terhadap Penurunan yaitu ukuran fasa terdisfersi, perbedaan
Tegangan Antar Muka pada Berbagai Rasio densitas antar dua fase, viskositas fase
Mol pendispersi, jenis dan jumlah emulsifier,
Pada Gambar 3.5 diperoleh hasil besar muatan listrik dan kondisi
bahwa nilai tegangan antarmuka paling penyimpanan. Menurut Bird dkk., (1983),
tinggi yaitu pada rasio mol 1 : 2 dan jumlah fungsi surfaktan dalam suatu sistem emulsi
katalis 5%. Pengujian tegangan antar muka adalah untuk mempercepat dan
campuran air dan xylen adalah 70 dyne/cm. mempermudah proses emulsifikasi serta
Biosurfaktan yang dihasilkan pada penelitian meningkatkan stabilitas emulsi melalui
ini mampu menurunkan tegangan antar muka mekanisme penurunan tegangan antarmuka
campuran air dan xylen yaitu antara 48,5-52 kedua fase. Surfaktan dapat berperan sebagai
dyne/cm. Hal ini berarti penambahan emulsifier dikarenakan adanya gugus
biosurfaktan mampu menurunkan tegangan hidrofilik yang bersifat polar dan hidropobik
antar muka dari 25,71-30,71%. Surfaktan yang bersifat non-polar dalam molekulnya.
dinilai semakin baik apabila memiliki nilai Grafik hubungan antara penggunaan
penurunan tegangan antar muka yang jumlah katalis KOH pada proses
semakin tinggi. Penambahan katalis akan transesterifikasi terhadap stabilitas emulis
menurunkan energi aktivasi sehingga pada berbagai rasio mol dapat dilihat pada
frekuensi tumbukan antara molekul pereaksi Gambar 3.6.
akan semakin meningkat, dan hal ini juga
akan semakin banyak produk yang
terbentuk. Semakin besar jumlah produk
yang dihasilkan maka kemampuan
dietanolamida dalam menurunkan tegangan
antar muka semakin besar pula (Ambarsari,
2003).
Hasil analisis keragaman
menunjukkan bahwa rasio mol dan
penambahan jumlah katalis tidak
memberikan perbedaan yang nyata terhadap
Gambar 3.6 Grafik Hubungan antara
kemampuan menurunkan tegangan antar
Penggunaan Jumlah Katalis KOH pada
muka. Kemampuan untuk menurunkan
Proses Transesterifikasi terhadap Stabilitas
tegangan antar muka pada penelitian ini
Emulsi pada Berbagai Rasio Mol
masih berada dibawah dari cocoetanolamida
Nilai stabilitas emulsi tertinggi
komersial yaitu sebesar 52,79% dan hasil
terjadi pada biosurfaktan pada rasio mol 1 : 2
penelitian sebelumnya yaitu sebesar
dan jumlah katalis 3% yaitu sebesar 98%
64,71%. Namun, pembuatan biosurfaktan
dan dapat disimpulkan sistem emulsi
dinilai berhasil dilakukan karena mampu
mendekati sempurna. Berdasarkan Gambar
menurunkan tegangan antar muka.
3.6 terlihat bahwa stabilitas emulsi
Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 7
cenderung menunjukkan hasil yang tidak
nyata tetapi dihal lain menunjukkan stabilitas
emulsi cenderung menurun seiring
meningkatnya rasio mol dan penambahan
jumlah katalis. Hal ini disebabkan karena
reaksi amidasi merupakan reaksi yang dapat
balik (reversible), dengan demikian
penambahan katalis serta rasio berlebih akan
mengakibatkan reaksi berbalik kearah kiri
(Nurminah, 2005). Esteramina (biosurfaktan)
yang terbentuk pada rasio mol 1 : 3 dan 1 : 4
kemungkinan sebagian sudah terurai kembali Gambar 3.7 Grafik Hubungan antara
menjadi metil ester dan trietanolamina. Penggunaan Jumlah Katalis KOH pada
Menurut Darusman (2001) akibat adanya Proses Transesterifikasi terhadap Yield pada
sifat dapat balik, maka zat-zat yang bereaksi Berbagai Rasio Mol
tidak akan habis karena zat-zat tersebut akan Berdasarkan Gambar 3.7 terlihat
terbentuk kembali dari penguraian hasil bahwa yield biosurfaktan tertinggi didapat
reaksinya. pada rasio mol 1 : 4 dan jumlah katalis
Hasil analisa biosurfaktan pada KOH 3% yaitu sebesar 80.53% dan semakin
berbagai rasio mol dan jumlah katalis tidak banyak penambahan jumlah katalis KOH
memberikan perbedaan yang jauh terhadap maka yield akan semakin menurun. Maka
nilai stabilitas emulsi. Nilai stabilitas emulsi rasio mol dan penambahan jumlah katalis
yang diperoleh pada penelitian ini berkisar memberikan pengaruh yang nyata. Rasio
antara 32,73–98%. Kemampuan biosurfaktan mol memberikan pengaruh siginifikan
untuk menstabilkan emulsi pada penelitian terhadap nilai stabilitas emulsi. Menurut
ini telah mencapai standar surfaktan Laura (2004), yaitu semakin banyak
komersil, tetapi ada beberapa produk yang trietanolamina yang ditambahkan maka
masih dibawah standar. Stabilitas emulsi kemampuan surfaktan meningkatkan
untuk cocoetanolamida komersial (surfaktan stabilitas emulsi semakin menurun. Dari data
komersial) yaitu sebesar 47,62% dan hasil penelitian didapatkan hasil yang sesuai
penelitian sebelumnya yaitu sebesar 62,50%. dengan teori tersebut. Sedangkan jumlah
Pembuatan biosurfaktan dinilai berhasil katalis juga berpengaruh terhadap
dilakukan karena biosurfaktan yang kemampuan surfaktan dalam meningkatkan
terbentuk mampu menstabilkan emulsi. stabilitas emulsi, yaitu bahwa konsentrasi
3.7 Pengaruh Rasio Mol dan Jumlah dalam katalis berpengaruh nyata terhadap
Katalis terhadap Yield peningkatan stabilitas emulsi (Ambarsari,
Biosurfaktan 2003).
Yield merupakan perbandingan antara 4. Kesimpulan
massa produk dengan massa bahan baku. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil
Menurut Aziz (2015), rasio mol reaktan dan penelitian mengenai pembuatan biosurfaktan
jumlah katalis berpengaruh terhadap produk esteramina dari metil ester lemak ayam dan
biosurfaktan yang dihasilkan. Grafik trietanolamin adalah sebagai berikut:
hubungan antara penggunaan jumlah katalis 1. Reaksi antara metil ester lemak ayam
KOH pada proses transesterifikasi terhadap dan trietanolamin berhasil
yield pada berbagai rasio mol dapat dilihat membentuk biosurfaktan esteramina.
pada Gambar 3.7. 2. Biosurfaktan esteramin dengan
karakteristik terbaik dihasilkan pada
kondisi operasi rasio mol TEA : ME
lemak ayam 1 : 2 dan jumlah katalis
KOH 3% dengan nilai densitas 0.922
gr/ml, pH 9,8, tegangan permukaan

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 8


52,5 dyne/cm, tegangan antar muka Konsentrasi Surfaktan Terhadap
49,5 dyne/cm, stabilitas emulsi 98% Peningkatan Perolehan Minyak.
dan yield 76,45%. Nilai penurunan Seminar Nasional Cendikiawan.
tegangan permukaan, penurunan Program Studi Teknik Perminyakan.
tegangan antar muka, dan stabilitas Universitas Trisakti. Jakarta.
emulsi cenderung menurun seiring Kosaric, N. dan F. V. Sukan. 1993.
dengan rasio mol dan penambahan Biosurfactants: Production.
jumlah katalis. Properties: Applications. Marcel
Dekker, Inc. New York.
Daftar Pustaka
Laura. 2004. Pengaruh Rasio Mol Reaktan
Ambarsari, I. 2003. Pengaruh Jenis dan dan Lama Reaksi dalam Pembuatan
Konsentrasi Katalis pada Proses Dietanolamida sebagai Surfaktan
Pembuatan Surfaktan Dietanolamida Berbasis Minyak Inti Sawit. Skripsi.
Berbasis Asam Lemak dari Minyak Fakultas Teknologi Pertanian,
Inti Sawit. FakultasTeknologi Institute Pertanian Bogor. Bogor.
Pertanian IPB. Bogor. Marnoto, T., dan A, Efendi. 2011. Biodisel
Aziz, H. A., Aroua, M. K, Aroua., R, dari Lemak Hewani (Ayam Broiler)
Yusoff., N. A, Abas., Z, Idris., H. A, dengan Katalis Kapur Tohor.
Hassan. 2015. Production of Palm- Presiding Seminar Nasional Teknik
Based Esteramine Through Kimia. Universitas Pembangunan
Heterogeneous Catalysis. Journal of Nasional “Veteran” Yogyakarta.
Surfactans and Detergent. 19: 11-18. Yogyakarta.
Bird, T. M., A. Nur, dan M. Syahri. 1983. Mittelbach, M. dan C. Remschmidt. 2006.
Kimia Fisik. Bagian Kimia. Institut Biodiesel: The Comprehensive
Pertanian Bogor. Bogor. Handbook. 3rd ed. Boersedruck Ges.
Damayanti, Y., A. D, Lesmono ., dan T, Austria.
Prihandono. 2018. Kajian Pengaruh Nurminah, M. 2005. Kajian Pengaruh Rasio
Suhu Terhadap Viskositas Minyak Mol Reaktan, Suhu, dan Lama Reaksi
Goreng sebagai Perancangan Bahan Dalam Pembuatan Surfaktan
Ajar Petunjuk Praktikum Fisika. Dietanolamida Dari Metil Ester
Jurnal Pembelajaran Fisika. 7(3): Dominan C12 Minyak Inti Sawit.
307-314. Tesis. Program Pasca Sarjana
Harris, D. C. 1995. Quantitative Chemical Teknologi Industri Pertanian.
Analysis. 4th ed. W. H. Freeman and Universitas Sumatera Utara.
Company. New York. Ravensca, I., C. Saleh, dan Daniel. 2017.
Hidayati, S., Ilim, dan P. Permadi. 2008. Pembuatan Surfaktan Berbahan
Optimasi Proses Sulfonasi untuk Dasar Minyak Biji Ketapang
Memproduksi Metil Ester Sulfonat Terminalia catappa Dengan
dari Minyak Sawit Kasar. Prosiding Trietanolamina. Jurnal Atomik 2(2):
Seminar Nasional Sains dan 183-189.
Teknologi-II. Universitas Lampung. Ridha, M., dan Darminto. 2016. Analisis
Bandar Lampung. Densitas, Porositas dan Struktur
Holmberg, K., B. Jonsson, B. Kronberg, dan Mikro Batu Apung Lombok dengan
B. Lindman. 2004. Surfactans and Variasi Lokasi Menggunakan Metode
Polymers in Aqueous Solution. 2nd ed. Archimedes dan Software Image-J.
John Wiley and Sons Inc. New York. Jurnal Fisika dan Aplikasinya. 12(3):
Hui, Y. H. 1996. Bailey’s Industrial Oil and 124-130.
Fat Products. Ed.5, Vol.2. John Rosen, M. J. 2004. Surfactant And
Willey & Sons, Inc. New York. Interfacial Phenomena. John Wiley
Kesuma, W, P., dan S, Kasmungin. 2015. & Sons, Inc. New Jersey.
Studi Laboratorium Pengaruh Rowe, R. C. 2006. Handbook Of
Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 9
Pharmaceutical Excipients, 5th
Edition. The Pharmaceutical Press.
London.
Setiawati, T., U. Atmomarsono dan B.
Dwiloka. 2016. Kadar Lemak dan
Profil Asam Lemak Jenuh, Asam
Lemak Tak Jenuh Daging Ayam
Broiler dengan Pemberian Pakan
Mengandung Tepung Daun
Kayambang (Salvinia Molesta).
Jurnal Teknolgi Hasil Pertanian
UNDIP. 9(2): 1-7.
Skoog, D. A., F. J. Holler, T. A. Nieman.
1998. Principle of Instrumental
Analysis. 3rd ed. Saunders College
Publishing. New York.

Jom FTEKNIK Volume 6 Edisi 1 Januari s/d Juni 2019 10

Anda mungkin juga menyukai