Anda di halaman 1dari 13

Hari, Tanggal Seminar : Kamis, 8 Juli 2021

Ruang/Sesi/ Pukul Seminar : R. 261/ 1/ 08.00-09.00 WIB

Analisis dan Prediksi IHSG Indonesia dengan ARIMA


dan ECM Selama Pandemi COVID-19

Nafkhi Pratama Ramadhani1, Dedi Walujadi2


1
IVSE3/211709882

e-mail:1211709882@stis.ac.id,2walujadi@stis.ac.id

Abstrak
Perkembangan COVID-19 di seluruh dunia, salah satunya di Indonesia. Sektor yang
paling terdampak COVID-19 di Indonesia dari berbagai sektor lain adalah pada sektor investasi.
Sektor investasi merupakan salah satu motor penggerak ekonomi terbesar di Indonesia. Nilai
investasi di Indonesia dapat dilihat dari Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Pergerakan
nilai IHSG menurun derastis bersamaan masuknya COVID-19 di Indonesia. Hal ini menjadi
fokus peneliti dalam menganalisis dan memprediksi IHSG pada masa pandemi COVID-19.
Dengan menggunakan metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA) dan Error
Correction Mechanism (ECM), peneliti melakukan analisis dan prediksi terhadap IHSG pada
masa pandemi COVID-19. Dari metode tersebut didapatkan hasil bahwa metode ARIMA (8,1,3)
relevan dalam memprediksi IHSG pada masa pandemi COVID-19 dengan nilai estimasi sebesar
6150,07. Di samping itu, dengan metode ECM didapatkan hasil bahwa COVID-19 berpengaruh
negative tetapi tidak signifikan terhadap pergerakan IHSG selama masa pandemi COVID-19.

Kata kunci—IHSG, COVID-19, ARIMA, ECM

Abstract
COVID-19 growth around the world is getting worse, so do Indonesia. Many sectors in
Indonesia affected by COVID-19, and one of that is investment sector. Investment sector is one
of the biggest economic drive in Indonesia. So, it is hoped that many investors will invest by
knowing the stable value of investment in Indonesia. Investment value in Indonesia can be seen
on Indonesia Stock Exchange (IDX) or we can call Indonesia Composite Index (ICI). ICI was
drastically fallen concurrent with the entry of COVID-19 in Indonesia. This problem to be our
focus to analyze and predict ICI during COVID-19 pandemic. Using Autoregressive Integrated
Moving Average (ARIMA) and Error Correction Mechanism (ECM), we try to predict ICI
movement for next period and analyze how COVID-19 impact the ICI movement. From those
methods, we have got result that ARIMA (8,1,3) is the most relevant method to predict ICI
movement during COVID-19 era with 6150.07 for predicted value. Besides that, ECM method
shows that COVID-19 negative but not significantly affect ICI movement during COVID-19 era.

Keywords—ICI, COVID-19, ARIMA, ECM

1. PENDAHULUAN

COVID-19 yang muncul pada akhir 2019 dan awal tahun 2020 berasal dari Wuhan, China
memberikan dampak yang ekstrem ke berbagai negara dan bisa digolongkan ke dalam teori Black
Swan. Banyak sektor yang terdampak dari COVID-19 ini, salah satunya adalah pada sektor
investasi. Sektor investasi merupakan salah satu motor penggerak ekonomi terbesar di Indonesia.
1
◼ ISSN: 1978-1520

Sehingga, investasi diharapkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara selaras
dengan tuntutan masyarakat. Nilai investasi di Indonesia dapat dilihat dari Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG). Nilai IHSG yang menurun derastis pada masa pandemi COVID-19 dapat kita
sejajarkan dengan harga saham pada krisis ekonomi Subprime Mortgage Default karena pada
periode krisis tersebut nilai share indeks saham Amerika yaitu Dow Jones Industrial Average
(DJIA) turun mendekati 20% pada 6-10 Oktober 2008 dan meninggalkan nilainya 40% pada
tanggal yang sama tahun sebelumnya (Makridakis, et.al, 2009).
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) merupakan suatu nilai indeks yang berfungsi
mengukur kinerja dari semua harga saham di Papan Utama dan Papan Pengembangan Bursa Efek
Indonesia (BEI). Terdapat dua faktor yang mempengaruhi pergerakan IHSG, yaitu dari faktor
internal (contoh: nilai tukar, pendapatan nasional, inflasi, dan suku bunga) dan faktor eksternal
(contoh: Indeks saham negara lain, harga minyak mentah dunia, harga emas dunia, dan peristiwa
ekstrem yang mempengaruhi stabilitas ekonomi negara). IHSG dapat dianalisis menggunakan dua
metode analisis yaitu metode analisis fundamental dan metode analisis teknikal. Metode analisis
fundamental digunakan untuk mengetahui pergerakan saham dengan memperhatikan faktor
internal dan eksternal. Sedangkan, metode analisis teknikal digunakan untuk memprediksi harga
saham dengan mengidentifikasi pergerakan harga saham tersebut.
Pada penelitian ini, peneliti akan melakukan analisis dan prediksi terhadap nilai IHSG
dengan menerapkan metode analisis fundamental menggunakan metode ECM dan metode
analisis fundamental menggunakan ARIMA.

2. METODOLOGI

A. Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA)


ARIMA merupakan suatu metode peramalan data dalam mengatasi data yang tidak
stasioner sehingga data yang digunakan dalam ARIMA sudah melalui proses diferensiasi.
Pemodelan ARIMA dilakukan dengan menggunakan tahapan sebagai berikut:
1. Pengujian stasioneritas pada level
Pengujian stasioneritas pada level dilakukan dengan uji formal dan informal. Uji
formal dilakukan dengan melihat korelogram ACF dan PACF. Korelogram yang
melebihi garis Bartlett mengindikasikan bahwa data tidak stasioner. Uji informal
dilakukan untuk memastikan bahwa uji formal yang kita lakukan benar, yaitu dengan
menggunakan ADF test. Pada ADF test, nilai τ-statistik dibandingkan dengan τ-
McKinnon Critical Values dan akan menerima H0 jika τ-statistik kurang dari τ-tabel
yang berarti data tidak stasioner. Atau dapat kita lihat nilai p-value dari ADF test.
Nilai p-value yang melebihi tingkat signifikansi maka akan gagal tolak H 0 atau data
tidak stasioner.
2. Pengujian stasioneritas pada difference
Apabila diproleh data tidak stasioner pada level maka akan kita lakukan proses
diferensiasi. Diferensiasi dilakukan dengan mengurangkan nilai Yt dengan Yt-1.
Kemudian dilakukan kembali pengujian dengan uji informal dan formal seperti pada
pengujian stasioneritas pada level.
3. Pemodelan ARIMA
Pemodelan ARIMA (p, d, q) dilakukan dengan melihat korelogram ACF dan
PACF pada data yang stasioner.

Tabel 1. Model ARIMA


Model Pola ACF Pola PACF
(1) (2) (3)
Eksponensial, gelombang Menurun drastis pada lag
AR(p)
sinus (Dies Down) tertentu (Cut Off)
2
IJCCS ISSN: 1978-1520

Menurun drastis pada lag Eksponensial, gelombang


MA(q)
tertentu (Cut Off) sinus (Dies Down)
ARIMA Eksponensial, gelombang Eksponensial, gelombang
(p, d, q) sinus (Dies Down) sinus (Dies Down)
Sumber: Bambang Djuanda, Junaidi (2012)

Model ARIMA terbaik dipilih dengan melihat nilai AIC (Akaike Information
Criteterion) dan SC (Schwarz Criterion). Selain itu kita harus melihat nilai goodness
of fit dan R2 untuk pertimbangan dalam memilih model ARIMA. Secara sistematis
model ARIMA dapat kita tulis sebagai berikut:
𝑌𝑡 − 𝑌𝑡 − 1 = 𝛽0 + 𝛽1 (𝑌𝑡 − 1 − 𝑌𝑡 − 2) + 𝛽2 (𝑌𝑡 − 2 − 𝑌𝑡 − 3) + … +
𝛽𝑝 (𝑌𝑡 − 𝑝 − 𝑌𝑡 − 𝑝 − 1 + 𝑒𝑡 + 𝛼1 𝑒𝑡−1 + 𝛼2 𝑒𝑡−2 + … + 𝛼𝑞 𝑒𝑡−𝑞 ) (1)

B. Error Correction Mechanism (ECM)


ECM merupakan suatu model regresi dengan memasukkan nilai koreksi untuk
menyesuaikan ketidak seimbangan jangka pendek menuju keseimbangan jangka panjang. ECM
digunakan karena adanya regresiyang menunjukkan kointegrasi atau hubungan jangka Panjang
yang belum tentu mempunyai hubungan jangka pendek. Persamaan ECM secara umum sebagai
berikut:
∆𝑌𝑡 = 𝛼0 + ∑𝑘−1 𝑖=1 𝛼𝑖 ∆𝑋𝑖𝑡 + 𝛼𝑘 𝐸𝐶𝑇𝑡 + 𝑒𝑡 (2)
Dengan nilai 𝛼0 merupakan konstanta, 𝛼𝑖 merupakan koefisien jangka pendek ke-i pada
periode t, 𝛼𝑘 merupakan speed of adjustment, delta (∆) adalah diferensiasi, et adalah error yang
memenuhi asumsi klasik, dan 𝐸𝐶𝑇𝑡 = 𝑒̂𝑡−1 = (𝑌𝑡−1 − 𝛽0 − 𝛽1 𝑌̂𝑡−1 ) merupakan lag 1 periode
dari nilai residual atau kesalahan keseimbangan (error correction component) dari periode waktu
sebelumnya (t-1) dengan 𝛽1 merupakan koefisien jangka panjang.
C. Uji Keberartian Model dan Asumsi Klasik
1. Goodness of Fit
Goodness of fit dapat dilihat dari koefisien determinasi (R2). pengujian goodness
of fit dapat diukur dengan rumus koefisien determinasi sebagai berikut:
𝑆𝑆𝐸 ∑𝑢 ̂𝑡2
𝑅2 = 1 − = 1 − ∑(𝑌 ̅ )2
(3)
𝑆𝑆𝑇 𝑖 −𝑌
Dengan SSE adalah Sum Square Error dan SST adalah Sum Square Total, nilai
koefisien determinasi berkisar antara 0 dan 1. Koefisien determinasi nol berarti
variabel independent tidak dapat menjelaskan total varians dari variabel dependen.
2. Uji F-simultan
Uji F-simultan digunakan untuk menguji pengaruh variabel independen terhadap
variabel dependen secara bersama-sama. Rumus statistik uji dari uji F-simultan
sebagai berikut:
𝑀𝑆𝑅 𝑆𝑆𝑅⁄
𝑘
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = = 𝑆𝑆𝐸 ~𝐹𝑘,𝑛−𝑘−1 (4)
𝑀𝑆𝐸 ⁄𝑛−𝑘−1
Dengan nilai k merupakan jumlah variabel bebas dan n adalah total observasi,
nilai 𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 > 𝐹𝛼(𝑘;𝑛−𝑘−1) atau p-value kurang dari tingkat signifikansi α, maka
hasil uji akan tolak H0 atau dapat dikatakan terdapat minimal satu variabel
independen yang berpengaruh terhadap variabel dependen.
3. Uji t-parsial
Uji t-parsial berfungsi untuk mengetahui variabel independen mana yang
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen secara terpisah. Statistik
uji dari uji t-parsial sebagai berikut:

3
◼ ISSN: 1978-1520

∑𝑛
𝑖=1 𝑥𝑖𝑦𝑖
̂1
𝛽 ∑𝑛 2
𝑖=1 𝑥𝑖
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = ̂1) = ~𝑡(𝑛−𝑘−1) (5)
𝑠𝑒(𝛽
∑𝑛 2 ̂ ∑𝑛
√ 𝑖 𝑦𝑖 −𝛽1 𝑖=1 𝑥𝑖𝑦𝑖
𝑛−2

Kriteria uji dari uji t-parsial yaitu |𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 | > 𝑡𝛼/2,(𝑛−1,𝑘−1) atau p-value kurang
dari tingkat signifikansi α, maka dapat disimpulkan tolak H0 atau variabel independen
ke-i berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen.
4. Uji Normalitas
Uji Normalitas dilakukan pada error (et) suatu model. Uji ini menguji apakah
distribusi sisaan pada model berdistribusi normal atau tidak normal dengan
menggunakan statistik uji Kolmogorov-Smirnov sebagai berikut:
𝐷ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 𝑚𝑎𝑘𝑠 |𝐹0(𝑥) − 𝑆𝑛(𝑥)| (6)

di mana:
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓
𝑆(𝑥) = ∑
(7)
𝐹𝑟𝑒𝑘𝑢𝑒𝑛𝑠𝑖

𝑥−𝑥̅
𝑍= (8)
𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑎𝑟 𝐷𝑒𝑣𝑖𝑎𝑠𝑖

𝐹0(𝑥) = (0,5 − 𝑍𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 ) (9)

Kriteria uji dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah tolak H0 jika nilai D
> 𝐷𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau p-value < tingkat signifikansi α, yang berarti model tidak berdistribusi
normal.
5. Uji Nonautokorelasi
Uji nonautokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antar
error dalam model pada periode t dan periode sebelumnya (t-1). Pengujian
nonautokorelasi menggunkan uji Breusch-Godfrey atau Lagrange Multiplier Test
dengan statistik uji:
2
𝐵𝐺ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = (𝑛 − 𝑝)𝑅(𝑚) ~𝜒 2 (10)
Kriteria uji dari Lagrange Multiplier Test adalah tolak H0 jika BGstatistik lebih kecil
dari tingkat signifikansi α, sehingga dapat kita smpulkan bahwa tidak ada korelasi
antara error pada periode t dan t-1.
6. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas dilakukan untik menguji apakah terjadi ketidaksamaan
varians error untuk semua pengamatan setiap variabel bebas pada model regresi. Uji
heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakna uji White dengan meregresikan
error kuadrat dengan variavel dependen, variabel dependen kuadrat, dan auxiliary
regression. Statistik uji dari uji White adalah:
2 2
𝜒𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘 = 𝑛𝑅 2 ~𝜒(𝑚) (11)
Kriteria uji dari uji White dengan derajat bebas sebanyak regressor m dalam
2 2
auxiliary regression, yaitu jika 𝜒𝑠𝑡𝑎𝑡𝑖𝑠𝑡𝑖𝑘 > 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 atau nilai p-value kurang dari nilai
tingkat signifikansi α maka dapat kita putuskan bahwa tolak H0 atau terdapat masalah
heteroskedastisitas.
7. Uji Multikolinearitas
Untuk mengetahui ada tidaknya korelasi antar variabel independent pada suatu
model kita harus melakukan uji multikolinearitas. Untuk mengetahui ada tidaknya
multikolinearitas dilakukan uji Variance Inflation Factor (VIF) dengan statistic uji
sebagai berikut:
1
𝑉𝐼𝐹 = 2 , 𝑖 = 1,2, … ,5 (12)
1−𝑅𝑖

4
IJCCS ISSN: 1978-1520

Nilai VIFi > 10 menunjukkan indikasi bahwa suatu model regresi mengalami
masalah multikolinearitas yaitu standard error yang tinggi tetapi memiliki t-statistik
yang rendah.
8. Keakuratan Ramalan
Pengukuran keakuratan ramalan yang digunakan pada penelitian iini adalah
Mean Absolute Deviation (MAD), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), Mean
Square Error (MSE), dan Mean Percentage Error (MPE) dengan rumus sebagai
berikut:
∑𝑛
𝑡−1(𝑌𝑡 −𝑌̂𝑡 )
𝑀𝐴𝐷 = (13)
𝑛
𝑌𝑡 −𝑌̂𝑡
∑𝑛𝑡=1| 𝑌 |
𝑡
𝑀𝐴𝑃𝐸 = 𝑥100% (14)
𝑛
1
𝑀𝑆𝐸 = ∑𝑛𝑖=1(𝑦𝑡 − 𝑦̂𝑡 ) (15)
𝑛
𝑌 −𝑌̂
𝑀𝑃𝐸 = ∑𝑛𝑡−1 𝑡 𝑡 (16)
𝑛
D. Sumber Data
Pada penelitian ini digunakan beberapa data untuk dilakukan analisis dan peramalan. Data
tersebut adalah data IHSG, DJIA, kurs, harga emas dunia, harga minyak mentah dunia, dan data
kasus terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia. Data diperoleh dari sumber online pada
investing.com dan data kasus terkonfirmasi COVID-19 di Indonesia diperoleh dari Google
Datastudio dengan sumber bnpb-inacovid19.hub.arcgis.com. Data IHSG dan DJIA memiliki
satuan poin, data kurs memiliki satuan rupiah/USD, emas memiliki satuan USD, harga minyak
mentah dunia memiliki satuan USD/barrel, dan kasus terkonformasi COVID-19 memiliki satuan
orang. Series data yang digunakan adalah series data harian selama tahun 2020, sehingga peneliti
menggunakan series waktu yang beririsan untuk menghindari missing data.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Uji Stasioneritas

Tabel 2. Hasil Unit Root Test ADF


Variabel ADF Data Level ADF Data first difference
t-statistic p- Keterangan t-statistic p- Keterangan
value value
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
IHSG -0,876923 0,7939 Tidak -9,732558 0,0000 Stasioner
Stasioner
DJIA -1,065177 0,7292 Tidak -16,94984 0,0000 Stasioner
Stasioner
KURS -1,237396 0,6580 Tidak -12,29742 0,0000 Stasioner
Stasioner
EMAS -1,770041 0,3945 Tidak -13,92361 0,0000 Stasioner
Stasioner
MINYAK_MENTAH -0,886174 0,7910 Tidak -13,88412 0,0000 Stasioner
Stasioner
COVID -5,570996 0,0000 Tidak -9,983594 0,0000 Stasioner
Stasioner
Sumber: Output E-views (diolah)

B. Pemodelan ARIMA pada IHSG


Dari uji stasioneritas diperoleh data IHSG stasioner pada first difference. Sehingga dapat
kita bentuk model ARIMA berdasarkan korelogram ACF dan PACF pada first difference yang
dapat dilihat pada Gambar 1.

5
◼ ISSN: 1978-1520

Gambar 1. Korelogram First Difference IHSG

Dari gambar tersebut dapat dibentuk model ARIMA (3,1,3), ARIMA (3,1,8), ARIMA
(8,1,3), dan ARIMA (8,1,8). Model ARIMA terbaik akan ditentukan dengan nilai AIC (Akaike
Information Criterion) dan SC (Schwarz Criterion) yang terkecil serta nilai R2 terbesar.

Tabel 3. Nilai AIC, SC, dan R2


Model AIC SC R2
(1) (2) (3) (4)
ARIMA (3,1,3) 11,91134 12,04806 0,078538
ARIMA (3,1,8) 11,84180 12,06396 0,180246
ARIMA (8,1,3) 11,82359 11,91359 0,189079
ARIMA (8,1,8) 11,83723 11,96184 0,242543
Terendah 11,82359 11,91359 0,242543
Sumber: Output E-views (diolah)

Berdasarkan pada Tabel 3, ARIMA (8,1,3) adalah model ARIMA terbaik karena
memiliki nilai AIC, SC, dan R2 terkecil dengan 11,82359 pada AIC, 11,91359 pada SC, dan
0,242543 pada R2. Oleh karena itu, dapat kita bentuk model tentative sebagai berikut:
𝑌𝑡 = 𝑐 + (∅1 + 1)𝑌𝑡−1 + (∅2 − ∅1 )𝑌𝑡−2 + (∅3 − ∅2 )𝑌𝑡−3 + (∅4 − ∅3 )𝑌𝑡−4 + (∅5 −
∅4 )𝑌𝑡−5 + (∅6 − ∅5 )𝑌𝑡−6 + (∅7 − ∅6 )𝑌𝑡−7 + (∅8 − ∅7 )𝑌𝑡−8 − ∅8 𝑌𝑡−9 − 𝜃1 𝑒𝑡−1 −
𝜃2 𝑒𝑡−2 − 𝜃3 𝑒𝑡−3 + 𝑒𝑡 (17)
Nilai konstanta dan koefisien regresi dapat kita lihat pada hasil berkut:

6
IJCCS ISSN: 1978-1520

Gambar 2. Pemodelan ARIMA (8,1,3)

Dari Gambar 2 tersebut dapat kita masukkan pada model tentatif dan didapatkan model
persamaan Yt sebagai berikut:
𝑌𝑡 = 5,550298 + 0,430726𝑌𝑡−1 − 0,720425𝑌𝑡−2 − 0,720425𝑌𝑡−3 + 0,661252𝑌𝑡−4 +
0,095945𝑌𝑡−5 + 0,27957𝑌𝑡−6 − 0,01048𝑌𝑡−7 + 0,201476𝑌𝑡−8 − 0,359898𝑌𝑡−9 −
0,511962𝑒𝑡−1 + 0,167257𝑒𝑡−2 + 0,686734𝑒𝑡−3 + 𝑒𝑡 (18)
Model ARIMA tersebut akan kita gunakan untuk meramalkan nlai IHSG pada periode
selanjutnya.
C. Pemodelan ECM pada IHSG
Diketahui bahwa semua variabel penelitian stasioner pada first difference. Sehingga
pemodelan ECM dengan variabel dependen IHSG dapat dilakukan. Setelah mengetahui
stasioneritas data, langkah selanjutnya yaitu pengecekan kointegrasi jangka panjang. Hasil dari
pemodelan jangka panjang adalah sebagai berikut:

Gambar 3. Pemodelan Jangka Panjang


Dari Gambar 3 tersebut dapat dibentuk persamaan jangka panjang berikut:
𝐼𝐻𝑆𝐺𝑡 = 359,2107 + 0,202815 𝐷𝐽𝐼𝐴𝑡 + 0,095161 𝐾𝑈𝑅𝑆𝑡 − 1,114173 𝐸𝑀𝐴𝑆𝑡 +
14,48362 𝑀𝐼𝑁𝑌𝐴𝐾_𝑀𝐸𝑁𝑇𝐴𝐻𝑡 − 80,29542 𝑙𝑛𝐶𝑂𝑉𝐼𝐷𝑡 + 𝑒𝑡 (19)

7
◼ ISSN: 1978-1520

Dari model tersebut dapat kita ketahui bahwa DJIA, Kurs, Harga Emas, Harga Minyak
Mentah, dan lnCOVID berpengaruh signifikan pada jangka Panjang terhadap IHSG karena
memiliki nilai p-value kurang dari tingkat signifikansi α (5%). Koefisien jangka Panjang
menunjukkan bahwa kenaikan satu poin indeks DJIA akan menyebabkan kenaikan nilai IHSG
sebesar 0,202815 poin dengan asumsi variabel lain konstan. Selain itu, kenaikan harga emas dunia
sebesar satu dolar amerika akan menurunkan nilai IHSG sebesar 1,114173 poin dengan asumsi
variabel lain konstan. Dan kenaikan harga minyak mentah dunia sebesar satu dolar amerika per
barel akan menaikkan nilai IHSG sebesar 14,48362 poin dengan asumsi variabel lain konstan.
Kenaikan kasus terkonfirmasi COVID-19 pada jangka panjag akan menurunkan nilai IHSG
sebesar 80,29542 persen. Selanjutnya kita lakukan pengujian kointegrasi dari model tersebut.

Gambar 4. Pengujian Kointegrasi

Pengujian kointegrasi menunjukkan bahwa |ADF t-statistic| > |-2,876677| dan nilai p-
value kurang dari tingkat signifikansi 5%, maka tolak H0 atau terdapat kointegrasi antar variabel
independen dan dependen. Dari uji kointegrasi dapat kita bentuk model ECM atau pemodelan
jangka pendek dengan menggunakan data yang stasioner pada first difference sebagai berikut:

Gambar 5. Pemodelan Jangka Pendek (ECM)

8
IJCCS ISSN: 1978-1520

Gambar 5 menunjukkan konstanta dari model ECM yang secara matematis dapat ditulis
sebagai berikut:
𝑑(𝐼𝐻𝑆𝐺)𝑡 = 2,565179 + 0,053117 𝑑(𝐷𝐽𝐼𝐴)𝑡 − 0,0334558 𝑑(𝐾𝑈𝑅𝑆)𝑡 +
0,044087 𝑑(𝐸𝑀𝐴𝑆)𝑡 − 0,094230 𝑑(𝑀𝐼𝑁𝑌𝐴𝐾 𝑀𝐸𝑁𝑇𝐴𝐻)𝑡 − 41,79143 𝑑(𝑙𝑛𝐶𝑂𝑉𝐼𝐷)𝑡 −
0,120326 𝐸𝐶𝑇(−1) (20)
Model tersebut menunjukkan bahwa Kasus Terkonformasi COVID-19 tidak berpengaruh
signifikan jangka pendek terhadap IHSG yang dapat dibuktikan dengan nilai p-value lebih dari
tingkat signifikansi α (5%). IHSG terpengaruh signifikan jangka pendek terhadadap DJIA dan
Kurs. Kenaikan nilai perubahan DJIA sebesar satu poin akan menyebabkan kenaikan nilai
perubahan IHSG sebesar 0,053117 poin dengan asumsi variabel lain konstan. Dan kenaikan nilai
perubahan kurs sebesar satu rupiah per dolar amerika akan menurunkan nilai perubahan IHSG
sebesar 0,334558 poin dengan asumsi variabel lain konstan. Selain itu, nilai ECT juga signifikan
berpengaruh terhadap IHSG dengan nilai konstanta -0.120326 yang berarti ketidakseimbangan
pada hari ini akan terkoreksi sebesar -12,0326% pada hari berikutnya akibat pengaruh variabel
DJIA, kurs, harga emas dunia, harga minyak mentah dunia, dan kasus terkonfirmasi COVID-19.
Tahap selanjutnya setelah membuat model yaitu menguji asusmsi klasik, yaitu:
1. Uji Asumsi Normalitas

Gambar 6. Hasil uji normalitas ECM

Uji Kolmogorov-Smirnov menunjukkan nilai sebesar 0,054 dengan nilai p-value


sebesar 0,200. Nilai ini menunjukkan bahwa nilai KS kurang dari dari 𝐷𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 (0,0985)
dan nilai p-value lebih dari tingkat signifikansi 5%. Sehingga dapat disimpulkan
bahwa tolak H0 atau model berdistribusi normal.
2. Uji Asumsi Nonautokorelasi

Gambar 7. Hasil uji nonautokorelasi

Pada hasil pengujian nonautokorelasi didapatkan nilai probability F-statistic


sebesar 0,1086 atau lebih dari tingkat signifikansi 5%, maka dapat disimpulkan gagal
tolak H0 atau dapat dikatakan terpenuhinya asumsi nonautokorelasi.
3. Uji Asumsi Heteroskedastisitas

9
◼ ISSN: 1978-1520

Gambar 8. Hasil uji heteroskedastisitas

Heteroskedasticity test White menunjukkan nilai probability chi-square sebesar


0,0799. Nilai ini lebih besar dibandingkan tingkat signifikansi 5%. Sehingga dari
White Test ini dapat disimpulkan bahwa gagal tolak H 0 atau dapat dikatakan bahwa
asumsi homoskedastisitas terpenuhi.
4. Uji Asumsi Nonmultikolinearitas

Gambar 9. Hasil uji multikolinearitas

Hasil uji VIF menunjukkan nilai VIF dari setiap variabel independen dalam
penelitian ini memiliki nilai kurang dari 10. Dengan hasil ini kita dapat
menyimpulkan bahwa asumsi nonmultikolinearitas terlah terpenuhi.
D. Peramalan dan pengukuran kesalahan
1. ARIMA
Dari pemodelan ARIMA (8,1,3) dapat kita lakukan prediksi nilai IHSG pada tanggal
4 Januari 2021 atau pada hari pertama IHSG dibuka pada tahun 2021. Dengan
memasukkan nilai IHSG pada empat periode sebelumnya dan error dari IHSG lima
periode sebelumnya maka:
𝑌𝑡 = −5,550298 + 0,430726(5979,07) + 0,720425(6036,17) +
0,716714(6093,55) − 0,661252(6008,71) − 0,095945(6023,29) −
0,27957(6165,62) + 0,01048(6104,32) − 0,201476(6113,38) +
0,359898(6118,40) − 0,511962(−37,9655) + 0,167257(−25, ,049) +
0,686724(114,4849) (21)
Hasil tersebut menunjukkan bahwa pada hari pertama pada tahun 2021, IHSG akan
berada pada 6150,07 poin. Untuk mengetahui seberapa yakinkah kita terhadap hasil
peralan itu, kita lakukan pengukuran keakuratan dengan menggunakan Mean Absolute
Deviation (MAD), Mean Absolute Percentage Error (MAPE), Mean Square Error (MSE),
dan Mean Percentage Error (MPE). Hasil dari pengukuran MSE dan MAPE dapat kita
lihat pada tabel berikut:

Tabel 4. Pengukuran keakuratan ramalan ARIMA


MSE MAD MAPE MPE
(1) (2) (3) (4) (5)
Hasil 25843,123 108,884 2,187% -0,054%

10
IJCCS ISSN: 1978-1520

Tabel tersebut menunjukkan setiap ramalan memiliki rata-rata deviasi sebesar


108,884. Dengan nilai MAPE tersebut penggunaan model ARIMA (8,1,3) relevan untuk
dilakukan dalam peramalan. Model tersebut memiliki nilai ramalan yang tidak terlalu
tinggi dan terlalu rendah serta jika terdapat model lain dalam meramalkan IHSG dapat
dibandingkan dengan model ini.
2. ECM
Pengujian keakuratan dalam penelitian ini tidak hanya dilakukan pada model ARIMA
tetapi juga dapat digunakan pada model ECM. Berikut adalah hasil pengujian keakuratan pada
model ECM:
Tabel 5. Pengukuran keakuratan ECM
MSE MAD MAPE MPE
(1) (2) (3) (4) (5)
Hasil 7560,23 59,64 12,39% -102,20%
Dari hasil pengukuran keakuratan tersebut setiap estimasi memiliki rata-rata deviasi
sebesar 59,64. Pengukuran MAPE menunjukkan bahwa model 12,39%. Model ECM ini lebih
cocok untuk mengestimasi dengan dikaitkan dengan beberapa faktor penyebab naik turunnya
IHSG.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

Dari semua tahap yang sudah dilakukan maka peneliti dapat menyimpulkan bahwa model
ARIMA (8,1,3) adalah model terbaik untuk meramalkan pergerakan IHSG pada masa pandemi
COVID-19 dengan nilai ramalan sebesar 6150,07 untuk periode berikutnya. Tetapi dengan
menggunakan metode ECM, kasus terkonfirmasi COVID-19 berpengaruh negatif tetapi tidak
signifikan terhadap naik turunnya IHSG pada masa pandemi COVID-19.
Beberapa saran yang dapat diberikan dari penelitian ini, yaitu perlunya kehati-hatian
investor terhadap variabel yang mungkin berpengaruh terhadap IHSG sebelum melakukan
investasi saham di Indonesia, perlunya perhatian perusahaan terhadap variabel-variabel yang
mempengaruhi kinerja perusahaan di masa pandemi COVID-19, perlunya sikap tanggap dari
pemerintah Indonesia terhadap pandemi COVID-19 yang dapat berdampak pada sektor krusial
penopang ekonomi Indonesia, dan perlunya pengembangan metode gabungan ARIMA-ECM
serta penambahan variabel lain yang dapat menambah keakuratan dalam melakukan estimasi nilai
saham di masa pandemi COVID-19.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Sadeq. (2008). Analisis prediksi indeks harga saham gabungan dengan metode arima
(studi pada IHSG di bursa efek Jakarta) [Disertasi]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Ardian Agung Witjaksono. (2010). Analisis Pengaruh Tingkat Suku Bunga SBI, Harga Minyak
Dunia, Harga Emas Dunia, Kurs Rupiah, Indeks Nikkei 225, dan Indeks Dow Jones
terhadap IHSG (studi kasus pada IHSG di BEI selama periode 2000-2009) [Disertasi].
Semarang: Universitas Diponegoro.

Arthamevia, S. A., Ayu, M., Ula, U., Rizqi, S., Nissa, F., & Cahyo, H. (2020). PENGARUH
COVID-19 TERHADAP HARGA SAHAM DI INDONESIA TAHUN 2019-2020.
In Seminar Nasional Official Statistics (Vol. 2020, No. 1, pp. 34-44).

Aven, T. (2015). Implications of black swans to the foundations and practice of risk assessment
and management. Reliability Engineering & System Safety, 134, 83-91.

11
◼ ISSN: 1978-1520

Ayu Sucita Tresna. (2019). Pengaruh indeks nikkei 225, bi rate, kurs dan laju pertumbuhan
ekonomi terhadap indeks harga saham gabungan (ihsg) periode 2003-2017 [Disertasi].
Tasikmalaya: Universitas Siliwangi.

Bai, L., Wei, Y., Wei, G., Li, X., & Zhang, S. (2020). Infectious disease pandemic and permanent
volatility of international stock markets: A long-term perspective. Finance research
letters, 101709.

“Data Historis Dow Jones Industrial Average.” Dow Jones Industrial Average (DJI).
Investing.com. 7 Nov. 2020. < https://id.investing.com/indices/us-30>

“Data Historis Emas Berjangka.” Emas Berjangka - Ags '21 (ZGQ1). Investing.com. 7 Nov. 2020.
< https://id.investing.com/commodities/gold-historical-data>

“Data Historis Jakarta Stock Exchange Composite.” Jakarta Stock Exchange Composite (JKSE).
Investing.com. 7 Nov. 2020. < https://id.investing.com/indices/idx-composite-historical-
data>

“Data Historis Minyak Mentah WTI Berjangka.” Minyak Mentah WTI Berjangka - Jul '21 (TN1).
Investing.com. 7 Nov. 2020. < https://id.investing.com/commodities/crude-oil-historical-
dataa>

Haryanto, H. (2020). Dampak Covid-19 terhadap Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG). Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian
Journal of Development Planning, 4(2), 151-165.

Hendrawan, B. (2012). Penerapan Model ARIMA dalam memprediksi IHSG. Jurnal


Integrasi, 4(2), 205-211.

Herlambang, G. “Pengertian Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA)”. Investing.com 2


Maret 2018. 3 Maret 2021 < https://id.investing.com/analysis/pengertian-indeks-dow-
jones-industrial-average-djia-200199971>

Isvan Anggeriraja Jupiono. (2018). Determinan Ihsg Pasca Kritis Ekonomi Gloval Di Indonesia
Tahun 2009-2018 (menggunakan Model Ecm) [Skripsi]. Jakarta: Sekolah Tinggi Ilmu
Statistik

Juanda, B., & Junaidi, J. (2012). Ekonometrika deret waktu: teori dan aplikasi. Bogor: IPB Press

Kasuma, K. A. P., & Nugroho, Y. D. (2020). TINJAUAN KASUS TERKONFIRMASI POSITIF


COVID-19 TERHADAP IKLIM INVESTASI DI INDONESIA: PERAMALAN DAN
KORELASI. In Seminar Nasional Official Statistics (Vol. 2020, No. 1, pp. 190-195).

Mahdi, M., & Kaluge, D. (2009). Pengaruh Tingkat Suku Bunga (Birate) Dan Kurs Dolar As
Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) Dengan Menggunakan Metode Error
Corection Model (Ecm). Jurnal Ekonomi Pembangunan, 8(2), 308-314.

Makridakis, S., Hogarth, R. M., & Gaba, A. (2009). Forecasting and uncertainty in the economic
and business world. International Journal of Forecasting, 25(4), 794-812.

Mar’ati, F. S. (2012). Analisis Efisiensi pasar Modal Indonesia. Jurnal Ilmu Manajemen dan
Akuntansi Terapan (JIMAT), 3(2), 35-44.

12
IJCCS ISSN: 1978-1520

Pane, M. D. C. “COVID-19”. alodokter 3 Mei 2021. 3 Maret 2021 <


https://www.alodokter.com/covid-19>

Purbawati, N. L. K., & Dana, I. M. (2016). Perbandingan Volatilitas Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) Sebelum dan Setelah Krisis Subprime Mortgage. E-Jurnal
Manajemen, 5(2).

Raraga, F., CHABACHIB, M., & Muharam, H. (2013). Analisis pengaruh harga minyak dan
harga emas terhadap hubungan timbal-balik kurs dan Indeks Harga Saham Gabungan
(IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) 2000-2013 (Doctoral dissertation, Diponegoro
University).

Salisu, A. A., & Vo, X. V. (2020). Predicting stock returns in the presence of COVID-19
pandemic: The role of health news. International Review of Financial Analysis, 71,
101546.

“Statistik COVID19 Seluruh Indonesia.” Corona Statistics. Google Data Studio. 7 Nov. 2020. <
https://datastudio.google.com/u/0/reporting/fda876a7-3eb2-4080-92e8-
679c93d6d1bd/page/3cjTB>

Sukirno, S. (2011). Ekonomi Makro teori pengantar, edisi ketiga. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.

Taleb, N. N. (2005). The roots of unfairness: The black swan in arts and literature. Literary
Research/Recherche Litteraire, 21(41-42), 241-254.

Tandelilin, E. (2010). Dasar-dasar Manajemen Investasi. Manajemen Investasi, 34.

Vincentius Iwan Primaditya. (2015). Pemodelan Box-Jenkins (Arima) Untuk Peramalan Indeks
Harga Saham Gabungan [Disertasi]. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

Yurisca Putri Fauziyyah. (2018). Penerapan Error Correction Model (Ecm) Pada Data Inflasi
Dan Suku Bunga Indonesia. [Skripsi]. Jatinangor: Universitas Padjajaran

13

Anda mungkin juga menyukai