Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

BPS (Badan Pusat Statistik ) mendefinisikan inflasi sebagai salah satu


indikator untuk melihat stabilitas ekonomi suatu wilayah atau daerah yang
menunjukkan perkembangan harga barang dan jasasecara umum yang dihitung
dari

indeks

harga

konsumen.

Dengan

demikian

angka

inflasi

sangat

mempengaruhi daya beli masyarakat yang berpenghasilan tetap, dan di sisi lain
juga mempengaruhi besarnya produksi barang. Dalam ilmu ekonomi, inflasi
merupakan proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus
(kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai
faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas
di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga
akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga
merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Contoh inflasi di
Indonesia antara lain kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dari waktu ke
waktu. Kenaikan harga BBM juga dipengaruhi oleh tingginya permintaan dari
masyarakat (konsumen) dan rendahnya persediaan BBM tersebut.
Inflasi dapat digolongkan menjadi empat golongan berdasarkan tingkat
keparahannya, yaitu inflasi ringan, sedang, berat, dan hiperinflasi. Inflasi ringan
terjadi apabila kenaikan harga berada di bawah angka
antara

setahun, berat antara

setahun, inflasi sedang


setahun, dan hiperinflasi

atau inflasi tak terkendali terjadi apabila kenaikan harga berada di atas
setahun. Inflasi di Indonesia dibagi menurut kelompok komoditi yaitu sandang,
makanan jadi, minuman, rokok, tembakau, perumahan, air, listrik, gas, bahan
bakar, kesehatan, pendidikan, rekreasi, olahraga, transpor, komunikasi dan jasa
keuangan, serta indeks umum.
Sandang merupakan kebutuhan pokok manusia. Jumlah dan harga bahan
sandang yang sering berubah memberikan pengaruh pada nilai dari sandang.
Gejolak nilai ini menimbulkan inflasi sandang. Setiap tahun BPS membuat
1

catatan bulanan tentang inflasi menurut kelompok komoditi salah satunya yaitu
inflasi pada komoditi sandang. Data-data tersebut diperlukan untuk mengetahui
dan memperkiraan besar inflasi pada komoditas sandang pada periode yang akan
datang. Data inflasi Indonesia pada komoditas sandang periode Januari 2010
sampai dengan Maret 2015 merupakan data tunggal dan terurut dalam waktu,
sehingga dalam statistik runtun waktu dapat dianalisis menggunakan model
runtun waktu.
Model runtun waktu yang merupakan kombinasi linier dari proses white
noise adalah model Moving Average (MA). Model MA( ) adalah model deret dan
rata-rata bergerak yang mempunyai orde . Model MA( ) hanya dapat diterapkan
pada data yang stasioner baik terhadap rata-rata maupun variansinya. Pada
penulisan makalah ini perhitungan model MA( ) menggunakan bantuan software
Minitab 16 dan Eviews 5.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah dalam makalah ini adalah
1.

Bagaimana menentukan model inflasi Indonesia pada komoditas sandang


periode Januari 2010 sampai dengan Maret 2015 dengan menggunakan
model MA( )?

2.

Bagaimana peramalan besarnya inflasi Indonesia pada komoditas sandang


bulan April 2015 sampai dengan Juni 2015 selanjutnya?

1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah
1.

Mengaplikasikan model MA( ) terhadap data inflasi Indonesia pada


komoditas sandang periode Januari 2010 sampai dengan Maret 2015.

2.

Meramalkan besarnya inflasi Indonesia pada komoditas sandang bulan April


2015 sampai dengan Juni 2015.

1.4 Manfaat
Manfaat penulisan makalah ini adalah
1.

Manfaat secara teoritis yaitu dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan


statistik dan runtun waktu.

2.

Manfaat secara praktis yaitu dapat memberikan informasi kepada pihak


pemerintah mengenai besarnya inflasi Indonesia pada komoditi sandang
pada dua bulan ke depan.

BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Model moving average adalah suatu model untuk menganalisis data
stasioner yang terurut dalam waktu. Apabila data mengalami proses moving
average berorde q maka model untuk data tersebut adalah MA(q).
Untuk menganalisis data dengan model MA terdapat beberapa tahap yang
perlu dilakukan yaitu identifikasi, estimasi, diagnostik, dan peramalan. Dalam
setiap tahap tersebut terdapat beberapa subtahap yang harus dilakukan sehingga
akan diperoleh model yang sesuai dengan data.

2.2 Identifikasi
Untuk mengidentifikasi data dengan model MA diperlukan pengertian
dasar tentang runtun waktu, kestasioneran, model-model MA, dan autokorelasi.

2.2.1 Runtun Waktu


Menurut

Soejoeti [4], himpunan observasi yang terurut dalam waktu

disebut runtun waktu. Runtun waktu dikatakan deterministik jika keadaan yang
datang dapat diramalkan secara pasti berdasarkan data sebelumnya.
Makridakis [2] menyatakan bahwa data yang digunakan dalam model MA
adalah data yang stasioner.

2.2.2 Model MA
Mmenurut Cryer [1], model moving average dengan order q atau proses
MA(q), didefinisikan sebagai

dengan

merupakan nilai sisa (residu) yang independen dan berdistribusi normal

dengan mean 0 dan variansi

Proses MA(1)

dimana {

itu suatu proses white noise yang didefinisikan oleh barisan

independen. Untuk invertibilitas

. Mean

adalah

dan untuk

semua k. Maka MA(1) adalah suatu proses stasioner.

2.2.3 Kestasioneran
Model MA hanya dapat diterapkan pada data yang stasioner.
Kestasioneran data ada dua yaitu stasioner terhadap rata-ratanya dan stasioner
terhadap variansinya. Deret data dikatakan stasioner jika dibangkitkan oleh proses
yang didasarkan pada rata-rata yang konstan dan variansi yang konstan disekitar
rata-ratanya. Dalam kenyataannya jarang sekali ditemukan deret data yang
stasioner. Kebanyakan deret data adalah tidak stasioner terutama data-data yang
berhubungan dengan bidang ekonomi. Jika data tidak stasioner terhadap variansi
maka diperlukan transformasi untuk menstasionerkan data.

2.2.4 Autokorelasi
Menurut Cryer [1], fungsi autokorelasi (ACF) pada lag k menyatakan
hubungan keeratan antara variabel random pada saat
saat

dan variabel random pada

. Secara teoristis nilai fungsi autokorelasi (ACF) dapat dirumuskan

sebagai berikut:
(

)
(

dengan
(

(
))
[ (( )(
(
) (

( ) (
))

)(

[ ( ) (

( ) (

) (

)]

(
( (

) (

)]
)]

)]

)) )

dan
( )

( )

(
(

(
(

)
)

)
)

(
(

))

)(

)]

))

)
(

[ ((

)
( ) (
)]
[
(
)
(
) (
[ ( ) (
)
( ) (
[ (
) (
)
(
) (
)]
(

( (

)]

)]

[ (( )(
[ ((

( )

Jadi untuk MA(1) nilai korelasinya adalah


{(

Untuk proses MA(2) adalah sebagai berikut:


( )
(

(
[

)
(

)(

)]

)
(

=
Dengan menggunakan persamaan

Diperoleh nilai korelasi sebagai berikut,

{
Persamaan variansi dapat dihitung dengan
(

Untuk q terhingga, proses ini selalu stasioner.


7

Proses MA(q) dikatakan invertible jika harga koefisien

merupakan

deret yang konvergen. Proses autoregresi dan moving average dapat dipandang
sebagai ekuivalen dan diharapkan apabila model tingkat rendah tipe yang satu
yang dapat menjelaskan dengan baik suatu runtun waktu maka demikian juga
dengan model tingkat tinggi tipe yang lain. Tentu saja prinsip persimoni akan
memilih model dengan tingkat rendah sebagai representasi runtun waktu.
Dipandang proses MA(1) :

dimana {
adalah

itu suatu proses white noise. Untuk invertibilitas


dan untuk semua k.
[

[(

)(

. Mean
)]

sehingga
(

dan

maka fungsi autokorelasi adalah

Jadi, fungsi autokorelasi terputus setelah lag-1.


Dapat dikatakan untuk setiap harga
umumnya terdapat dua harga ,
misalnya
dan . Sehingga tedapat dua proses MA(1) yang mungkin. Tetap
dengan syarat invertibilitas hanya satu proses MA(1) yang memenuhi.
Fungsi autokorelasi untuk MA(q), adalah
{

Proses variansi

Secara teoristis berikut ini merupakan sifat-sifat ACF dan PACF untuk prosesproses yang diketahui.
Table 2.1 Perbandingan ACF dan PACF pada AR(p) dan MA(q)
Proses

ACF

MA(q)

Terputus setelah lag q

AR(p)

Menurun secara
ekponensial atau mengikuti
bentuk gelombang sinus
yang terendam.

PACF
Menurun secara
eksponensial atau mengikuti
bentuk gelombang sinus
yang terendam
Terputus setelah lag p

2.3 Estimasi
Metode yang digunakan untuk mengestimasi parameter adalah metode
momen untuk mendapat nilai estimasi awal dan metode kuadrat terkecil untuk
mendapatkan nilai estimasi akhir.

2.3.1 Estimasi Awal


Untuk mendapat nilai awal estimsi parameter digunakan metode momen.
Untuk MA(1) :

dari nilai-nilai yang diperoleh tersebut hanya satu nilai yang memenuhi syarat
invertible adalah | |

Untuk model MA(q) dengan

akan diperoleh

nilai-nilai yang memenuhi syarat invertible.


2.3.2 Estimasi Akhir
Untuk mendapatkan nilai estimasi akhir dari parameter yang digunakan
metode kuadrat terkecil yaitu dengan meminimalkan jumlah kuadrat nilai sisa.
Jumlah kuadrat nilai sisa dapat dirumuskan dalam bentuk :
(

dengan: S. (

) = jumlah kuadrat nilai sisa dan

= nilai sisa

Penjabaran estimasi
Model MA(q) dinyatakan dalam bentuk:

Dari n observasi a1, a2, a3, . . . , an dengan parameter 1, 2, 3, . . . , q


dapat diestimasi dengan meminimumkan jumlah kuadrat residual Sum Squared
Error (SSE).

Sebagai contoh, diketahui model MA(1)

Sehingga diperoleh eror

Untuk mengestimasi parameter


residual

dengan meminimumkan jumlah kuadrat

10

Estimator untuk parameter

dinyatakan sebagai berikut

2.4 Diagnostik model


Diagnostik model yaitu pengujian terhadap model yang diperoleh. Tujuan
dari diagnostik model adalah untuk menunjukkan model sesuai dengan deret data
atau tidak. Nilai sisa dari model diharapkan berdistribusi normal dan bersifat
independen. Oleh karena itu, dilakukan uji kenormalan dan uji independensi
terhadap nilai sisa. Jika nilai sisa tidak memenuhi dua hal tersebut, maka model
yang diperoleh kurang sesuai dengan deret data sehingga perlu dilakukan
identifikasi dan estimasi lagi.

2.4.1 Uji Kenormalan


Kenormalan nilai sisa dapat diperiksa dengan normal test dengan
Kolmogorov Smirnov . Uji hipotesisnya sebagai berikut.
(i) Hipotesis
H0 :

berdistribusi normal.

H1 :

tidak berdistribusi normal.

(ii) Tingkat signifikansi


(iii) Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value <
(iv) Statistik uji : p-value
(v) Kesimpulan

11

2.4.2 Uji independensi


Uji hipotesisnya sebagai berikut:
(i) Hipotesis
H0 : ( )

( )

H1 : tidak semua

( )
( )

(ii) Tingkat signifikansi


(iii) Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value <
(iv) Statistik uji : p-value
(v) Kesimpulan

2.4.3 Uji Homoskedastisitas


Uji hipotesisnya sebagai berikut:
(i) Hipotesis
H0 : Variansi sisaan homogen.
H1 : Variansi sisaan tidak homogen.
(ii) Tingkat signifikansi
(iii)Daerah kritis : H0 ditolak jika p-value <
(iv) Statistik uji : p-value
(v) Kesimpulan

2.5 Peramalan
Model yang diperoleh pada tahap estimasi dan telah melalui diagnostik
dapat digunakan untuk peramalan beberapa periode waktu yang akan datang.
Bentuk peramalan untuk 1 periode waktu kedepan adalah
( )

Bentuk peramalan untuk 2 periode waktu kedepan adalah


( )

Jadi, dapat disimpulkan,

12

peramalan untuk s periode masa depan adalah


( )

Interval konfidensi untuk tingkat kepercayaan (1- )% adalah


( )

[(

13

( ( ))]

BAB III
METODE PENELITIAN

Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah


1. Studi kasus
Peneliti mengambil data inflasi Indonesia pada komoditas sandang periode
Januari 2010 sampai dengan Maret 2015. Data tersebut diambil dari
www.bps.go.id.
2. Studi literatur
Peneliti menerapkan teori-teori yang berhubungan dengan analisis runtun
waktu.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam penelitian ini adalah :
a. Tahap Identifikasi Model
i. Data telah memiliki karakteristik data runtun waktu.
ii. Mengecek kestasioneran variansi dan rata-rata data. Jika data
belum stasioner maka perlu dilakukan tahap penstasioneran.
Transformasi untuk variansi yang tak stasioner dan pembedaan
untuk rata-rata yang tidak stasioner.
iii. Melalui Plot ACF dapat diduga bentuk MA(q)
b. Tahap Estimasi dan Pengujian Model
i. Model dari MA(q) sementara dapat dicari nilai parameter modelnya
ii. Setelah itu dari model yang terbentuk dilakukan pengujian model
untuk mengetahui apakah model tersebut sudah merupakan model
yang baik.
c. Tahap Penerapan Model
Jika model yang terbentuk merupakan model yang baik maka model
MA(q) tersebut dapat digunakan untuk peramalan.

14

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1

Deskripsi Data

Dalam pembahasan ini, data yang digunakan adalah data

inflasi

Indonesia pada komoditi sandang periode Januari 2010 sampai dengan Maret
2015 yang diambil dari website Badan Pusat Statistik (dapat dilihat di lampiran).
Dalam menganalisis data tersebut, digunakan software E-Views 8.

4.2

Identifikasi Model

Berikut ditampilkan Plot Time Series data inflasi Indonesia pada

Nilai Inflasi

komoditi sandang periode Januari 2010 sampai dengan Maret 2015.

Waktu (dalam bulan)

Gambar 4.1. Plot Time Series data inflasi Indonesia pada komoditi
sandang periode Januari 2010 - Maret 2015
Berdasarkan Gambar 4.1 di atas, terlihat bahwa data berfluktuasi pada
mean data yang terlihat hampir konstan. Oleh karena itu, dugaan sementara data
inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari 2010 sampai dengan
15

Maret 2015 telah stasioner terhadap mean dan variansi. Menurut Rosadi [3] untuk
membuktikan dugaan tersebut, dapat digunakan Unit Root Test Augmented
Dickey-Fuller pada E-Views 8 sebagai berikut.

Gambar 4.2. Unit Root Test Augmented Dickey-Fuller


Uji hipotesis ADF-test:
(i)

: Data inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari


2010 sampai dengan Maret 2015 bukan data stasioner.
: Data inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari
2010 sampai dengan Maret 2015 merupakan data stasioner.

(ii)
(iii) Daerah kritis:

ditolak jika

(iv) Statistik uji


Dari Gambar 4.2 diperoleh

(v) Kesimpulan
Karena

, maka

ditolak artinya

data inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari


2010 sampai dengan Maret 2015 merupakan data stasioner.
Menurut Rosadi [3], untuk memperkuat data tersebut merupakan data
stasioner, dapat diuji dengan Unit Root Test Augmented Phillips-Perron pada
software E-Views 8 sebagai berikut.

16

Gambar 4.3. Unit Root Test Augmented Phillips-Perron


Uji hipotesis PP-test
(i)

: Data inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari


2010 sampai dengan Maret 2015 bukan data stasioner
: Data inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari
2010 sampai dengan Maret 2015 merupakan data stasioner

(ii)
(iii) Daerah kritis:

ditolak jika

(iv) Statistik uji


Dari

output

software

E-Views

diperoleh

(v) Kesimpulan
Karena

, maka

ditolak artinya data

inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari 2010


sampai dengan Maret 2015 merupakan data stasioner.
Setelah kestasioneran data terpenuhi, selanjutnya akan dilakukan
pengujian

Autocorrelation

Function

Autocorrelation Function (ACF).

17

(ACF).

Berikut

merupakan

plot

Lag
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

ACF
0.283503
-0.113838
0.010448
-0.158213
-0.085668
0.010617
-0.099121
-0.141765
-0.102245
0.124299
0.226171
0.081969
0.095961
0.048318
-0.006117

T
2.25
-0.84
0.08
-1.15
-0.61
0.08
-0.70
-1.00
-0.71
0.85
1.54
0.54
0.63
0.31
-0.04

LBQ
5.31
6.18
6.19
7.92
8.44
8.45
9.17
10.66
11.46
12.65
16.68
17.22
17.97
18.17
18.17

Gambar 4.4. Plot Autocorrelation Function (ACF) data inflasi Indonesia


pada komoditi sandang periode Januari 2010 - Maret 2015
Dari Gambar 4.4 diperoleh bahwa hanya lag 1 yang keluar dari interval
konfidensi. Pernyataan tersebut dapat diperkuat dengan uji hipotesis berikut.
(i)

(korelasi pada lag-k signifikan sama dengan nol)


(korelasi pada lag-k signifikan berbeda dengan nol)

(ii)
(iii) Daerah kritis:
(iv)

ditolak jika

atau

Statistik Uji
Dari Gambar 4.4 diperoleh nilai

18

pada lag pertama =

(v)

Kesimpulan
Karena

pada lag pertama =

yang artinya korelasi

pada lag 1 signifikan berbeda dengan nol sehingga lag pertama


keluar dari interval konfidensi.
Sedangkan untuk menentukan parameter

dalam model MA dapat

dilihat pada plot ACF dengan data terputus (cut off) setelah lag pertama. Jadi
dapat disimpulkan bahwa parameter model MA adalah

, sehingga model

untuk data inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari 2010 - Maret
2015 adalah MA(1). Bentuk dari model MA(1) dapat ditulis sebagai berikut:

4.2.1

Uji Estimasi Parameter Model

Estimasi model MA(1) sebagai berikut.

Gambar 4.5. Estimasi model MA(1)


Dari Gambar 4.5 diperoleh model MA(1) untuk inflasi Indonesia pada
komoditas sandang periode Januari 2010 - Maret 2015 adalah

Uji hipotesis untuk parameter


(i)

(parameter MA(1) tidak signifikan di dalam model)

19

(parameter MA(1) signifikan di dalam model)

(ii)
(iii) Daerah kritis:

ditolak jika

(iv) Statistik uji


Dari Gambar 4.5 diperoleh
(v) Kesimpulan
Karena

, maka dapat disimpulkan

bahwa

ditolak artinya bahwa parameter MA(1) signifikan di

dalam model.

4.2.2 Diagnostik Model


1. Uji kenormalan residual

Gambar 4.6. Plot kenormalan residual data inflasi Indonesia pada komoditi
sandang periode Januari 2010 - Maret 2015
Uji hipotesis
(i)

: Residual model berdistribusi normal.


: Residual model tidak berdistribusi normal.

(ii)
(iii) Daerah kritis:

ditolak jika

(iv) Statistik uji


Dari Gambar 4.6 diperoleh

20

(v) Kesimpulan
Karena

berarti

ditolak artinya residual

model tidak berdistribusi normal.


Dari uji hipotesis diatas, didapatkan bahwa residu tidak berdistribusi
normal. Menurut Rosadi[3] uji kenormalan residu tidak begitu berpengaruh
atau dapat diabaikan, tidak seperti uji asumsi white noise dari eror. Untuk
melihat apakah residual bersifat white noise dapat dilakukan dengan dua cara
yaitu dapat dilihat dari plot ACF residual dan melakukan uji korelasi serial
dengan Uji Breusch-Golfrey.
2. Uji independensi residual

Gambar 4.7. Plot Autocorrelation Function (ACF) residual


Gambar 4.7 menunjukkan bahwa semua lag masuk kedalam interval
konfidensi yang artinya bahwa uji independensi residual terpenuhi. Menurut
Rosadi[3], kemudian dilakukan uji Breusch-Golfrey Serial Correlation LM
Test sebagai berikut.

21

Gambar 4.8. Uji Breusch-Golfrey Serial Correlation LM Test


Uji Hipotesis:
(i) H0 :

(Tidak terdapat korelasi serial dalam

residual sampai lag k)


H1 : tidak semua

( )

(Terdapat korelasi serial)

(ii)
(iii) Daerah kritis : H0 ditolak jika
(iv) Statistik uji :
Dari gambar 4.8 didapatkan

22

(v) Kesimpulan
Karena

maka Ho tidak ditolak artinya tidak

terdapat korelasi serial dalam residual sampai lag k.


Sehingga uji independensi residual dipenuhi.
3. Uji Homoskedastisitas
Menurut Rosadi [3], berikut cara untuk menguji homoskedastisitas.

Gambar 4.9. Uji Heterokedastisitas


Uji Hipotesis:
(i)

(ii)
(iii) Daerah Kritis:

ditolak jika

23

(iv) Statistik Uji


Dari

Gambar

didapatkan
.

(v)

Kesimpulan
Karena,

maka

tidak

ditolak artinya variansi sisaan homogen. Sehingga uji asumsi


homokedastisitas/ non heterokedastisitas dipenuhi.
Jadi, model MA(1) untuk inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode
Januari 2010 - Maret 2015 adalah

4.3

Peramalan

Setelah melakukan pengujian signifikansi parameter, normalitas, dan


independensi residual, akan dilakukan tahap akhir analisis data yaitu melakukan
peramalan untuk tiga periode mendatang.
Table 4.1 Hasil Peramalan
Waktu

Peramalan

April 2015

0.100626

Mei 2015

0.364866

Juni 2015

0.364866

Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa nilai peramalan inflasi Indonesia pada
komoditi sandang bulan April 2015 adalah 0.100626, bulan Mei 2015 adalah
0.364866, dan Juni 2015 adalah 0.364866.

24

BAB V
KESIMPULAN

Dari hasil pembahasan, dapat disimpulkan sebagai berikut.


1. Model MA(1) untuk inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari
2010 - Maret 2015 adalah

dngan,
= observasi runtun waktu pada waktu t
= sesatan(white noise)
2. Peramalan inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari 2010 Maret 2015 untuk tiga periode yang akan datang adalah 0.100626, 0.364866,
dan 0.364866.

25

DAFTAR PUSTAKA

[1]

Cryer, J. D., Time Series Analysis, Duxbury Press, United State of Amarica,
1986.

[2]

Makridakis, S. dan Steven C. W., Metode dan Aplikasi Peramalan, Alih


bahasa oleh Untung Sus Andriyanto dan Abdul Basith, Erlangga, Jakarta,
1995.

[3]

Rosadi, D., Ekonometrika dan Analisis Runtun Waktu Terapan dengan


EViews, ANDI, Yogyakarta, 2012.

[4]

Soejoeti, Z., Analisis Runtun Waktu, Karunika Jakarta, Jakarta, 1987.

[5]

www.bps.go.id / inflasi Indonesia pada komoditas sandang.

26

LAMPIRAN
Data inflasi Indonesia pada komoditi sandang periode Januari 2010 - Maret 2015
Tahun

2010

2011

2012

Bulan

Inflasi Komoditi Sandang

Januari

-0.20

Februari

-0.47

Maret

0.01

April

0.14

Mei

1.19

Juni

0.93

Juli

-0.09

Agustus

0.06

September

1.08

Oktober

1.73

November

0.89

Desember

1.08

Januari

0.15

Februari

-0.08

Maret

0.38

April

0.75

Mei

0.64

Juni

0.57

Juli

0.62

Agustus

3.07

September

0.97

Oktober

-1.26

November

1.36

Desember

0.20

Januari

-0.08

Februari

1.22

27

2013

2014

Maret

0.15

April

-0.46

Mei

-0.22

Juni

0.39

Juli

0.18

Agustus

0.86

September

1.47

Oktober

0.94

November

-0.10

Desember

0.24

Januari

0.25

Februari

-0.59

Maret

-0.70

April

-1.13

Mei

-1.22

Juni

-0.29

Juli

-0.09

Agustus

1.81

September

2.99

Oktober

-0.56

November

-0.03

Desember

0.17

Januari

0.55

Februari

0.57

Maret

0.08

April

-0.25

Mei

0.12

Juni

0.30

Juli

0.85

Agustus

0.23

28

2015

September

-0.17

Oktober

0.21

November

-0.08

Desember

0.64

Januari

0.85

Februari

0.52

Maret

-0.08

29

Anda mungkin juga menyukai