Anda di halaman 1dari 17
BABII TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pneumonia 2.1.1 Defi Secara Klinis pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan parenkim paru distal dari bronkiolus terminalis yang termasuk bronkiolus respiratotius dan alveoli serta memunculkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat (Askar, 2020). Pneumonia adalah infeksi akut yang menyerang jaringan pada paru-paru yaitu alveoli yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti bakteri, virus maupun jamur (Asman, 2021). Pneumonia juga merupakan salah satu penyakit partcparu saat seseorang mengalami infeksi yang terjadipada bagian kantung-kantung udara dalam paru-patu; Infeksi yang discbabkanoleh pneumonia dapat térjadi hanya pada salah satu sisi paru-paru ataupun keduanya (Wijaya et al.,2020); Dalam artian lain, pneumonia juga merupakan, penyakit infeksi pada saluran pernapasan bagian bawah "Yang mengenai jaringan paru (Nalang et al,, 2018). Kondisi kesehatan ini sering kali diketahui atau disebut dengan masyarakat awam sebagai paru-paru basah (Razky et al.; 2019). 2.1.2 Etiologi Menurut (Askar, 2020) pneumonia dapat disebabkan oleh . berbagai miktoorganisme seperti bakteri, virus, jamur, dan protozoa) Pheumonia komintas yang diderita masyrakat luar negeri banyak di sebabKan oleh gram positif sedangkan saat di rumah sakit disebabkan oleh gram negatif, sedangkan pada masyarakat Indonesia berdasarkan hasil dari pemeriksaan dahak penderita komunitas ialah disebabkan oleh gram negatif. Berikut penyebab paling sering pneumonia yang didapat dari masyarakat dan nasokomial: a. Yang didapat di masyarakat?. Streotococcus pneumonia, Mycoplasma pneumonia, Hemophilus influenza, Legionella pneuphilia, Chlamydic pneumonia, Anaerob oral, Adenovirus, Influenza tipe A dan B. b. Yang didapat di rumah sakit: basil usus gram negatif (E. Coli, Klebsiella pneumonia), Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, Anaerob oral. Faktor lain yang mempengaruhi munculnya pneumonia ialah daya tahan tubuh yang menurun seperti Malnutrisi Energi Protein (MEP), penyakit menahun (kronis), trauma pada paru, anestesia, aspirasi, serta pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna atau seles 2015). i (Ngastiyah, 2.1.3 Klasifikasi Klasifikasi pneumonia menurut (Nurarif & Kusuma, 2015) terbagi berdasarkan anatomi dan etiologis dan berdasarkan usaha tethadap pemberantasan pneumonia melalui usia: a. Pembagian anatomis 1. Pneumonia lobularis, melibat seluruh atau suatu bagian besar dari satu atau lebih lobus paru, Bila kedua paru terkena maka dikenal sebagai pneumonial bilateral atau ganda. 2. Pneumonia lobularis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurulen untuk membentuk betcak konsulidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga pneumonia lobularis. 3. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi di dalam dinding alveolar (interstinium) dan jaringan peribronkial serta interlobular. 4 Pneumonia bilateral merupakan pneumonia yang terjadi pada kedita bagian paru kanan kiri. b, Pembagian etiologis 1. Bacteria: Diplocéocus pneumonia, pneumococeus,. stréptokokus hemolytikus, streptococéus aureus, Hemophilus infuinzae, Bacilus Friedlander, Mycobacterium tuberculosis. 2. Virus; Respiratory Syneytial Virus, Virus Infuinza, Adenovirus. 3. Jamur:,Hitoplasma/ Capsulatum, \ Cryptococus ~ Neuroformans, Blastornyees Dermatitides 4. Aspirasi: Makanan, Kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion, benda asing 5. Pneumonia Hipostatik 6. Sindrom Loeffler 2.1.4 Manifestasi Klinis Gambaran klinis pneumonia bervariasi, gejala khas yang terjadi denganpasien, pneumonia adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non- produktif atau produktif atau terdapat sputum berlendir, purulent, maupun bercak darah), nyeri dada Karena radang pleura serta sesak. Gejala lainnya adalahpasien dengan pneumonia ialah lebih suka dengan posisi berbaring dengan lututditekuk sebab nyeri dada yang di rasakan, Saat pemeriksaan fisik ditemukan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat bemnafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, suara perkusi redup sampai pekak yang menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pada pleura, terdapat juga suara ronkhi, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub (Askar, 2020). Pneumonia paru juga di temukan dengan gejala seperti batuk, produksi dahak, dyspnea, dan nyeri dada, sedangkan gejala umum seperti demam, malaise,anoreksia, dan gangguan tingkat kesadaran dapat terjadi (E. F, Sari et al., 2017).Umumnya terdengar ronki saat diauskultasi, Dalam kasus yang parah, mungkin ada disfungsi pernapasan dan syok (Miyashita & Yamauchi, 2018). 2.1.5 Pemeriksaan Penunjang ‘Menurut (Udin, 2019) pemeriksaan-penunjang yang dapat di lakukan untuk pneumonia adalah: a. X-Ray thorax 1 Infiltrapiintersisial, didapatkan gambaran bfonkovaskular, hiperaerasi dan peribronchial éuffing. Infiltratalveolal, didapatkan gambaran opaque konsolidasi paru dengan air bronkogram, Jika hanya ditemukan kelainan di salah’ satu lobus\saja disebut pneumonia lobaris. Sika ditemukan tampak lesi tunggal, oval, dan tidak memiliki Batasan yang jelas serta seperti gambaran kegahasan para ‘maka disebut round pneumonia. Bronkopneumonia, pada foto akan ditemukan gambaran opaque difus ‘merata pada kanan dan kiri paru, berupa corakan infiltrate diikuti dengan peningkatan corakan petibronkial 6. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan darah lengkap Pemeriksaan ini di lakukan untuk mengetahui tipe bakteri, peningkatan kadah leukosit “dalam darah, dan_predomian PMN. Jika’ditemukan interpretasi Leukopenia menunjukkan prognosis buruk. Pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan ini di lakukan pada kasus pneumionia berat untuk menentukan perawatan intensif, Pemeriksaan tes sensitivitas Pemeriksaan ini di lakukan untuk menentukan terapi antibiotic definitif. Selain itu biopsi paru juga terkadang di lakukan untuk menegakkan diagnosa dengan infeksi influenza, biopsi yang diperoleh dari infeksi influenza mengungkapkan berbagai patologi, termasuk adanya edema, infiltrasi inflamasi interstisial, dan ulserasi mukosa bronkus (Darden et al., 2020). Adapun pemeriksaan lainnya yaitu pemeriksaan urea dan elektrolit dengan peningkatan urea sebesar >7mmol/L yang merupakan indicator infeksi berat, Kultur sputum untuk mengidentifikasi agens penyebab dan terapi antibiotik yang tepat, uji fungsi hati karena pneumonia akut dapat mempengaruhi fungsi hati (Barrid et al., 2015), 2.1.6 Komplikasi Komplikasi yang dapat di sebabkan oleh penyakit pneumonia ia ih sebagai berikut: a, Sepsis, Pneumonia yang di sebabkan oleh virus dapat bermanifestasi menjadi sepsis, serta dapat menimbulkan gangguan periapasan yang membutuhkan perawatan-intensif, dari sepsis dapat menjadi syok sepsis yang dapat menimbulkan berkurangnya kerja jantung yang menghambar supalai darah ke organ ginjal sehingga dapat berakibat gagal ginjal (Darden etal., 2020). ‘Abses Paru Disebabkan oleh pnewmonia yang berasal dari bakteri (Ham & Saraswati, 2020). Empiema Fika akumulasi_nanah di ruang pleura, rongga antara\paru-paru dan permukaan bagian dalam dinding dada, Infeksi div dalam paru-paru (pneumonia) dapat terbatuk Keluat. Sementara, infeksi pada rongga pleura (empiema) tidak dapat dibatukkan dan harus dikeluarkan dengan jarum atau pembedahan (Udin, 2019) 2.1.7 Penatalaksanaan Menurut (Udin, 2019) penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada pasien dengan pneumonia, ialah: a, Terapi antibiotik Pasien dapat di-berikan_antibiotik sesuai_dengan keadaan pasien seperti pemberian amoxcilin, ampisilin, gentamisin, dan ceftriaxone. Terapi osigenasi Pemberian terapi oksigenasi dapat di lakukan dengan nasal kanul ataupun NRBM, sesuai dengan $pO: pasien. Nebulasi Pemberian obat inhalasi sebagai pembersih mucus. Terapi cairan Sebagai penambah elektrolit selama masa perawatan e. Tindakan operasi Jika terjadi komplikasi pneumonia seperti empiema 2.1.8 Patogenesis Proses patogenesis saat terjadinya pneumonia memiliki kaitan dengan tiga faktor yaitu keadaan (imunitas) pasien, mikroorganisme yang menyerang pasien dan lingkungan yang berinteraksi satu sama lain (Prawatya et al., 2018). Dalam tubuh yang sedang dalam keadaan sehat, pada paru tidak akan terjadi perumbuhan mikroorganisme, keadaan ini dapat ditimbulkan Karena adanya mekanisme pertahanan paru (Bilgis, Yaunin, & Darwin, 2018), Adanya, bakteri di para merupakan sebab dari ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh, mikroorganisme dan lingkungan, schingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan berakibat tumbuhnya cikal bakal sakit (Susilawaty et al., 2022). Ada empat metode dari banyak metode mikroorganisme agar dapat mencapai permukaan: 1) Inokulasi langsung: 2) Pettyebaran melalui darah; 3) Inhalasi bahan aerosol, dan 4) Kolonisasi di permukaan mukosa. Dari beberapa metode tersebut, metode yang paling, banyak ialah dengan kolonisasi. Dengan terjadi inhalasi_ pada virus, mikroorganisme atipikal, mikrobakteria\ atau jamur. Seba in besar bakteri dengan ukuran 0,5-2,0 mikron melalui idara dapat meticapai bronkus terminal atau alveoli dan kemudian tetjadi proses infeksi (Ibrahim, 2019). Basil yang masuk bersama sekret bronkus ke dalam alveolus menimbulkan reaksi berupa edema selurub alveolus, diikuti dengan infiltrasi sel PNM dan diapedesis eritrosit schingga fagositosis dimulai sebelum antibodi terbentuk. Sel PNM mendorong bakteri ke permukaan alveolus dan déngan bantuan leukosit lain melalui cystoplasmie pseudopodosis yang mengelilingi bakteri, kemudian terjadi proses fagositosis. Ketika terjadi kolonisasi pada saluran nafas atas (hidung, orofaring) kemudian terjadi-aspirasi ke saluran nafas bagian bawah dan terjadi inokulasi mikroorganisme, hal ini merupakan sumber infeksi bagi sebagian besar infeksi paru, Aspirasi sebagian kecil secret orofaring terjadi pada orang normal pada saat tidur (50%) juga pada keadaan penurunan kesadaran, peminum alkohol dan pemakai obat-obatan (drug abuse). Sekresi orofaring mengandung konsetrasi bakteri yang sangat tinggi 108-10/ml, schingga aspirasi sebagian kecil secret (0,001 — 1,1 ml) dapat memberikan titer inokulum bakteri yang tinggi dan terjadi pneumonia. Basil yang masuk bersama sckret bronkus ke dalam alveolus menimbulkan reaksi radang berupa edema seluruh alveolus disusul dengan infiltrasi sel PNM dan diapedesis eritrosit schingga fagositosis dimulai sebelum, 9 antibodi terbentuk. Sel-sel PNM mendesak bakteri ke permukaan alveous dan dengan bantuan leukosit lain melalui psedopodosis sistoplasmik mengelilingi bakteri, kemudian terjadi proses fagositosis (Askar, 2020). Pada waktu terjadi perlawanan antara host dan bakteri menurut (Askar, 2020) akan nampak empat zona pada daerah pasitik parasitik terset yaitu: a, Zona luar (edema): alveoli yang terisi dengan bakteri dan cairan edema. b. Zona permulaan konsolidasi (red hepatization): terdiri dari neutrophil dan beberapa esudasi sel darah merah. c. Zona konsolidasi yang luas (grey hepatization): terdiri dari neurotrofil dan beberapa eksudasi sel darah merah. 4. Zona resolusi E: daetah tempat terjadi resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan alveolar makrofag, Pneumonia yang ditimbulkan oleh jamur jarang terjadi, namum hal ini mungkin terjadi pada individu dengan masalah sistem imun yang disebabkan AIDS, yang mengkonstimsi obat-obatan imunosupresif atau masalah kesehatan lain (Farida, ‘Trisna, & Nut, 2017). 10 2.1.9 Pathway PNEUMONIA, ea ¥ Tertinp } ‘Compliance parv ¥ Masukkealvecli i Prose peradingan —————=—|— Suutubu Inielsi a Tary —— ] Berkeriagt, naa malan | | Kevasel ble 4 Spetum fan + | | ose Tercas be LF tentang t + Caine menskan Konsolidast cairan Konsolidasi sputum clan as canst dilankang A Aan lembuag Mul & runt alt Gambar 2.1 Pathway Pneumonia 2.2 Konsep Cerebrovaskular Accident (CVA) 2.2.1 Definisi Stroke merupakan akibat dari gangguan otak fokal maupun global yang disebabkan oleh gangguan aliran darah dalam otak yang timbul secara mendadak (dalam beberapa detik) maupun secara cepat (dalam beberapa jam) sehingga menimbulkan sumbatan atau pecahnya pembuluh darah pada otak (Syahrim, Azhar, & Risnah, 2019). Stroke juga merupakan suatu cedera yang terjadi secara mendadak dan berat pada pembuluh pembuluh darah otak. Cedera tersebut u dapat disebabkan oleh adanya sumbatan dan penyempitan, yang menyebabkan berkurangnya pasokan darah yang dibutuhkan serta menyebabkan cacat berupa kelumpuhan pada anggota gerak, gangguan bicara, proses pikir, daya ingat dan dapat menyebabkan kematian (L. M. Sari, Yuliano, & Almudriki, 2019). 2.2.2 Etiologi Penyebab stroke yang sering terjadi adalah pecahnya pembuluh darah pada otak yang sebagian besar diakibatkan oleh kualitas pembuluh darah yang rendah, sehingga pembuluh darah menjadi menjadi rentan pecah (Lasi dkk, 2021). Menurut (Maria, 2021) stroke dapat disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya ialah: 1. Thrombosis serebri Aterosklerosis serebral dan perlambatan surkulasi serebral adalah penyebab yang paling umum terhadi pada penyakit stroke, Thrombosis lebih sering ditemukan sebanyak 40% dati, banyaknya_Kasus. stroke hal’ ini_ telah dibuktikan pleh para ahi patologi, Pada kasus thrombosis serebri biasanya ada) kaitannya dengan kerusakan lokal pada dinding pembuluh darah aterosklerosis. 2...Emboli serebri Emboli serebri kondisi dimana aliran darah terhambat atau tersumbat akibat dari adanya benda asing (embolus), seperti bekuan darah, yang-berada di dalam aliran darah yang dapat menghambat laju aliran darah. Emboli serebri masuk dalam urutan ke dua dari berbagai penyebab titama stroke. Pada pederita stroke embolisme serebri, penderita biasanya berusia lebih muda di bandingkan dengan penderita stroke yang sebabkan oleh thrombosis serebri. 3. Hemoragi (perdarahan) Hemoragi atau perdarahan merupakan pecahnya salah satu arteri sehingga aliran darah pada sebagian otak berkurang sehingga menyebabkan fungsi otak menjadi terganggu: Hemoragi dapat terjadi diluar durameter (hemoragi cekstra dural atau epidural) dibawah durameter (hemoragi subdural), di ruang. subarachnoid (hemoragi subarachnoid atau dalam substansial intra serebral), 1. Penyumbatan pada arteri serebri media Arteri serebri media adalah yang paling sering mengalami gangguan. Penyumbatan dan perdarahan terjadi pada oksipital kapsul internal. Gangguan pada arteri serebri media dapat menyebabkan hemiparesis sisi kontralateral yang lebih sering mengenai lengan, Karena pusat motoric tungkai masih mendapat pasokan darah dari asteriserebri anterior. 2 2.2.3 Manifestasi Klinis Manifestasi klinis stroke bergantung pada arteri serebral yang terkena, fungsi otak dikendalikan atau diperantarai oleh bagian otak yang terkena, keparahan kerusakan serta ukuran daerah otak yang terkena selain bergantung pula pada derajat sirkulasi kolateral (Pamungkas, 2019). Manifestasi klinis yang terjadi pada penderita stroke menurut (Maria, 2021), antara lain Kelumpuhan pada wajah atau anggota badan sebelah (hemiparise) atau hemiplegia (paralisis) yang timbul secara mendadak. Kelumpuhan terjadi akibat adanya kerusakan pada~area motorik di korteks bagian frontal, kerusakan ini bersifat-Kontralateral”artinya jika terjadi kerusakan pada hemisfer kanan maka kelumpuhan otot pada sebelah kiri. Gangguansensibilitas pada satu atau lebih anggota badan, Gangguan sensibilitas terjadi Karena kerusakan system saraf otonom dan gangguan sarat sensorik Penurunan kesadaran, terjadi karena adanya perdarahan, kerusakan otak kemudian menekan batang otak atau terjadinya gangguan metabolik otak akibat hipoksia . “Afasia (kesulitan dalam bicara) afasia adalah defisit kemampuan komunikasi bicara, termasuk-dalam membaca, menulis dan memahami bahasa. Afasia terjadi jika terdapat kerusakan pada area pusat bicara primer yang berada pada hhemisfer kiri dan biasanya terjadi pada stroke dengan gangguan pada arteri middle sebelah kiri. Afasia dibagi menjadi 3 yaitu: a. Afasia motorik, pada afasia jenis ini pasien dapat memahami lawan bicara tetapi pasien tidak dapat mengungkapkan dan kesulitan dalam bicara. bi Sensorik Afasia, pada_afasia sensori_pasien tidak mampu_menerima stimulasi pendengaran tetapi__pasien mampu — mengungkapkan pembicaraan, Schingga respon pembicaraan pasien menjadi tidak nyambung atau koheren. Afasia global, pada afasia global pasien dapat merespon pembicaraan baik menerima maupun mengungkapkan apa yang mau bicarakan. d. Disatria (bicara cedel atau pelo), merupakan kesulitan bicara terutama dalam artikulasi sehingga ucapannya menjadi tidak jelas. Namun, pasien dapat memahami pembicaraan, menulis, mendengarkan maupunmembaca. Biasanya pasien juga mengalami kesulitan dalam mengunyah dan menelan, 13 5. Gangguan penglihatan, diplopia. Pasien dapat kehilangan penglihatan atau juga pandangan menjadi ganda, gangguan lapang pandang pada salah satu sisi, Gangguan penglihatan dapat di timbulkan karena adanya kerusakan pada saraf cranial IIT, TV dan VI. 6. Disfagia atau kesulitan menelan terjadi karena kerusakan nervus cranial IX. 2.2.4 Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien stroke menurut (Bakrie dkk, 2020) ialah sebagai berikut 1, Angiografi serebral Elektro encefallography Sinar x tengkorak Ultrasonography Doppler CT- Scan dan MRI Pemeriksdan foto thorax es Pemeriksaan laboratorium. 2.2.5 Klasifikasi Menurut (Mutiarasari, 2019), stroke terbagi menjadi stroke iskemik dan stroke henioragik. 1, Stroke iskemik ‘Stroke iskemik atau stroke non hemoragik (pendarahan) merupakan kematian jaringan otak yang di scbabkan oleh adanya gangguan aliran darah ke daerah otak, dengan tersumbatnya arteri serebral atau servikal ataupun mungkin vena serebral yang tersumbat. Adapun stroke iskemik yang paling sering terjadi ialah iskemik aterosklerosis yang menyumbat pada pembuluh darah besar dan stroke lacunar sebagai jenis patologi yang utarna. 2. Stroke hemoragik Perdarahan Intraserebral Pecahnya pembuluh darah (mikroaneurisma) terutama karena hipertensi yang mengakibatkan darah masuk ke dalam jaringan otak, membentuk massa yang dapat menckan jaringan otak serta menimbulkan edema pada otak, Peningkatan tekanan intranial yang terjadi secara cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak karena herniasi otak, Perdarahan intraserebral yang disebabkan Karena hipertensi sering dijumpai di daerah putamen, talamus, pons dan serebelum, b. Perdarahan Subarachnoid 4 Perdarahan ini berasal dari pecahnya aneurisma bemy atau AVM. Aneurisma yang pecah ini berasal dari pembuluh darah sirkulasi Willisi dan cabang-cabangnya yang terdapat di luar parenkim otak. Pecahnya arteri dan keluamya ke ruang sub arachnoid menyebabkan_tekanan intracranial meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan lasospasme pembuluh darah serebral yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemi sensorik,afasia, dll) (Maria, 2021). 2.2.6 Komplikasi ‘Menurut (Pamungkas, 2019) stroke merupakan penyakit yang memiliki risiko tinggi terhadap komplikasi medis, dengan adanya kerusakan jaringan sarafpusat yang terjadi seeara dini pada stroke, sering di termukan.adanya gangguan kognitify fumgsional, dan defisit sensorik. Pada umumnya pasien pasca stroke memiliki. Komorbiditas- yang dapat meningkatkan risiko komplikasi_ medis sistemik selama pemulihan stroke, Beberapa komplikasi stroke terjadi Karena stroke itu, sendiri, imobilisasi, ataupun saat’ perawatan_ stroke. _Komplikasi jantung, pneumonia, tromboemboli vena, demam, nyeri pasca stroke, disfagia, inKontinensia, dan depresi adalah komplikasi sangat sering ditemui pada pasien dengan penyakit stroke, Pasien dengan stroke akut sangat berisiko tinggi untuk mengalami-infeksi Infeksi yang paling umum pada pasien stroke adalah pneumonia dan infeksi saluran kemih, Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas danmortalitas sételah stroke, risiko pneumonia pasea stroke lebih tinggi terjadi padapasien dengan usia lanjut 65 tahun). 2.3 Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Pneumonia Asuhan Keperawatan ialah rangkaian interaksiantara perawat dengan pasien serta lingkungannya untuk mencapai tujuan pemenuhan kebutuhan dan gan & Handiyani, 2019). Asuhan kemandirian pasien dalam merawat dirinya (I: keperawatan ialah sebuah proses sistematis, terstruktur, dan integratif dalam bidang keilmuan keperawatan (Koerniawan et al., 2020). Peran perawat sebagai caregiver atau pemberi asuhan merupakan Komponen yang penting dan esensial di dalam sistem pemberian pelayanan Kesehatan (Siregar, 2020). Asuhan keperawatan merupakan sebuah proses yang sistematis, terstruktur, dan integratif dalam bidang ilmu keperawatan (Tarigan & Handiyani, 2019). Asuhan ini diberikan melalui metode yang disebut proses keperawatan, proses keperawatan 15 meliputi berapa tahapan yang harus di lewati mulai dari pengkajian, analisa data, rencana keperawatan, implementasi, hingga evaluasi (Rukmi et al., 2022), 2.3.1 Pengkajian Pengkajian keperawatan merupakan awal dari proses asuhan keperawatan, perawat saat melakukan pengkajian harus mempunyai wawasan yang luas terkait teori serta konsep sebagai dasar dalam melakukan pengka serta bisa menjalin komunikasi yang efektif schingga data yang diperoleh lebih akurat dan mendalam (Damanik, Fahmy, & Merdawati, 2020). Pengkajian pada asuhan keperawatam pneumonia ialah berfokus pada sistem pemnafasan, seperti riwayat batuk, produksi sputum, dispnea, hemoptisis, serta chest pain (Utama, 2018). a Tdentitas Tdentitas meliputi. nama, umur, jenis/ kelamin, valamat, pendidikan, pekerjaan, suku bangsa, agama, waktu masuk rumah sakit (MRS), diagnosa medis, nomor register Sesuai dengan data pasien yang asli (Rohmah & ‘Walid, 2019), Keluhan utama Keluhan utama memiliki banyak variasi, terlebih jika pasien memiliki lebih dari satu diagnosa, Pada pasien pneumonia khusunya yang telah lanjut usia biasanya memiliki keluhan yang lebih sedikit di banding yang berusia muda. Pada pasien pneumonia yang lanjut usia di dapatkan beberapa gejala awal atau tunggal, seperti delirium, penurunan fungsi fisik, anoreksia, kelemahan, ataupun penurunan kesadaran (Mda, 2020). Diagnosa medis Diagnosis medis (disingkat Dx atau DS) adalah penéntuan status Kesehatan seseorang saat ini sebagai dasar untuk membuat keputusan prognostik dan pengobatan (Susilaningsih, 2018). Riwayat penyakit sekarang Pada pasien dengan pneumonia riwayat penyakitnya biasa berhubungan dengan usia, lama dirawat, riwayat penyakit kronik yang pernah di derita, riwayat pembedahan, riwayat penggunaan alat bantu nafas dan lingkungan (Nurul, Hikmah, & Pertiwi, 2016). Riwayat penyakit dahulu Pasien dengan pneumonia biasanya memiliki riwayat penyakit pencetus infeksi, ataupun penyakit kronik seperti hipertensi, stroke, ataupun AIDS. Namun, pneumonia pada lanjut usia cenderung di karenakan adanya perubahan kesadaran seperti stroke dan sedasi (Rauf et al., 2021) Riwayat keschatan keluarga 16 Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita pneumonia juga, tuberculosis, snfeksi saluran pernafasan , penyakit paru obstruksi kronis dan lainnya, Pola fungsi kesehatan 1. Pola nutrisi ‘Status nutrisi pada pasien dengan pneumonia biasanya malnutrisi dengan Indeks Massa Tubuh yang underweight, di tandai dengan penurunan ik. kesadaran dan morbilitas 2. Pola tidur dan istirahat Pada pola ini di lakukan pengkajian terkait waktu tidur, kebiasan sebelum dan setelah tidur, hambatan tidur. Biasanya ada kesulitan tidur ditandai dengan batuk dan dirasakannya nyeri akibat chest pain. 3. Pola aktivitas dan personal hygiene Dalam beraktivitasbiasanya pasién’ mengalami hambatan karena kelemaban pada ekstemitas atau tidak beraktivitas Karena penturunan Kesadaran, Serta kebersihan diri yang secara pasial atau total di bantu leh orang lain Pemeriksaan fisik. 1, Status keschatan umum Meliputi keadaan pasien, kesadaran, suara bieara, TB, BB, dati tanda- tanda vital. 2. Kepala dan leher ‘Mengkaji bentuk kepala, keddaan rambut, adakah pembesaran di area leher, telinga terkadang berdenging, apakah ada gangguan pendengaran, : sering bengkak atau berdarab, apakah penglihatan kabur/ganda, diplopia, lah terasa tebal, fudah menjadi lebih ental, gigi mudah goyang, gusi Jensa mata keruh. 3. Thorax/dada Apakah ada sesak napas, sputuri, batuk, dan nyeri dada, Pada pasien pneumonia saat terjadi infeksi biasa memiliki gejala adanya suara nafas tambahan, pola nafas berubah, hingga otot bantu nafas tambahan 4, Abdomen Pemeriksaan bentuk, massa tambahan hingga bayangan vena, Genetalia dan rektal Kebersihan pada genetalia dan rektal pasien, apakah terpasang kateter atau tidak, 6. Pemeriksaan ekstremitas/musculoskeletal 7 Apakah terdapat oedem, kekuatan otot, suhu pada akral, penilaian skala jatuh, Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan penunjang kerap discbut dengan pemeriksaan diagnostik ialah pemeriksaan yang dilakukan untuk mendung berdirinya diagnose. Pada pasien pneumonia pemeriksaan yang biasa dilakukan ialah kimia darah serta foto thorax. Terapi farmakologis Pengobatan farmakologis pada pneumonia biasanya dengan oksigenisasi dan melibatkan pengobatan beta 2 adrenergik (Padila, J, Yanti, Setiawati, & Andri, 2020), 2.3.2 Diagnosa Keperawatan (SDK1) 1. Bersihan jalan nafas tidak efektif'b.d hipersekresi jalattnafas (D.0149) 2.” Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membrane. alveolus-kapiler (0.0003) 3. ~~ Defisit Nutrisi b.d ketidakmampuan menelan makanan (D.0019) 4, Hipertermi b.d proses penyakit (D.0130) 5. Defisit perawatan diri: mandi b.d gangguan neuromuskuler (D.0109) 6" Resiko Perfusi Serebral tidak efektif (D.0017) 2.3.3 Luaran Keperawatan (SLKI) 1 Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1x24 jam maka dibarapkan Inaran bersihan jalan nafas (L.01001) membaik dengan kriteria hasil : a. Batuk efektif membaik b, Produksi sputum menurun ©. \ Frekuensi nafas membaik . Pola nafas membaik Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1x24 jam maka diharapkan tingkat luaran pertukaran gas (L.01003) meningkat dengan kriteria hasil a, Tingkat kesadaran meningkat b, Bunyi nafas tambahan menurun ¢. Diaphoresis menurun 4. Pola nafas membaik Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1x24 jam maka diharapkan luaran status nutrisi (L,03030) membaik dengan kriteria hasil : a. Serum albumin meningkat b. Indeks massa tubuh membaik 18 4. Setelah dilakukan intervensi keperawatan 1x24 jam maka diharapkan Iuaran termogulasi membaik dengan kriteria hasil a, Takikardi menurun b. Suhu tubuh menurun ce. Subu kulit menurun 5. Setelah dilakukan intervensi keperawatan [x24 jam maka diharapkan luaran perawatan diri (L.11103) meningkat dengan kriteria hasil : a. Kemampuan mandi meningkat b. —- Mempertahankan kebersihan diri meningkat 6. Setelah dilakukan intervensi Keperawatan 1x24 jam maka diharapkan luaran perfusi serebral (L:02014) meningkat dengan kriteria hasil a. Tingkat kesadaran meningkat b. Nilai rata-rata tekanan darah membaik 2.3.4 _Intervensi Keperawatan (SIKI) 1. Penghisapan jalan nafas (1,01020) Observasi : a. Identifikasi kebutuhan dilakukan penghisapan jalan nafas . Auskultasi suara nafas tambahan sebelum dan sesudah penghisapan ©. Monitor dan catat waa, jumlah dan konsentrasi sekret Terapeutik : e. Gunakan tehnik aseptik £ Gunakan tehnik penghisapan tertutup, sesuai dengan indikasi g Pilih ukuran kateter suction yang menutupi tidak lebih dari setengah diameter ETT. h, Lakukan penghisapan lebih dari @etik, i, Lakukan penghisapan ETT dengan tekanan rendah (80-120 mmHg) j. Lakukan penghisapan hanya di-sepanjang ETT untuk meminimalkan invasif. 2. Fisioterapi dada (1.01004) dan terapi oksigenisasi (1.01026) Observasi a. Identifikasi indikasi fisioterapi dada Identifikasi kontraindikasi Monitor status pernafasan Perisa segmen paru yang mengandung sputum berlebih, Monitor toleransi selama dan setelah prosedur 19 Terapeutik £ Lakukan perkusi selama 3-5 menit g. Lakukan vibrasi dengan posisi telapak tangan sama rata bersamaan dengan ekspirasi melalui mulut h, Hindari lakukan perkusi pada spinal, ginjal, payudara wanita, inisi dan rusuk yang patah, i, Lakukan penghisapan lendir, jika perlu Edukasi j. Jelaskan tujuan dan prosedur-fisioterapi dada Observasi a, Monitor kecepatan aliran oksigen b. Monitor posisi alat terapi oksigen €. Monitor efektifitas tefapi oksigen Terapeutik 4, Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen ¢. Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi Kolaborasi f, Kolborasi penentuan dosis oksigen Manajemen mutrisi (1.03119 ) Observasi a. Identifikasi status nuttisi ’, Identifikasi alergi dan intoleransi makanan ¢. Identifikasi penggunaan selang nasogastrik 4. Monitor berat badan €. Monitor hasil-laboratorium Terapeutik f. Berikan makanan tinggi kalori,tinggi protein Edukasi g. Ajarkan diet yang di programkan Kolaborasi h. Kolaborasi dengan abli gizi untuk menghitung kalori dan jenis nutrient 20 4, Manajemen Hipertermia (1.15506 ) Observasi a, Identifikasi penyebab hipertemia b, Monitor suhu tubuh cc. Monitor kadar elektrolit Terapeutik d. Sediakan lingkungan yang dingin e. Longgarkan atau lepaskan pakaian anti linen setiap hari jika pasien mengalami hyperhidrosis, £. Berikan oksigen;jika perlu Kolaborasiz g. Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika perlu 8. Dukungan perawatan diri : mandi Observasi 4. Identifikasi jenis bantuan yang dibutuhkam b. Identifikasi kebersihan tabuh (mis, rambut, mulut, kulit, kuku) Terapentik ¢. Sediakan pétalatan mandi (mis.sabun, sikat gigi, shampoo, pelembab kulit) . Fasilitasi mandi, sesuai kebutuhan e. Berikan bantuan sésuai tingkat kemandirian Edukasi £, Ajarkan kepada Keluarga cara memandikan pasien, jika perlu 6. Pemantauan tekanan intracranial Observasi: a, Monitor peningkatan tekanan darah b. Monitor penurunan kesadaran €. Monitor perlambatan atau ketidaksimestrisan respon pupil Terapeutik : 4. Dokumentasikan hasil pemantuan Observasi : e. _ Jelaskan prosedur dan tujuan pemantauan 2

Anda mungkin juga menyukai