Anda di halaman 1dari 43

Analisis Bahaya Gempa untuk Bendungan

Diskusi Bersama Tim Direktorat Bendungan dan Danau

Dr. Ir. Didiek Djarwadi M.Eng

• Anggota PusGen (Pusat Studi Gempa Bumi Nasional)


• Ketua Komisi Embankment Dams KNIBB
• Anggota Technical Comiittee Embankment Dams (ICOLD)
• Anggota GEER (Geotechnical Extreme Events Reconnaissanse) USA
Analisis Bahaya Gempa

Analisis Bahaya Gempa untuk Bendungan adalah suatu kegiatan menentukan parameter gempa suatu bendungan
dengan cara PSHA (probabilistic seismic hazard analysis) dan DSHA (deterministic seismic hazard analysis) serta
ketentuan lainnya seperti:
a. Natural frekwensi dari bendungan yang tergantung jenisnya,
b. Sejarah kegempaan dalam Radius 500 km dengan Mw >4.5
c. Fungsi Atenuasi,
d. Logic Tree
e. Analisis Deaggregasi
f. Pemilihan Ground Motion, dan
g. Matching Analysis untuk mendapatkan acceleration time histories.

Hasil Analisa Bahaya Gempa akan digunakan sebagai input parameter gempa untuk melakukan Analisis Dinamik
dengan Beban Gempa untuk Bendungan. Dengan demikian, apabila tidak pernah melakukan Analisis Bahaya Gempa,
maka tidak akan bisa dilakukan Analisis Dinamik dengan Beban Gempa untuk suatu Bendungan.
Dengan kata lain, Analisis Bahaya Gempa harus dilakukan agar bisa dilakukan Analisis Dinamik dengan Beban
Gempa, terutama pada bendungan dengan Kelas Risiko Tinggi dan Ekstrim.

2
Acuan yang digunakan

1. Draft Lampiran SE Menteri Pekerjaan


Umum dan Perumahan Rakyat tentang
“STUDI KEGEMPAAN UNTUK
PENENTUAN PARAMETER DESAIN
GEMPA BENDUNGAN” yang dalam proses
penerbitan.
2. ICOLD Bulletin no. 148. Selecting Seismic
Parameters for Large Dams. Guidelines.
(2016)

3
Bagan Alur Pelaksanaan Analisis Bahaya Gempa

Bagan alir analisis bahaya gempa disampaikan dalam Gambar


berikut ini. Dalam Gambar tersebut menjelaskan prosedur langkah
demi pelaksanaan analisis yang disampaikan secara jelas tahapan
kerja yang harus dilalui dari awal sampai dengan dihasilkannya
parameter gempa yang berupa ”acceleration time histories”. Hasil
analisis PSHA dan DSHA adalah proses yang harus dilalui untuk
kemudian dapat memilih analisis yang sesuai dengan kondisi
seismotektonik bendungan tersebut.
Analisis DSHA akan dipilih apabila sumber gempa telah
teridentifikasi dengan baik dalam radius < dari 10 km dan
menghasilkan gempa dengan Mw >6.0, atau dalam radius < dari
15 km dan menghasilkan gempa dengan Mw >7.0
Selain dari kriteria tersebut, maka akan menggunakan analisis
PSHA.
Apabila setelah dihitung dengan analisis DSHA nilai PGA
yang dihasilkan < 0,6g, maka pada kondisi yang demikian nilai
PGA yang digunakan adalah 0,6g.

4
Strategi Mitigasi Gempa

Human have a basic need to be


protected from the bad
implication of the earthquake
NATURAL PHENOMENA
OF EARTHQUAKE
(FEMA 451b, 2007)
Earthquakes
Strategy
effects
Fault rupture avoid

Tsunami avoid

Large avalanches avoid

avoid/
Liquefaction
To be addressed
Shaking/Ground
To be addressed
motion

Infrastructure to be designed
seismic resistance
Gempa Desain Bendungan

Menurut ICOLD (2016) kriteria keamanan untuk tubuh bendungan, bangunan pelengkap dan peralatan
hidromekanikal dibagi dalam beberapa level guncangan pada batuan dasar outcrop, yaitu: Operating Basis Earthquake
(OBE), Safety Evaluation Earthquake (SEE), dan untuk bangunan pelengkap, yang dijelaskan sebagai berikut:

a. Tubuh Bendungan
▪ Pada gempa OBE, tubuh bendungan tidak diizinkan mengalami kerusakan struktural yang mempengaruhi
operasi dan keamanan bendungan.
▪ Pada gempa SEE, tubuh bendungan diizinkan mengalami kerusakan yang dapat diperbaiki (terjadi
kerusakan kecil). seperti retakan, deformasi dll, selama stabilitas bendungan tetap aman dan tidak ada
pelepasan air yang tidak terkendali dalam jumlah besar dari waduk.

b. Bangunan Pelengkap dan Peralatan Hidromekanikal


▪ Bangunan pelengkap dalam bentuk gedung didesain dengan mengikuti SNI 1726:2019 (Tata cara
perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan nongedung), sedangkan untuk
bangunan lain seperti terowongan, dan peralatan hidromekanikal mengikuti Pedoman yang berlaku.
▪ Pada komponen bangunan pelengkap yang apabila tidak berfungsi dapat memicu keruntuhan bendungan
(diantaranya akibat pelimpasan air pada puncak bendungan), seperti bottom outlet (sarana pengeluaran
darurat), dan pintu-pintu pelimpah beserta pilar dan sistem pengangkatnya, control unit dan power supply,
harus didesain dengan periode ulang gempa SEE.
6
Gempa Desain Bendungan

Skenario OBE diperkirakan dapat terjadi selama umur manfaat bendungan, oleh karena itu pada skenario OBE
disyaratkan tidak boleh terjadi kerusakan atau sampai mengakibatkan operasi bendungan terhenti. Skenario OBE
ditentukan memiliki kemungkinan terjadinya sekitar 50% selama umur manfaat bendungan (100 tahun), atau setara
dengan periode ulang 145 tahun (ICOLD, 2010). Parameter guncangan pada batuan dasar outcrop OBE diperkirakan
berdasarkan PSHA.
SEE adalah guncangan gempa pada batuan dasar outcrop yang harus mampu ditahan oleh bendungan tanpa
pelepasan air waduk yang tidak terkendali. Untuk bendungan besar, SEE dapat diambil sebagai Gempa Maksimum
Kredibel/ Maximum Credible Earthquake (MCE) atau Desain Gempa Maksimum/Maximum Design Earthquake (MDE).
Pada skenario ini biasanya parameter guncangan pada batuan dasar outcrop yang paling maksimum yang harus
diambil. Jika tidak mungkin untuk membuat penilaian yang realistis dari MCE, maka SEE harus setidaknya sama
dengan MDE. Skenario gempa SEE adalah skenario guncangan pada batuan dasar outcrop gempa untuk penilaian
keamanan dan desain bendungan dan komponen yang terkait yang harus berfungsi setelah terjadi skenario SEE terjadi.

7
Gempa Desain Bendungan

MCE adalah skenario gempa yang menghasilkan guncangan pada batuan dasar outcrop terbesar yang mungkin terjadi di
lokasi bendungan berdasarkan pada sejarah kegempaan dan kondisi seismotektonik di wilayah tersebut. Skenario MCE
diperkirakan berdasarkan metode deterministik yang biasanya digunakan untuk daerah yang dekat dengan sesar. Setiap
skenario MCE diperhitungkan untuk setiap setiap sumber gempa yang jelas aktifitasnya. Kriteria daerah yang dekat sesar
adalah seperti yang dijelaskan di SNI 1726:2019 yaitu;
a. Berjarak 15 km dari proyeksi permukaan sesar aktif yang diketahui dan mampu menghasilkan kejadian gempa dengan
Mw 7 atau lebih besar, atau
b. Berjarak 10 km dari proyeksi permukaan sesar aktif yang diketahui dan mampu menghasilkan kejadian gempa dengan
Mw 6 atau lebih besar.

Percepatan tanah puncak (PGA) secara deterministik (scenario MCE) harus dihitung sebagai nilai terbesar dari 84th
percentile rata-rata geometrik percepatan tanah puncak dari perhitungan semua sumber-sumber gempa karakteristik yang
berpengaruh pada situs yang ditinjau, yaitu dari sumber sesar yang teridentifikasi dengan jelas secara regional. Nilai
deterministik ini tidak boleh diambil lebih kecil dari 0,6 g. (lihat SNI 1726:2019 Bab: 6.10.5.2 dan SNI 2833:2012 Bab: 5.2.2)
Pada daerah dengan morfologi sumber gempa yang tidak jelas (tidak teridentifikasi adanya sesar aktif), guncangan gempa
pada batuan dasar outcrop pada lokasi bendungan diestimasi menggunakan metode probabilistik, dengan periode ulang yang
panjang. Bendungan dengan kelas risiko yang rendah dan moderat, maka periode ulang yang lebih pendek dapat dipilih
sebagai skenario SEE. Dalam kasus di mana sumber gempa tunggal (fault) berkontribusi utama terhadap nilai bahaya gempa
(skenario deterministik), desain gempa dapat menggunakan spektra bahaya gempa seragam (uniform hazard spectra). Jika
tidak, maka untuk desain seismik dengan skenario probabilistik harus berdasarkan pada deaggregasi bahaya gempa
8 (magnitudo versus jarak).
Filosofi Analisis Bahaya Gempa

▪ Data Geologi
▪ Data Seismologi Model Sumber Gempa
▪ Data Seismotektonik (Subduksi, Sesar Aktif, Shalllow Back Ground,
▪ Data Sejarah Kegempaan Gempa Benioff)
▪ Data Geofisik
▪ Persamaan Atenuasi

Analisis Bahaya Gempa


Probabilistic Deterministic

▪ Parameter Bahaya Gempa


▪ PGA & Spectra in bedrock
▪ Kurva Bahaya Gempa
▪ Uniform Hazard Spectra
▪ Acceleration Time Histories

9
Data Geologi

Data Geologi dapat diperoleh dari “Peta Geologi Regional” dan kemudian dapat di superposisi dengan struktur yang akan dibangun
10 diatasnya, sehingga dapat diprediksi pengaruh kondisi geologi terhadap struktur diatasnya.
Data Seismologi
Contoh segmentasi Sesar Besar Sumatra & Sejarah Gempa Besar

11
Data Seismotektonik
Peta Seismotectonic

12
Data Sejarah Kegempaan

Sejarah Kegempaan dari tahun 1900 – 2021 untuk semua gempa


13
Data Sejarah Kegempaan

Sejarah Kegempaan dari tahun 1900 – 2021 untuk gempa utama


14
Data Geofisik

Citra Geo-radar

15
Persamaan Atenuasi

Untuk contoh studi, pemilihan fungsi atenuasi berdasarkan beberapa kondisi masing-masing sumber gempa seperti yang
digunakan untuk pembuatan Peta Gempa Indonesia 2017 yaitu:

a. Sumber gempa shallow crustal, dimana model yang digunakan adalah model sumber gempa fault dan shallow background.
Fungsi atenuasi yang digunakan adalah:
• Boore-et al (2014) NGA West-2
• Chiou-Youngs (2014) NGA West-2
• Campbell-Bozorgnia (2014) NGA West 2

b. Sumber gempa subduksi interface (Megathrust), dimana model yang digunakan adalah model sumber gempa subduksi.
Fungsi atenuasi yang digunakan adalah:
• Atkinson-Boore (2003) Worldwide Interface USGS 2002
• Youngs (1997) Subduction USGS 2008
• Zhao dkk., with variable Vs-30. See BSSA, June, 2006 (Zhao dkk., 2006)

c. Sumber gempa Benioff (deep intraslab), dimana model yang digunakan adalah model sumber gempa deep background.
Fungsi atenuasi yang digunakan adalah:
• AB 2003 intraslab seismicity worldwide data region BC-rock condition. (Atkinson dan Boore, Wordwide 2003)
• Geomatrix slab seismicity rock, 1997 srl. July 25 2006. (Youngs dkk., 1997)
16 • Zhao dkk. intraslab, See BSSA, June, 2006 (Zhao dkk., 2006)
Model Sumber Gempa

Identified Fault
Seismotectonic Subduction

Unidentified
Background
Seismotectonic

Shallow background
Megathrust
Fault
Interface

Gridded Seismic 1
Benioff Zone/
Intraslab
Gridded Seismic 2

Gridded Seismic 3

Gridded Seismic 4
Logic Tree
Magnitude
Fault Models Ground Motion Models
Uncertainty

Mmax – 0.2
0.20

Characteristic Mmax
0.66 0.60

Mmax + 0.2
0.20

Fault
Trace

6.5 - (Mmax – 0.2)


0.20
Gurenberg
Richter 6.5 - Mmax
0.34 0.60

6.5 - (Mmax + 0.2)


0.20

18
Model logic tree untuk Sumber Gempa Sesar Aktif (Fault)
Logic Tree

Magnitude
Subduction Models Ground Motion Models
Uncertainty
Atkinson-Boore (2003) Worldwide
Mmax – 0.2 Interface USGS 2002
0.20 0.25

Characteristic Mmax Youngs (1997) Subduction USGS 2008


0.50 0.60 0.25

Mmax + 0.2 Zhao et al (2006) USGS 2008


0.20 0.50

Subd
Trace
Atkinson-Boore (2003) Worldwide
6.5 - (Mmax – 0.2) Interface USGS 2002
0.20 0.25
Gurenberg
Richter 6.5 - Mmax Youngs (1997) Subduction USGS 2008
0.50 0.60 0.25
6.5 - (Mmax + 0.2) Zhao et al (2006) USGS 2008
0.20
0.50

19
Model logic tree untuk Sumber Gempa Subduksi (Megathrust)
Logic Tree

20
Model logic tree untuk Sumber Gempa Zona Benioff
Analisis Bahaya Gempa

Metoda Probabilistic Seismic Hazard Analysis


Metoda PSHA adalah analisis risiko gempa probabilistik yang memperhitungkan dan menggabungkan
ketidakpastian dari skala kejadian gempa, lokasi dan frekuensi kejadiannya, untuk mendapatkan gambaran menyeluruh
mengenai tingkat risiko suatu lokasi yang ditinjau. Hasil dari analisis ini berupa probabilitas atas suatu parameter gempa
tertentu pada tingkat tertentu akan dilampaui pada periode tertentu. Misalnya pada suatu tempat tertentu, berapa tingkat
probabilitas suatu percepatan tanah sebesar 100 cm/dt2 akan dilampaui pada periode ulang 50 tahunan. Dengan
membuat/menghitung kemungkinan-kemungkinan seperti itu maka tingkat desain beban pada suatu daerah akan dapat
ditentukan.
Metoda risiko gempa probabilistik telah dikembangkan oleh Cornell (1968 dan 1971), kemudian dilanjutkan oleh
Merz dan Cornell (1973). Model dan konsep dari analisis ini masih dipakai sampai sekarang, namun model dari analisis
dan teknik perhitungannya yang terus dikembangkan oleh McGuire R. K. (1976).
Teori ini mengasumsikan magnitudo gempa M dan jarak R sebagai variabel acak independen yang menerus. Dalam
bentuk umum teori probabilitas total ini dapat dinyatakan sebagai berikut:

PI  i  =   PI  i m dan r . f


r m
M ( m). f r ( r ) dm dr

dengan: fM = fungsi kepadatan dari magnitudo


fr = fungsi kepadatan dari jarak hiposenter
P[I ≥ i | m dan r] = kondisi probabilitas acak intensitas I yang melampaui nilai i pada suatu lokasi
akibat magnitudo gempa M dan jarak hiposenter R.
21
Prosedur Analisis Bahaya Gempa cara PSHA

▪Expert judgement
▪Seismic design criteria
4. Seismic hazard Calculation
1. Seismic Sources Identification Calculation of hazard (ground motion)
▪ Location : coordinate of sources based on (1) + (2) + (3)
▪ Geometry : length, dip, max depth
▪Mechanism : subduction interface,
intraplate, faults,
3. Analysis of Seismic Wave Available strong motion
Propagation accelerogram data

2. Characterization of Sources ▪Geology, seimologi


▪Frequency distribution ▪Cataloque data
▪Slip rate
▪ Maximum Magnitude
Analisis Bahaya Gempa
Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA)

Metoda DSHA yang dilakukan berdasarkan atas penetapan seismik pada suatu lokasi yang cukup dekat sumber gempa sesar yang
sudah teridentifikasi dengan baik, dimana skenario tersebut meliputi asumsi mengenai kejadian gempa dengan magnitudo tertentu yang
akan terjadi pada lokasi yang ditinjau artinya nilai magnitudo (M) dan jarak (R) sudah jelas. Penggunaan nilai magnitudo untuk analisis
DSHA biasanya adalah M terbesar dari sumber gempa terdekat yang mungkin terjadi. Metode ini pada umumnya digunakan untuk
menghitung percepatan gempa pada perencanaan bangunan-bangunan vital dimana akan sangat membahayakan jika terjadi kerusakan
yang diakibatkan oleh gaya gempa tersebut.
Tipikal metode DHSA digambarkan dalam empat tahapan proses (Reiter, 1990) yang terdiri dari:
a. Identifikasi dan karakterisasi semua sumber gempa di suatu lokasi yang mungkin berpotensi menghasilkan guncangan pada batuan
dasar outcrop yang signifikan. Karakterisasi sumber gempa termasuk pendefinisian tiap-tiap geometri sumber gempa dan potensi
gempa.
b. Penentuan parameter jarak sumber gempa ke lokasi kajian untuk tiap-tiap zona sumber gempa. Umumnya pada metoda DHSA ini
jarak terdekat antara zona sumber gempa dan lokasi kajian ditentukan. Jarak yang dipergunakan dapat berupa jarak epicenter atau
jarak hypocenter, tergantung pada persamaan empiris yang dipergunakan.
c. Pemilihan gempa (controlling earthquake) yang diperkirakan akan menghasilkan goncangan yang terbesar. Pemilihan ini dilakukan
dengan cara membandingkan besar goncangan yang dihasilkan oleh gempa pada jarak dan lokasi tertentu. Controlling earthquake
umumnya digambarkan oleh besaran Magnitudo dan jarak dari lokasi kajian.
d. Bahaya yang terjadi pada suatu lokasi kemudian didefinisikan, biasanya dalam bentuk gerakan tanah yang terjadi pada lokasi
tersebut akibat controlling earthquake. Karakteristik tersebut biasanya dideskripsikan oleh satu atau lebih parameter gerakan tanah
yang didapat dari persamaan empiris yang digunakan. Percepatan puncak (peak acceleration), kecepatan puncak (peak velocity) dan
ordinat spektra respon (response spectra ordinates) biasanya digunakan untuk mengkarakteristikkan bahaya gempa.

23
Prosedur Analisa Bahaya Gempa cara DSHA

M=7.3 Site location

Semarang Fault South


0.11 g
Semarang M=7.3

Identification of active faults surrounding the site location


Selecting the maximum magnitude (Mmax) and closest distance (Rmin) for each fault
Determining the ground motions based on Mmax and Rmin at 84% percentile
Selecting the worst scenario
Analisis Deaggregasi

Konsep dasar dari PSHA adalah menghitung ancaman gempa, berdasarkan pada kumpulan hasil dari semua
kejadian gempa dan ground motion yang mungkin dapat terjadi di masa yang akan datang. Sedang analisis dengan
kemungkinan ′magnitudo (M) dan jarak dari site ke sumber gempa′ yang mana akan memberikan kontribusi hazard
terbesar pada site tidak terlihat dengan jelas dalam PSHA. Dengan kondisi ini maka PSHA menjadi kurang lengkap
memberi informasi tentang M dan R yang dominan dan tunggal dalam desain gempa.
Dengan satu magnitudo (M) dan satu jarak dari lokasi ke sumber (R) yang dominan, bahaya akibat gempa dapat
diekspresikan dalam satu fungsi, secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Konsep ini ditujukan pada deagregasi
seismic (McGuire, 1995) yang dapat memberikan gambaran umum tentang besaran gempa dan jarak sumber gempa
tertentu, yang kemungkinan besar destruktif terhadap lokasi bendunga. Dalam proses deagregasi dibutuhkan laju
tahunan rata-rata kejadian yang merupakan fungsi dari magnitudo dan atau jarak.
Analisis deagregasi dilakukan pada spektrum target pada periode getar alami bendungan. Spektrum target untuk
desain bendungan ini dilakukan berdasarkan konsep kriteria kinerja sehingga didapatkan tingkat gerak tanah yang
sesuai, dan untuk mengembangkan spektrum respons desain pada tingkat desain OBE dan SEE.
Analisis deaggregasi hanya dilakukan apabila analisis bahaya gempa yang dipilih menggunakan metoda PSHA
(probabilistic seismic hazard analysis), karena dalam analisis ini akan ditetapkan jarak dan magnitudo gempa dari
beberapa gempa yang tercatat dalam kurun waktu tertentu, sedangkan apabila Analisis bahaya gempa yang dipilih
adalah metoda DSHA (deterministic seismic hazard analysis), maka analisis deaggregasi tidak dilakukan, karena jarak
dan magnitudo gempa sudah ditetapkan berdasarkan seismotektonik lokasi bendungan yang ditinjau.
25
Analisis Deaggregasi

Gambar & Tabel Hasil Analisis Deaggregasi

NO DEAGREGASI SUMBER GEMPA M R (km)

1 Megathrust 8.65 187.18


Frekuensi
natural 0,39 detik
2 Shallow crustal fault 6.79 10.17
untuk gempa
OBE
3 Benioff 7.04 147.25
26
Analisis Natural Frekuensi
Salah satu skenario yang harus diperhitungkan dalam desain bendungan besar adalah beban gempa. Untuk mengetahui respon
dinamis bendungan akibat gempa yang realistis perlu dilakukan analisis dinamis dengan menggunakan beban gempa berupa
acceleration time histories dengan mempertimbangkan periode natural (periode getar alami) bendungan.
Peridode natural bendungan dipengaruhi diantaranya:
a. Tipe bendungan,
b. tinggi bendungan,
c. geometri bendungan, dan
d. tingkat beban gempa.

Salah satunya yang terbaru adalah dari Matsumoto (2010). Matsumoto dalam menghitung periode natural bendungan membagi
bendungan menjadi 4 tipe yaitu: bendungan beton gravity, bendungan beton busur, bendungan urugan batu, dan bendungan urugan
tanah. Rumus empirik yang didapat adalah sbb:
Bendungan Beton gravitas Bendungan beton busur Bendungan Urugan Batu Bendungan Tanah Homogin

dengan: T : Periode natural (periode getar alami) bendungan


H : Tinggi bendungan.

27
Target Respon Spektra
Target respons spektra desain digunakan sebagai kriteria/sasaran dalam melakukan prosedur
modifikasi gerak tanah. Dalam SNI 1726:2019 Pasal 11.2.1, target respons spektra gempa yang dipakai
adalah spektra MCER dengan redaman 5%. Untuk bendungan, target respons spektra gempa yang dipakai
adalah spektra OBE dan SEE pada periode getar alami bendungan dengan redaman 5%. Dua metode
dapat digunakan dalam membuat target respons spektra, yaitu:

a. Metode 1: Spektra Tunggal Bahaya Seragam (Uniform Hazard Spectra / UHS)


b. Metode 2: Spectra Rata-rata Terkondisi (Conditional Mean Spectra / CMS)

28
Spektra UHS dan beberapa periode spektra CMS (ASCE 7-16 commentary)
Penentuan Riwayat Waktu Percepatan Gempa Desain
Pemilihan data guncangan pada batuan dasar outcrop (GM) yang akan digunakan dalam analisis dinamis
merupakan faktor yang cukup penting. Data guncangan pada batuan dasar outcrop yang dimaksud adalah data digitasi
riwayat waktu percepatan (acceleration time histories). Untuk mendapatkan hasil yang baik, maka pemilihan data
riwayat waktu yang sesuai dengan kondisi spesifik geologi dan seismologi lokasi yang ditinjau perlu dilakukan. Apabila
pada lokasi yang ditinjau tidak memiliki data time-histories sendiri, maka dapat digunakan tiga metode alternatif untuk
mendapatkan data digitasi riwayat waktu (time histories) di batuan dasar outcrop, yaitu:
a. Menggunakan data time-histories pada suatu lokasi yang kondisi geologi dan seismologinya sesuai atau mirip
dengan kondisi lokasi yang ditinjau.
b. Menggunakan data time-histories dari lokasi lain yang telah diskalakan sesuai dengan target spektra dari lokasi
yang ditinjau.

Rekaman guncangan pada batuan dasar outcrop yang dipilih tersebut kemudian dimodifikasi sehingga spektra dari
gelombang gempa tersebut mendekati dengan target spektra pada periode getar yang mendekati periode getar alami
dari struktur bendungan. Metode ini dinamakan spectra matching analysis (SMA)

29
Penentuan Riwayat Waktu Percepatan Gempa Desain

Proses penskalaan dengan spectral matching dari data initial record GM menjadi modified GM pada spectra target
hasil PSHA/DSHA di periode getar alami struktur bendungan.

30
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan
Dalam Contoh Analisis Bahaya Gempa ini disampaikan tahap demi tahap
1. Membuat respon spectra berdasarkan data seismotektonik pada bendungan baik dengan metoda PSHA dan DSHA
Meoda PSHA

OBE SEE
Periode 475 th 1000 th 2475 th 5000 th
145 th 10000 th
PGA 0.164 0.258 0.335 0.453 0.565 0.699
0.05 0.274 0.434 0.562 0.756 0.940 1.142
0.10 0.368 0.589 0.773 1.057 1.325 1.656
0.20 0.332 0.532 0.703 0.974 1.235 1.557
0.32 0.254 0.405 0.531 0.734 0.942 1.181
0.40 0.219 0.348 0.458 0.632 0.810 1.030
0.50 0.186 0.298 0.392 0.540 0.691 0.875
0.75 0.129 0.210 0.276 0.379 0.484 0.615
1.00 0.096 0.154 0.205 0.283 0.362 0.463
2.00 0.044 0.073 0.096 0.132 0.168 0.212
3.00 0.026 0.044 0.058 0.080 0.102 0.129
4.00 0.019 0.031 0.041 0.057 0.073 0.091
6.00 0.011 0.019 0.024 0.032 0.040 0.051
8.00 0.007 0.012 0.016 0.021 0.026 0.031
10.00 0.004 0.008 0.011 0.014 0.017 0.021
31
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan
Dalam Contoh Analisis Bahaya Gempa ini disampaikan tahap demi tahap
1. Membuat respon spectra berdasarkan data seismotektonik pada bendungan baik dengan metoda PSHA dan DSHA
Meoda DSHA

MCE Jarak Amplitude (g)


No Sumber terdekat GMPE / Horizontal PGA (84-percentile) Period
Mmax
(km)
Mean Fractile 0.5 Fractile 0.84
A MAJOR ACTIVE FAULT
PGA 0.529 0.447 0.796
0.05 0.849 0.699 1.298
Campbell- Chiou-
Segmen
Boore-et al
Bozorgnia Youngs Mean 0.1 1.181 0.952 1.827
(2014)
(2014) (2014) 0.2 1.231 1.006 1.893
1 Loa fault 6.5 2.19 0.726 0.919 0.743 0.796 0.3 1.000 0.816 1.539
0.662 0.803 0.691 0.718 0.4 0.872 0.708 1.344 Loa fault
2 Poso East fault 7.1 4.70
0.5 0.733 0.589 1.136 Mw = 6.5
B SUBDUCTION ZONE (SUMATRAN MEGATHRUST)
0.75 0.524 0.412 0.821 Closes
1 0.386 0.301 0.606 distance
Atkinson- 2.19 Km
Boore Youngs 2 0.143 0.112 0.225
BC Hydro
Segmen (2003) (1997)
(2012)
Mean 3 0.080 0.063 0.127
Worldwide Subduction
Subduction
4 0.049 0.039 0.077
6 0.023 0.018 0.036
Nort-Sulawesi
8 0.013 0.010 0.021
1 8.5 276.95 0.079 0.091 0.082 0.084
Subduction 10 0.009 0.007 0.014

32
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan

Grafik hazard spectrum di batuan dasar hasil DSHA di Bendungan

33
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan

Dari kondisi Seismotectonic


1. Jarak ke sumber gempa terdekat 2,35 km < 10km
2. Besaran gempa maksimum Mw 6.5

Dari kondisi seismotektonik ini maka Analisis yang dipilih


adalah analisis deterministik.

34
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan

2. Periode Natural Tubuh Bendungan

Salah satu skenario yang harus diperhitungkan dalam desain bendungan besar adalah beban gempa. Untuk
mengetahui respon dinamik bendungan akibat gempa yang realistis perlu dilakukan analisis dinamik dengan
menggunakan beban gempa berupa time histories dengan mempertimbangkan periode natural (periode getar alami)
bendungan.
Persamaan empiris dari Matsumoto (2014) untuk menentukan periode natural bendungan urugan batu adalah
sebagai berikut:

Untuk Bendungan Poso 3 yang direncanakan mempunyai tinggi 45 meter (H = 45 m), maka

T = (0.25/100) X 45 + 0,21 = 0,32 detik

Rasio panjang dan tinggi Bendungan Poso-3 adalah > 4 sehingga efek dari 3 dimensi sudah relatif kecil, dengan
demikian penentuan periode natural dapat menggunakan batas atas. Dari perhitungan di atas diketahui prediksi
periode natural untuk Bendungan Poso-3 adalah sekitar 0.32 detik.
35
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan
3. Analisis Deaggregasi Gempa OBE Bendungan

Analisis deagregasi dilakukan pada SA 0.32-detik di tubuh bendungan Poso-3 pada level OBE akibat sumber gempa subduksi (Megathrust),
sesar dangkal (shallow crustal fault) dan Benioff (deep intraslab), sedangkan untuk level SEE yang digunakan hasil deterministik maka tidak perlu
dilakukan analisis deagregasi karena nilai M & R untuk analisis deterministik sudah jelas parameternya.
Hasil deagregasi untuk gempa dengan periode ulang 145 tahun pada SA 0.32-detik dari berbagai sumber gempa ditunjukkan dalam Gambar
berikut.

Deaggregasi gempa Megathrust Deaggregasi gempa Shallow Crustal Deaggregasi gempa Benioff

36
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan

Dari hasil deagregasi di atas, maka didapatkan nilai mean magnitudo (M) dan jarak yang dominan periode natural
0.32-detik untuk berbagai sumber gempa sehingga bisa dipilih Recorded ground motion yang sesuai untuk kondisi
tersebut. Resume hasil deagregasi bisa dilihat dalam dalam Tabel berikut untuk level OBE (periode ulang 145 tahun).

Resume hasil deagregasi di Bendungan untuk periode ulang gempa 145 tahun

NO DEAGREGASI SUMBER GEMPA M R (km)

1 Subduksi / Megathrust 8.26 296.59


OBE /
2 Shallow crustal 6.55 55.63
SA 0.32-detik
3 145 tahun Benioff 6.68 113.59

37
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan
4. Pemilihan Ground Motion
Untuk gempa OBE, pemilihan ground motion disampaikan pada Tabel berikut

SUMBER Recorded Ground Motion


No DEAG M R (km) M R (km)
GEMPA (Aktual GM)
Tokachi-oki, Japan, STA-
ABSH03, dat source
1 Megathrust 8.26 296.59 COSMOS VDC, 25 Sept 8.00 304.2
2003
SA 0.32-
Shallow Big Bear-01, NGA0928, STA-
2 detik 6.55 55.63 6.46 64.20
crustal Sage Fire Station, 1992
145y
South Taranaki, STA-GNS
Science Site NELS, data
3 Benioff 6.68 113.59 source CESMD, 13 Mar 2005, 6.40 127.0
D 60 Km

Untuk gempa SEE, pemilihan ground motion disampaikan pada Tabel berikut

Karakteristik Data Rekaman Gempa


No M R (km)
Sumber Gempa (Recorded GM)
Imperial Valey-06, NGA RSN160, STA-
1 Bonds Corner. 1979 6.53 2.66
Sesar Loa,
Tottori Japan, NGA West-2, STA-
Mw = 6.5
2 SMNH01, 2000 6.61 5.86
Jarak Terdekat
L’Aquila Italy Earthquake, 6 April 2009,
2.19 Km
3 STA L’AQUILA – V. ATERNO – COLLE 6.30 4.40
38 GRILLI, data source = CESMD
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan
5. Target Spektrum

Model spektrum yang telah diskalakan pada masing-masing periode getar alami tubuh bendungan untuk gempa
OBE dan Gempa SEE dapat dilihat pada Gambar berikut:

Target spektrum gempa OBE Target spektrum gempa SEE

39
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan

6. Analisis Matching Factor

Recorded ground motion yang dipilih tersebut


kemudian dimodifikasi sehingga spektra dari
gelombang gempa tersebut mendekati dengan
target spektra. Metode ini dinamakan spectrum
matching analysis (SMA). Dalam studi ini SMA
dilakukan dengan menggunakan bantuan
perangkat lunak (software) EZ-FRISK™ (Risk
Engineering, 2005). Software ini sudah
mengadopsi metode time-dependent spectral
matching yang dibuat oleh Norm Abrahamson
(Abrahamson, 1998). Metode ini merupakan
hasil modifikasi dari riset sebelumnya yang telah
dilakukan oleh Lilhanand dan Tseng (1987,
1988)..

40
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan
7. Hasil Analisis Bahaya Gempa Bendungan

Hasil analisis bahaya gempa dalam hal ini adalah “acceleration time histories” untuk gempa OBE

Acceleration time histories gempa OBE dari sumber gempa shallow crustal Acceleration time histories gempa OBE dari sumber gempa megathrust

Acceleration time histories gempa OBE dari sumber gempa Benioff


41
Contoh Analisis Bahaya Gempa suatu Bendungan
7. Hasil Analisis Bahaya Gempa Bendungan

Hasil analisis bahaya gempa dalam hal ini adalah “acceleration time histories” untuk gempa SEE

Acceleration time histories gempa SEE model gempa shallow crustal Acceleration time histories gempa SEE model gempa megathrust

Acceleration time histories gempa SEE model gempa Benioff


42
Thank you

PT Banyu Biru Solusi Geoteknik


Kriya Mulia Building, Ground Floor
Mangkudranan 23, Jalan Magelang KM.17, Margorejo,
Tempel, Sleman, D.I. Yogyakarta, Indonesia – 55552
+62 274 288 2622 (Office)

Anda mungkin juga menyukai