Anda di halaman 1dari 13

Landasan Ontologi , Ladasan Epistimologis , Landasan Aksiologis ,

Dalam Filsafat Pendidikan

Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Filsafat Pendidikan

Dosen Pembimbing : Ahmad Nashiruddin, S.pd. I

Disusun Oleh :

1. Nadya Nur Laili (19.12.00015)


2. Ika Nur Kusumawati (19.12.00195)
3. Nurul Ulya (19.12.00288)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

FAKULTAS TARBIYAH

INSTITUT PESANTREN MATHALI’UL FALAH

PATI

2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga
makalah Filsafat Pendidikan yang berjudul "Landasan Antologis, Landasan
Epistemologis, Landasan Aksiologis dalam Filsafat Pendidikan" ini bisa selesai pada
waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah berpartisipasi
dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan
rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca.
Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat
membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.

Pati, 06 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Daftar isi
Kata Pengantar
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan masalah
C. Tujuan Pembahasan
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Antologis
B. Pengertian Epistemologis
C. Pengertian Aksiologis
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat yang menjawab beberapa pertanyaan
mengenai hakikat ilmu. Bidang ini mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan
implikasi dari ilmu, yang termasuk di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti, apa dan
bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan serta
memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah
informasi, formulasi dan penggunaan metode ilmiah, macam-macam penalaran yang
dapat digunakan untuk mendapatkan kesimpulan, serta implikasi metode dan model
ilmiah terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.

Filsafat secara garis besar ada tiga pembahasan pokok atau bagian yaitu,
Epistemologis atau teori pengetahuan yang membahas bagaimana kita memperoleh
pengetahuan, ontologis atau teori hakikat yang membahas tentang hakikat segala
sesuatu yang melahirkan pengetahuan dan aksiologis atau teori nilai yang membahas
tentang guna pengetahuan. Mempelajari ketiga cabang tersebut sangatlah penting
dalam memahami filsafat yang begitu luas ruang lingkup dan pembahasannya.

Ketiga teori di atas sebenarnya sama-sama membahas tentang hakikat, hanya


saja berangkat dari hal yang berbeda dan tujuan yang beda pula. Epistemologis
sebagai teori pengetahuan membahas tentang bagaimana mendapat pengetahuan,
bagaimana kita bisa tahu dan dapat membedakan dengan yang lain. Ontologis
membahas tentang apa objek yang kita kaji, bagaimana wujudnya yang hakiki dan
hubungannya dengan daya pikir. Sedangkan aksiologis sebagai teori nilai membahas
tentang pengetahuan kita akan pengetahuan di atas, klasifikasi, tujuan dan
perkembangannya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Ontologis?

2. Apa Pengertian Epistemologis?


3. Apa Pengertian Aksiologis?

C. Tujuan Pembahasan

Agar dapat mengetahui apa itu Ontologis, Epistemologis, Aksiologis


BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Ontologis

Ontologi dalam bahasa inggris”ontology” berakar dari bahasa Yunani “on”


berarti ada, dan “ontos” berarti keberadaan.

Sedangkan “logos” berarti pemikiran (Lorenz Bagus:2000). Jadi, ontologi adalah


pemikiran mengenai yang ada dan keberadaannya.

Menurut bahasa, ontologi ialah berasal dari bahasa Yunani yaitu, On atau
Ontos : ada, dan logos : ilmu. Jadi, ontologi adalah ilmu tentang yang ada. Menurut
istilah, ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang
merupakan ultimate reality baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani
atau abstrak.

 Landasan Ontologis

Melalui tinjauan ontologi adalah apa yang ingin diketahui melalui ilmu?
Pertanyaan ini selanjutnya melahirkan sejumlah spekulasi filosofi dan teoretik tentang
"ada". Paling tidak ada dua teori yang memberikan pandangan yang saling berbeda
tentang objek ilmu. Keduan teori tentang ada ini bersumber pada dua aliran filsafata.

Teori pertama dikenal dengan realisme. Sejalan dengan namanya, teori ini
berupaya memandang secara realistis terhadap setiap fenomena. Menurut teori ini,
sebagai sekumpulan pengetahuan, ilmu merupakan gambaran yang benar dari alam
nyata. Realisme berpendapat bahwa ilmu akan mendapat dan menghadirkan
kebenaran apabila sesuai dengan kenyataan.

Teori kedua disebut idealisme. Pengetahian menurut teori idealistik ini tidak
memberikan gambaran yang tepat tentang kenyataan diluar alam pikiran manusia.

 Pandangan Pokok Pemikir dalam Pemahaman Ontologis

Termontologi pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Gocleniuspada tahun 1636


M. Untuk menamai teori tentang hakikat yang ada yangbersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Christian Wolf (1679-1754) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu:1

a. Metafisika umum

Metafisika umum dimaksudkan sebagai istilah lain dari ontologi.Dengan


demikian,metafisika umum atau ontologi adalah cabangfilsafat yang membicarakan
prinsip yang paling dasar atau palingdalam dari segala sesuatu yang ada.

b. Metafisika khusus

1) Kosmologi Cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang alam


semesta

2) Psikologi Cabang filsafat yang secara khusus membicarakan tentang jiwa


manusia

3) Teologi Cabang filsafat yang secara khusus membicarakan Tuhan.

Sedangkan arti metafisika itu sendiri menurut Reza A. AWattimena, dalam


bukunya yang berjudul “Filsafat dan Sains Sebuah Pengantar” adalah cabang filsafat
yang merefleksikan hakekat darirealitas pada levelnya yang paling abstrak.2

Ada beberapa pandangan pemahaman tentang ontologis, diantaranya yaitu:

1. Monoisme

Paham ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan itu hanyalah
satu saja, tidak mungkin dua. Thomas Davidson menyebut dengan Block Universe.
Kemudian paham initerbagi ke dalam dua aliran:

a. Materialisme (naturalisme)

Aliran ini menganggap bahwa sumber yang asal itu adalah materi,bukan
rohani. Seperti halnya manusia, karena manusia pada instansi terakhir adalah benda
dunia (materi) seperti benda (materi) lainnya.

b. Idealisme

1
Ahmad Bakhtiar,hlm.133
2
Ibid,.hlm.134
Aliran ini menyatakan bahwa hakikat benda adalah nurani, spiritatau
sebangsanya.3

c. Dualisme

Paham ini menganggap bahwa benda terdiri dari dua macam hakikat sebagai
asal sumbernya, yaitu hakikat materi dan hakikat ruhani, benda dan ruh, jasad dan
spirit. Materi bukan muncul dari ruh,dan ruh bukan muncul dari benda.4

d. Pluralisme

Paham ini berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan kenyataan.


Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata.

e. Nihilisme

Sebuah doktrin yang tidak mengakui validitas alternatif yang positif. Pertama,
tidak ada sesuatu pun yang eksis. Kedua, bila sesuatu itu ada, ia tidak dapat diketahui.
Disebabkan penginderaan tidak dapat dipercaya karena sumber ilusi. Ketiga,
sekalipun realitas itu dapat diketahui, ia tidak akan dapat kita beritahukan kepada
orang lain.5

f. Agnostisisme

Paham ini mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat


benda. Baik hakikat materi maupun hakikat ruhani. Aliran ini dengan tegas selalu
menyangkal adanya suatu kenyataan mutlak yang bersifat trancendent.6

B. Pengertian Epistimologis

Secara etimologis istilah “epistemology” merupakan gabungan kata dalam


bahasa Yunani, yaitu episteme dan logos. Episteme artinya pengetahuan, sedangkan
logos berarti pengetahuan sistematik atau ilmu. Dengan demikian, epistimologi dapat

3
Reza A.A Wattimena,Filsafat dan Sains; Sebuah pengantar, (Jakarta : Grasindo),hlm 10

4
Amsal Bahktiar.,hlm. 135

5
Burhanuddin Salam, Pengantar Filsafat, (Jakarta : Bumi Aksara, 2009), cet. 8,hlm 158

6
Ibid., hlm.138
diartikan sebagai suatu pemikiran mendasar dan sistematik mengenai pengetahuan. Ia
merupakan salah satu cabang filsafat yang membahas tentang terjadinya pengetahuan,
sumber pengetahuan, asal mula pengetahuan, metode atau cara memperoleh
pengetahuan, validitas dan kebenaran pengetahuan. Oleh sebab itu, epistimologi juga
disebut sebagai “teori pengetahuan”.

 Objek dan Tujuan Epistemologis

Objek epistemologi menurut Jujun S. Suriasumantri berupa “segenap proses yang


terlibat dalam usaha kita untuk memperoleh pengetahuan.” Proses untuk memperoleh
pengetahuan inilah yang menjadi sasaran teori pengetahuan dan sekaligus berfungsi
mengantarkan tercapainya tujuan, sebab sasaran itu merupakan suatu tahap
pengantara yang harus dilalui dalam mewujudkan tujuan. Tanpa suatu sasaran,
mustahil tujuan bisa terealisir, sebaliknya tanpa suatu tujuan, maka sasaran menjadi
tidak terarah sama sekali.7

Sedangkan tujuan epistemologi yaitu ingin memiliki potensi untuk memperoleh


pengetahuan. Karena epistemologis merupakan subsistem filsafat yang bertugas
memberdayakan pemikiran. Akhirnya epistemologis dikenal sebagai pusat dinamika
keilmuan.8

 Landasan Epistemologis

Landasan epistemologi ilmu tercermin secara operasional dalam metode ilmiah.


Pada dasarnya metode ilmiah merupakan cara ilmu memperoleh dan menyusun tubuh
pengetahuannya berdasarkan:

a. Kerangka pemikiran yang bersifat logis dengan argumentasi yang bersifat


konsisten dengan pengetahuan sebelumnya yang telah berhasil disusun.

b. Menjabarkan hipotesis yang merupakan deduksi darikerangka pemikiran


tersebut.

c. Melakukan verifikasi terhadap hipotesister maksud untuk menguji kebenaran


pernyataannya secara faktual.9

7
Ibid.,hlm.8

8
Ibid.,hlm.10
Kerangka pemikiran yang logis adalah argumentasi yang bersifatrasional dalam
mengembangkan penjelasan terhadap fenomena alam.Dalam kaitannya dengan moral,
dalam proses kegiatan ilmuan setiapupaya ilmiah harus ditunjukan untuk menemukan
kebenaran, yangdilakukan dengan penuh kejujuran, tanpa mempunyai kepentingan
langsung tertentu dan hak hidup yang berdasarkan kekuatan argumentasi secara
individual. Jadi, ilmu merupakan sikap hidup untuk mencintai kebenaran dan
membenci kebohongan. 10

Diantara gejala-gejala eksistensi manusia yang dialami, satu hal yang amat
menyolok mata dan amat penting ialah pengetahuan. Sebab ia merefleksikan
pengetahuannya juga. Bagian filsafat yang dengan sengaja berusaha menjalankan
refleksi atas pengetahuan manusia itu disebut “epistemologis”, atau “ajaran tentang
pengetahuan”.11

C. Pengertian Aksiologis

Aksiologi adalah istilah yang berasal dari kata Yunani yaitu: axios yang berarti
sesuai atau wajar sedangkan logos berarti ilmu. Aksiologi disebut juga dengan teori
nilai dan membicarakan tentang tujuan ilmu pengetahuan itu sendiri dan bagaimana
manusia menggunakan ilmu tersebut.

Objek kajian aksiologi adalah menyangkut masalah nilai kegunaan ilmu karena
ilmu dalam kontek filsafat tidak bebas nilai. Artinya pada tahap-tahap tertentu, ilmu
harus disesuaikan dengan nilai-nilai budaya dan moral suatu masyarakat sehingga
nilai kegunaan ilmu tersebut dapat dirasakan oleh masyarakat dalam usahanya
meningkatkan kesejahteraan bersama, bukan sebaliknya, justru menimbulkan
bencana.

 Landasan Aksiologis Ilmu

Landasan aksiologi ilmu menyangkut permasalahan pertama,apakah ilmu


mendekatkan manusia pada kebenaran Tuhan itu sendiri.Kedua, apakah ilmu
bermanfaat bagi kehidupan manusia itu sendiri.Ketiga, apakah ilmu itu bebas nilai
9
Surajiyo.,hlm.151

10
Ibid.,hlm.152

11
Suparman Syukur, Epistimologi Islam Skolastik; Pengaruhnya Pada Pemikiran Islam Modern,
(Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2007), cet. 1, hlm 42
atau tidak bebas nilai, sebab nilai-nilai menyatu denganilmu itu sendiri. Manusia agar
mau memikirkan sesuatu dan tidak hanya mengandalkan akal semata-mata. Manusia
diajak dan ditantang untuk mengkaji hakikat realitas yang ada agar kebenaran hakiki
dapat dicapai. Ilmu pengetahuan merupakan usaha bersama untuk mengenal tanda-
tanda kekuasaan Tuhan. Artinya dengan ilmu manusia mampu mengetahui tanda-
tanda kebesaran Tuhan. Ilmu pengetahuan berusaha menemukan keteratuaran alam
dan tujuan dibalik keteraturan itu, alam semesta diciptakan dalam keadaan teratur dan
dalam keadaan seimbang, ilmu pengetahuan dikembangkan atas dasar manfaat dan
pengabdian kepada Tuhan, ilmu harus dikembangkan rangka untuk mengabdi kepada
Tuhan dalam pengertian lias. Ilmu pengetahuan harus sanggup menjadi wahana bagi
manusia untuk tunduk kepada Tuhan. Pengembangan ilmu pengetahuan harus terarah
kepada nilai-nilai kemanusian dan pengabdian kepada Tuhan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Ontologi membahas tentang apa yang diketahui oleh manusia. Karenatak mungkin
yang tiada memberikan efek pada pikiran manusia, maka pastiyang tercermin dalam
pikiran manusia adalah suatu realitas. Realitas(kenyataan)adalah segala sesuatu yang
ada. Pentingnya pembahasan ontologis berkaitan dengan pembuktian kebenaran
pikiran dari isi yang dikandung oleh pikiran. Apakah sebuahpengetahuan sesuai
dengan realitas atau tidak. Jika tidak, maka pengetahuan tersebut bernilai salah. Selain
itu ontologi juga digunakan untuk menetapkan batas-batas dari obyek pengetahuan
atau ilmu yang sedang dibahas. Jika obyeknya adalah materi, maka batasannya juga
harus materi. Jika obyeknya nonmateri, maka batasannya juga nonmateri. Begitu juga
dengan epistemologi, pentingnya pembahasan ini berkaitan dengan apakah suatu ilmu
apakah ia diperoleh dengan cara yang bisa didapatkan orang lain atau tidak. Jika tidak
dapat diketahui orang lain maka pengetahuannya tidak dapat dipelajari oleh orang
lain.Secara garis besar, dalam epistemologi cara mendapatkan pengetahuan ada dua
yaitu secara ilmiah dan secara tidak ilmiah.

Pengetahuan secara ilmiah bukan berarti lebih benar dari pengetahuan secara tidak
ilmiah. Pembagian inihanya didasarkan pada dapat atau tidaknya semua orang
memperoleh pengetahuan tersebut. Sedangkan aksiologi membahas tentang nilai
suatu pengetahuan. Nilai dari sesuatu tergantung pada tujuannya. Maka pembahasan
tentang nilai pengetahuan tidak dapat dipisahkan dari tujuannya. Masing-masing
manusia mempunyai tujuan sendiri. Namun pasti ada kesamaan tujuan secara obyektif
bagi semua manusia. Begitu juga dengan pengetahuan. Semua pengetahuan memiliki
tujuan obyektif.
DAFTAR PUSTAKA

Bakhtiar, Amsal, filsafat ilmu, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011)

Salam, Burhanuddin, pengantar filsafat, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009)

Surajiyo, filsafat ilmu dan perkembangannya di Indonesia, (Jakarta: Bumi Aksara,


2010)

Syukur, Suparman, Epistemologi islam skolastik; pengaruhnya pada pemikiran islam


modern, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007)

Wattimena, Reza A.A, filsafat dan sains; sebuah pengantar, (Jakarta: Grasindo)

Anda mungkin juga menyukai