Makalah Muhammad Rasyid Ridha Dan Sayyid Qutb
Makalah Muhammad Rasyid Ridha Dan Sayyid Qutb
STUDI AL-QUR’AN
“MUHAMMAD RASYID RIDHA DAN TAFSIR AL-MANNAR,
SAYYID QUTUB DAN TAFSIRNYA DALAM
FI ZHILAL AL-QUR’AN”
OLEH:
IMDAD RABBANI (18710031)
PASCASARJANA
MANAJAMEN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2018
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI....................................................................................................................... i
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 1
C. Tujuan ........................................................................................................................ 1
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. MUHAMMAD RASYID RIDHA DAN TAFSIR AL-MANNAR ........................ 3
1. Biografi Syaikh Muhammad Abduh ....................................................................... 3
2. Sayyid Muhammad Rasyid Ridha........................................................................... 7
3. Metode Penafsiran Muhammad Rasyid Ridha ...................................................... 11
4. Kecendrungan / Aliran Penafsiran Muhammad Rasyid Ridha ............................. 13
5. Keistimewaan dan Kelemahan Tafsir Al Manar ................................................... 13
B. SAYYID QUTUB DAN TAFSIRNYA DALAM FI ZHILAL AL-QUR’AN ... 14
1. Biografi Sayyid Qutb ............................................................................................ 14
2. Metode Penafsiran Sayyid Qutub ......................................................................... 15
3. Kecendrungan / Aliran dari Penafsiran Sayyid Qutub .......................................... 17
4. Keistimewaan dan Kelemahan Kitab fi Zhlilal al-Qur’an .................................... 17
BAB III PENUTUP ......................................................................................................... 19
1. Kesimpulan ............................................................................................................... 19
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 20
References ......................................................................................................................... 20
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Pertumbuhan dan Perkembangan Tafsir Al-Qur’an. Dimulai dari Tafsir
pada masa Nabi dan Sahabat, masa tabi’in, masa pembukuan , tafsir maudu’i,
Tabaqat Mufasir, Tafsir bil-Ma’sur dan bir-Ra’yi hingga sampai pada masa kitab-
kitab tafsir terkenal di Abad Modern merupakan keanekaragaman bentuk dan cara
dalam menjelaskan isi dari lafadz-lafadz Al-Quran secara rinci baik dari aspek
hukum maupun yang lainnya.
Di dalam makalah ini akan dijelaskan secara rinci mengenai tafsir al manar dan
kitab fi zhilal al-Qur’an serta biografi pengarangnya dan metode penafsirannya.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Biografi Muhammad Rasyid Ridha, Metode Penafsirannya di
dalam Tafsir Al-Manar serta keistimewaan dan Kelemahan di dalam Kitab
karangannya?
2. Bagaimanakah Biografi Sayyid Qutb, Metode Penafsirannya di dalam Kitab fi
Zhilal Al-Qur’an serta Keistimewaan dan Kelemahan di dalam Kitab
karangannya?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui Biografi Muhammad Rasyid Ridha, Metode Penafsirannya
di dalam Tafsir Al-Manar serta keistimewaan dan Kelemahan di dalam Kitab
karangannya.
1
2. Untuk mengetahui Biografi Sayyid Qutb, Metode Penafsirannya di dalam Kitab
fi Zhilal Al-Qur’an serta Keistimewaan dan Kelemahan di dalam Kitab
karangannya?
2
BAB II
PEMBAHASAN
Tokoh utama corak penafsiran ini, serta yang berjasa meletakkan dasar-
dasarnya adalah Syaikh Muhammad Abduh, yang kemudian dikembangkan oleh
muridnya, Sayyid Muhammad Rasyid Ridha dan dilanjutkan oleh ulama-ulama lain,
terutama Muhammad Musthafa al-Maraghi.
Syekh Muhammad Abduh nama lengkapnya adalah Muhammad bin Abduh bin
Hasan Khairullah. Dia dilahirkan di desa Mahallat Nashr di Kabupaten al-Buhairah,
Mesir pada tahun 1849 M. Dia berasal dari Keluarga yang tidak tergolong kaya,
bukan pula keturunan bangsawan. Namun, Ayahnya dikenal sebagai orang yang
terhormat yang suka memberi pertolongan. Muhammad Abduh berkata “Aku
tadinya beranggapan bahwa Ayahku adalah manusia termulia di kampungku. Lebih
jauh, baliau aku anggap manusia termulia di dunia ini. Karena ketika itu aku
mengira bahwa dunia itu tiada lain kecuali kampung Mahallat Nashr. Saat itu, para
pejabat yang berkunjung ke desa Mahallat Nashr lebih sering mendatangi dan
menginap di rumah kami daripada di rumah kepala desa, walaupun kepala desa
lebih kaya dan mempunyai banyak rumah serta tanah. Hal ini menimbulkan kesan
yang dalam atas diriku bahwa kehormatan dan ketinggian derajat bukan ditentukan
oleh harta atau banyaknya uang. Aku juga menyadari, sejak kecil, betapa teguhnya
1
Shihab, M. Q. (2006). Rasionalitas Al-Qur'an ; Studi Kritis atas Tafsir Al-Mannar. Jakarta:
Lentera Hati(Halaman 5)
3
ayahku dalam pendirian dan tekad serta keras dalam perilaku terhadap musuh-
musuhnya. Semua itulah yang ku tiru dan ku ambil, kecuali kekerasannya. 2
Pada suatu ketika muhammad abduh lari ke desa Syibral Khit karena
menghindar dari ajakan ayahnya untuk kembali belajar. Di kota inilah dia bertemu
dengan pamannya yang bernama Syaikh Darwisy Khidr – seorang yang mempunyai
pengetahuan luar biasa mengenai al-Qur’an dan menganut paham tasawuf asy-
syadziliah. Sang paman berhasil merubah hobi Muhammad Abduh dari yang
semula senang bermain lalu berubah menjadi seorang yang rajin dalam menuntut
ilmu.4
Beliau kembali ke Masjid al-Ahmadi Thantha lalu dia menuju Kairo untuk
belajar di al-Azhar pada Februari 1866. Namun muhammad abduh kurang setuju
dengan sistem pengajaran di sana karena mahasiswa tidak diarahkan untuk
melakukan penelitian,perbandingan dan penarjihan. Tetapi dia banyak mengagumi
2
Rasyid Ridha, S. M. (1931). Tarikh al-Ustadz al-Imam Muhammad Abduh. Kairo, Mesir:
Percetakan al-manar.
3
mylife, p. (2012, Maret Minggu). biografi-syeikh-muhammad-abduh. Diambil kembali dari
biografi-syeikh-muhammad-abduh: http://pena-mylife.blogspot.com/2012/03/biografi-syeikh-
muhammad-abduh.html
4
Shihab, M. Q. (2006). Rasionalitas Al-Qur'an ; Studi Kritis atas Tafsir Al-Mannar. Jakarta:
Lentera Hati(Halaman 5)
4
dosen disana, diantaranya: Pertama, Syaikh Hasan ath-Thawi yang mengajarkan
kitab-kitab filsafat karangan Ibnu Sina, logika karangan Aristoteles, dan lain
sebagainya. Padahal, kitab-kitab tersebut tidak diajarkan di al-Azhar pada waktu
itu; Kedua, Muhammad al-Basyuni, seorang ilmuan yang banyak mencurahkan
perhatian dalam bidang sastra bahasa, bukan melalui pengajaran tata bahasa
melainkan melalui kehalusan rasa dan kemampuan mempraktekkannya.5
Pada 1879, Jamaluddin Al-Afgani diusir oleh Pemerintah Mesir atas hasutan
Inggris dan Muhammad Baduh diberhentikan dari kedua sekolah. Tetapi pada tahun
1880, abduh dibebaskan kembali dan diserahi tugas memimpin surat kabar resmi
pemerintah yaitu al-Waqa’i al-Mishriyah yang dijadikan wadah dalam mengkritik
pemerintahan yang sewenang-wenang.
5
ibid
5
Setelah revolusi urabi 1882(yang berakhir dengan kegagalan), Pemerintah
Mesir mengasingkan Muhammad Abduh ke Suriah selama 3 tahun. Di negara ini,
Muhammad Abduh beserta gurunya menerbitkan surat kabar al-Urwah al-Wutsqa,
yang bertujuan mendirikan pan-islam serta menentang penjajahan barat khususnya
Inggris.
Tahun 1884 Muhammad Abduh diutus oleh surat kabar tersebut ke Inggris
untuk menemui tokoh-tokoh negara itu yang bersimpati kepada rakyat Mesir.
Tahun 1885 Muhammad Abduh meninggalkan Paris menuju ke Beirut (Libanon)
dan mengajar di sana sambil mengarang beberapa kitab, antara lain:
Pada tahun 1888, Muhammad Abduh kembali ke tanah airnya dan diberi tugas
sebagai hakim di pengadilan daerah Banha, lalu dipindah ke Pengadilan Abidin.
6
Farah, N. (2016, Desember). Konsep Ahl Al-Kitab Menurut Pemikiran Rasyid Ridha dalam Tafsir
Al-Manar, XII, 221-249.(halaman 230)
6
Kemudian pada tahun 1899 dia diangkat menjadi Mufti dan anggota Majlis Syura
Kerajaan Mesir, seksi perundang-undangan. Pada 1905 Muhammad Abduh
mencetuskan ide untuk membangun Universitas Mesir yang mana mendapatkan
tanggapan baik oleh Pemerintah Mesir. Namun sayang, Universitas ini baru berdiri
setelah Muhammad Abduh berpulang ke Rahmatullah dan universitas inilah yang
kemudian menjadi “Universitas Kairo”.
Pada tanggal 11 Juli 1905, Muhammad Abduh meninggal dunia di Kairo, Mesir.
Yang menangisi kepergiannya bukan hanya umat islam, tetapi ikut pula berduka
sekian banyak tokoh non-Islam.7
7
Shihab, M. Q. (2006). Rasionalitas Al-Qur'an ; Studi Kritis atas Tafsir Al-Mannar. Jakarta:
Lentera Hati(Halaman 13)
8
Ibid (halaman 18)
9
wikipedia. (2018, September 23). Rasyid_Ridha. Diambil kembali dari Rasyid_Ridha:
https://id.wikipedia.org/wiki/Rasyid_Ridha
7
Keluarga Ridha dikenal oleh lingkungannya sebagai keluarga yang sangat taat
beragama serta menguasai ilmu-ilmu agama, sehingga mereka juga dikenal dengan
sebutan “Syaikh”. Ketika rasyid ridha mencapai umur remaja, ayahnya telah
mewarisi kedudukan, wibawa, serta ilmu sang nenek, sehingga rasyid ridha banyak
terpengaruh dan belajar dari ayahnya sendiri.
Tidak lama kemudian , dia pindah ke Sekolah Islam Negeri yang merupakan
sekolah ternaik pada saat itu dengan bahasa arab sebagai bahasa pengantar. Pendiri
Sekolah ini – Syaikh Husain al-Jisr yang kelak mempunyai andil sangat besar
terhadap perkembangan pikiran Rasyid Ridha, sebagai bukti nyata yaitu Syaikh
Husain memberikan kesempatan kepada Rasyid Ridha untuk menulis surat kabar
Tripoli – kesempatan itu yang berhasil mengantarkannya menjadi Pemimpin
Majalan Al-Manar serta memberikannya Ijazah dalam bidang ilmu-ilmu agama,
bahasa dan filsafat.10
Disamping itu, ada beberapa guru yang mempunyai andil besar di dalam
perkembangan pemikiran Muhammad Rasyid Ridha, diantaranya:
10
Shihab, M. Q. (2006). Rasionalitas Al-Qur'an ; Studi Kritis atas Tafsir Al-Mannar. Jakarta:
Lentera Hati.(halaman 73)
8
5. Syaikh Muhammad Kamil ar-Rafi
Sejak kecil Muhammad Rasyid Ridha mempunyai tekad yang kuat di dalam
menuntut ilmu serta taat dalam urusan ibadah. Bukan hanya keluarganya saja yang
menghormatiny, tetapi penduduk kampungnya seringkali mendatangi Rasyid Ridha
untuk meminta berkahnya.11
11
Shihab, M. Q. (2006). Rasionalitas Al-Qur'an ; Studi Kritis atas Tafsir Al-Mannar. Jakarta:
Lentera Hati.(halaman 75)
9
al-Manar terbit perdana pada tanggal 17 Maret 1898 M, berupa media
mingguan sebanyak delapan halaman dan mendapat sambutan hangat bukan hanya
di Mesir saja namun juga mencapai belahan Eropa , bahkan ke Indonesia.
12
Ibid (Halaman 81)
10
السماو ي
ات َو ْاْل َْر ي ي ك وعلَّمتَيِن يمن تَأْ يو ييل ْاْل ي ي
ي ي
َنت
َ ضأ َ َ َّ َحاديث ۚ فَاطَر
َ ْ َ َ ب قَ ْد آتَ ْيتَيِن م َن الْ ُم ْل
ِّ َر
ي
َ الصاْل ْ َولييِّي يِف الدُّنْيَا َو ْاْل يخَرةي ۚ تَ َوفَّيِن ُم ْسلي ًما َوأ
َْليْق يِن بي َّ يي
13
Shihab, M. Q. (2006). Rasionalitas Al-Qur'an ; Studi Kritis atas Tafsir Al-Mannar. Jakarta:
Lentera Hati (halaman 87)
11
Ada beberapa perbedaan yang menonjol antara penafsiran Muhammad Abduh
dengan Rasyid Ridha, setelah Ridha menulis Al-Manar atas usahanya sendiri.
Perbedaan tersebut menyangkut:
Perbedaan kedua, tentang penafsiran ayat dengan ayat adalah pengaruh Ibnu
Katsir yang sangat dikaguminya – kekaguman yang mendorongnya untuk mencetak
tafsir ibnu katsir dan menyebarluaskannya ke seluruh negara Arab, bahkan dunia
islam.
14
Ibid
12
pendapat ulama – hal yang merupakan perbedaaan keempat antara Rasyid Ridha
dengan Abduh.15
15
ibid
16
Nurung, M. (2010). Pemikiran Tafsir Muhammad Rasyid Ridha. III, 60-112 (halaman 74)
13
Dari keterangan diatas dapat diketahui sedikit tentang kelemahan dan
kelebihan tafsir al-Manar, yang jelas setiap karya tafsir pasti ada kelebihan dan
kekuranganya dikarenakan adanya perbedaan-perbedaan pemahaman dan latar
belakang orang yang menafsirkan al-Quran
Pada umur enam tahun, dia masuk ke sekolah Awwaliyah (Pra Sekolah Dasar)
di desanya selama empat tahun. Di Madrasah tersebut, dia menghafal Al- Qur’an
Al-Karim. Pada tahun 1921 M, dia pindah ke Kairo untuk meneruskan belajarnya.
Kemudian dia melanjutkan ke sekolah persiapan Darul Ulum, 1925. pada tahun
1929 Sayyid Quthb melanjutkan pendidikannya ke Universitas Darul Ulum dan
lulus dengan gelar Lisance (Lc) dibidang sastra pada tahun 1933.
Setelah Sayyid Quthb lulus dari Universitas Darul Ulum, dia bekerja di
Departemen Pendidikan dengan tugas sebagai tenaga pengajar di sekolah-sekolah
milik Departemen Pendidikan selama enam tahun. Setahun di Suwaif, setahun lagi
di Dimyat, dua tahun di Kairo, dan dua tahun di Madrasah Ibtida’iyah Halwan. Di
daerah pinggiran kota Halwan, yang kemudian menjadi tempat tinggal Sayyid
Quthb bersama saudara-saudaranya.
17
al-Khalidi, S. A. (2001). Pengantar Memahami Tafsir fi Zhilalil Qur'an. (S. A. Sayyid, Penerj.)
Surakarta: Era Intermedia
14
Pendidikan Umum yang terus berlangsung selama delapan tahun sampai akhirnya
kementerian mengirimnya ke Amerika.
15
pendekatan pada jiwa pembacanya pada khususnya dan orang-orang islam pada
umumnya. Tujuan pendekatan ini agar Allah dapat memberikan manfaat serta
hidayah-Nya. Karena pada dasarnya, hidayah merupakan hakikat dari al-Qur’an itu
sendiri. Menurut Sayyid Qutub, al-Quran merupakan kitab dakwah, undang-undang
yang komplit serta ajaran kehidupan.
Anthony H. Johns mengutip tulisan dari Issa Boullata yang menyatakan bahwa
Sayyid Qutub melakukan pendekatan dalam menghampiri al-Qur’an dengan cara
pendekatan Tashwir (penggambaran) yang merupakan gaya penghampiran yang
berusaha menampilkan pesan al-Qur’an sebagai gambaran pesan yang hadir, yang
hidup dan konkrit sehingga dapat menimbulkan pemahaman “aktual” bagi
pembacanya dan memberi dorongan yang kuat untuk berbuat. Menurut sayyid qutb
mengaca dari metode tashwir, bisa dikatakan bahwa tafsir fi Zhilal Al-Qur’an dapat
digolongkan kedalam tafsir al-Adabi al-Ijtima’i (sastera, budaya dan
kemasyarakatan). Hal ini berdasarkan latar belakang sayyid qutb yang merupakan
sastrawan hingga beliau bisa merasakan keindahan bahasa serta nilai-nilai yang
dibawa al-Qur’an yang memang kaya dengan gaya bahasa yang sangat tinggi. 18
Secara garis besar tafsir beliau termasuk bersumber pada bil ra’yi karena
memuat pemikiran sosial masyarakat dan sastra yang cenderung lebih banyak.
18
Ayub, M. (1992). Qur'an dan Para Penafsirnya. Jakarta: Gema Insani Press. (hal. 171)
16
Selain itu, sayyid qutb juga mengambil referensi dari berbagai disiplin ilmu, yakni
sejarah, biografi, fiqh bahkan sosial, ekonomi, psikologi dan filsafat.
Sifat lain dari tafsir ini adalah pemaparan yang sangat bersemangat sehingga
mudah dicurigai oleh tafsir provokatif, bahkan tidak jarang orang menamai
tafsirnya dengan corak tafsir haraki, tafsir ini masuk dalam kategori penafsiran
dengan corak baru yang khas dan unik serta langkah baru yang jauh dalam tafsir
serta memuat banyak sekali tema penting dengan menambahkan hal-hal mendasar
yang esensial. Karenanya Tafsir ini dapat dikategorikan sebagai aliran (faham)
khusus dalam Tafsir yang disebut “aliran Tafsir pergerakan”. Ini disebabkan
metode pergerakan –metode realistis serius—tidak ada selain pada Tafsir fi Zilal
al-Qur’an ini.
19
disertasi.blogspot.com/.../disertasi-ilmiah-10-terjemahan.
17
Sedangkan beberapa kelemahan dari Kitab fi Zhilal al-Qur’an diantaranya :
1. Keterbatasan referensi Sayyid Qutb kerena beliau menyusun ini kitab ini
dipenjara sehingga banyak banyak memunculkan pendapat-pendapat
pribadi yang sangat kental dengan nuansa pada saat itu.
2. Penjelasannya yang terkadang berbau radikal sehingga dicurigai sebagai
kitab tafsir provokatif. Munculnya dikotomi hitam-putih, jahiliah-Islam,
dalam kehidupan modern. Hal ini dapat dijelaskan bahwa siksaan dalam
penjara, fisik maupun kejiwaan, serta perasaan dikangkangi oleh kekuasaan
lain, membuat pikiran sejumlah penulis lebih radikal. Ma'alim, misalnya.
Buku itu dianggap sebagai titik balik Qutb dari pemikir moderat menjadi
pemikir garis keras. Saat mengadili Qutb untuk persekongkolan
pembunuhan Nasser, penuntut umum berkali-kali mengutip Ma'alim.
Dalam buku inilah Qutb mengenalkan dikotomi hitam-putih, jahiliah-Islam,
dalam kehidupan modern
18
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
• Al-Manar merupakan karya tafsir modern yang ditulis oleh Muhammad
Abduh dan Rasyid Ridha. Metode yang digunakan dalam tafsir al-Manar
adalah tahlili sebagaimana yang ada pada metode tahlili dalam tafsir-tafsir
terdahulu. Hanya saja al-manar bukan hanya menitikberatkan pada aspek
balaghah ayat, namun juga mengkaitkan makna ayat dengan kondisi dan
persoalan yang ada pada masyarkat sekarang. Sedangkan corak tafsir
tersebut adalah adabi ijtima’i, sebagaimana corak tafsir al-Manar
merupakan penggagas dari corak adabi ijtima’i
• Metode dalam Tafsir Fi-Zhilalil Quran yang digunakan Sayyid Qutb dalam
menafsirkan Al-Qur’an adalah memandang al-Qur’an sebagai satu kesatuan
yang komprehensif , dimana masing-masing bagian mempunyai keterkaitan
dan kesesuaian, menekankan pesan-pesan pokok al-Qur’an dalam
memahaminya. Beliau berpendapat bahwa salah satu tujuannya menyusun
tafsir ini adalah untuk merealisasikan pesan-pesan al-Qur’an dalam
kehidupan nyata. Tafsir Fi-Zhilalil Quran dapat digolongkan kedalam jenis
tafsir Tahlili
19
DAFTAR PUSTAKA
Ayub, M. (1992). Qur'an dan Para Penafsirnya. Jakarta: Gema Insani Press.
Farah, N. (2016, Desember). Konsep Ahl Al-Kitab Menurut Pemikiran Rasyid Ridha dalam
Tafsir Al-Manar, XII, 221-249.
Rasyid Ridha, S. M. (1931). Tarikh al-Ustadz al-Imam Muhammad Abduh. Kairo, Mesir:
Percetakan al-manar.
Shihab, M. Q. (2006). Rasionalitas Al-Qur'an ; Studi Kritis atas Tafsir Al-Mannar. Jakarta:
Lentera Hati.
20