Tafsir al-Manar pada mulanya adalah ceramah-ceramah dan
gagasan-gagasan M. Abduh Muhammad Abduh tidak menulis langsung tafsirnya penuturan lewat lisan lebih mengena dari pada tulisan bermula dari al-Fatihah sampai dengan ayat 126 surah an- Nisa’ dilanjutkan secara “sendirian” oleh Muhammad Rasyid Ridha sampai dengan ayat 52 surah Yusuf. tafsir al-Manar yang terdiri dari 12 itu lebih wajar untuk dinisbahkan kepada Sayyid Muhammad Rasyid Ridho MENGENAI TASAWUF Dalam menafsirkan al-Qurb (Dekat) beliau berbeda dengan mufassir-mufassir sebelumnya seperti al-Razzi, al-Zamakhsyari, al-Alusi, dan mufasssir lainnya Para mufassir memposisikan ayat tersbut sebagai tamtsil, tidak memaknai kata al-Qurb dengan dekat dalam arti sesungguhnya Muhammad Abduh memaknai kata al-Qurb dengan dekat secara wujud Beliau beranggapan bahwasannya segala hal yang bersifat immateri dan tidak terbatas maka ia dan segala sesuatu yang melingkupinya termasuk tempat pada hakikatnya adalah satu Dalam hal ini Muhammad Abduh menganggap Allah sebagai sesuatu yang bersifat immateri dan tidak terbatas. Allah SWT dekat dengan segala sesuatu, karena dari Allah lah segala sesuatu ada dan akan kembali kepadaNya MENGENAI ALAM GHAIB Menurut Rasyid Ridla, makna Iman kepada alam gaib adalah : س ُ ااِل ْعتِقَا ُد ِب َم ْو ُجو ٍد َو َرا َء ا ْل َم ْح ِ سو keyakinan akan adanya sesuatu yang metafisik tidak serta-merta bertentangan dengan rasionalitas bahkan ketika keimanan akan hal yang gaib telah dikonfirmasi oleh rasio maka hl itu akan mempermudah seseorang untuk membenarkan keberadaan alam gaib itu sendiri KEBERADAAN TUHAN dalam ayat pertama surat al-fatihah, tentang penafsiran basmalah. Percaturan ideologis sudah terasa ketika mulai membahas kata Ism dan Allah. Pertama, diuraikan terlebih dahulu sekilas tentang perdebatan Ulama Mutakallimin terkait perhelatan ideologis terkait kata ism ini. Di sini, term kalam klasik banyak dijumpai, misalnya ad-dzat, jawhar, ‘aradl, dll menengahi hal tersebut, Abduh menegaskan : سانُ َك َويَ ْكتُبُهُ قَلَ ُم َك ُ ُه َو اللَّ ْفظُ الَّ ِذي يَ ْن ِط: س َم َ ِق بِ ِه ل ْ ق َأ َّن ااِل ُّ َوا ْل ُح “ Pada kenyataannya, bahwa ism ( nama ) itu adalah kata yang diucapkan oleh lisan ditulis oleh pena. “ Sepaham dengan ulama mutakallimin, pertama-tama, al-Manar mendeskripsikan lafadzh Jalalah dengan : ب ا ْل ُو ُجو ِد ِ اج ِ ت َو ِ َعلَ ٌم َعلَى َذا “ Sebuah nama untuk zat yang wajib adanya “. Secara umum Abduh mengemukakan dua pendapat utama terkait Malaikat : Pertama, pendapat Ulama salaf yang mengatakan bahwa malaikat adalah makhluk yang keberadaannya dan beberapa pekerjaannya diceritakan kepada kita oleh Allah SWT., dengan demikian kta wajib beriman akan keberadaannya tanpa harus memikirkan hakikat mereka, semua itu kita serahkan kepada Allah SWT . Tafsir al-Manar Juz1, hlm. 212-213 Kedua, pendapat Ulama Khalaf yang berbicara mengenai hakikat dan bahkan ta’rif malaikat. Pendapat mereka lebih kepada penyerupaan Malaikat yang memiliki tugas masing-masing, supaya dapat lebih dipahami, sebagaimana hal ini tersirat dalam hal penciptaan Adam Selanjutnya dalam ayat 34, Abduh kembali menyoal Malaikat dengan uraian yang lebih mendalam terkait hubungannya dengan ilham kebaikan dari malaikat dan was-was dari setan. Ia menyadur pendapat lain tentang Malaikat sebagai suatu kekuatan alam ( al-Quwa al-Thabiyyah ) س ِّمي َه ِذ ِه ا ْل َم َعانِ َي ا ْلقُ َوى ِ ِس ِميَ ِة بِالتَّ ْوق َ ُيف ي ْ َّال فِي الت ِ ََو َمنْ لَ ْم يُب ان ِإاَّل َما ُه َو طَبِي َعةٌ َأ ْو ِ ف ِمنْ َعالَ ِم اِإْل ْم َك َ ِإ َذا َك، َالطَّبِي ِعيَّة ُ ان اَل يَ ْع ِر قُ َّوةٌ يَ ْظ َه ُر َأثَ ُر َها فِي الطَّبِي َع ِة ب ا ْل َخ ِ اط ِر ال َّدا ِعي سب َ ُس َّمى َملَ ًكا َ ،و َ اط ِر ال َّدا ِعي ِإلَى ا ْل َخ ْي ِر يُ َ ب ا ْل َخ ِ سبَ ُ فَ َ ب لِقَبُ ِ ول ف الَّ ِذي يَتَ َهيَُّأ بِ ِه ا ْلقَ ْل ُ ش ْيطَانًا َ ،واللُّ ْط ُ س َّمى َ ِإلَى ال َّ ش ِّر يُ َ س َّمى ش ِّر يُ َول ال َّ س َّمى تَ ْوفِيقًا َ ،والَّ ِذي يَتَ َهيَُّأ بِ ِه لِقَبُ ِِإ ْل َه ِام ا ْل َخ ْي ِر يُ َ ِإ ْغ َوا ًء َو ِخ ْذاَل نًا " ،ا هـ