Anda di halaman 1dari 62

MATERI KULIAH ULUMUL HADITS

Materi 9:
KLASIFIKASI HADITS DITINJAU DARI BERBAGAI ASPEKNYA
Oleh:
Azhariah Fatia, MA
(Dosen Olmu Hadis)

UIN IMAM BONJOL PADANG


1441/2020
• Jika kita hanya mengerjakan yang sudah
kita ketahui, kapankah kita akan mendapat
pengetahuan yang baru? Melakukan yang
belum kita ketahui adalah pintu menuju
pengetahuan. (Mario Teguh)
• Jangan hanya menghindari yang tidak
mungkin. Dengan mencoba sesuatu yang
tidak mungkin, anda akan bisa mencapai
yang terbaik dari yang mungkin anda capai.
(Mario Teguh)

2
Kuis/Pertanyaan:
• Berdasarkan sumber penyandarannya, setidaknya Hadîts
ada dua bentuk yaitu Hadîts qudsi dan Hadîts nabawi.
Jelaskan maksud masing-masingnya! Dan apakah
perbedaan keduanya dengan al-Qur`an ditilik dari aspek
makna dan redaksionalnya?
• Jelaskan secara ringkas pembagian Hadîts berdasarkan
kuantitas periwayatnya!
• Jelaskan secara ringkas pembagian Hadîts berdasarkan
ikhtilaf riwayatnya!
• Berdasarkan penerapan kandungannya, Hadîts terbagio
kepada ma’mul bih dan ghayru ma’mul bih. Jelaskanlah
lebih dahulu maksud masing-masingnya, kemudian
ungkapkan pula pembagiannya!

3
Latar Belakang Adanya
Pembagian Hadits
 Periwayatan hadits umumnya bersifat zhannî al-
tsubût wa al-wurûd, kecuali Sunnah mutawatir
yang bernilai qath’î al-tsubût wa al-wurûd,
sebanding dengan al-Qur`an
 Sejarah periwayatan hadits umumnya
berlangsung melalui hafalan ketimbang tulisan
 Penyampaian hadits terkadang bersifat umum
dan terbuka, namun tidak jarang dilakukan
secara individual, di hadapan perorangan.

4
 Pembukuan hadits secara resmi baru
berlangsung sekitar awal abad II H, zaman
Khalifah Umar ibn al-Aziz; jauh sesudah Nabi
SAW wafat dan berlangsung lama
 Sebelum dibukukan secara resmi, telah
terjadi manipulasi dan pemalsuan hadits
yang didasari oleh berbagai pertimbangan
dan kepentingan
 Semua itu menuntut penelitian yang ketat
untuk menetapkan, apakah benar riwayat itu
bersumber dari Nabi SAW ataukah bukan
5
6
A. Menurut Penisbahannya
 Hadits Qudsi adalah hadits yang dinisbatkan
pada al-Quds (Zat Maha Suci dan Bersih). Karena
dinisbatkan kepada Allah SWT, Hadits Qudsi
disebut juga dengan Hadits Ilahi/Rabbani
 Hadits Nabawi yaitu segala sesuatu yang
berasal dari Rasûlullâh SAW, baik berupa qawl
(perkataan, ucapan, sabda), fi’l (perbuatan,
kelakuan), maupun taqrîr-nya (ketetapan,
persetujuan, anggukan, diamnya), sifatnya, baik
fisik-jasmaniah maupun akhlak-moralitas,
ataupun sîrah (perjalanan hidup) beliau, baik itu
sebelum beliau diutus sebagai Rasul --seperti
ber-tahannuts (beribadah) di Gua Hira`--
maupun sesudahnya. (‘Ajjâj al-Khathîb, 1989:
19) 7
Perbandingan Hadits Qudsi dan al-
Qur`an [M. Natsir Arsyad]

 Di dalamnya terdapat kalimat-kalimat suci


[sehingga dinamakan Hadits Qudsi]
kendatipun tidak bersifat suci. Namun
tidak diwajibkan membacanya dalam
shalat sebagaimana al-Qur`an
 Dalam hadits qudsi, Allah berfirman secara
langsung sebagai pihak pertama, namun
mengingkarinya tidak sampai dituduh kafir
seperti halnya kalau mengingkari al-
Qur`an 8
 NIlai hadits qudsi hanya zhanniy [dugaan kuat],
sementara nilai yat-ayat al-Qur`an bersifat qath’iy
[definitif mutlak]
 Hadits suci selalu disandarkan kepada Allah dan
dipakai ungkapan “Rasulullah bersabda, di antara
kalimat-kalimat beliau yang bersumber dari
Tuhan” dengan segala variasinya, sementara
untuk ayat al-Qur`an digunakan pernyataan “Allah
berfirman”
 Hadits qudsi merupakan kalimat-kalimat yang
disabdakan oleh Nabi SAW yang diterimanya
sebagai buah pemikiran [bil-manam, dalam tidur]
atau sebagai ilham [bil-ilham] dan, bisa juga
diterima dengan perantaraan malaikat Jibril.
Sementara al-Qur`an merupakan kalam Tuhan 9
 Makna hadits qudsi berasal dari Allah, tetapi kata-kata
atau lafal yang digunakan disusun oleh Nabi SAW sendiri
atau oleh malaikat Jibril yang menyampaikannya.
Sementara al-Qur`an, tidak dibenarkan meriwayatkannya
dengan makna
 Hadits qudsi tidak mempunyai struktur yang kokoh tak
tergoyahkan dan teksnya tidak berperan dalam
pembecaan atau pengejaan sebagaimana al-Qur`an
 Cahaya yang ada dalam al-Qur`an bersumber dari
hakikat Allah yang abadi [al-Haq], karena itu abadi pula
kalimat-Nya. Sementara cahaya yang terkandung dalam
hadits qudsi berasal dari ruh Nabi sendiri.
 Hadits qudsi selalu memuat dhamir mutakallim “Aku atau
Kami” yang maksudnya ialah Allah sendiri

10
 Sanad hadits qudsi tidak hanya berakhir pada Nabi SAW,
tetapi sampai kepada Allah SWT lewat beliau
 Pada umumnya, hadits qudsi diterima secara ahad

[perorangan], sementara al-Qur`an sebagai mukjizat


yang terjaga dan terpelihara dari perubahan, diterima
secara mutawatir
 Dalam al-Qur`an sejumlah kalimatnya disebut “ayat” dan

sekumpulan ayatnya disebut “surat”. Hal ini tidak dikenal


pada hadits qudsi
‫ َعنْ أَ ِبى ه َُري َْر َة رضى هللا عنه َقا َل َقا َل َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم « ُك ُّل َع َم ِل‬
َّ‫ف َقا َل هَّللا ُ َع َّز َو َج َّل إِال‬ ٍ ْ‫ضع‬ ِ ‫اعفُ ْال َح َس َن ُة َع ْش ُر أَ ْم َثالِ َها إِ َلى َس ْب ِع ِم^ا َئ ِة‬
َ ‫ض‬ َ ‫ْن آدَ َم ُي‬
ِ ‫اب‬
‫ان َفرْ َح ٌة‬ ِ ‫الص َّْو َم َفإِ َّن ُه لِى َوأَ َنا أَجْ ِزى ِب ِه َيدَ ُع َشه َْو َت ُه َو َط َع^ا َم ُه ِمنْ أَجْ لِى لِلصَّا ِئ ِم َفرْ َح َت‬
.»‫يح ْال ِمسْ ِك‬ ‫ر‬ ْ‫ن‬ ‫م‬ِ ِ ‫هَّللا‬ َ‫د‬ ْ
‫ن‬ ‫ع‬
ِ ُ‫ب‬ ‫ي‬
َ ‫ط‬ْ َ‫ َو َل ُخلُوفُ ِفي ِه أ‬.‫ِع ْن َد ِف ْطر ِه َو َفرْ َح ٌة ِع ْندَ لِ َقا ِء َر ِّب ِه‬
ِ ِ ِ
] 2763 ‫ حديث‬,‫[صحيح مسلم‬

11
12
B. Menurut Sampainya Kepada
Nabi
 Hadits Marfu’ adalah hadits yang disandarkan
langsung kepada Nabi SAW, baik berupa qawl
(perkataan, ucapan, sabda), fi’l (perbuatan,
kelakuan), maupun taqrîr-nya (ketetapan,
persetujuan, anggukan, diamnya), maupun sifatnya
baik fisik-jasmaniah maupun akhlak-moralitas,
ataupun sîrah (perjalanan hidup) beliau, baik
bersambung sanadnya ataupun tidak, baik yang
menyandarkan itu shahabat Nabi ataupun bukan.
 Hadîts marfu’ ada 6 macam, yaitu:
13
 Hadîts marfu’ qawli haqiqi yakni hadîts berupa sabda
[ucapan, perkataan] yang disandarkan kepada Nabi
SAW dan dengan tegas dinyatakan bahwa beliau
bersabda
 Tandanya ialah sebelum penyebutan matan hadîts,
biasanya didahului dengan kata:
$ Sami’tu Rasululullah Shalallahu ‘Alayhi Wasallam
yaqulu,
$ Qala Rasûlullâh Shalallahu ‘Alayhi Wasallam
$ Fima yarwihi ‘an Rasulillah Shalallahu ‘Alayhi Wasallam
$ Contohnya:

ِ ‫ْن َس ^ْع ٍد َقا َل دَ َخ َل َع ْب ُد هَّللا ِ بْنُ ُع َم َر َع َلى اب‬


‫ْن َعا ِم ٍر َيعُو ُدهُ َوه َُو‬ ِ ‫بب‬ ِ ‫ َعنْ مُصْ َع‬$
ُ ‫صلَّى هَّللا‬ َ ِ ‫ت َرسُو َل هَّللا‬ ُ ْ‫يض َف َقا َل أَاَل َت ْدعُو هَّللا َ لِي َيا اب َْن ُع َم َر َقا َل إِ ِّني َس ِم^ع‬ ٌ ‫َم ِر‬
,‫ [صحيح مسلم‬.‫ول‬ ٍ ُ‫ص َد َق ٌة ِمنْ ُغل‬
َ ‫ُور َواَل‬ ٍ ‫طه‬ ُ ‫صاَل ةٌ ِب َغيْر‬ َ ‫َع َل ْي ِه َو َسلَّ َم َيقُو ُل اَل ُت ْق َب ُل‬
ِ
]329 ‫حديث‬ 14
 Hadîts marfu’ fi’li haqiqi yakni hadîts berupa
perbuatan [amalan, kelakuan] yang disandarkan
kepada Nabi SAW dan dengan tegas dinyatakan
bahwa beliau melakukannya. Contohnya:
‫ان ال َّن ِبىَّ صلى هللا عليه وسلم يُصْ ِب ُح ُج ُنبا ً ُث َّم َي ْغ َت ِس ُل ُث َّم َي ْغ ُدو‬ ْ ‫ َعنْ َعا ِئ َش َة َقا َل‬
َ ‫ت َك‬
]25163 ‫ حديث‬,‫ ]مسند أحم^د‬.‫صالَ ِة َفأَسْ َم ُع ِق َرا َء َت ُه َو َيصُو ُم‬ َّ ‫إِ َلى ال‬
 Hadîts marfu’ taqriri haqiqi yakni hadîts berupa
ketetapan [persetujuan, anggukan, diam]nya Nabi
SAW terhadap perbuatan shahabat. Contohnya:
ِ ‫ُول هَّللا‬
ِ ‫ب َع َلى َع ْه ِد َرس‬ ِ ‫ْن َق ْب َل ْال َم ْغ ِر‬ ُ ‫صلَّي‬
ِ ‫ْت الرَّ ْك َع َتي‬ َ ‫ْن َمالِكٍ َقا َل‬ ِ ‫سب‬ ِ ‫ َعنْ أَ َن‬
‫س أَ َرآ ُك ْم َرسُو ُل هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم َقا َل‬ ٍ ‫ت ألَ َن‬ُ ‫صلى هللا عليه وسلم َقا َل قُ ْل‬
]1284 ‫ حديث‬,‫ [سنن أبى داود‬.‫َن َع ْم َرآ َنا َف َل ْم َيأْمُرْ َنا َو َل ْم َي ْن َه َنا‬

15
 Hadîts marfu’ qawli hukmi yakni hadîts yang secara
tidak tegas disandarkan kepada Nabi SAW tentang
sabdanya, namun diketahui karena adanya qarinah
[indikasi] lain bahwa berita itu berasal dari beliau
 Tandanya ialah sebelum penyebutan matan hadîts,
biasanya didahului dengan kata:
$ Umira...
$ Umirna bi kadza ...
$ Nahiyna ‘an kadza ...
$ Contohnya:

َ ‫س َقا َل أ ُ ِم َر ِبالَ ٌل أَنْ َي ْش َف َع األَ َذ‬


‫ [صحيح‬.‫ان َوأَنْ يُو ِت َر اإلِ َقا َم َة إِالَّ اإلِ َقا َم َة‬ ٍ ‫ َعنْ أَ َن‬$
]605 ‫ حد يث‬,‫البخارى‬

16
 Hadîts marfu’ fi’li hukmi yakni hadîts yang
menjelaskan tentang perbuatan shahabat yang
dilakukan di hadapan Nabi SAW atau di zaman beliau
hidup. Contohnya:
‫ُول هَّللا ِ صلى هللا‬ ِ ‫ْن ُع َم َر َقا َل ُك َّنا َن َت َوضَّأ ُ َنحْ نُ َوال ِّن َسا ُء َع َلى َع ْه ِد َرس‬ ِ ‫ َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ ب‬
]80 ‫ حديث‬,‫ [سنن أبى داود‬.‫عليه وسلم ِم^نْ إِ َنا ٍء َوا ِح ٍد ُن ْدلِى ِفي ِه أَ ْي ِد َي َنا‬
 Hadîts marfu’ taqriri hukmi yakni hadîts yang
menjelaskan tentang suatu berita yang berasal dari
shahabat, kemudian diikuti dengan kata-kata “Sunnatu
Abi Qasim atau Sunnatu Nabiyyina atau Min al-Sunnah”
atau kata-kata semacamnya. Contohnya:
‫ب ِمنْ ِم^صْ َر َف َقا َل ُم ْن ُذ َك ْم‬ ِ ‫ْن َعا ِم ٍر ْال ُج َه ِنىِّ أَ َّن ُه َق ِد َم َع َلى ُع َم^ َر ب‬
ِ ‫ْن ْال َخ َّطا‬ ِ ‫ َعنْ ُع ْق َب َة ب‬
,‫ [سنن ابن م^اجه‬.‫ْت ال ُّس َّن َة‬ َ ‫صب‬َ َ‫ َقا َل أ‬.‫ْك َقا َل ِم َن ْال ُج ُم َع ِة إِلَى ْال ُج ُم َع^ ِة‬ َ ‫َل ْم َت ْن ِزعْ ُخ َّفي‬
601 ‫حديث‬
17
 Hadits Mauquf adalah hadits yang materi
beritanya hanya berhenti pada apa yang dikatakan
atau diperbuat oleh shahabat,baik sanadnya
bersambung ataupun terputus. Misalnya:
 Suatu hadîts dikatakan mawquf, jika:
 Dalam hadits itu tercantum kata-kata yang
mengindikasikan kerafa’ahannya, seperti:
riwayatan, marfu’an, rafa’ahu, yarfa’uhu, yablughu
bihi, yarwihi, dan ya`muruhu. Contohnya:
‫َّاس َي ْبلُ ُغ ِب ِه ال َّن ِبىَّ صلى هللا عليه وسلم َقا َل « َل ْو أَنَّ أَ َحدَ ُك ْم إِ َذا أَ َتى‬ ٍ ‫ْن َعب‬ ِ ‫َع ِن اب‬ 
‫ض َى‬ ِ ُ‫ َفق‬.‫ان َما َر َز ْق َت َنا‬ َ ‫ْط‬َ ‫ب ال َّشي‬ َ ‫أَهْ َل ُه َقا َل ِبسْ ِم هَّللا ِ اللَّ ُه َّم َج ِّن ْب َنا ال َّش ْي َط‬
ِ ‫ان َو َج ِّن‬
]141 ‫ حديث‬,‫ [صحيح البخارى‬.»ُ‫ َل ْم َيضُرَّ ه‬،‫َب ْي َن ُه َما َو َل ٌد‬

18
 Isi dari hadits itu berkenaan dengan penafsiran dan
reportase shahabat terhadap latar belakang historis-
sosiologis turunnya [asbab al-nuzul] ayat al-Qur`ân.
Contohnya:
ْ‫ت ْال َيهُو ُد َتقُو ُل َمنْ أَ َتى ام َْرأَ َت ُه ِفى قُ ُبلِ َها ِمن‬ ِ ‫ْن ْال ُم ْن َك ِد ِر َس ِم^ َع َج ِاب ًرا َيقُو ُل َكا َن‬
ِ ‫ َع ِن اب‬
‫ َقا َل‬.)‫ث َل ُك ْم َفأْ ُتوا َحرْ َث ُك ْم أَ َّنى ِش ْئ ُت ْم‬ ْ َ‫ان ْال َو َل ُد أَحْ َو َل َف َن َزل‬
ٌ ْ‫ت ( ِن َساؤُ ُك ْم َحر‬ َ ‫ُدب ُِر َها َك‬
]3245 ‫ حديث‬,‫ [سنن الترمذى‬.‫ص ِحي ٌح‬ َ ‫يث َح َس ٌن‬ ٌ ‫يسى َه َذا َح ِد‬ َ ‫أَبُو ِع‬
 Isi dari hadits itu merupakan keterangan shahabat,
tetapi keterangan tersebut bukanlah hasil ijtihad atau
pendapat pribadi shahabat bersangkutan. Contohnya:
‫ان ِفى أَرْ َب َع ِة ُب ُر ٍد‬
ِ ‫ان َو ُي ْف ِط َر‬
ِ ‫َّاس رضى هللا عنهم َي ْقص َُر‬ ٍ ‫ان ابْنُ ُع َم َر َوابْنُ َعب‬ َ ‫ َو َك‬
‫ حديث‬,‫صالَ َة‬ ُ ‫ باب ِفى َك ْم َي ْق‬,‫ [صحيح البخارى‬.‫َوهْ َى ِس َّت َة َع َش َر َفرْ َس ًخا‬
َّ ‫ص ُر ال‬
]461

19
Kehujahan Hadîts Mawquf
 Imam al-Syafi’i menyatakan bahwa hadîts mawquf
tidak dapat dijadikan hujjah
 Menurut sebagian ulama, hadits mawquf dapat saja
dijadikan hujjah. Karenanya, mesti didahulukan dari
penggunaan qiyas [analogi]
 Imam Malik mengatakan: “Apa yang berasal dari
Rasulullah, saya akan taati dengan sepenuh hati.
Apa yang berasal dari shahabat, saya akan pilih
mana yang lebih kuat argumentasinya. Dan, apa
yang berasal dari tabi’in, maka kalau mereka laki-
laki, saya juga laki-laki”. 20
 Hadits Maqthu’ adalah hadits yang materi beritanya
hanya disandarkan pada tabi’in atau tabi’ al-tabi’in,
baik sanadnya bersambung amaupun tidak.
Contohnya:
‫ف َوه َُو‬
َ ‫ب َر َع‬ ِ ‫ْن قُ َسيْطٍ اللَّ ْي ِثىِّ أَ َّن ُه َرأَى َس ِعي َد ب َْن ْالم َُس َّي‬
ِ ‫ْن َع ْب ِد هَّللا ِ ب‬
ِ ‫ َعنْ َي ِزي َد ب‬
‫ َفأ ُ ِت َى ِب َوضُو ٍء‬-‫صلى هللا عليه وسلم‬- ِّ‫ُصلِّى َفأ َ َتى حُجْ َر َة أ ُ ِّم َس َل َم َة َز ْو ِج ال َّن ِبى‬ َ ‫ي‬
]80 ‫ حديث‬,‫ [موطأ مالك‬.‫صلَّى‬ َ ‫َف َت َوضَّأ َ ُث َّم َر َج َع َف َب َنى َع َلى َما َق ْد‬
 Istilah Maqthu’ oleh al-Syafi’i dan al-Thabrani,
digunakan untuk menyebut nama hadîts yang
terputus sanadnya di satu thabaqat atau lebih, tetapi
tidak tidak beriringan. Sementara itu, ulama hadîts
menyebutnya dengan istilah Hadis Munqathi’.

21
Kehujahan Hadîts Maqthu’
 Para ulama berpendapat bahwa hadîts maqthu’ tidak
dapat dijadikan hujjah. Namun, bila pendapat tabi’in
itu telah berkembang dalam masyarakat dan tidak
dibantah oleh siapa pun, maka di antara ulama ada
yang memandangnya sebagai ijma’ sukuti. Demikian
pula halnya dengan pendapat shahabat yang seperti
itu.
 Hadîts mawquf dan hadîts maqthu’ yang telah
menjadi ijma’ di zamannya itu menjadi hujjah, bukan
karena status mawquf atau maqthu’nya, melainkan
karena ijma’ sukutinya.
22
23
C. Menurut Kebersambungan
Sanadnya
Hadits yang bersambung sanadnya:
• Hadits Musnad adalah hadits marfu’ yang
sanadnya bersambung sampai kepada Nabi
SAW
• Hadits Muttashil/Mawshul adalah hadits
yang sanadnya bersambung, baik
persambungan itu sampai kepada Nabi SAW
[musnad] ataupun hanya sampai kepada
shahabat [mawquf]

24
Hadits yang tidak bersambung sanadnya:
Hal ini diketahui melalui:
o Analisa terhadap keadaan dan masa hidup
perawi dalam rangkaian sanad suatu hadits
yaitu bila antara periwayat hadits yang
terdekat ternyata tidak ada hubungan
kesezamanan atau ternyata tidak ada
hubungan sebagai guru dan murid.
o Membandingkan dengan hadits yang
semakna, namun sanadnya berbeda
o Mempelajari hasil penelitian yang dilakukan
secara khusus oleh ulama hadits yang
berkompeten
25
Hadits yang tidak bersambung sanadnya itu
meliputi:
o Hadits Mu’allaq yaitu hadits yang gugur
atau dibuang permulaan sanadnya seorang
atau lebih atau semua sanadnya kecuali
shahabat
o Di antara hadits mu’allaq ada yang
dikategorikan sebagai hadits muttashil, yaitu
bila sanad yang digugurkan itu, ada
disebutkan secara langsung oleh hadits yang
sama dalam sanad lain atau oleh hadits yang
sama pada bab lain yang menyebutkan
sanadnya secara bersambung
o Hadits mu’allaq ada 1341 buah dalam Shahih
al-Bukhârî dan 3 buah dalam Shahih Muslim 26
o Maksud al-Bukhârî dan Muslim menggugurkan
sanad itu adalah untuk meringkas dan
menghindari pengulangan penyebutan sanad
yang sama
o Adapun hadits mu’allaq di luar kitab Shahih
al-Bukhârî dan Shahih Muslim, ulama
menilainya sebagai hadits dha’if, kecuali ada
petunjuk bahwa hadits itu muttashil
[bersambung] seperti sebelumnya.
o Hadits Munqathi’ yaitu hadits yang gugur
sanadnya sebelum shahabat, seorang atau
dua orang dengan tidak berturut-turut.
o Hadits Mu’dhal yaitu hadits yang gugur
sanadnya dua orang atau lebih secara
berturut-turut di pertengahan sanad. 27
o Hadits Mudallas yaitu hadits yang
sanadnya ada yang digugurkan atau
disifatkan dengan sifat-sifat yang belum
dikenal dengan maksud untuk menimbulkan
kesan bahwa hadits itu lebih baik nilai
sanadnya dari yang sebenarnya.
o Hadits Mursal yaitu hadits yang gugur
sanadnya setelah tabi’in, baik dilakukan
oleh tabi’in sendiri maupun shahabat.
Hadits Mursal ada tiga, yaitu:
o Hadits Mursal Jali/Tabi’i yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh tabi’in langsung dari Nabi
SAW dan tidak disandarkan kepada shahabat 28
o Hadits Mursal Shahabi yaitu hadits yang
diriwayatkan oleh shahabat, akan tetapi shahabat
tersebut tidak langsung menerimanya dari Nabi
SAW, melainkan lewat shahabat lainnya.
o Hal ini dapat diketahui dengan meneliti keadaan
shahabat tersebut pada masa Rasulullah, apakah ia
telah dewasa ataukah telah masuk Islam, atau ada
bukti lain yang menjelaskan bahwa ia tidak
menerima hadits langsung dari Nabi SAW
o Hadits Mursal Khafi yaitu hadits yang diriwayatkan
oleh tabi’in yang pernah hidup sezaman dengan
shahabat yang langsung menerima hadits dari Nabi
SAW, tetapi tabi’in dimaksud tidak pernah
menerima satu hadits pun dari shahabat itu.

29
Berhujjah dengan Hadits Mursal
 Abu Hanifah dan Malik menerima hadits mursal
sebagai hujjah dengan syarat semua periwayatnya
adalah tsiqah [‘adil dan dhabith]
 Alasan mereka:

 Perawi yang tsiqah tentu tidak mau menggugurkan

periwayat yang menjadi gurunya, jika tidak tsiqah


pula
 Adanya hadits yang memuji generasi shahabat dan

tabi’in
‫اس‬
ِ َّ
‫ن‬ ‫ال‬ ‫ر‬ُ ْ
‫ي‬ َ
‫«خ‬ ‫ل‬َ ‫ا‬‫ق‬َ ‫وسلم‬ ‫عليه‬ ‫هللا‬ ‫صلى‬ َّ‫ى‬ ‫ب‬
ِ َّ
‫ن‬ ‫ال‬ َّ‫ن‬َ ‫ َعنْ َع ْب ِد هَّللا ِ رضى هللا عنه أ‬
‫ ُث َّم َي ِجى ُء َق ْو ٌم َتسْ ِب ُق َش َهادَ ةُ أَ َح ِد ِه ْم‬،‫ين َيلُو َن ُه ْم‬ َ ‫ ُث َّم الَّ ِذ‬،‫ين َيلُو َن ُه ْم‬
َ ‫ ُث َّم الَّ ِذ‬،‫َقرْ ِنى‬
]3651 ‫ حديث‬,‫ [صحيح البخارى‬. »ُ‫َي ِمي َن ُه َو َي ِمي ُن ُه َش َها َد َته‬
30
 Menurut al-Syafi’i, hadîts mursal baru dapat
dijadikan hujjah, jika:
 Tabi’in yang menggugurkan itu adalah tabi’in
besar yang memang berjumpa dengan sebagian
besar shahabat Nabi. Misalnya: Sa’id ibn al-
Musayyab dan al-Hasan al-Bashri
 Matan hadîts itu diriwayatkan oleh sanad lain
secara muttashil atau ada hadîts mursal lain
dengan sanad yang berbeda atau kebenarannya
diperkuat oleh fatwa shahabat
 Para periwayat yang meriwayat hadîts itu adalah
orang-orang yang tsiqah [‘adil dan dhabith]

31
 Menurut Ibn Taymiyyah, hadîts mursal yang
bersesuaian dengan amalan shahabat dapat
dijadikan hujjah
 Menurut al-Syawkani, hadîts mursal tidak
dapat dijadikan hujjah secara mutlak, karena
dalam sanadnya ada periwayat yang
digugurkan yang sifat dan keadaannya tidak
diketahui pasti. Sementara syarat pengamalan
suatu hadîts adalah diketahui dengan jelas
keadilan perawinya.

32
33
D.Menurut Sifat-sifat Sanad dan Cara
Menyampaikannya
 Hadits Musalsal adalah hadits yang dinyatakan sanad
atau rawinya dengan sesuatu cara, sifat, dan keadaan, atau
diriwayatkan dengan kata-kata, umpamanya “dikabarkan
kepadaku”
 Hadits Mu’an’an adalah hadits yang diriwayatkan
dengan cara dimana perawinya menggunakan “lafal ‘an”
[berasal dari]
 Hadits Mu`anan adalah hadits yang diriwayatkan dengan
cara dimana perawinya menggunakan “lafal anna”
[sesungguhnya]
 Hadits ‘Ali adalah hadits yang sedikit jumlah sanadnya
34
 Hadits Nazil [Syafil] adalah hadits yang banyak
jumlah sanadnya, dapat sampai 10 atau 11 orang
 Hadits Mudabbaj adalah hadits yang diriwayatkan
oleh dua orang shahabat dimana yang satu
meriwayatkan dari yang lain, dengan atau tanpa
perantara
 Hadits Muttabi’ adalah hadîts yang diriwayatkan oleh
seorang shahâbat, namun pada jalur periwayatan
berikutnya (tâbi’în dan tâbi’ at-tâbi’în) terdapat
perbedaan nama periwayat pada masing-masing
jalurnya.
 Hadits Syahid adalah hadîts yang diriwayatkan oleh
seorang shahâbat yang secara lafal atau makna sesuai
dengan yang diriwayatkan oleh shahâbat lain.
35
36
E. Menurut Kuantitas Periwayatnya
1. Hadits Mutawatir adalah suatu hadits hasil
tanggapan pancaindera, yang diriwayatkan oleh
sejumlah besar rawi, yang menurut kebiasaan
mustahil mereka berkumpul dan bersepakat untuk
dusta. Hal tersebut seimbang dari permulaan sanad
hingga akhirnya, tidak terdapat kejanggalan jumlah
pada setiap tingkatan."
 Syarat-Syarat Hadits Mutawatir:
a. Bilangan para perawi mencapai suatu jumlah yang
lumayan banyak. Dalam hal ini, para ulama berbeda
pendapat tentang batasan jumlahnya, yang menurut
al-Suyuthi minimal 10 orang.
b. Bilangan para perawi tersebut menurut adat mustahi
untuk berdusta atau sepakat berdusta dalam
menyampaikan suatu hadits. 37
c. Seimbang jumlah para perawi, sejak dalam thabaqat
(lapisan/tingkatan) pertama maupun thabaqat
berikutnya.
d. Hadits (khabar) yang diberitakan oleh rawi-rawi
tersebut harus berdasarkan tanggapan (daya
tangkap) pancaindera.
 Artinya, berita yang diriwayatkan dengan tidak
bersandar pada pancaindera atau oleh orang banyak,
tetapi mereka bersepakat mengadakan berita secara
dusta, tidaklah dapat dikategorikan dalam hadits
mutawatir
 Hadits mutawatir yang memenuhi syarat-syarat
seperti ini tidak banyak jumlahnya, bahkan Ibnu
Hibban dan Al-Hazimi menyatakan bahwa hadits
mutawatir tidak mungkin terdapat karena
persyaratan yang demikian ketatnya. Sedangkan
Ibnu Salah berpendapat bahwa mutawatir itu
memang ada, tetapi jumlahnya hanya sedikit. 38
Pembagian Hadits Mutawatir
 Hadits Mutawatir Lafzhi dalam arti diriwayatkan
oleh banyak shahabat dengan susunan redaksi dan
makna yang semuanya sama. Contohnya:
ِ ‫ َمنْ َك َذ َب َع َل َّي ُم َت َع ِّمدًا َف ْل َي َت َب َّو ْأ َم ْق َع َدهُ مِنَ ال َّن‬
‫ار‬
 Menurut Abu Bakar Al-Bazzar, hadits tersebut di atas
diriwayatkan oleh 40 orang sahabat, kemudian Imam
Nawawi dalam kita Minhaj al-Muhadditsin
menyatakan bahwa hadits itu diterima 200 sahabat.
 Hadits Mutawatir Maknawi dalam arti para
perawinya berbeda dalam menyusun redaksi hadits
tersebut, namun terdapat persesuaian atau kesamaan
dalam maknanya. Contohnya:
39
40
‫‪TATACARA BERQUNUT MENURUT SUNNAH‬‬

‫ور ِه َما َفإِ َذا َف َر ْغ َت ‪‬‬ ‫ه‬


‫ُ‬ ‫ُ‬
‫ظ‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫ع‬
‫ُ‬ ‫دْ‬‫ت‬ ‫َ‬ ‫َ‬ ‫ال‬ ‫و‬
‫َ‬ ‫ك‬‫َ‬ ‫ي‬‫ْ‬ ‫ف‬‫َّ‬ ‫َ‬
‫ك‬ ‫ون‬
‫ِ‬ ‫ط‬‫ُ‬ ‫ب‬‫ُ‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫ع‬
‫ُ‬ ‫ادْ‬‫ف‬‫َ‬ ‫هَّللا‬
‫دَع ْو َت َ‬ ‫إِ َذا َ‬
‫ِ‬
‫س ْح ِب ِه َما َو ْج َه َك‪[ .‬رواه إبن ماجه عن عبد هللا بن عباس]‬ ‫ام َ‬‫َف ْ‬
‫ُعا ِئ ِه ‪‬‬
‫ش ْي ٍء ِمنْ د َ‬ ‫سلَّ َم اَل َي ْر َف ُع َيدَ ْي ِه فِي َ‬ ‫ص َّلى هَّللا ُ َع َل ْي ِه َو َ‬ ‫َكانَ ال َّن ِب ُّي َ‬
‫اض إِ ْب َط ْي ِه [رواه‬‫اء َوإِ َّن ُه َي ْر َف ُع َح َّتى ُي َرى َب َي ُ‬ ‫إِاَّل فِي ااِل ْست ِْس َق ِ‬
‫البخاري عن أنس بن مالك]‬
‫ت إِ َلى َثدْ َي ْي ِه [ر‪v‬واه البيهقي ‪‬‬ ‫َكانَ ا ْبنُ َم ْس ُعو ٍد َي ْر َف ُع َيدَ ْي ِه فِى ا ْلقُ ُنو ِ‬
‫عن عبد الرحمن بن األسود عن أبيه]‬
‫ضانَ ‪‬‬ ‫ش ْه ِر‪َ v‬ر َم َ‬‫أَ َّن ُه َكانَ َي َرى أَ َبا ه َُر ْي َر َة َي ْر‪َ v‬ف ُع َيدَ ْي ِه فِى قُ ُنو ِت ِه فِى َ‬
‫[ر‪v‬واه البيهقي عن موسى بن وردان]‬
‫ت أَ َبا ِقالَ َب َة َي ْر َف ُع َي َد ْي ِه فِى قُ ُنو ِتهِ‪[ .‬ر‪v‬واه البيهقي عن عامر ‪‬‬ ‫َرأَ ْي ُ‬
‫بن شبل الجر‪v‬مي]‬
‫‪41‬‬
 hadits yang semakna dengan hadits tersebut di atas
ada banyak, yaitu tidak kurang dari 30 buah dengan
redaksi yang berbeda-beda.
 Hadits Mutawatir ‘Amali yaitu sesuatu yang mudah
dapat diketahui bahwa hal itu berasal dari agama dan
telah mutawatir di antara kaum muslimin bahwa Nabi
melakukannya atau memerintahkan untuk
melakukannya atau serupa dengan itu.
 Contohnya: Kita melihat dimana saja salat Zuhur
dilakukan dengan jumlah rakaat sebanyak 4 (empat)
rakaat dan kita tahu bahwa hal itu adalah perbuatan
yang diperintahkan oleh Islam dan kita mempunyai
sangkaan kuat bahwa Nabi Muhammad SAW
melakukannya atau memerintahkannya demikian.

42
Faedah Hadits Mutawatir
 Hadits mutawatir memberikan faedah ilmu dharuri,
yakni keharusan untuk menerimanya secara bulat
karena ia membawa keyakinan yang qath'i (pasti),
dengan seyakin-yakinnya bahwa Nabi Muhammad
SAW benar-benar menyabdakan atau mengerjakan
sesuatu seperti yang diriwayatkan oleh rawi-rawi
mutawatir.
 Dengan demikian, berati penelitian terhadap
keadilan dan ke-dhabith-an rawi-rawi hadits
mutawatir tidak diperlukan lagi, karena
kuantitas/jumlah rawi-rawinya mencapai ketentuan
yang dapat menjamin untuk tidak bersepakat dusta.
 Wajiblah bagi setiap muslim menerima dan
mengamalkan semua hadits mutawatir. 43
2. Hadits Masyhur/Mustafidh adalah hadits
yang rentetan rawinya pada satu tingkat
terdiri atas 3 orang atau lebih, tetapi masih
diketahui jumlahnya dan belum tergolong
hadits mutawatir.
 Menurut ulama Fiqh hadits Masyhur sinonim
dengan hadits mustafidh. Namun ulama lain,
ada yang membedakannya. Yaitu suatu
hadits baru dikatakan mustafidh, jika jumlah
periwayatnya berimbang atau sama banyak
pada setiap thabaqatnya.
 Jadi, hadits masyhur dipandang lebih umum
dari hadits mustafidh, karena jumlah
periwayatnya tidak mesti berimbang pada
setiap thabaqatnya.
44
‫‪Pembagian Hadits Masyhur‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Masyhur di kalangan ulama hadits, ulama lain,‬‬
‫‪dan masyarakat umum, misalnya:‬‬
‫‪ ‬المسلِ ُم َمن سل َم المسلمون من لسانه ويده‪ ،‬والمها ِج ُر َمن َه َج َر ما َنهاهُ هللا عنه‬
‫[رواه البخاري ومسلم عن جابر وأبي موسى وعبدهللا بن عمرو]‬
‫‪ Masyhur di kalangan ulama hadîts saja,‬‬
‫‪misalnya:‬‬
‫ان [رواه‬ ‫ت ال َّن ِبىُّ صلى هللا عليه وسلم َشهْرً ا َي ْدعُو َع َلى ِرعْ ٍل َو َذ ْك َو َ‬
‫‪َ ‬ق َن َ‬
‫البخاري ومسلم عن أنس بن مالك]‬

‫‪45‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Masyhur di kalangan ulama fiqh, misalnya:‬‬
‫‪ ‬ال صالة لجار المسجد إال فى المسجد [رواه الدارقطنى عن جاب‪ ،‬والبيهقى‬
‫وضعفه عن أبى هريرة وابن حبان فى الضعفاء عن عائشة]‬
‫‪ Hadîts masyhur di kalangan ulama ushul fiqh,‬‬
‫‪misalnya:‬‬
‫‪ ‬رفع عن أمتى الخطأ والنسيان وما استكرهوا عليه ]رواه الطبرانى عن‬
‫ثوبان[‬
‫‪ Masyhur di kalangan masyarakat umum‬‬

‫حق‪ ،‬وإن جاء على فرس [رواه أبو داودعن الحسين بن علي بن أبي‬ ‫‪ ‬للسائل ّ‬
‫طالب]‬
‫‪ ‬من آذى ذم ًّيا فأنا خصمه ومن كنت خصمه خصمته يوم القيامة [رواه‬
‫الخطيب عن ابن مسعود]‬
‫‪46‬‬
3. Hadits Ahad yaitu suatu hadits yang padanya tidak
terkumpul syarat-syarat mutawatir atau suatu hadits
yang jumlah pemberitaannya tidak mencapai jumlah
pemberita hadits mutawatir; baik pemberita itu
seorang, dua orang, tiga orang, empat orang, lima
orang dan seterusnya, tetapi jumlah tersebut tidak
memberi pengertian bahwa hadits tersebut masuk ke
dalam hadits mutawatir
 Para ulama sependapat bahwa hadits ahad tidak
Qat'i, sebagaimana hadits mutawatir. Hadits ahad
hanya memfaedahkan zhann. Oleh karena itu, masih
perlu diadakan penyelidikan sehingga dapat
diketahui maqbul dan mardudnya.
 Kalau ternyata telah diketahui bahwa hadits tersebut
berstatus maqbul, maka mereka sepakat bahwa
hadits tersebut wajib untuk diamalkan sebagaimana
hadits mutawatir. Namun, kalau mardud, kita tidak
dapat meyakini atau mengamalkannya. 47
 Kemudian apabila telah nyata bahwa hadits itu
(shahih, atau hasan), hendaklah kita periksa apakah
ada muaridnya, yang berlawanan dengan maknanya.
Jika terlepas dari perlawanan, maka hadits itu disebut
muhkam. Jika ada, dikumpulkan antara keduanya,
atau ditakwilkan salah satunya supaya tidak
bertentangan lagi maknanya. Kalau tak mungkin
dikumpulkan, tapi diketahui mana yang terkemudian,
maka yang terdahulu ditinggalkan dan dipandang
mansukh, yang terkemudian diambil dan dipandang
nasikh.
 Jika tidak diketahui sejarahnya, maka diusahakan
menarjihkan salah satunya. Diambil yang rajih dan
ditinggalkan yang marjuh. Jika tak dapat ditarjihkan
salah satunya, bertawaqquflah dahulu.
 Walhasil, barulah kita dapat berhujjah dengan suatu
hadits, sesudah nyata shahih atau hasannya, baik ia
muhkam, atau mukhtakif adalah jika dia tidak marjuh
dan tidak mansukh 48
Pembagian Hadits Ahad
 Hadits ‘Aziz adalah hadits yang rentetan
rawinya pada satu tingkat terdiri atas 2-2
orang saja
 Hadits Gharib/Fard adalah hadits yang
rentetan rawinya pada satu tingkat
diriwayatkan orang-seorang saja atau
mempunyai satu sanad saja dengan matan
yang kurang lebih sama. Pembagiannya:
 Hadîts Gharib/Fard Mutlaq
 Hadîts Gharib/Fard Nisbi
49
50
F. Menurut Kualitas Sanad dan Matan Hadits
 Hadits Shahih menurut bahasa berarti hadits yang bersih
dari cacat, hadits yang benar berasal dari Rasulullah SAW.
Batasan hadits shahih yang diberikan oleh ulama, antara lain
adalah hadits yang susunan lafadnya tidak cacat dan
maknanya tidak menyalahi ayat (al-Quran), hadits mutawatir,
atau ijima` serta para rawinya adil dan dhabit."
 Keterangan lebih luas mengenai hadits shahih akan diuraikan
tersendiri.
 Hadits Hasan, menurut bahasa, berarti hadits yang bagus
atau baik. Menurut Imam Turmuzi, Hadits Hasan adalah
"hadits yang sanadnya baik menurut kami, yaitu setiap hadits
yang diriwayatkan melalui sanad yang di dalamnya tidak
terdapat rawi yang dicurigai berdusta, matan haditsnya tidak
janggal dan diriwayatkan melalui sanad yang lain pula yang
sederajat.
51
 Hadits Dha’if menurut bahasa berarti hadits yang lemah,
yakni para ulama memiliki dugaan yang lemah (keci atau
rendah) tentang benarnya hadits itu berasal dari Rasulullah
SAW.
 Para ulama memberi batasan bagi hadits dha'if "adalah hadits
yang tidak menghimpun sifat-sifat hadits shahih, dan juga
tidak menghimpun sifat-sifat hadits hasan."
 Pada hadits dha'if itu terdapat hal-hal yang menyebabkan
lebih besarnya dugaan untuk menetapkan hadits tersebut
bukan berasal dari Rasulullah SAW
 Hadits Mawdhu’ menurut bahasa berarti hadits yang gugur,
ditinggalkan, atau dibuat-buat/palsu/aspal.
 ‘Ajjaj al-Khathib (1989: 415) memberi batasan bagi hadits
mawdhu’ sebagai hadits yang dinisbahkan [disandarkan]
kepada Rasulullah SAW yang sifatnya dibuat-buat atau diada-
adakan, karena beliau sendiri tidak pernah mengatakannya,
memperbuatnya, atau menetapkannya.
52
53
G. Menurut Kehujahannya
 Hadits Maqbul
Maqbul menurut bahasa berarti yang diambil, yang
diterima, yang dibenarkan. Sedangkan menurut urf
Muhaditsin, hadits Maqbul ialah hadits yang
menunjuki suatu keterangan bahwa Nabi
Muhammad SAW yang menyabdakannya.
 Jumhur ulama berpendapat bahwa hadits maqbul ini
wajib diterima. Sedangkan yang temasuk dalam
kategori hadits maqbul adalah:
 Hadits shahih, baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.
 Hadits hasan baik yang lizatihi maupun yang ligairihi.

54
 Kedua macam hadits tersebut di atas adalah hadits-
hadits maqbul yang wajib diterima, namun demikian
para muhaddisin dan juga ulama yang lain
sependapat bahwa tidak semua hadits yang maqbul
itu harus diamalkan, mengingat dalam kenyataan
terdapat hadits-hadits yang telah dihapuskan
hukumnya disebabkan datangnya hukum atau
ketentuan baru yang juga ditetapkan oleh hadits
Rasulullah SAW.
 Adapun hadits maqbul yang datang kemudian (yang
menghapuskan)disebut dengan hadits nasikh,
sedangkan yang datang terdahulu (yang dihapus)
disebut dengan hadits mansukh. Di samping itu,
terdapat pula hadits-hadits maqbul yang maknanya
berlawanan antara satu dengan yang lainnya yang
lebih rajih (lebih kuat periwayatannya). Dalam hal
ini, hadits yang kuat disebut dengan hadits rajih,
sedangkan yang lemah disebut dengan hadits 55
 Hadits Mardud
 Mardud menurut bahasa berarti yang ditolak; yang
tidak diterima. Sedangkan menurut urf Muhaddisin,
hadits mardud ialah hadits yang tidak menunjuki
keterangan yang kuat akan adanya dan tidak
menunjuki keterangan yang kuat atas
ketidakadaannya, tetapi adanya dengan
ketidakadaannya bersamaan.
 Ada juga yang mena’rifkan hadits mardud adalah
"hadits yang tidak terdapat di dalamnya sifat hadits
Maqbul."
 Jumhur ulama mewajibkan untuk menerima hadits-
hadits maqbul, maka sebaliknya setiap hadits yang
mardud tidak boleh diterima dan tidak boleh
diamalkan (harus ditolak). Jadi, hadits mardud
adalah semua hadits yang telah dihukumi dha’if
atau mawdhu’.
56
57
H. Menurut Penerapan Kandungannya
 Hadits Ma’mul Bihi adalah hadits yang dapat
diamalkan. Adapun yang termasuk hadits ini ialah:
 Hadits muhkam, yaitu hadits yang tidak
mempunyai perlawanan. Contohnya:
‫سول ُ هَّللا ِ صلى هللا‬ ُ ‫سم َِع أَ َبا ه َُر ْي َر َة َيقُول ُ َقال َ َر‬ َ ‫ َعنْ َه َّم ِام ْب ِن ُم َن ِّب ٍه أَ َّن ُه‬
ْ‫ َقال َ َر ُجل ٌ ِمن‬.»َ‫ضأ‬ َّ ‫صالَةُ َمنْ أَ ْحدَ َث َح َّتى َي َت َو‬ َ ُ ‫عليه وسلم «الَ ُت ْق َبل‬
‫ [صحيح‬.‫ض َرا ٌط‬ ُ ‫سا ٌء أَ ْو‬ َ ُ‫ث َيا أَ َبا ه َُر ْي َر َة َقال َ ف‬ُ َ‫ض َر َم ْو َت َما ا ْل َحد‬ ْ ‫َح‬
]135 ‫ حديث‬,‫البخارى‬

58
‫‪‬‬ ‫‪Hadits mukhtalif, yaitu dua hadits yang pada‬‬
‫‪lahirnya saling berlawanan yang mungkin‬‬
‫‪dikompromikan dengan mudah. Contohnya dua‬‬
‫‪hadîts berikut:‬‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َ‬
‫سلَّ َم َقال َ إِ َذا َجلَ َ‬
‫س‬ ‫ول هَّللا ِ َ‬
‫س ِ‬ ‫َعنْ أَ ِبي ه َُر ْي َر َة َعنْ َر ُ‬ ‫‪‬‬
‫اجتِ ِه َفاَل َي ْس َت ْق ِبلْ ا ْلقِ ْبلَ َة َواَل َي ْس َتدْ ِب ْرهَا [صحيح مسلم‪,‬‬ ‫أَ َح ُد ُك ْم َعلَى َح َ‬
‫حديث ‪]389‬‬
‫اب ِر ْب ِن َع ْب ِد هَّللا ِ َقال َ َن َهى َن ِب ُّى هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم أَنْ َن ْس َت ْق ِبل َ‬ ‫َعنْ َج ِ‬ ‫‪‬‬
‫ض ِب َع ٍام َي ْس َت ْق ِبل ُ َها‪[ .‬سنن أبى داود‪,‬‬ ‫ا ْلقِ ْبلَ َة ِب َب ْو ٍل َف َرأَ ْي ُت ُه َق ْبل َ أَنْ ُي ْق َب َ‬
‫حديث ‪]13‬‬

‫‪59‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Hadits nasikh yaitu hadits yang datang kemudian‬‬
‫‪dan menghapus/mencabut/membatalkan makna‬‬
‫‪hadits sebelumnya karena maknanya berlawanan‬‬
‫‪dan tidak dapat “dipertemukan”. Misalnya dua‬‬
‫‪hadîts berikut:‬‬
‫ول هَّللا ِ صلى هللا عليه وسلم َز َمنَ‬ ‫س ِ‬ ‫س َ َّن ُه َم َّر َم َع َر ُ‬ ‫شدَّ ا ِد ْب ِن أَ ْو ٍ‬‫‪َ ‬عنْ َ‬
‫ضانَ َوه َُو‬ ‫ش َر َة َخلَ ْت مِنْ َر َم َ‬ ‫ِيع لِ َث َم ِ‬
‫ان َع ْ‬ ‫ِ‬ ‫ق‬ ‫ب‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫م‬
‫ُ‬ ‫ج‬
‫ِ‬ ‫َ‬
‫ت‬ ‫ح‬‫ْ‬ ‫ي‬
‫َ‬ ‫ل‬
‫ٍ‬ ‫ج‬‫ُ‬ ‫ر‬‫َ‬ ‫ى‬ ‫َ‬ ‫ل‬‫ع‬‫َ‬ ‫ح‬ ‫ت‬ ‫َ‬
‫ا ْل ِ‬
‫ْ‬ ‫ف‬
‫آ ِخ ٌذ ِب َيدِى َف َقال َ «أَ ْف َط َر ا ْل َحا ِج ُم َوا ْل َم ْح ُجو ُم»‪[ .‬مسند أحمد‪ ,‬حديث‬
‫‪]17577‬‬
‫اح َت َج َم‪،‬‬‫اس رضى هللا عنهما أَنَّ ال َّن ِب َّى صلى هللا عليه وسلم ْ‬ ‫‪َ ‬ع ِن ا ْب ِن َع َّب ٍ‬
‫صائِ ٌم‪[ .‬صحيح البخارى‪ ,‬حيث ‪]1938‬‬ ‫اح َت َج َم َوهْ َو َ‬ ‫َوهْ َو ُم ْح ِر ٌم َو ْ‬

‫‪60‬‬
‫‪‬‬ ‫‪Hadits rajih yaitu hadits yang maksudnya lebih‬‬
‫‪kuat, lugas, dan jelas‬‬
‫ش َة َف َقال َ إِنَّ أَ َبا ه َُر ْي َر َة ُي ْفتِي َنا‬ ‫الر ْح َم ِن أَ َّن ُه أَ َتى َعائِ َ‬ ‫َعنْ أَ ِبى َب ْك ِر ْب ِن َع ْب ِد َّ‬ ‫‪‬‬
‫ص َب َح ُج ُنبا ً َفالَ صِ َيا َم لَ ُه ‪[ ...‬مسند أحمد‪ ,‬حديث ‪]26423‬‬ ‫أَ َّن ُه َمنْ أَ ْ‬
‫ش ِام ْب ِن‬ ‫ث ْب ِن ِه َ‬ ‫ار ِ‬ ‫ِ‬ ‫ح‬
‫َ‬ ‫ْ‬
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ن‬‫ِ ِ‬ ‫ب‬
‫ْ‬ ‫ن‬ ‫م‬
‫َ‬ ‫ح‬
‫ْ‬ ‫الر‬ ‫َّ‬ ‫ِ‬
‫د‬ ‫ب‬
‫ْ‬ ‫ع‬
‫َ‬ ‫ن‬ ‫ب‬
‫ْ‬
‫ِ ِ‬ ‫ر‬ ‫ْ‬
‫ك‬ ‫ب‬‫َ‬ ‫ى‬ ‫ب‬ ‫َ‬
‫س َم ٍّى َم ْولَى أ ِ‬ ‫َعنْ ُ‬ ‫‪‬‬
‫ت َم َع ُه‪،‬‬ ‫ت أَ َنا َوأَ ِبى‪َ ،‬ف َذ َه ْب ُ‬ ‫الر ْح َم ِن ُك ْن ُ‬ ‫سم َِع أَ َبا َب ْك ِر ْبنَ َع ْب ِد َّ‬ ‫ِير ِة أَ َّن ُه َ‬
‫ا ْل ُمغ َ‬
‫ول هَّللا ِ‬
‫س ِ‬ ‫ش َه ُد َع َلى َر ُ‬ ‫ش َة رضى هللا عنها َقالَ ْت أَ ْ‬ ‫َح َّتى د ََخ ْل َنا َعلَى َعائِ َ‬
‫اح ِتالَ ٍم‪ُ ،‬ث َّم‬ ‫اع َغ ْي ِر ْ‬ ‫ٍ‬ ‫م‬
‫َ‬ ‫ج‬
‫ِ‬ ‫نْ‬ ‫ِ‬
‫م‬ ‫ا‬ ‫ب‬
‫ً‬ ‫ُ‬
‫ن‬ ‫ج‬
‫ُ‬ ‫ح‬
‫ُ‬ ‫ب‬
‫ِ‬ ‫ص‬
‫ْ‬ ‫ي‬
‫ُ‬ ‫َ‬ ‫صلى هللا عليه وسلم إِنْ َكانَ ل‬
‫صو ُم ُه‪[ .‬صحيح البخارى‪ ,‬حديث‪]1931‬‬ ‫َي ُ‬

‫‪61‬‬
 Hadits Ghayru Ma’mul Bihi ialah hadits maqbul yang tidak
dapat diamalkan. Di antara hadits-hadits maqbul yang tidak
dapat diamalkan ialah:
 Hadits mutasyabih yaitu hadits yang sukar dipahami
maksudnya, lantaran tidak dapat diketahui takwil
sebenarnya.
 Hadits mutawaqaf yaitu hadits mukhthalif yang tidak dapat
dikompromikan, tidak dapat ditansikhkan, dan tidak pula
dapat ditarjihkan
 Hadits mansukh yaitu hadits yang datang lebih dulu
kemudian dan maknanya berlawanan dan tidak dapat
dipertemukan dengan hadits yang yang datang kemudian
dan menghapus/ mencabut/membatalkan maknanya
 Hadits marjuh yaitu hadits yang maksudnya lemah sehingga
ditinggalkan karena ada hadits lain yang maknanya lebih
kuat, lugas, dan jelas. 62

Anda mungkin juga menyukai