Anda di halaman 1dari 5

UJIAN TENGAH SEMESTER

PRESENTASI MATERI 3
AL-SUNNAH SEBAGAI SUMBER HUKUM ISLAM KEDUA

1. Silahkan dipresentasikan materi tersebut dengan metode mengajar dikelas


(Praktek Micro Teaching)
2. Durasi waktu manimal 10 menit
3. Batas akhir pengumpulan hasil UTS tersebut Sabtu, 10 Desember 2022 jam
18.00 sore
4. Hasil rekaman video presentasi tersebut di upload di google classroom kolom
"Tugas Kelas”
5. Agar tidak membenani kapasitas rekaman video tersebut di memori Handphone
kalian, maka sebaiknya rekaman video tersebut dibuat lewati youtube kemudian
linknya diupload di classroom

Pembahasan:

1. Pengertian Hadits
Pengertian Hadits Menurut Bahasa
Hadits menurut bahasa (etimologi), berarti khabar, jadid dan qarib.
Khabar artinya “berita”. Jadid , artinya “baru” , lawan dari qadim , yang berarti
“lama” .Qarib ,berarti “dekat” , atau “belum lama terjadi,”
seperti dalam kalimat :
ُ ‫هُ َو َح ِدي‬
‫ْث فِ ْي اِإل ْسالَ ِم‬
dia orang baru/belum lama mengenal Islam.

Di samping pengertian tersebut, M.M. Azami mendefinisikan bahwa


kata ‘hadits’ (Arab: al-hadits), secara etimologi (lughawiyah), berarti
‘komunikasi’, ‘kisah’, ‘percakapan’: religius atau secular, historis atau
kontemporer.

Pengertian Hadits Menurut Istilah


Secara istilah, para ulama, baik muhaditsin, fuqaha, ataupun ulama ushul,
merumuskan pengertian hadits secara berbeda-beda. Perbedaan pandangan
tersebut lebih disebabkan oleh terbatas dan luasnya objek tinjauan masing-masing,
yang tentu saja mengandung kecenderungan pada aliran ilmu yang didalaminya.

Ulama hadis mendefinisikan hadis sebagai berikut,


. ‫صفَ ٍة خَ ْلقِيَ ٍة َأوْ ُخلُقِيَ ٍة‬ َ ‫ُك ُل َما ُأثِ َر َع ِن النَبِ ِي‬
ِ ْ‫صل َى هلَلا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَ َم ِم ْن قَوْ ٍل َأوْ فِ ْع ٍل َأوْ تَ ْق ِري ٍْر َأو‬
Segala sesuatu yang diberitakan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam., baik
berupa sabda, perbuatan, taqrir, sifat-sifat maupun hal ihwal Nabi.

Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua Hal. 1


Berdasarkan pengertian hadits di atas maka penulis menyimpulkan bahwa,
Hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada nabi Muhammad saw, baik
berupa perkataan, perbuatan, taqrir, sifat-sifat, keadaan dan himmahnya Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam.

2. Bentuk-Bentuk Hadits
Ada beberapa bentuk hadits antara lain :
a. Hadits Qauli
Hadits qauli adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad
saw, baik berupa perkataan, ucapan, ataupun sabda yang memuat berbagai maksud
syara’, peristiwa, dan keadaan yang berkaitan dengan akidah, syariah, akhlak, atau
lainnya.
Contohnya, hadits yang diriwayatkan oleh ‘Ubadah ibn al-Shamith bahwasanya
Rasulullah saw bersabda:
ِ ‫صاَل ةَ لِ َم ْن لَ ْم يَ ْق َرْأ بِفَاتِ َح ِة ْال ِكتَا‬
‫ب‬ َ ‫اَل‬
”Tidak (sah/sempurna) shalat bagi orang yang tidak membaca surat al-Fatihah”.
(Shahih al-Bukhari, III: 204, hadits 714)

b. Hadits Fi’li
Hadits fi’li ialah hadits yang menyebutkan perbuatan Nabi Muhammad saw
yang sampai kepada kita. Contoh hadits shalat, puasa, haji dan lain-lain.
Hadits yang termasuk kategori ini di antaranya adalah hadits-hadits yang di
dalamnya terdapat kata-kata kana/yakunu atau ra’aitu/ra’aina.
Misalnya hadits riwayat al-Bukhari dari Jabir ibn ‘Abd Allah:
َ ‫ِإ َذا َأ َرا َد ْالفَ ِر‬tَ‫ت ف‬
‫ َز َل‬tَ‫ةَ ن‬t‫يض‬ ْ َ‫و َّجه‬t َ ‫م ي‬tَ َّ‫ل‬t‫ ِه َو َس‬t‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬
ُ ‫ ِه َحي‬tِ‫لِّي َعلَى َرا ِحلَت‬t‫ُص‬
َ tَ‫ْث ت‬ َ ِ ‫َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬
‫فَا ْستَ ْقبَ َل ْالقِ ْبلَة‬
”Rasulullah saw pernah shalat di atas tunggangannya, ke mana pun tunggangannya
menghadap. Apabila ia mau melaksanakan shalat fardhu, ia turun dari
tunggangannya, lalu menghadap ke kiblat ”. (Shahih al-Bukhari, III: 204, hadits 714)

c. Hadits Taqriri

Maksud hadits taqriri ialah Penetapan (Taqririyyah) yaitu perkataan atau


perbuatan tertentu yang dilakukan oleh sahabat di hadapan Nabi Muhammad atau
sepengetahuan beliau, namun beliau diam dan tidak menyanggahnya dan tidak pula
menampakkan persetujuannya atau malahan menyokongnya. Hal semacam ini
dianggap sebagai penetapan dari Nabi Muhammad walaupun beliau dalam hal ini
hanya bersifat pasif atau diam. Sebagai contoh, pengakuan Nabi Muhammad terhadap
ijtihad para sahabat berkenaan dengan shalat Ashar di perkampungan Bani Quraizhah,
sebagaimana diriwayatkan dari ‘Abd Allah Ibn Umar:
‫صلِّي‬ َ ُ‫ضهُ ْم اَل ن‬
ُ ‫ال بَ ْع‬ َ َ‫يق فَق‬ِ ‫ضهُ ْم ْال َعصْ ُر فِي الطَّ ِر‬ َ ‫ك بَ ْع‬ tَ ‫صلِّيَ َّن َأ َح ٌد ْال َعصْ َر ِإاَّل فِي بَنِي قُ َر ْيظَةَ فََأ ْد َر‬
َ ُ‫اَل ي‬
ْ ِّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم فَلَ ْم يُ َعن‬
‫ف َوا ِحدًا‬ َ ‫صلِّي لَ ْم يُ َر ْد ِمنَّا َذلِكَ فَ ُذ ِك َر لِلنَّبِ ِّي‬ ُ ‫َحتَّى نَْأتِيَهَا َوقَا َل بَ ْع‬
َ ُ‫ضهُ ْم بَلْ ن‬
‫ِم ْنهُ ْم‬

Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua Hal. 2


“Janganlah salah seorang (di antara kamu) mengerjakan shalat Ashar, kecuali
(setelah sampai) di perkampungan Bani Quraizhah. Lalu sebagian mereka mendapati
(waktu) ‘Ashar di perjalanan. Sebagian mereka mengatakan, kita tidak boleh shalat
sehingga sampai di perkampungan, dan sebagian lainnya mengatakan, tetapi kami
shalat (dalam perjalanan), tidak ada di antara kami yang membantah hal itu. Hal itu
lalu dilaporkan kepada Nabi saw, ternyata beliau tidak menyalahkan seorang pun
dari mereka”. (Shahih al-Bukhari, III: 499, hadits 894)

d. Hadits Hammi
Hadits hammi adalah hadits yang menyebutkan keinginan Nabi saw yang belum
sempat beliau realisasikan, seperti halnya keinganan untuk berpuasa pada tanggal 9
Asyura sebagai diriwayatkan dari ‘Abd Allah ibn ‘Abbas:
‫وْ ٌم‬ttَ‫ول هَّللا ِ ِإنَّهُ ي‬
َ t ‫ا َر ُس‬ttَ‫صيَا ِم ِه قَالُوا ي‬ ِ ِ‫ورا َء َوَأ َم َر ب‬ َ ‫م يَوْ َم عَا ُش‬tَ َّ‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسل‬
َ ِ ‫صا َم َرسُو ُل هَّللا‬ َ َ‫ِحين‬
ُ ‫ا َء هَّللا‬t‫ ُل ِإ ْن َش‬tِ‫ا ُم ْال ُم ْقب‬tt‫انَ ْال َع‬tt‫ِإ َذا َك‬tَ‫لَّ َم ف‬t‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َس‬
َ ِ ‫ فَقَا َل َرسُو ُل هَّللا‬t‫ارى‬ َ ‫ص‬ َ َّ‫تُ َعظِّ ُمهُ ْاليَهُو ُد َوالن‬
َ ِ ‫ل هَّللا‬tُ ‫ت ْال َعا ُم ْال ُم ْقبِ ُل َحتَّى تُ ُوفِّ َي َرسُو‬
‫صلَّى هَّللا ُ َعلَ ْي ِه َو َسلَّ َم‬ ِ ‫ص ْمنَا ْاليَوْ َم التَّا ِس َع قَا َل فَلَ ْم يَْأ‬
ُ
“Sewaktu Rasulullah saw berpuasa pada har ‘Asyura dan memerintahkan para
sahabat untuk berpuasa, mereka berkata: “Ya Rasulullah, sesungguhnya ia adalah
hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani”. Rasulullah saw menjawab,
”Tahun yang akan datang, insya Allah kita akan berpuasa pada hari
kesembilan(nya)”. ‘Abd Allah ibn ‘Abbas mengatakan, “Belum tiba tahun mendatang
itu, Rasulullah saw pun wafat”. (Shahih Muslim, V: 479, hadits 1916)

e. Hadits Ahwali
Hadits ahwali adalah hadits yang menyebutkan hal ihwal Nabi saw yang
menyangkut keadaan fisik, sifat-sifat, dan kepribadiannya. Contohnya, pernyataan al-
Barra` ibn ‘Azib berikut ini:
‫اِئ ِن َواَل‬ttَ‫ل ْالب‬t
ِ t‫ْس بِالطَّ ِوي‬
َ ‫ا لَي‬ttً‫نَهُ خَ ْلق‬t‫ا َوَأحْ َس‬ttً‫اس َوجْ ه‬
ِ َّ‫نَ الن‬t‫لَّ َم َأحْ َس‬t‫ ِه َو َس‬t‫لَّى هَّللا ُ َعلَ ْي‬t‫ص‬
َ ِ ‫َكانَ َرسُو ُل هَّللا‬
.‫صير‬ ِ َ‫بِ ْالق‬
“Rasulullah saw adalah manusia memiliki sebaik-baik rupa dan tubuh. Kondisi
fisiknya, tidak tinggi dan tidak pendek ”. (H.R.Bukhari)

3. Kedudukan Hadits Sebagai Sumber Ajaran Islam


Hadits dalam Islam memiliki kedudukan yang sangat urgen. Dimana hadits
merupakan salah satu sumber hukum kedua setelah Alquran. Alquran akan sulit
dipahami tanpa intervensi hadits. Memakai Alquran tanpa mengambil hadits sebagai
landasan hukum dan pedoman hidup adalah hal yang tidak mungkin, karena Alquran
akan sulit dipahami tanpa menggunakan hadits. Kaitannya dengan kedudukan hadits di
samping Al-Qur’an sebagai sumber ajaran Islam, maka Al-Qur’an merupakan sumber
pertama, sedangkan hadits merupakan sumber kedua. Bahkan sulit dipisahkan antara
Al-Qur’an dan hadits karena keduanya adalah wahyu, hanya saja Al-Qur’an
merupakan wahyu matlu (wahyu yang dibacakan oleh Allah SWT, baik redaksi
maupun maknanya, kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam dengan
menggunakan bahasa arab) dan hadits wahyu ghoiru matlu ( wahyu yang tidak

Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua Hal. 3


dibacakan Allah SWT kepada Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam secara
langsung, melainkan maknanya dari Allah dan lafalnya dari Nabi Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wasallam.
Ditinjau dari segi kekuatan di dalam penentuan hukum, otoritas Al-Qur’an
lebih tinggi satu tingkat daripada otoritas Hadits, karena Al-Qur’an mempunyai
kualitas qath’i baik secara global maupun terperinci. Sedangkan Hadits berkulitas
qath’i secara global dan tidak secara terperinci. Disisi lain karena Nabi Muhammad
shallallaahu ‘alaihi wasallam, sebagai manusia yang shallallaahu ‘alaihi wasallam
shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak lebih hanya penyampai Al-Qur’an kepada
manusia.
Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang setiap perkataan
dan perbuatannya menjadi pedoman bagi manusia. Karena itu beliau ma’shum
(senantiasa mendapat petunjuk Allah SWT). Dengan demikian pada hakekatnya
Sunnah Rasul adalah petunjuk yang juga berasal dari Allah. Kalau Al Qur’an
merupakan petunjuk yang berupa kalimat-kalimat jadi, yang isi maupun redaksinya
langsung diwahyukan Allah, maka Sunnah Rasul adalah petunjuk dari Allah yang di
ilhamkan kepada beliau, kemudian beliau menyampaikannya kepada umat dengan cara
beliau sendiri.
َ‫م يَتَفَ َّكرُون‬tُْ‫اس َما نُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّه‬ َ ‫ُر ۗ َوَأنزَ ْلنَٓا ِإلَ ْي‬tِ ‫ٱلزب‬
ِ َّ‫ك ٱل ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬ ِ َ‫بِ ْٱلبَيِّ ٰن‬
ُّ ‫ت َو‬
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan
kepada mereka dan supaya mereka memikirkan, (QS. an-Nahl:44)

۟ ُ‫ُوا ۚ َوٱتَّق‬
ِ ‫وا ٱهَّلل َ ۖ ِإ َّن ٱهَّلل َ َش ِدي ُد ْٱل ِعقَا‬
‫ب‬ t۟ ‫َو َمٓا َءاتَ ٰى ُك ُم ٱل َّرسُو ُل فَ ُخ ُذوهُ َو َما نَهَ ٰى ُك ْم َع ْنهُ فَٱنتَه‬
Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya
bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya. (QS. al-Hasyr: 7)

Islam Al-Qur’an dan hadis sebagai pedoman hidup, sumber hukum dan ajaran
dalam islam, antara satu dengan yang lainya tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan
satu kesatuan. Al-qur’an sebagai sumber pertama dan utama banyak memuat ajaran-ajaran
yang bersifat umum dan global. Oleh karena itu kehadiran hadis, sebagai sumber ajaran
kedua tampil untuk menjelaskan keumuman isi al-Qur’an tersebut. Hal ini sesuai dengan
firman Allah SWT :
َ‫م يَتَفَ َّكرُون‬tُْ‫اس َما نُ ِّز َل ِإلَ ْي ِه ْم َولَ َعلَّه‬ َ ‫ُر ۗ َوَأنزَ ْلنَٓا ِإلَ ْي‬tِ ‫ٱلزب‬
ِ َّ‫ك ٱل ِّذ ْك َر لِتُبَيِّنَ لِلن‬ ِ َ‫بِ ْٱلبَيِّ ٰن‬
ُّ ‫ت َو‬
Keterangan-keterangan (mukjizat) dan kitab-kitab. Dan Kami turunkan kepadamu Al
Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan, (QS. an-Nahl:44)

4. Fungsi Hadits dalam Pembentukan Hukum Islam


Pada dasarnya hadis Nabi berfungsi menjelaskan hukum-hukum dalam al-Qur'an
dengan segala bentuknya sebagaimana dijelaskan diatas. Allah menetapkan hukum dalam
al-Qur'an adalah untuk diamalkan. Karena dalam pengamalan itulah terletak tujuan yang

Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua Hal. 4


disyari'atkan. Tetapi pengamalan hukum Allah itu dalam bentuk tertentu tidak akan
terlaksana menurut apa adanya sebelum diberi penjelasan oleh Nabi. Dengan demikian
penjelasan-penjelasan Nabi itu bertujuan supaya hukum-hukum yang yang ditetapkan
dalam al-Qur'an secara sempurna dapat dilaksanakan oleh umat.
Penjelasan Nabi terhadap hukum dalam al-Qur'an itu memiliki beberapa bentuk:
1. Nabi memberikan penjelasan dengan cara dan bahasa yang mudah ditangkap oleh
umat sesuai dengan kemampuan akal mereka pada waktu itu. Dalam penjelasan itu
kelihatannya Nabi tidak memberikan penjelasan yang bersifat definitif filosofis, tetapi
hanya dengan melakukan serangkaian perbuatan dengan cara yang mudah diikuti
umatanya.
2. Nabi memberikan pejelasan dengan cara-cara dan contoh-contoh yang secara nyata
terdapat disekitar lingkungan kehidupan pada waktu itu. Dengan demikian hukum
yang ditetapkan dalam al-Qur'an mudah dimengerti dan diterima serta dijalankan oleh
umat.
Dari segi bentuk penjelasan Nabi terhadap hukum yang disebutkan dalam al-
Qur'an, terdapat beberapa bentuk penjelasan; Pertama, penjelasan Nabi secara jelas dan
terperinci sehingga tidak mungkin ada pemahaman lain. Walaupun dalam al-Qur'an
beberapa hukum bersifat garis besar, namun dengan penjelasan Nabi secara rinci, lafaz-
lafaz yang menunjukkan hukum itu menjadi jelas. Penjelasan Nabi yang rinci itu dipahami
baik oleh sahabat. Dalam hal ini tidak timbul perbedaan pendapat dalam memahami
penjelasan tersebut. Dengan demikian penjelasan Nabi bersifat Qath'i. Penjelasan Nabi
yang bersifat Qath’i itu berlaku dalam bidang akidah dan pokok-pokok ibadah seperti
shalat, puasa zakat, dan ibadah haji. Dalam hal yang bersifat pokok ini, meskipun tidak ada
penjealsan rinci dalam al-Qur'an namaun karena Nabi memberikan penjelasan secara
Qath’i, maka tidak ada lagi kesamaran, dan karenanya tidak timbul perbedaan mendasar
dikalangan ulama dalam hukumnya.
Kedua, penjelasan Nabi tidak tegas dan rinci, sehingga masih menimbulkan
kemungkinan-kemungkinan dalam pemahamn meskipun sudah ada penjelasan dari Nabi.
Kemungkinan pemahamn itu terjadi dari segi kebenaran materinya atau terjadi akibat
ketidakpastian penjelasannya. Penjelasan Nabi yang belum tuntas dan jelas itu disebut
penjelasan yang Zhanni. Penjelasan yang Zhanni itu pada umumnya berlaku pada bidang
mu'amalah dalam arti yang luas. Begitu pula dalam bidang ibadah yang tidak pokok.
Umpamany sikap berdiri atau duduk dalam shalat tidak dijelaskan secara pasti sehingga
dalam pelaksanaannya timbul sedikit perbedaan.
Mengenai kekuatan hadis sebagi sumber hukum ditentukan oleh dua segi, pertama
dari segi kebenaran materinya dan kedua dari segi kekuatan petunjuknya terhadap hukum.
Dari segi kebenaran materinya, kekuatan hadis mengikuti kebenaran pemberitaannya
(wurudnya) yang terdiri tiga tingkat yaitu: mutawatir, masyhur dan ahad

Sunnah Sebagai Sumber Hukum Islam Kedua Hal. 5

Anda mungkin juga menyukai