Nama: Sasdita Mailana NIM: 1105190026
Nama: Sasdita Mailana NIM: 1105190026
NIM : 1105190026
Tak hanya itu ada lagi rombongan tiba di tempat sidang di Kadipaten. Maka semua
hadirin tiba tiba saja telah membubarkan diri. Bahkan Adipati Wiraraja sendiri terperanjat,
segera beranjak dari kursi singgasana nya untuk masuk ke dalam memberitahu kepada istri
ken Pinatih.Wiraraja terburuburu mengatakan kepada Sang istri bahwa kesatria tampan dari
itu materinya tiba di persidangan bersama Sang putri jelita, diantara sekalian menteri dan
pejabat pejabat serta prajuritnya. Sebab itu ken Pinatih harus segera menyiapkan jamuan.
Raden Wijaya ketika melihat Wiraraja terkesan meninggalkan Dampar atau kursinya dan
kemudian masuk ke dalam menduga bahwa Adipati itu rupanya tak sudi menerima
kedatangan nya. Dengan meninggalkan kursi dan sidang bubar. Berarti Wiraraja menolak
secara halus. Hatinya pun lalu menjadi sedih tengah marah. Keluar kemudian kata katanya.
Kakak sora, apa juga yang kukatakan, ternyata Wiraraja tak mau menerima kedatangan kita.
Malu Taninang sekali rasanya aku, kakak. Semua ini karena aku menurut saranmu
kemalaman ternyata berakhir dengan pengalaman pahit. Kalau tahu akan begini kejadiannya,
lebih baik kalau aku mati saja dalam hari kemarin .
Serenta mendengar kata kata Wiraraja yang rendah hati tapi penuh cinta kasih itu, maka
Raden Wijaya tak kuat lagi menahan perasaan terharu nya. Air mata mulai mengembang di
pelupuk dan kemudian mengetes satu satu jatuh ke pipi .
Semua yang mendengar kata kata Wiraraja tunduk seolah dengan tak jamnya mencatat kata
kata Raden Wijaya yang ada di dalam kalbu masing masing. Setelah perbincangan hari itu
dirasa cukup, maka Wiraraja dan anak buahnya segera bersama ramai menghaturkan Sembah
abis itu mereka keluar meninggalkan sang junjungan seperti berminta diri
Di bagian tengah di rumah kadipaten, Raden Wijaya mengeluarkan semua isi hatinya kepada
Adipati Arya Wiraraja.
Arya Wiraraja yang tahu bahwa Raden Wijaya sedang gelap mata, memaklumi jika
junjungannya sedang patah semangat dan tidak bisa berpikir jernih. Arya Wiraraja
memberikan saran untuk membalas dendam dengan cara yang lebih halus.
Arya Wiraraja menyarankan Raden Wijaya untuk sementara tunduk dan takluk kepada Raja
Kediri (Daha). Berpura-pura rendah hati, pasrah, dan butuh belas kasihan. Agar Raja
Jayakatong dapat menaruh kepercayaan padanya.
Jika Raja Jayakatong sudah mempercayainya, Arya Wiraraja menyuruh Raden Wijaya
meminta ijin untuk tinggal terpisah di dusun Terik. Disanalah persiapan balas dendam
dimulai.
Setelah mendegar saran dari Adipati Wiraraja, Raden Wijaya merenung memantapkan
keyakinannya. Raden Wijaya sepakat dengan saran Adipati Wiraraja.
Dituliskannya surat oleh adipati Wiraraja kepada Raja Jayakatong, bahwa Raden
Wijaya bersedia mengabdi menyerahkan jiwa raganya ke hadapan Raja Jayakatong.
Disetujuilah surat itu. Keesokan harinya Raden Wijaya serta menteri dan orang-orang
Tumapel berangkat. Sampainya di Jongbiru, kedatangan Raden Wijaya dijemput oleh Sagara
Winotan dan Jangkung, utusan Raja Jayakatong.
Raden Wijaya dan sang putri segera naik kereta. Tak berapa lama Raden Wijaya tiba
di alun-alun. Raja Jayakatong segera menyuruh Pangeled untuk menjemput mewakili sang
raja.
Prabu Jayakatong kasihan melihat Raden Wijaya yang memancarkan citra kesedihan
yang amat dalam. Ia mempersilahkan Raden Wijaya untuk duduk dan tidak bersdih lagi.
Paginya Raja Jayakatong bersama permaisurinya diiringi para mentri dan pengawal
menuju ke alun-alun. Sesampainya di alun-alun Patih Mudharang diperintahkan untuk
memanggil Raden Wijaya di Jongbiru. Tidak lama rombongan Raden Wijaya datang.
Dipersilahkannya duduk dekat raja. Raja Jayakatongpun memberi isyarat agar pertunjukan
segera dimulai.