Anda di halaman 1dari 3

enis Makanan dalam Bhagavad-Gita

Oleh : Novita Roshana (UKM Penalaran dan Riset IHDN Denpasar)

Tujuan makan adalah untuk memperpanjang usia hidup, menyucikan


pikiran dan membantu kekuatan jasmani. Ini satu-satunya tujuannya.
Pada masa lampau, penguasa-penguasa besar memilih makanan
yang paling baik untuk membantu kesehatan dan memperpanjang
usia hidup, seperti makanan yang terbuat dari susu, gula, beras,
gandum, buah-buahan dan sayur-sayuran. Makanan tersebut sangat
disukai oleh orang yang berada dalam sifat kebaikan. Beberapa
makanan lain, seperti jagung bakar dan ceng (tetes tebu), meskipun
tidak begitu enak jika dimakan begitu saja, bisa menjadi enak apabila
di tambah campuran susu atau makanan lain. Dengan demikian
makanan seperti itu juga bersifat kebaikan. Adapun masalah
makanan sebagai penunjang kesehatan sudah banyak diatur dalam
berbagai kitab agama Hindu. Dalam Bhagavad-Gita, makanan ditinjau
dari sisi kesehatan dan pengaruhnya terbagi dalam tiga jenis yaitu
makanan Sattvik, Rajasik, dan Tamasik.

 
Segala makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan  itu bersifat
murni, lain halnya dengan makanan dari daging dan minuman keras.
Makanan berlemak, sebagaimana disebut dalam ayat ke
delapan Bhagavad-Gita yang berbunyi :

 “Makanan yang disukai oleh orang dalam sifat kebaikan adalah


jenis makanan yang memperpanjang usia hidup, menyucikan
kehidupan, memberi kekuatan, kesehatan, kebahagiaan dan
kepuasan. Makanan tersebut penuh sari, berlemak, bergizi dan
menyenangkan hati”.
Dalam terjemahan sloka tersebut, tidak ada hubungan memperoleh
lemak dengan memotong hewan. Hal ini karena lemak dari hewan
dapat diperoleh dalam bentuk susu, mentega, dan keju. Dengan
demikian, maka akan dapat menghilangkan kebutuhan memotong
makhluk-makhluk hidup yang tidak bersalah. Sementara itu, Protein
secukupnya dapat diperoleh dari kacang-kacangan, dal (sejenis bubur
kacang), gandum dan sebagainya. Makanan sattvik, disebutkan bisa
menambah kewibawaan, intelektualitas, kekuatan, kesegaran,
kesehatan, kenikmatan lahir dan batin, kegembiraan, dan
kebahagiaan hidup. Hal ini karena kandungan gizi yang ada pada
makanan sattvik dapat mempengaruhi kondisi jasmani dan rohani.
Makanan dalam sifat nafsu, yaitu makanan yang pahit, terlalu asin,
terlalu panas atau menggunakan cabai berlebihan. Makanan seperti
itu menyebabkan duka cita dengan mengurangi jumlah lendir di perut.
Seperti yang dikatakan dalam kitab Bhagavad-Gita 17.9.
“Makanan yang terlalu pahit, terlalu asam, terlalu asin, panas sekali, atau
menyebabkan badan menjadi panas sekali, terlalu pedas, terlalu kering dan
berisi terlalu banyak bumbu yang keras sekali, disukai oleh orang dalam sifat
nafsu. Makanan seperti itu menyebabkan dukacita, kesengsaraan dan
penyakit”.

Makanan jenis rajasik ini cenderung disukai oleh orang yang masih


diliputi oleh nafsu dan keinginan duniawi. Misalnya, daging dan
makanan yang penuh rasa. Makanan dalam sifat kebodohan atau
kegelapan pada hakekatnya terdiri dari makanan yang tidak segar.
Dalam Bhagavad-Gita 17.10 disebutkan,
“Makanan yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan, makanan yang
hambar, basi, dan busuk, dan makanan terdiri dari sisa makanan orang lain
dan bahan-bahan haram disukai oleh orang dalam sifat kegelapan”.

Makanan apapun yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan,
(kecuali prasadam, makanan yang dipersembahkan kepada Tuhan)
adalah makanan dalam sifat kegelapan. Oleh karena makanan seperti
itu sudah membusuk, makanan itu mengeluarkan bau yang tidak
sedap, yang seringkali menarik hati orang dalam sifat kebodohan,
tetapi orang dalam sifat kebaikan menjauhi makanan seperti itu.
Dalam Bhagavad-Gita disebutkan bahwa, sisa-sisa makanan hanya
boleh dimakan kalau makanan itu adalah sebagian dari makanan
yang telah dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau
dimakan terlebih dahulu oleh orang suci, khususnya oleh guru
kerohanian. Kalau tidak, sisa-sisa makanan dianggap dalam sifat
kegelapan , dan makanan seperti itu menyebabkan infeksi atau
penyakit. Makanan seperti itu , meskipun sedap sekali bagi orang
yang berada dalam sifat kegelapan, tidak disukai ataupun disentuh
oleh orang dalam sifat kebaikan. Makanan terbaik adalah sisa
makanan yang dipersembahkan kepada Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa terlebih dahulu.
Dalam Bhagavad-Gita, Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa
beliau menerima masakan terdiri dari sayur-sayuran, tepung dan susu
bila makanan itu dipersembahkan dengan cinta bhakti. Tentu saja
pengabdian dan cinta bhakti adalah unsur-unsur utama yang diterima
oleh Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi disebut juga bahwa prasadam
harus dimasak dengan cara tertentu. Segala makanan yang disiapkan
menurut aturan Kitab Suci, dan dipersembahkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dapat diterima, meskipun sudah lama dimasak. Sebab
masakan seperti itu bersifat rohani. Karena itu agar makanan bebas
dari kuman, sedap untuk semua orang, makanan sebaiknya
dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Layak atau tidaknya
makanan bagi seseorang tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan juga tingkat spiritual seseorang. Antara satvik dan rajasik,
tamasik harus dihindari. Kalau seseorang yang sudah berstatus
suci, para yogi, sanyasi, pendeta atau usia sudah lanjut, tentu berada
dalam kawasan ma

Anda mungkin juga menyukai