Enis Makanan Dalam Bhagavad-Gita: Oleh: Novita Roshana (UKM Penalaran Dan Riset IHDN Denpasar)
Enis Makanan Dalam Bhagavad-Gita: Oleh: Novita Roshana (UKM Penalaran Dan Riset IHDN Denpasar)
Segala makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan itu bersifat
murni, lain halnya dengan makanan dari daging dan minuman keras.
Makanan berlemak, sebagaimana disebut dalam ayat ke
delapan Bhagavad-Gita yang berbunyi :
Makanan apapun yang dimasak lebih dari tiga jam sebelum dimakan,
(kecuali prasadam, makanan yang dipersembahkan kepada Tuhan)
adalah makanan dalam sifat kegelapan. Oleh karena makanan seperti
itu sudah membusuk, makanan itu mengeluarkan bau yang tidak
sedap, yang seringkali menarik hati orang dalam sifat kebodohan,
tetapi orang dalam sifat kebaikan menjauhi makanan seperti itu.
Dalam Bhagavad-Gita disebutkan bahwa, sisa-sisa makanan hanya
boleh dimakan kalau makanan itu adalah sebagian dari makanan
yang telah dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau
dimakan terlebih dahulu oleh orang suci, khususnya oleh guru
kerohanian. Kalau tidak, sisa-sisa makanan dianggap dalam sifat
kegelapan , dan makanan seperti itu menyebabkan infeksi atau
penyakit. Makanan seperti itu , meskipun sedap sekali bagi orang
yang berada dalam sifat kegelapan, tidak disukai ataupun disentuh
oleh orang dalam sifat kebaikan. Makanan terbaik adalah sisa
makanan yang dipersembahkan kepada Kepribadian Tuhan Yang
Maha Esa terlebih dahulu.
Dalam Bhagavad-Gita, Tuhan Yang Maha Esa menyatakan bahwa
beliau menerima masakan terdiri dari sayur-sayuran, tepung dan susu
bila makanan itu dipersembahkan dengan cinta bhakti. Tentu saja
pengabdian dan cinta bhakti adalah unsur-unsur utama yang diterima
oleh Tuhan Yang Maha Esa. Tetapi disebut juga bahwa prasadam
harus dimasak dengan cara tertentu. Segala makanan yang disiapkan
menurut aturan Kitab Suci, dan dipersembahkan kepada Tuhan Yang
Maha Esa dapat diterima, meskipun sudah lama dimasak. Sebab
masakan seperti itu bersifat rohani. Karena itu agar makanan bebas
dari kuman, sedap untuk semua orang, makanan sebaiknya
dipersembahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Layak atau tidaknya
makanan bagi seseorang tentu harus disesuaikan dengan kebutuhan
dan juga tingkat spiritual seseorang. Antara satvik dan rajasik,
tamasik harus dihindari. Kalau seseorang yang sudah berstatus
suci, para yogi, sanyasi, pendeta atau usia sudah lanjut, tentu berada
dalam kawasan ma