Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

HUKUM PEMBIAYAAN
ASPEK HUKUM LEASING

OLEH :

LUTFIAH ANUGRAH
4520060084
HUKUM PEMBIAYAAN (M)
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Aspek Hukum Leasing
Pembiayaan di Indonesia, untuk memenuhi tugas mata kuliah minat(M) Hukum Pembiayaan.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Hukum
Pembiayaan yang telah membimbing kami dengan penuh ketelitian, serta telah memberikan
kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu sesuai dengan yang diharapkan. Begitu juga kepada
saudara atau rekan-rekan yang telah mendukung dan membantu kami dalam pembuatan makalah
ini.

Makalah ini merupakan bentuk tugas dari Mata Kuliah Hukum Pembiayaan. Dalam
penyusunan makalah ini kami masih merasa memiliki kekurangan. Untuk itu kami sangat
mengharapkan saran-saran dan kritikan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi
pembaca sekalian.

Makassar,24 April 2023

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang

Saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di
bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain di dalam
mengembangkan usahanya. Lembaga pembiayaan tersebut merupakan lembaga keuangan
nonbank, yang membedakan lembaga pembiayaan dengan bank adalah bank mengambil dana
secara langsung dari masyarakat sedangkan lembaga pembiayaan tidak mengambil dana secara
langsung dari masyarakat.

Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha atau
bisa disebut juga dengan Leasing. Saat ini, leasing merupakan salah satu cara perusahaan
memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses yang berkepanjangan. Semuanya
telah diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan oleh berbagai perusahaan. Leasing juga
merupakan salah satu langkah penghindaran resiko tinggi yang saat ini sudah disadari oleh para
usahawan yang ada.

Kegiatan utama perusahaan sewa guna usaha adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk
keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan di sini maksudnya
jika seorang nasabah membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan kantor atau mobil
dengan cara disewa atau dibeli secara kredit dapat diperoleh di perusahaan leasing.
Pihak leasing dapat membiayai keinginan nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
kedua belah pihak.

1.2  Rumusan Masalah

      1.      Apa pengertian dari leasing ?


      2.      Apa Ciri-ciri serta jenis leasing ?
      3.      Apa elemen-elemen dari leasing ?
      4.      Landasan Hukum apakah leasing itu ?
      5.      Bagaimana tata cara dalam leasing?

1.3  Tujuan Penulisan

Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang Aspek Hukum Leasing di
Indonesia serta memperkenalkan kepada pembaca sekalian salah satu lembaga pembiayaan sewa
guna usaha / Leasing tersebut. Penjelasan mengenai pengertian leasing. Penjelasan mengenai
ciri-ciri serta jenis dari leasing, Penjelasan mengenai elemen-elemen leasing, Penjelasan
mengenai landasan hukum apa yang digunakan oleh leasing, Tata cara leasing, Pembahasan
mengenai masalah yang timbul dari leasing
BAB II
PEMBAHASAN

2.1  Pengertian Leasing

Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Karena
dasarnya artinya memang sewa-menyewa. Jadi leasing adalah derevatif dari sewa-menyewa.
Kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa yang disebut leasing itu kadang-
kadang disebut saja sebagai lease, dan telah berubah menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam
bahasa Indonesia leasing sering di istilahkan dengan “sewa guna usaha.”

Leasing (Sewa Guna Usaha/SGU) menurut KMK No. 1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak
opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan
oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.

Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan dan Menteri


Perindustrian No. Kep-1221MK/2/1974, No. 321MISKI 2/1974 dan No. 30/Kpb/l/74 tanggal 7
Pebruari 1974 tentang “Perijinan Usaha Leasing” menyatakan: “Leasing ialah setiap kegiatan
pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh
suatu perusahaan untuk suatu jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran-pembayaran secara
berkala disertai dengan hak pilih (optie) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa yang
telah disepakati bersama.”

PIHAK-PIHAK YANG TERLIBAT DALAM LEASING

LESSOR
Perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam
bentuk barang modal.
LESSEE
Perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
SUPPLIER
Perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk disewakan kepada
lessee dengan pembiayaan tunai dari lessor.
BANK
Pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam leasing, tetapi menyediakan dana bagi lessor
atau supplier Mekanisme Leasing.

PENGGOLONGAN PERUSAHAAN SEWA GUNA USAHA (LEASING)  

1.        Independent Leasing Company


Perusahaan leasing yang berdiri sendiri atau independent dari supplier/ produsen. Perusahaan
dapat memperoleh barang dari berbagai supplier/produsen. Contoh : Adira, WOM, SOF (Summit
Oto Finance), FIF (Federal International Finance – Honda)
2.        Captive lessor
Sering juga disebut two party lessor yang melibatkan dua pihak. Perusahaan leasing yang
didirikan sendiri oleh produsen untuk membiayai penjualan produk-produknya. Contoh : ACC
(Astra Credit Company, BAF (Busan Auto Finance – Yamaha) Indomobil Finance – Suzuki,
Lease Broker/ Packager, Toyota Astra.
3.        Financial Services
Perusahaan leasing yang mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan
barang dengan cara leasing. Perusahaan ini juga dapat memberikan jasa-jasa yang dibutuhkan
dalam leasing seperti pendanaan dan barang, tetap dalam fungsinya sebagai penghubung.
Contoh : Era, Mentari, Ray White, Columbia, Columbus.

2.2  Ciri-Ciri dan Jenis Leasing

Ciri-ciri adalah sebagai berikut :


a.         Biasanya ada hubungan jangka waktu lease dan masa kegunaan benda lease tersebut.
b.        Hak milik benda lease ada pada lessor.
c.         Benda yang menjadi objek leasing adalah benda-benda yang digunakan dalam suatu perusahaan.

Jenis dari leasing meliputi :


a.         Finance Leasing (sewa guna usaha pembiayaan)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha (lessor) adalah pihak yang
membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya memilih barang
modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan sewa guna usaha, sebagai pemilik barang
modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksaan dan pemeliharaan barang modal yang
menjadi objek transaksi leasing. Lessor akan mengeluarkan dananya untuk membayar barang
tersebut kepada supplier dan kemudian barang tersebut diserahkan kepada lessee. Sebagai
imbalan atau jasa penggunaan barang tersebut lesse akan membayar secara berkala kepada lessor
sejumlah uang yang berupa uang rental untuk jangka waktu tertentu yang telah disepakati
bersama. Jumlah rental ini secara keseluruhan akan meliputi harga barang yang dibayar oleh
lessor ditambah faktor bunga serta keuntungan pihak lessor. Selanjutnya capital atau finance
lease masih bisa dibedakan menjadi 2, yaitu ;
1)        Direct finance lease Transaksi ini terjadi jika lessee sebelumnya belum pernah memiliki
barang yang dijadikan objek lease. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa lessor membeli suatu
barang atas permintaan lesse dan akan dipergunakan oleh lessee.
2)        Sale and lease back Dalam transaksi ini lesse menjual barang yang telah dimilikinya kepada
lessor. Atas barang yang sama ini kemudian dilakukan suatu kontrak leasing antara lesse dengan
lessor. Dengan memperhatikan mekanisme ini, maka perjanjian ini memiliki tujuan yang berbeda
dibandingkan direct finance lease. Di sini lesse memerlukan cash yang bisa dipergunakan untuk
tambahan modal kerja atau untuk kepentingan lainnya. Bisa dikatakan bahwa dengan sistem sale
and lease back memungkinkan lessor memberikan dana untuk keperluan apa saja kepada
kliennya dan tentu saja dana yang dibutuhkana sesuai dengan nilai objek barang lease.
b.        Operating lease (sewa menyewa biasa)
Dalam sewa guna usaha ini, perusahaan sewa guna usaha membeli barang modal dan
selanjutnya disewagunakan kepada penyewa guna usaha. Berbeda dengan finance lease, jumlah
seluruh pembayaran sewa guna usaha berkala dalam operating lease tidak mencakup jumlah
biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang modal tersebut berikut dengan bunganya.
Perbedaan ini disebabkan perusahaan sewa guna usaha mengharapkan keuntungan justru dari
penjualan barang modal yang disewa guna usahakan atau melalui beberapa kontrak sewa guna
usaha lainnya. Perusahaan sewa guna usaha dalam operating lease biasanya bertanggung jawab
atas biaya – biaya pelaksanaan sewa guna usaha seperti asuransi, pajak maupun pemeliharaan
barang modal yang bersangkutan.
c.         Sales – Typed Lease (sewa guna usaha penjualan)
Suatu transaksi sewa guna usaha, dimana produsen atau pabrikan juga berperan sebagai
perusahaan sewa guna usaha sehingga jumlah traksaksi termasuk bagian laba sudah
diperhitungkan oleh produsen atau pabrikan.
d.        Leveraged Lease
Suatu transaksi sewa guna usaha, selain melibatkan lessor dan lessee juga melibatkan bank
atau kreditor jangka panjang yang membiayai bagian terbesar transaksi.
e.         Cross Border Lease
Transaksi pada jenis ini merupakan suatu transaksi leasing yang dilakukan dengan melewati
batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse yang dilakukan dengan melewati
batas suatu negara. Dengan demikian antara lessor dan lesse terletak pada dua negara berbeda.

2.3  Elemen-Elemen Leasing

Elemen-elemen dari suatu leasing adalah sebagai berikut ;


a.         Suatu pembiayaan perusahan Awal mulanya leasing memang dimaksudkan sebagai usaha
memberikan Kemudahan pembiyaan kepada perusahaan tertentu yang memerlukannya. Tetapi
dalam perkembangan kemudian bahkan leasing dapat juga diberikan kepada individu dengan
peruntukkan barang belum tentu untuk kegiatan usaha.

b.        Penyediaan barang modal Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan barang
modal, biasanya oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal tersebut akan
dipergunakan oeh lessee umumnya untuk kepentingan bisnisnya. Barang modal ini sangat
bervariasi. Dapat misalnya berupa mesin-mesin, pesawat terbang, peralatan kantor seperti
komputer, mesin fotocopy, kendaraan bermotor dan sebagainya.

c.         Keterbatasan jangka waktu Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah adanya jangka
waktu yang terbatas. Sehingga , apabila ada deal-deal yang tidak terbatas jangka waktunya, ini
belumlah di katakan leasing. Melainkan sewa menyewa biasa. Biasanya dalam kontrak leasing
ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut dilakukan. Selanjutnya setelah jangka waktu
tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula bagaimana status kepemilikan dari barang tersebut.
Misalnya pada saat itu kepada lessee diberikan “hak opsi” yakni pilihan apakah lessee akan
membeli barang tersebut pada harga yang terlebih dahulu disepakati bersama, atau lessee tetap
menyewa, ataupun mengembalikan barang kepada pihak lessor.

d.        Pembayaran kembali secara berkala Karena lessor telah membayar lunas harga barang modal
kepada pihak penjual/supplier,maka adalah kewajiban lessee kemudian untuk mengangsur
pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor. Besarnya dan lamanya angsuran sesuai
dengan angsuran pembayaran ini, maka leasing mirip dengan suatu kredit bank, dengan barang
itu sendiri sebagai agunannya.

e.         Hak opsi untuk membeli barang modal Hak opsi yang dimiliki oleh lessee untuk membeli
barang modal pada saat tertentu pada syarat tertentu pula, juga merupakan salah satu unsur dari
leasing. Artinya, di akhir masa leasing, diberikan hak (bukan kewajiban) kepada lessee untuk
apakah membeli barang modal tersebut dengan harga yang bersangkutan. Sungguhpun diakui
pula bahwa tidak semua jenis leasing memberikan hak opsi ini. Karena ada juga jenis leasing
yang sama sekali tidak memberikan hak opsi tersebut kepada lessee, melainkan harus
menyerahkan kembali barang modal tersebut kepada pihak lessornya di akhir masa leasing.
Tetapi ada juga leasing yang justru memberi hak kepemilikan kepada pihak lessee diakhir masa
leasing tanpa perlu memberikan hak opsinya.

f.         Nilai Sisa (Residu) Nilai sisa merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali
kepada lessor oleh lessee diakhir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak
opsi. Nilai sisa biasanya sudah terlebih dahulu ditentukan bersama dalam kontrak leasing.

2.4  Dasar Hukum Leasing

Seperti yang kita ketahui pengaturan leasing dalam hal ini masih sangat sederhana, dan
pelaksanaan sehari-hari didasarkan kepada kebijaksanaan yang tidak bertentangan dengan Surat
Keputusan Menteri yang ada.  Surat Keputusan Tiga Menteri Tahun 1974 mengenai leasing
Adalah peraturan pertama yang khusus dikeluarkan untuk itu. Surat Keputusan itu dan lain -lain
peraturan yang di keluarkan belakangan untuk mengatur perihal perjanjian-perjanjian dan
kegiatan  leasing  di Indonesia,   terutama bersifat administratif dan obligatory atau bersifat
memaksa. Sumber hukum yang lebih luas dan mendalam yang melandasi dan mendasari
kegiatan  leasing dewasa ini di Indonesia antara lain  :

1.        Umum (General) 
a.         Asas concordantie hukum berdasarkan pasal II aturan  peralihan Undang-Undang Dasar 
1945  pasca amandemen  atas hukum perdata yang berlaku bagi penduduk eropa.

b.         Pasal 1338 KUHPerdata mengenai asas kebebasan berkontrak serta asas-asas persetujuan
pada umumnya sebagaimana tercantum dalam bab I Buku III KUHPerdata. Pasal ini
memberikan kebebasan kepada semua pihak untuk memilih isi pokok perjanjian mereka
sepanjang hal ini tidak bertentangan dengan Undang -Undang, kepentingan atau kebijaksanaan
umum.

c.         Pasal 1548 sampai 1580 KUHPerdata (Buku III sampai dengan Buku IV), yang berisikan
ketentuan mengenai sewa-menyewa sepanjang tidak ada dilakukan penyimpangan oleh para
pihak. Pasal ini membahas hak dan kewajiban lessee.

2.    Khusus
a.         Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian  dan Menteri
Perdagangan RI No. KEP.122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/1974 dan No.30/KPB/1974
tertanggal 7 Pebruari 1974 tentang perizinan usaha  leasing.

b.         Surat Keputusan (SK) Menteri Keuangan RI No.KEP/649/MK/IV/5/1974, tertanggal 6 Mei


1974 tentang perizinan usaha leasing.
c.         Surat  Keputusan (SK) Menteri Keuangan RI No.KEP/649/MK/IV/5/1974, tertanggal 6 Mei
1974 tentang penegasan ketentuan pajak penjualan dan besarnya bea materi terhadap usaha
leasing.

d.        Surat Edaran Direktorat Jendral Moneter No. PENG-307/DJM/IIL 7/7/1974 tertanggal 8 Juli
1974, tentang :
1.    Tata cara perizinan 
2.    Pembatasan usaha
3.    Pembukaan 
4.    Tingkat suku bunga 
5.    Perpajakan
6.    Pengawasan dan Pembinaan

e.         Surat Keputusan Menteri Perdagangan No.34/KP/II/B1980 tertanggal


1 Februari 1980, mengenai lisensi/perizinan untuk kegiatan usaha sewa-beli (hire purchase), jual-
beli dengan angsuran atau cicilan dan sewa-menyewa.

f.          Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal 31 Agustus 1983
tentang ketentuan perpanjangan izin usaha perusahaan  leasing   dan perpanjangan penggunaan
tenaga warga negara asing pada perusahaan leasing.

g.         Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal 1 September 1983
tentang tata cara dan prosedur pendirian kantor cabang dan kantor perwakilan perusahaan
leasing.

h.         Surat Keputusan SK Menteri Keuangan RI No.S.742/MK.011/1984 tanggal 12 Juli 1984


mengenai PPh pasal 23 atas usaha financial leasing.

i.           Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No.SE.28/PJ.22/1984 tanggal 26 Juli 1984 mengenai
PPh pasal 23 atas usaha  financial leasing.

j.           Keputusan Menteri Keuangan RI No.1169/KMK.01/1991 tentang kegiatan sewa guna


usaha.

k.         Surat Dit.Jen.Pajak No. D. 15.4/II/8/34-3/1976 tanggal 23 desember 1976 tentang ketentuan


PPS dan PBDR.

l.           Keputusan Menteri Keuangan RI No.448/KMK.017/2000 Tentang Perusahaan Pembiayaan.

m.       Peraturan Menteri Keuangan No 84/PMK.012/2006 Tentang Perusahaan


Pembiayaan. Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2009 Tentang Lembaga Pembiayaan.

Dengan demikian maka untuk pembuatan perjanjian  leasing   yang harus mengatur hak


kewajiban dan hubungan hukum antara pihak-pihak yang bersangkutan, selain dari peraturan-
peraturan dan pedoman-pedoman tersebut diatas, kita harus berpegang pada asas-asas dan
ketentuan-ketentuan hukum yang
terdapat dalam Undang-Undang negara kita,  dalam hal ini Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata, yurisprudensi - yurisprudensi yang ada dan atau yang dituruti di
Indonesia serta praktek-praktek bisnis yang telah berkembang dan lazim menjadi
kebiasaan di negeri ini.

2.5  Tata Cara Dalam Leasing

Syarat-syarat  bagi  lessee  untuk  mendapatkan  fasilitas  sewa  guna  usaha  atau  leasing
adalah : (Budi Rachmat 2002: 52, sebagaimana yang dikutip oleh Sunaryo 2009: 58)
1.        Akta pendirian perusahaan penyewa guna usaha beserta perubahannya.
2.        Surat pengesahan pendirian perusahaan dari Departemen Kehakiman Hak Asasi Manusia dan
Berita Negara.
3.        Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
4.        Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
5.        Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
6.        Laporan Keuangan 3 Tahun terakhir.
7.        Bank statement account  untuk 3 bulan terakhir.
8.        Profesional background  dari direksi dan/atau komisaris.
9.        Struktur organisasi perusahaan penyewa guna usaha.
10.    Data lain yang diminta kemudian jika diperlukan.

Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus
dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut ;
a.         Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga
dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
b.        Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai
dokumen lengkap.
c.         Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sew lease), setelah ini
maka kontrak lease dapat ditandatangani.
d.        Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease
dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease.
Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian
peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
e.         Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan
memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.
f.         Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
g.        Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan
pemilikan kepada supplier.
h.        Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
i.          Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
ditentukan dalam kontrak lease. Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease
agrement, dimana didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah
pihak. Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain ;
1)      Nama dan alamat lease
2)      Jenis barang modal yang diinginkan
3)      Jenis atau jumlah barang yang dileasekan
4)      Syarat-syarat pembayaran
5)      Syarat kepemilikan atau syarat lainnya
6)      Biaya-biaya yang dikenakan
7)      Sangsi-sangsi apabila lesse ingkar janji

Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada pemohon (Lessee)
akan dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap lesse tidaklah sama.
Tentunya  syarat-syarat  yang  telah  ditentukan  di  atas  haruslah  dilakukan  secara  konsekwen  
sehinga
meminimalisisr  terjadinya  masalah  terkait  dengan  perjanjian  itu  kedepannya  seperti  pemba
yaran  yang  macet maupun hal lain yang tidak diinginkan.
BAB III
KESIMPULAN

Bentuk perjanjian leasing adalah tertulis dan bersifat baku atau standar artinya hanya
salah satu pihak saja yang membuat perjanjian sedangkan pihak  lain hanya  menyetujui atau
tidak menyetujui kontrak yang dibuat. Pengikatan setiap perjanjian dapat berbentuk akta
dibawahtangan, perjanjian dengan saksi notaris, maupun dibuat dengan akta notaris.

Penerapan asas keseimbangan (Proporsionalitas) dalam perjanjian leasing lebih diartikan


bahwa para pihak yang membuat perjanjian leasing yaitu lessor dan lessee harus mengetahui, dan
memahami kedudukannya serta melaksanakan hak dan kewajibannya sebagaimana yang telah
diatur dan tertulis dalam kontrak sewa guna usaha/leasing tersebut.

Penerapan Prinsip itikhad yang baik dalam perjanjian leasing dapat diartikan bahwa para
pihak yang membuat perjanjian melaksanakan dengan penuh kejujuran dan tetap berpegangteguh
serta melaksanakan setiap pasal-pasal yang terdapat di dalam kontrak terutama yang berkaitan
dengan hak dan kewajiban para pihak. Terutama di dalam perjanjian leasing pihak lessor dan
lessee harus menjalankan hak dan kewajiban yang telah diatur di dalam kontrak dengan
konsekwen dan jujur sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.

Secara umum penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh para pihak dalam perjanjian
leasing adalah secara nonlitigasi, jika kemudian tidak dapat diselesaikan dengan cara nonlitigasi,
maka para pihak akan menempuh penyelesaian sengketa secara litigasi atau melalui pengadilan
yang berwenang untuk itu.

  
DAFTAR PUSTAKA

 https://www.slideshare.net/nazwanazwa3958/makalah-leasing-43646505
 https://www.slideshare.net/eropisah/dasar-hukum-leasing-di-indonesia
 http://bagus-ahmad.blogspot.co.id/2013/12/makalah-leasing.html
 http://unmasmataram.ac.id/wp/wp-content/uploads/10.-Agung-Wisudawan.pdf
 http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34529/Chapter%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y
 Munir Fuady, 2012, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktik Cetakan ke XI, Bandung: PT
Citra Aditya, Hal. 76.

Anda mungkin juga menyukai