LUTFIAHHHH
LUTFIAHHHH
HUKUM PEMBIAYAAN
ASPEK HUKUM LEASING
OLEH :
LUTFIAH ANUGRAH
4520060084
HUKUM PEMBIAYAAN (M)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, karena rahmat dan karunia-
Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah tentang Aspek Hukum Leasing
Pembiayaan di Indonesia, untuk memenuhi tugas mata kuliah minat(M) Hukum Pembiayaan.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen Mata Kuliah Hukum
Pembiayaan yang telah membimbing kami dengan penuh ketelitian, serta telah memberikan
kepercayaan kepada kami untuk menyelesaikan tugas ini dengan baik dan lancar, sehingga
makalah ini dapat terselesaikan tepat waktu sesuai dengan yang diharapkan. Begitu juga kepada
saudara atau rekan-rekan yang telah mendukung dan membantu kami dalam pembuatan makalah
ini.
Makalah ini merupakan bentuk tugas dari Mata Kuliah Hukum Pembiayaan. Dalam
penyusunan makalah ini kami masih merasa memiliki kekurangan. Untuk itu kami sangat
mengharapkan saran-saran dan kritikan dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Kami
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan menjadi salah satu sumber pengetahuan bagi
pembaca sekalian.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Saat ini semakin banyak orang yang mendirikan suatu lembaga pembiayaan yang bergerak di
bidang penyediaan dana ataupun barang yang akan dipergunakan oleh pihak lain di dalam
mengembangkan usahanya. Lembaga pembiayaan tersebut merupakan lembaga keuangan
nonbank, yang membedakan lembaga pembiayaan dengan bank adalah bank mengambil dana
secara langsung dari masyarakat sedangkan lembaga pembiayaan tidak mengambil dana secara
langsung dari masyarakat.
Salah satu lembaga pembiayaan yang berkembang pesat saat ini adalah sewa guna usaha atau
bisa disebut juga dengan Leasing. Saat ini, leasing merupakan salah satu cara perusahaan
memperoleh asset atau kepemilikan tanpa harus melalui proses yang berkepanjangan. Semuanya
telah diatur oleh perusahaan leasing yang disediakan oleh berbagai perusahaan. Leasing juga
merupakan salah satu langkah penghindaran resiko tinggi yang saat ini sudah disadari oleh para
usahawan yang ada.
Kegiatan utama perusahaan sewa guna usaha adalah bergerak di bidang pembiayaan untuk
keperluan barang-barang modal yang diinginkan oleh nasabah. Pembiayaan di sini maksudnya
jika seorang nasabah membutuhkan barang-barang modal seperti peralatan kantor atau mobil
dengan cara disewa atau dibeli secara kredit dapat diperoleh di perusahaan leasing.
Pihak leasing dapat membiayai keinginan nasabah sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati
kedua belah pihak.
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang Aspek Hukum Leasing di
Indonesia serta memperkenalkan kepada pembaca sekalian salah satu lembaga pembiayaan sewa
guna usaha / Leasing tersebut. Penjelasan mengenai pengertian leasing. Penjelasan mengenai
ciri-ciri serta jenis dari leasing, Penjelasan mengenai elemen-elemen leasing, Penjelasan
mengenai landasan hukum apa yang digunakan oleh leasing, Tata cara leasing, Pembahasan
mengenai masalah yang timbul dari leasing
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Leasing
Istilah leasing sebenarnya berasal dari kata lease yang berarti sewa-menyewa. Karena
dasarnya artinya memang sewa-menyewa. Jadi leasing adalah derevatif dari sewa-menyewa.
Kemudian dalam dunia bisnis berkembanglah sewa-menyewa yang disebut leasing itu kadang-
kadang disebut saja sebagai lease, dan telah berubah menjadi salah satu jenis pembiayaan. Dalam
bahasa Indonesia leasing sering di istilahkan dengan “sewa guna usaha.”
Leasing (Sewa Guna Usaha/SGU) menurut KMK No. 1169/KMK.01/1991 adalah kegiatan
pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak
opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan
oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.
LESSOR
Perusahaan leasing atau pihak yang memberikan jasa pembiayaan kepada pihak lessee dalam
bentuk barang modal.
LESSEE
Perusahaan atau pihak yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk barang modal dari lessor.
SUPPLIER
Perusahaan atau pihak yang mengadakan atau menyediakan barang untuk disewakan kepada
lessee dengan pembiayaan tunai dari lessor.
BANK
Pihak yang tidak terlibat secara langsung dalam leasing, tetapi menyediakan dana bagi lessor
atau supplier Mekanisme Leasing.
2.3 Elemen-Elemen Leasing
b. Penyediaan barang modal Unsur selanjutnya dari leasing adalah adanya penyediaan barang
modal, biasanya oleh pihak supplier atas biaya dari lessor. Barang modal tersebut akan
dipergunakan oeh lessee umumnya untuk kepentingan bisnisnya. Barang modal ini sangat
bervariasi. Dapat misalnya berupa mesin-mesin, pesawat terbang, peralatan kantor seperti
komputer, mesin fotocopy, kendaraan bermotor dan sebagainya.
c. Keterbatasan jangka waktu Salah satu unsur penting dari lembaga leasing adalah adanya jangka
waktu yang terbatas. Sehingga , apabila ada deal-deal yang tidak terbatas jangka waktunya, ini
belumlah di katakan leasing. Melainkan sewa menyewa biasa. Biasanya dalam kontrak leasing
ditentukan untuk berapa tahun leasing tersebut dilakukan. Selanjutnya setelah jangka waktu
tertentu tersebut berakhir, ditentukan pula bagaimana status kepemilikan dari barang tersebut.
Misalnya pada saat itu kepada lessee diberikan “hak opsi” yakni pilihan apakah lessee akan
membeli barang tersebut pada harga yang terlebih dahulu disepakati bersama, atau lessee tetap
menyewa, ataupun mengembalikan barang kepada pihak lessor.
d. Pembayaran kembali secara berkala Karena lessor telah membayar lunas harga barang modal
kepada pihak penjual/supplier,maka adalah kewajiban lessee kemudian untuk mengangsur
pembayaran kembali harga barang modal kepada lessor. Besarnya dan lamanya angsuran sesuai
dengan angsuran pembayaran ini, maka leasing mirip dengan suatu kredit bank, dengan barang
itu sendiri sebagai agunannya.
e. Hak opsi untuk membeli barang modal Hak opsi yang dimiliki oleh lessee untuk membeli
barang modal pada saat tertentu pada syarat tertentu pula, juga merupakan salah satu unsur dari
leasing. Artinya, di akhir masa leasing, diberikan hak (bukan kewajiban) kepada lessee untuk
apakah membeli barang modal tersebut dengan harga yang bersangkutan. Sungguhpun diakui
pula bahwa tidak semua jenis leasing memberikan hak opsi ini. Karena ada juga jenis leasing
yang sama sekali tidak memberikan hak opsi tersebut kepada lessee, melainkan harus
menyerahkan kembali barang modal tersebut kepada pihak lessornya di akhir masa leasing.
Tetapi ada juga leasing yang justru memberi hak kepemilikan kepada pihak lessee diakhir masa
leasing tanpa perlu memberikan hak opsinya.
f. Nilai Sisa (Residu) Nilai sisa merupakan besarnya jumlah uang yang harus dibayar kembali
kepada lessor oleh lessee diakhir masa berlakunya leasing atau pada saat lessee mempunyai hak
opsi. Nilai sisa biasanya sudah terlebih dahulu ditentukan bersama dalam kontrak leasing.
Seperti yang kita ketahui pengaturan leasing dalam hal ini masih sangat sederhana, dan
pelaksanaan sehari-hari didasarkan kepada kebijaksanaan yang tidak bertentangan dengan Surat
Keputusan Menteri yang ada. Surat Keputusan Tiga Menteri Tahun 1974 mengenai leasing
Adalah peraturan pertama yang khusus dikeluarkan untuk itu. Surat Keputusan itu dan lain -lain
peraturan yang di keluarkan belakangan untuk mengatur perihal perjanjian-perjanjian dan
kegiatan leasing di Indonesia, terutama bersifat administratif dan obligatory atau bersifat
memaksa. Sumber hukum yang lebih luas dan mendalam yang melandasi dan mendasari
kegiatan leasing dewasa ini di Indonesia antara lain :
1. Umum (General)
a. Asas concordantie hukum berdasarkan pasal II aturan peralihan Undang-Undang Dasar
1945 pasca amandemen atas hukum perdata yang berlaku bagi penduduk eropa.
b. Pasal 1338 KUHPerdata mengenai asas kebebasan berkontrak serta asas-asas persetujuan
pada umumnya sebagaimana tercantum dalam bab I Buku III KUHPerdata. Pasal ini
memberikan kebebasan kepada semua pihak untuk memilih isi pokok perjanjian mereka
sepanjang hal ini tidak bertentangan dengan Undang -Undang, kepentingan atau kebijaksanaan
umum.
c. Pasal 1548 sampai 1580 KUHPerdata (Buku III sampai dengan Buku IV), yang berisikan
ketentuan mengenai sewa-menyewa sepanjang tidak ada dilakukan penyimpangan oleh para
pihak. Pasal ini membahas hak dan kewajiban lessee.
2. Khusus
a. Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri
Perdagangan RI No. KEP.122/MK/IV/2/1974, No.32/M/SK/1974 dan No.30/KPB/1974
tertanggal 7 Pebruari 1974 tentang perizinan usaha leasing.
d. Surat Edaran Direktorat Jendral Moneter No. PENG-307/DJM/IIL 7/7/1974 tertanggal 8 Juli
1974, tentang :
1. Tata cara perizinan
2. Pembatasan usaha
3. Pembukaan
4. Tingkat suku bunga
5. Perpajakan
6. Pengawasan dan Pembinaan
f. Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal 31 Agustus 1983
tentang ketentuan perpanjangan izin usaha perusahaan leasing dan perpanjangan penggunaan
tenaga warga negara asing pada perusahaan leasing.
g. Surat Edaran Dirjen Moneter dalam negeri No.SE.4835/1983 tanggal 1 September 1983
tentang tata cara dan prosedur pendirian kantor cabang dan kantor perwakilan perusahaan
leasing.
i. Surat Edaran Direktur Jendral Pajak No.SE.28/PJ.22/1984 tanggal 26 Juli 1984 mengenai
PPh pasal 23 atas usaha financial leasing.
Syarat-syarat bagi lessee untuk mendapatkan fasilitas sewa guna usaha atau leasing
adalah : (Budi Rachmat 2002: 52, sebagaimana yang dikutip oleh Sunaryo 2009: 58)
1. Akta pendirian perusahaan penyewa guna usaha beserta perubahannya.
2. Surat pengesahan pendirian perusahaan dari Departemen Kehakiman Hak Asasi Manusia dan
Berita Negara.
3. Surat Ijin Usaha Perusahaan (SIUP)
4. Tanda Daftar Perusahaan (TDP)
5. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
6. Laporan Keuangan 3 Tahun terakhir.
7. Bank statement account untuk 3 bulan terakhir.
8. Profesional background dari direksi dan/atau komisaris.
9. Struktur organisasi perusahaan penyewa guna usaha.
10. Data lain yang diminta kemudian jika diperlukan.
Dalam melakukan perjanjian leasing terdapat prosedur dan mekanisme yang harus
dijalankan yang secara garis besar dapat diuraikan sebaga berikut ;
a. Lesse bebas memilih dan menentukan peralatan yang dibutuhkan, mengadakan penawaran harga
dan menunjuk supplier peralatan yang dimaksudkan.
b. Setelah lesse mengisi formulir permohonan lease, maka dikirimkan kepada lessor disertai
dokumen lengkap.
c. Lessor mengevakuasi kelayakan kredit dan memutuskan untuk memberikan fasilitas lease
dengan syarat dan kondisi yang disetujui lesse (lama kontrak pembayaran sew lease), setelah ini
maka kontrak lease dapat ditandatangani.
d. Pada yang sama, lesse dapat menandatangani kontrak asuransi untuk peralatan yang dilease
dengan perusahaan asuransi yang disetujui lessor, seperti yang tercantum dalam kontrak lease.
Antara lessor dan perusahaan asuransi terjalin perjanjian kontrak utama. Kontrak pembelian
peralatan akan ditandatangani lessor dengan supplier peralatan tersebut.
e. Supplier dapat mengirimkan peralatan yang dilease ke lokasi lesse. Untuk mempertahankan dan
memelihara kondisi peralatan tersebut, supplier akan menandatangani perjanjian purna jual.
f. Lessee menandatangani tanda terima peralatan dan menyerahkan kepada supplier.
g. Supplier menyerahkan tanda terima (yang diterima dari lesse), bukti pemilikan dan pemindahan
pemilikan kepada supplier.
h. Lessor membayar harga peralatan yang dilease kepada supplier.
i. Lesse membayar sewa lease secara periodik sesuai dengan jadwal pembayaran yang telah
ditentukan dalam kontrak lease. Perjanjian yang dibuat antara lessor dengan lessee disebut lease
agrement, dimana didalam perjanjian tersebut memuat kontrak kerja bersyarat antara kedua belah
pihak. Isi kontrak yang dibuat secara umum memuat antara lain ;
1) Nama dan alamat lease
2) Jenis barang modal yang diinginkan
3) Jenis atau jumlah barang yang dileasekan
4) Syarat-syarat pembayaran
5) Syarat kepemilikan atau syarat lainnya
6) Biaya-biaya yang dikenakan
7) Sangsi-sangsi apabila lesse ingkar janji
Setiap fasilitas leasing yang diberikan oleh perusahaan leasing kepada pemohon (Lessee)
akan dikenakan berbagai macam biaya yang dibebankan terhadap lesse tidaklah sama.
Tentunya syarat-syarat yang telah ditentukan di atas haruslah dilakukan secara konsekwen
sehinga
meminimalisisr terjadinya masalah terkait dengan perjanjian itu kedepannya seperti pemba
yaran yang macet maupun hal lain yang tidak diinginkan.
BAB III
KESIMPULAN
Bentuk perjanjian leasing adalah tertulis dan bersifat baku atau standar artinya hanya
salah satu pihak saja yang membuat perjanjian sedangkan pihak lain hanya menyetujui atau
tidak menyetujui kontrak yang dibuat. Pengikatan setiap perjanjian dapat berbentuk akta
dibawahtangan, perjanjian dengan saksi notaris, maupun dibuat dengan akta notaris.
Penerapan Prinsip itikhad yang baik dalam perjanjian leasing dapat diartikan bahwa para
pihak yang membuat perjanjian melaksanakan dengan penuh kejujuran dan tetap berpegangteguh
serta melaksanakan setiap pasal-pasal yang terdapat di dalam kontrak terutama yang berkaitan
dengan hak dan kewajiban para pihak. Terutama di dalam perjanjian leasing pihak lessor dan
lessee harus menjalankan hak dan kewajiban yang telah diatur di dalam kontrak dengan
konsekwen dan jujur sehingga tidak ada yang merasa dirugikan.
Secara umum penyelesaian sengketa yang ditempuh oleh para pihak dalam perjanjian
leasing adalah secara nonlitigasi, jika kemudian tidak dapat diselesaikan dengan cara nonlitigasi,
maka para pihak akan menempuh penyelesaian sengketa secara litigasi atau melalui pengadilan
yang berwenang untuk itu.
DAFTAR PUSTAKA
https://www.slideshare.net/nazwanazwa3958/makalah-leasing-43646505
https://www.slideshare.net/eropisah/dasar-hukum-leasing-di-indonesia
http://bagus-ahmad.blogspot.co.id/2013/12/makalah-leasing.html
http://unmasmataram.ac.id/wp/wp-content/uploads/10.-Agung-Wisudawan.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/34529/Chapter%20II.pdf?
sequence=3&isAllowed=y
Munir Fuady, 2012, Hukum Tentang Pembiayaan Dalam Teori dan Praktik Cetakan ke XI, Bandung: PT
Citra Aditya, Hal. 76.