Anda di halaman 1dari 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Menurut Depnaker RI (2005), Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


adalah: “Segala daya upaya dan pemikiran yang dilakukan dalam rangka
mencegah, mengurangi, dan menanggulangi terjadinya kecelakaan dan
dampaknya melalui langkah-langkah identifikasi, analisa, dan pengendalian
bahaya dengan menerapkan sistem pengendalian bahaya secara tepat dan
melaksanakan perundang-undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja”.
Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan kondisi fisiologis-fisik dan
psikologis pekerja yang diakibatkan oleh lingkungan kerja perusahaan.
Apabila perusahaan melakukan tindakan keselamatan dan kesehatan yang
efektif, maka penderita cedera dan penyakit jangka pendek maupun jangka
panjang akan berkurang (Al Fajar dan Heru, 2015)
Menurut Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.
50 Tahun 2012, K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja. Menurut Kawatu (2012) dalam Wuon (2013)
manfaat penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja,
diantaranya adalah :
a. Memberikan kepuasan dan meningkatkan loyalitas pekerja terhadap
perusahaan, karena adanya jaminan keselamatan dan kesehatan kerja.
b. Menunjukkan bahwa sebuah perusahaan selalu beritikad baik dalam
mematuhi peraturan perundangan, sehingga dapat beroperasi secara
normal tanpa menghadapi kendala dari segi ketenagakerjaan.
c. Mencegah terjadinya kecelakaan kerja, kerusakan, atau sakit akibat
kerja, sehingga perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya yang
ditimbulkan oleh kejadian tersebut.
d. Menciptakan adanya aktivitas dan kegiatan yang terorganisisr, terarah,
dan berada dalam koridor yang teratur, sehingga organisasi dapat
berkonsentrasi melakukan peningkatan system manajemen
dibandingkan melakukan perbaikan terhadap permasalahan-
permasalahan yang terjadi.
e. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan, karena tenaga
kerja dapat bekerja optimal, kemudian meningkatkan kualitas produk
dan jasa yang dihasilkan.
f. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang
K3

2.2 Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak
diinginkan yang akan menimbulkan kerugian yang besar terhadap manusia
baik kerugian ekonomi dan kerugian non-ekonomi. Kecelakaan kerja juga
didefinisikan sebagai kejadian yang tidak pernah diinginkan dan tidak bisa
diduga yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda
(Suma’mur, 2009).
Menurut (Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor:
03/Men/1998), kecelakaan kerja mengacu pada kejadian yang tidak kehendak,
tidak diharapkan dan tidak bisa diduga yang dapat menimbulkan korban jiwa
dan kerusakan harta benda. Sedangkan menurut OHSAS 18001:2007,
kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi secara tiba-tiba, yang dapat
menyebabkan kematian, cedera, kerusakan atau kerugian harta benda dalam
jangka waktu tertentu.
Menurut Anizar (2009) terdapat dua faktor penyebab kecelakaan yaitu
unsafe action (faktor manusia) dan unsafe condition (faktor lingkungan).
Unsafe Action dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan fisik tenaga kerja,
kurangnya pendidikan seperti kurangnya pengalaman, menjalankan pekerjaan
tanpa mempunyai kewenangan, menjalankan pekerjaan yang tidak sesuai
dengan keahliannya, pemakaian alat pelindung diri (APD) hanya berpurapura,
dsb. Sedangkan, unsafe condition dapat disebabkan oleh peralatan yang sudah
tidak layak pakai, pengamanan gedung yang kurang standar, kondisi suhu
yang membahayakan. Berdasarkan tingkatan akibat yang ditimbulkan,
kecelakaan kerja dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Suma’mur, 2009) :

1) Kecelakaan kerja ringan, yaitu kecelakaan kerja yang perlu ditangani


pada hari itu, dapat dilanjutkan atau diistirahatkan kurang dari 2 hari.
Misalnya: terpeleset, tergores, terkena pecahan kaca, jatuh dan terkilir.
2) Kecelakaan kerja sedang adalah kecelakaan kerja yang memerlukan
pengobatan dan memerlukan istirahat > 2 hari. Contoh: Terjepit, luka
sobek, terbakar.
3) Kecelakaan industri yang parah, yaitu kecelakaan yang melibatkan
amputasi dan kegagalan fisik. Contoh: Patah tulang

Dampak kecelakaan industri dibagi menjadi dampak langsung dan


dampak tidak langsung. Dampak langsung yang dirasakan pekerja akibat
kecelakaan kerja adalah kematian, cacat tetap total, yaitu kecacatan dimana
pasien tidak dapat melakukan pekerjaan produktif secara permanen karena
kehilangan sebagian tubuh, dan sebagian permanen. kecacatan, yaitu
kecacatan yang menyebabkan sebagian tubuh hilang atau menjadi terputus,
atau tidak dapat berfungsi sama sekali, dan untuk sementara tidak dapat
bekerja selama pengobatan, karena harus istirahat dan menunggu pemulihan.
Dampak tidak langsung dari kecelakaan industri adalah dampak psikologis dan
sosial psikologis yang dialami oleh pekerja, seperti rasa takut dan cemas
(Bunarto, 2015).

2.3 Bahaya

Bahaya adalah suatu keadaan atau kondisi dalam suatu proses, peralatan
mesin, material, atau metode kerja, yang secara inheren atau alami
menyebabkan cedera diri, cedera atau bahkan kematian, dan kerusakan alat
dan lingkungan. Bahaya adalah keadaan berbahaya yang terpapar dengan
lingkungan sekitar, dan kemungkinan besar akan terjadi kecelakaan atau
insiden (Susihono dan Rini, 2013).

Potensi bahaya menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia


Nomor 50 tahun 2012 tentang SMK3 yang dimaksud dengan “potensi bahaya”
adalah kondisi atau keadaan baik pada orang, peralatan, mesin, pesawat,
instalasi, bahan, cara kerja, sifat kerja, proses produksi dan lingkungan yang
berpotensi menimbulkan gangguan, kerusakan, kerugian, kecelakaan,
kebakaran, peledakan, pencemaran, dan penyakit akibat kerja
Standar Internasional OHS 18001:2007 menyatakan bahwa “Bahaya
adalah sumber, situasi atau tindakan yang berpotensi menciderai manusia atau
sakit penyakit atau kombinasi dari semuanya”. Sedangkan “Sakit penyakit
sendiri adalah kondisi kelainan fisik atau mental yang teridentifikasi berasal
dari dan atau bertambah buruk karena kegiatan kerja” (Darmiatun dan Tasrial,
2015).
Bahaya keselamatan kerja adalah bahaya yang mempengaruhi terjadinya
kecelakaan kerja, menimbulkan korban jiwa, cacat dan kematian, serta
kerugian harta benda. Konsekuensi yang diterima sangat serius. Jenis-jenis
bahaya keselamatan kerja dapat dibagi menjadi (Dharma, 2017):
a. Bahaya mekanis, berasal dari peralatan mekanis atau benda yang
digerakkan secara manual atau menggunakan penggerak. Gerakan
mekanis ini dapat menyebabkan cedera atau kerusakan pribadi, seperti
terpotong, jatuh, terjepit, dan terpeleset
b. Bahaya listrik, yaitu bahaya yang ditimbulkan oleh energi listrik yang
dapat menimbulkan berbagai kebakaran, sengatan listrik dan korsleting
c. Bahaya kebakaran dan ledakan adalah bahaya dari bahan kimia yang
mudah terbakar dan meledak.

Sedangkan menurut Harrianto (2015), bahaya kerja adalah segala


kondisi di lingkungan kerja yang dapat menimbulkan penyakit atau
gangguan kesehatan akibat kerja. Bahaya kerja terbagi menjadi 5 jenis
bahaya yaitu terdiri dari :

a. Bahaya kimia
Bahaya kimia termasuk aerosol dalam bentuk konsentrasi uap, gas,
debu, atau asap yang terlalu tinggi di lingkungan kerja.
b. Bahaya fisik
Bahaya fisik meliputi kebisingan, getaran, suhu lingkungan kerja
yang terlalu ekstrim (terlalu panas/terlalu dingin), radiasi dan tekanan
udara.
c. Bahaya Biologi

Bahaya biologis berupa serangga, jamur, bakteri, virus, dan lain-lain


adalah yang terdapat di lingkungan kerja. Pekerja yang menangani atau
mengolah sediaan biologis tumbuhan atau hewan, pengolahan makanan,
higiene perorangan/lingkung
an yang buruk, dan pengangkut limbah dengan higiene lingkungan kerja
yang buruk.
d. Bahaya ergonomi
Bahaya ergonomi, seperti desain peralatan kerja, mesin dan tempat
kerja yang tidak tepat, aktivitas pengangkatan, jangkauan yang
berlebihan, pencahayaan yang tidak memadai, getaran, gerakan
berulang yang berlebihan dengan/tanpa posisi kerja yang canggung
dapat mengakibatkan timbulnya gangguan muskuloskeletal pada
pekerja.
e. Bahaya Psikologis
Komunikasi yang tidak falid, konflik antar-personal, konflik dengan
tujuan akhir perusahaan, terhambatnya pengembangan pribadi,
kurangnya kekuasaan dan sumber daya untuk penyelesaian masalah
pekerjaan, beban tugas yang terlalu pada atau sangat kurang, kerja
lembur atau shift malam, lingkungan tempat kerja yang kurang
memadai dapat menjadi bahaya psikologis di tempat kerja.
Secara efektif menghilangkan bahaya dalam suatu sistem dapat membantu
mencegah terjadinya kecelakaan. Diperlukan analisa komponen dasar bahaya dan
mencari mekanisme bahaya yang berubah menjadi sebuah kecelakaan. Bahaya
memiliki tiga komponen dasar yaitu, unsur bahaya (Hazard Element), mekanisme
inisiasi (Initiating Mechanism), target dan ancaman (Target and Threat). Semua
komponen yang tersebut dapat membantu untuk membangunkan bahaya dari
keadaan tidak aktif menjadi keadaan aktif, hingga akhirnya menimbulkan
kecelakaan. Jadi, dengan menghilangkan salah satu komponen, bahaya dapat
dieliminasi serta kebalikannya (Yunxiao & Ming, 2012).

2.4 Identifikasi Potensi Bahaya

Identifikasi bahaya adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk


mendeteksi adanya ancaman bahaya di tempat kerja. Identifikasi bahaya
merupakan langkah dasar dalam pencegahan kecelakaan atau pengendalian risiko.
Tanpa mengenal bahaya, maka risiko tidak dapat ditentukan sehingga upaya
pencegahan dan pengendalian risiko tidak dapat dijalankan (Ramli, 2010).
Identifikasi bahaya memberikan banyak manfaat, termasuk:
a. Mengurangi kejadian kecelakaan Identifikasi bahaya berkaitan dengan
faktor-faktor penyebab kecelakaan, dan terjadinya kecelakaan dapat
ditekan dengan mengidentifikasi dan menghilangkan berbagai bahaya
yang menyebabkan kecelakaan.
b. Agar semua pihak (karyawan, manajemen dan pihak terkait lainnya)
memahami potensi bahaya dari kegiatan perusahaan, dan meningkatkan
kewaspadaan terhadap kegiatan usaha perusahaan.
c. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak (karyawan,
manajemen dan pihak terkait lainnya) memahami potensi bahaya dari
kegiatan perusahaan, dan meningkatkan kewaspadaan terhadap kegiatan
usaha perusahaan.
d. Sebagai dasar dan masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan
keselamatan yang tepat dan efektif. Dengan mengutamakan pengobatan
sesuai dengan tingkat risikonya, diharapkan hasilnya akan lebih efektif.
Mengurangi peluang kecelakaan Identifikasi bahaya berkaitan dengan
faktor penyebab kecelakaan, dengan melakukannya maka berbagai
sumber bahaya yang merupakan pemicu kecelakaan dapat diketahui dan
dihilangkan sehingga kecelakaan dapat ditekan.
e. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya
dalam perusahaan kepada semua pihak khususnya pemangku
kepentingan.

2.1 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Menurut PP No. 50 Tahun 2012, Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (SMK3) adalah bagian dari sistem manajemen perusahaan
secara keseluruhan untuk mengendalikan risiko terkait dengan aktivitas kerja
untuk menciptakan tempat kerja yang aman, efisien dan produktif. Hal
tersebut termasuk
struktur organisasi, rencana kegiatan, tanggung jawab, praktik,
prosedur, proses, dan sumber daya yang digunakan untuk merumuskan,
menerapkan, meninjau, dan memelihara kebijakan keselamatan dan
kesehatan kerja perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai