Makalah Mudharabah
Makalah Mudharabah
DAN APLIKASINYA
MAKALAH
Diajukan untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Fiqih II
Dosen Pengampu :
Drs. H. Abdul Halim Musthofa, M.H.I, MH
Oleh :
Iin Nur Hidayah NPM. 212601979
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ............................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 3
A. Pengertian Mudharabah .................................................................. 4
B. Jenis Akad Mudharabah................................................................... 4
C. Dasar Hukum Mudharabah.............................................................. 4
D. Syarat-Syarat Mudharabah .............................................................. 7
E. Rukun Mudharabah ......................................................................... 9
F. Hukum Mudharabah ....................................................................... 10
G. Mudharabah dan Aplikasinya ......................................................... 11
BAB III PENUTUP 1
4
A. Kesimpulan ..................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 16
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
konvensional pada umumya menawarkan pembiayaan dengan menentukan suku
bunga tertentu dan pengembalian modal yang telahdigunakan mudharib dalam
jangka waktu tertentu. Namun akad mudharabah tidak menentukan suku bunga
tertentu pada mudharib.1
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari mudharabah?
2. Apa saja jenis akad mudharabah?
3. Apakah dasar hukum pelaksanaan akad mudharabah?
4. Apa saja syaratnya akad mudharabah?
5. Apa saja rukunnya mudharabah?
6. Apakah hukumnya akad mudharabah?
7. Bagaimana aplikasi dari akad mudharabah?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari mudharabah.
2. Untuk mengetahui jenis akad mudharabah.
3. Untuk mengetahui dasar hukum pelaksanaan akad mudharabah.
4. Untuk mengetahui syaratnya akad mudharabah.
5. Untuk mengetahui rukunnya mudharabah.
6. Untuk mengetahui hukumnya akad mudharabah.
7. Untuk mengetahui aplikasi dari akad mudharabah.
1
“Makalah Mudharabah | PDF,” Scribd, diakses 2 Desember 2022,
https://id.scribd.com/doc/307642552/Makalah-Mudharabah.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN MUDHARABAH
Istilah mudharabah dipakai oleh orang Irak, sementara orang Hijaz
menyebutnya dengan istilah qiradh. Dengan demikian istilah mudharabah dan
qiradh ialah dua istilah untuk maksud yang sama. Berdasarkan pendapat bahasa
mudharabah atau qiradh diambil dari kata ( ) القراضyang berarti )القطعpotongan),
sebab yang mempunyai memberikan potongan dari hartanya untuk diberikan
kepada penguasa agar mengelola harta tersebut, dan pengusaha bakal
memberikan potongan dari laba yang diperoleh.
Mengenai definisi mudharabah berdasarkan pendapat istilah, Konsensus
ulama fiqih terjadi perbedaan pendapat, salah satunya ialah:
ات يدفع اماللك اىل العامل ما اال ليتجر فيه ويكون الربح مشرتكا بينهما حبسب ما شرطا
Artinya: “Yang mempunyai harta (modal) menyerahkan modal kepada
pengusaha untuk berdagang dengan modal tersebut, dengan laba dibagi diantara
keduanya berdasarkan persyaratan yang disepakati.” Bilamana rugi, urusan itu
ditanggung oleh yang mempunyai modal. Dengan kata lain, pekerja tidak
bertanggung jawab atas kerugiannya. Kerugian pengusaha hanyalah dari sisi
kesungguhan dan pekerjaannya yang tidak bakal mendapat imbalan jika rugi”.2
Berdasarkan pendapat Sayid Sabiq mudharabah ialah:
عقد بني طرف[ني على ان ي[دفع اح[دمها نق[د اى[ل االخ[ر ليتج[ر فيه[و على ان يك[ون: واملقصود هبا هنا
الربح بينهما حسب ما يتفقان
عليه
Artinya: “Yang dimaksud dengan mudharabah di sini ialah suatu akad diantara
kedua belah pihak di mana salah satu pihak memberikan uang (modal) kepada
2
Rachmat Syafi’i, Fiqih Muamalah (Bandung: CV Pustaka Setia, 2001), h. 224.
3
pihak lain untuk diperdagangkan dengan ketentuan bahwa keuntungan diabgi di
antara mereka berdua sesuai dengan kesepakatan mereka.”
Dari definisi tersebut dapat dipahami bahwa mudharabah ialah suatu akad
atau perjanjian antara dua orang atau lebih, di mana pihak pertama memberikan
modal usaha, sementara pihak kedua menyediakan tenaga dan keahlian, dengan
ketentuan (keuntungan) dibagi diantara mereka sesuai dengan kesepakatan yang
mereka tetapkan bersama.3
3
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muamalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktik), 1 ed.
(Malang: UIN Maliki Press, 2018), h. 105.
4
Farroh Hasan, h. 106.
4
a. Al-Qur’an
Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 198:
ۖ َر ِامO َع ِر ْال َحO َد ْال َم ْشOاذ ُكرُوا هّٰللا َ ِع ْنO ٍ َر ٰفOتُ ْم ِّم ْن َعO ض
ْ Oَت ف ْ َا ِ َذٓا اَفO َاًل ِّم ْن َّربِّ ُك ْم ۗ فO ض
ْ َوْ ا فOOا ٌح اَ ْن تَ ْبتَ ُغOOَْس َعلَ ْي ُك ْم جُ ن
َ لَي
ََو ْاذ ُكرُوْ هُ َك َما ه َٰدى ُك ْم ۚ َواِ ْن ُك ْنتُ ْم ِّم ْن قَ ْبلِ ٖه لَ ِمنَ الض َّۤالِّ ْين
Artinya: “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil
perniagaan) dari Tuhanmu. Maka bilamana kamu sudah bertolak dari ‘Arafat,
berdzikirlah kepada Allah di Masy’arilharam. dan berdzikirlah (dengan
menyebut) Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan
Sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat”.
(QS. Al-Baqarah: 198)
Firman Allah SWT dalam surat Al-Muzammil ayat 20:
ا ۗ َرOOَ َل َوالنَّهO ِّد ُر الَّ ْيO َك َوهّٰللا ُ يُق
َ ۗ ك تَقُوْ ُم اَ ْد ٰنى ِم ْن ثُلُثَ ِي الَّ ْي ِل َونِصْ فَهٗ َوثُلُثَهٗ َوطَ ۤا ِٕىفَةٌ ِّمنَ الَّ ِذ ْينَ َم َع َ َّك يَ ْعلَ ُم اَن
َ َّ۞ اِ َّن َرب
َ رُوْ نOOَىۙ َو ٰاخOOض ٰ ْيَ ُكوْ نُ ِم ْن ُك ْم َّمرOOرْ ٰا ۗ ِن َعلِ َم اَ ْن َسOOُ َر ِمنَ ْالقOOا تَيَ َّسOOا ْق َرءُوْ ا َمOOَاب َعلَ ْي ُك ْم فOOَ َ وْ هُ فَتOOص ُ َْعلِ َم اَ ْن لَّ ْن تُح
واOO ۙهُ َواَقِ ْي ُمO َر ِم ْنOا تَيَ َّسOOا ْق َرءُوْ ا َمOOَبِ ْي ِل هّٰللا ِ ۖفOاتِلُوْ نَ فِ ْي َسOOَض يَ ْبتَ ُغوْ نَ ِم ْن فَضْ ِل هّٰللا ِ ۙ َو ٰاخَ رُوْ نَ يُق ِ ْيَضْ ِربُوْ نَ فِى ااْل َر
هّٰللا ً ْوا هّٰللا َ قَرOض
رًاOْو خَ يOُ َ َد ِ ۙهO ُدوْ هُ ِع ْنOر تَ ِجOْ ٍ ُك ْم ِّم ْن َخيO ِّد ُموْ ا اِل َ ْنفُ ِسOَا تُقOنً ۗا َو َمOا َح َسOض ُ الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َواَ ْق ِر
ࣖ َّواَ ْعظَ َم اَجْ ر ًۗا َوا ْستَ ْغفِرُوا هّٰللا َ ۗاِ َّن هّٰللا َ َغفُوْ ٌر َّر ِح ْي ٌم
Artinya: “Sesungguhnya Tuhanmu mengetahui bahwasanya kamu berdiri
(sembahyang) kurang dari dua pertiga malam, atau seperdua malam atau
sepertiganya dan (demikian pula) segolongan dari orang-orang yang bersama
kamu. dan Allah menetapkan ukuran malam dan siang. Allah mengetahui bahwa
kamu sekali-kali tidak dapat menentukan batas-batas waktu-waktu itu. Maka Dia
memberi keringanan kepadamu, karena itu bacalah apa yang mudah (bagimu)
dari Al Qur’an. Dia mengetahui bahwa bakal ada di antara kamu orang-orang
yang sakit dan orang-orang yang berjalan di muka bumi mencari sebagian
karunia Allah; dan orang-orang yang lain lagi berperang di jalan Allah, Maka
bacalah apa yang mudah (bagimu) dari Al Quran dan dirikanlah sembahyang,
tunaikanlah zakat dan berikanlah pinjaman kepada Allah pinjaman yang baik.
dan kebaikan apa saja yang kamu perbuat untuk dirimu niscaya kamu
5
memperoleh (balasan) nya di sisi Allah sebagai Balasan yang paling baik dan
yang paling besar paurusananya. dan mohonlah ampunan kepada Allah;
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (QS. Al-
Muzammil: 20).
Firman Allah SWT dalam surat Al-Jumu’ah ayat 10:
َض َوا ْبتَ ُغوْ ا ِم ْن فَضْ ِل هّٰللا ِ َو ْاذ ُكرُوا هّٰللا َ َكثِ ْيرًا لَّ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن ٰ
ِ ْت الصَّلوةُ فَا ْنت َِشرُوْ ا فِى ااْل َر ِ ُفَا ِ َذا ق
ِ َضي
Artinya: “Apabila sudah ditunaikan surusanat, Maka bertebaranlah kamu di
muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya
kamu beruntung”. (QS. Al-Jumu’ah: 10)
b. Al-Hadist
Diantara hadits yang berhubungan dengan mudharabah ialah hadits yang
diriwayatkan oleh Ibn Majjah dari Shuhaib bahwa Nabi Muhammad SAW
bersabda:
بيتOOعري للOOرب بالشOOط الOOة وخلOOل واملقارضOOل اجOO البيع اى:ثالث فيهن الربكة
الللبيع
Artinya “Tiga perkara yang mengandung berkah ialah jual beli yang
ditangguhkan, mengerjakan qiradh (memberi modal kepada orang lain), dan yang
mencampurkan gandum dengan jelas untuk keluarga, bukan untuk
diperjualbelikan.” (HR. Ibn Majjah dari Shuhaib).5
c. Al-Ijma’
Imam Zailai telah menyatakan bahwa para sahabat telah berkonsensus
terhadap legitimasi pengolahan harta yatim secara mudharabah.
d. Al-Qiyas
Qiyas merupakan dalil lain yang membolehkan mudharabah dengan
mengqiyaskannya (analogi) kepada transaksi musaqat, yaitu bagi hasil yang
umum dilakukan dalam bidang perkebunan. Dalam hal ini, pemilik kebun
bekerja sama dengan orang lain dengan pekerjaan menyiram, memelihara dan
merawat isi perkebunan. Dalam perjanjian ini, sang perawat (penyiram)
5
Farroh Hasan, h. 107.
6
mendapatkan bagi hasil tertentu sesuai dengan kesepakatan di depan dari out put
perkebunan (pertanian). Dalam mudharabah, pemilik dana (shahibul maal)
dianalogikan dengan pemilik kebun, sedangkan pemeliharaan kebun
dianalogikan dengan pengusaha (entrepreneur).6
D. SYARAT-SYARAT MUDHARABAH
Syarat-syarat mudharabah diantaranya ialah:
a. Syarat yang berhubungan dengan ‘aqid
1) Bahwa ‘aqid baik yang mempunyai modal maupun pengelola
(mudharib) mestinya orang yang mempunyai kemampuan untuk
menyerahkan kuasa dan melaksankan wakalah. Urusan ini diakibatkan
mudharib mengerjakan tasarruf atas perintah yang mempunyai modal,
dan ini mengandung makna pemberian kuasa.
2) ‘Aqidain tidak disyaratkan mestinya muslim. Dengan itu, mudharabah
bisa dilaksanakan antara muslim dengan dzimmi atau musta’man yang
terdapat di negeri islam.
3) ‘Aqidain disyaratkan mestinya cakap mengerjakan tasurruf. Oleh sebab
itu, mudharabah tidak sah dilaksanakan oleh anak yang masih dibawah
umur, orang gila atau orang yang dipaksa.
b. Syarat yang berhubungan dengan modal
1) Modal mestinya berupa uang tunai. Bilamana modal berbentuk barang,
baik yang mobilitas maupun tidak, berdasarkan pendapat jumhur ulama
mudharabah tidak sah. Alasan jumhur ulama ialah bilamana modal
mudharabah berupa barang maka bakal ada unsur penipuan, karena
dengan demikian keuntungan menjadi tidak jelas ketika bakal dibagi,
dan ini bakal menjadi perdebatan diantara kedua belah pihak. tetapi,
bilamana barang tersebut dijual dan uang hasil penjualannya digunakan
6
“Mudharabah (Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis dan Ketentuan Pembiayaan),” diakses 3
Desember 2022, https://www.kajianpustaka.com/2020/10/mudharabah.html.
7
untuk modal mudharabah, berdasarkan pendapat Imam Abu Hanifah,
Malik, dan Ahmad hukumnya dibolehkan. Sementara berdasarkan
pendapat madzahab Syafi’i urusan tersebut tetap dibolehkan.
2) Modal mestinya jelas dan diketahui ukurannya. Bilamana modal tidak
jelas maka mudharabah tidak sah.
3) Modal mestinya ada dan tidak boleh berupa utang, tetapi tidak berarti
mestinya ada di majelis akad.
4) Modal mestinya diserahkan kepada pengelola, agar dapat dipakai untuk
kegiatan usaha. Urusan ini dikarenakan modal tersebut ialah amanah
yang berada ditangan pengelola.
c. Syarat yang berhubungan dengan keuntungan
1) Keuntungan mestinya diketahui kadarnya: Destinasi diadakannya akad
mudharabah ialah untuk memperoleh keuntungan. Bilamana
keuntungannya tidak jelas bakal akibatnya akad mudharabah menjadi
fasid. Bilamana seseorang menyerahkan modal kepada pengelola
sebesar 50.000.000 dengan ketentuan mereka bersekutu dalam
keuntungan, maka akad semacam ini hukumnya sah, dan keuntungan
dibagi rata sesuai dengan kesepakatan.
2) Keuntungan mestinya dimiliki bersama dengan pembagian secara
persentase seperti: 30% : 70%, 50% : 60% dan sebagainya. Bilamana
keuntungan dibagi dengan ketentuan yang pasti, seperti yang
mempunyai mendapat Rp.50.000.000 dan sisanya untuk pengelola,
maka syarat tersebut tidak sah dalam mudharabah.7
E. RUKUN MUDHARABAH
Para ulama bertolak belakang mengenai rukun-rukun mudharabah,
diantaranya:
7
Ahmad Wardhi Muslih, Fiqih Muamalah (Jakarta: Amzah, 2010), h. 373.
8
a. Sebagian besar Ulama berasumsi bahwa rukun mudharabah terdapat tiga
yakni:
1) ‘Aqidani, yakni yang mempunyai modal dan pengelola (mudharib)
2) Ma’qud ‘alaih, yakni modal, tenaga (pekerjaan) dan keuntungan
3) Shighat, yakni ijab dan qabul.
b. Berdasarkan pendapat Ulama Hanafiyah bahwa rukun mudharabah ialah
ijab, qabul, yakni lafadz yang menunjukan ijab dan qabul dengan
menggunakan lafadz mudharabah, muqaradhah, muamalah serta lafadz-
lafadz lain yang artinya sama dengan lafadz- lafadz tersebut. Misalnya: yang
mempunyai modal berkata “saya investasi ke padamu dengan mudharabah,
dengan peraturan keuntungan yang diperoleh dibagi berdua dengan nisbah
setengah, seperempat atau sepertiga.”
Adapun lafadz qabul yang digunakan oleh mudharib atau pengelola ialah
lafadz: saya ambil () اخذتatau saya setuju () رضيتatau saya terima ((قبلتdan
semacamnya. Bilamana ijab dan qabul sudah tepenuhi maka akad
mudharabah sudah sah.
c. Berdasarkan pendapat Ulama Syafi’iyah bahwa rukun mudharabah ada lima,
yakni:
1) Modal
2) Shighat
3) Aqidain (kedua orang yang akad)
4) Tenaga (pekerjaan)
5) Keuntungan8
F. HUKUM MUDHARABAH
Hukum mudharabah terbagi menjadi dua yakni:
a. Hukum Mudharabah Fasid
8
Abdul Aziz Muhammad Amzah, Fiqh Muamalah (Jakarta: Amzah, 2014), h. 370.
9
Beberapa urusan dalam mudharabah fasid yang yang mempunyai modal
memberikan upah kepada pengusaha antara lain:
1) Yang mempunyai modal menyerahkan syarat kepada pengusaha dalam
membeli, memasarkan atau mengambil barang.
2) Yang mempunyai modal mengharuskan pengusaha untuk bermusyawarah
sampai-sampai pengusaha tidak bekerja kecuali atas izin darinya.
3) Yang mempunyai modal memberikan isyarat kepada pengusaha agar
mencampurkan harta modal tersebut dengan harta orang lain atau barang
lain miliknya.
b. Hukum Mudharabah Shahih
Hukum mudharabah yang tergolong sahih tanggung jawab pengusaha:
Bilamana pengusaha berhutang ia mempunyai hak atas laba secara bersama-
sama dengan yang mempunyai modal. Jika mudharabah rusak karena
beberapa sebab yang menjadikannya rusak, pengusaha menjadi pedagang
sehingga ia pun mempunyai hak untuk mendapat ongkos, jika harta rusak
tanpa disengaja ia tidak bertanggung jawab atas rusaknya modal tersebut, dan
andai mengalami kerugian hanya ditanggung oleh pengusaha.9
10
1) Nasabah (mundharib) mengajukan pembiayaan kepada bank (shahibul maal)
atas suatu rencana proyek usaha. Kemudian diadakan negosiasi sampai bank
menyetujui proyeksi yang diajukan oleh nasabah dengan syarat dan analisis
yang ditetapkan oleh pihak bank. Pada tahap negosiasi tercapai kesepakatan
berarti sudah terjadi asas konsensualisme.
2) Perjanjian dibuat dengan perlengkapan seluruh dokumen yang dibutuhkan.
Pada tahap ini data diartikan sebagai asas formalisme. Di mana akad terjadi
jika sudah terjadi formalitas suatu perjanjian sesuai dengan peraturan yang
berlaku, bank sebagai shahibul maal (pihak pertama), dan nasabah sebagai
mundharib (pihak kedua).
3) Nasabah menyalurkan dana pembiayaan untuk proyek yang telah disepakati.
4) Nasabah memberikan nisbah bagi hasil atau nilai keuntungan sesuai dengan
nilai kontrak. lazimnya dibayarkan secara regular dalam interval per-bulan.
5) Perjanjian pembiayaan akad mundharabah selesai sesuai dengan nota
perjanjian atau sebagian pihak mengakhiri dengan beberapa alasan peraturan
atau perundang-undangan yang berlaku.
Menurut fatwa DSN-MUI No.07/DSN/IV/2000, ketentuan umum
pembiayaan mundharabah adalah sebagai berikut:
1) Pembiayaan mudharabah adalah pembiayaan yang disalurkan oleh LKS
(Lembaga Keuangan Syari’ah) kepada pihak lain untuk suatu usaha yang
produktif.
2) Dalam pembiayaan ini LKS sebagai shahibul maal (pemilik dana) membiayai
100% kebutuhan suatu proyek (usaha), sedangkan pengusaha (nasabah)
bertindak sebagai mundharib atau pengelola usaha.
3) Jangka waktu usaha, tata cara pengembalian dana, dan pembagian keuntungan
ditentukan berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak (LKS dengan
pengusaha).
4) Mundharib boleh melakukan berbagai macam usaha yang telah disepakati
bersama dan sesuai dengan syariah, dan LKS tidak ikut serta dalam
11
manajemen perusahaan atau proyek, tetapi mempunyai hak melakukan
pembinaan dan pengawasan.
5) Jumlah dana pembiayaan harus dinyatakan dengan jelas dalam bentuk tunai
dan bukan piutang.
6) LKS sebagai penyedia dana menanggung semua kerugian akibat dari
mundharabah. Kecuali dari mundharib (nasabah) melakukan kesalahan yang
disengaja, lalai, menyalahi perjanjian.
7) Pada prinsipnya, dalam pembiayaan mundharabah tidak ada jaminan, namun
agar mundharib tidak melakukan penyimpangan, LKS dapat meminta jaminan
dari mundharib atau pihak ketiga. Jaminan ini dapat dicairkan apabila
mundharib terbukti melakukan hal-hal yang telah disepakati bersama dalam
akad.
8) Kriteria pengusaha, prosedur pembiayaan, dan mekanisme pembagian
keuntungan diatur oleh LKS dengan memperhatikan dalam fatwa DSN-MUI.
9) Biaya operasional dibebankan pada mundharib.
10) Dalam hal penyandang dana (LKS) tidak melakukan kewajiban atau
melakukan pelanggaran terhadap kesepakatan, mundharib berhak mendapat
ganti rugi atau biaya yang telah dikeluarkan.10
10
Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik (Jakarta: Gema Insani Press, 2001).
12
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Mudharabah ialah suatu akad atau perjanjian antara dua orang atau lebih, di mana
pihak pertama memberikan modal usaha, sementara pihak kedua menyediakan tenaga
dan keahlian, dengan ketentuan (keuntungan) dibagi diantara mereka sesuai dengan
kesepakatan yang mereka tetapkan bersama.11
Secara umum mudharabah dibagi menjadi dua jenis, yaitu mudharabah secara
mutlak (muthlaqah) atau bebas dan mudharabah terikat (muqayyadah).
Dasar hukum pelaksanaan akad mudharabah adalah Al-Qur’an, hadist, ijma’, dan
qiyas.
Syarat pelaksanaan akad mudharabah dibagi menjadi tiga, yaitu syarat yang
berhubungan dengan akid, syarat yang berhubungan dengan modal, dan syarat yang
berhubungan dengan keuntungan.
Manurut sebagian besar ulama, rukun mudharabah dibagi menjadi tiga, yaitu
aqidani, ma’qud alaih, dan shighat. Menurut ulama Hanafiah rukun mudharabah
adalah ijab dan qobul. Sedangkan menurut ulama Syafi’iyah bahwa rukun
mudharabah ada lima, yakni: Modal, Shighat, Aqidain (kedua orang yang akad),
Tenaga (pekerjaan), dan Keuntungan12
Hukum mudharabah dibagi menjadi dua, yaitu hukum mudhararabah fasid dan
hukum mudharabah shahih.
Ringkasan pelaksanaan mudharabah dimulai dari nasabah (mundharib)
mengajukan pembiayaan kepada bank (shahibul maal) atas suatu rencana proyek
usaha. Kemudian diadakan negosiasi sampai bank menyetujui proyeksi yang diajukan
oleh nasabah dengan syarat dan analisis yang ditetapkan oleh pihak bank. Perjanjian
11
Akhmad Farroh Hasan, Fiqh Muamalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan Praktik), 1 ed.
(Malang: UIN Maliki Press, 2018), h. 105.
12
Abdul Aziz Muhammad Amzah, Fiqh Muamalah (Jakarta: Amzah, 2014), h. 370.
13
dibuat dengan perlengkapan seluruh dokumen yang dibutuhkan. Nasabah
menyalurkan dana pembiayaan untuk proyek yang telah disepakati. Nasabah
memberikan nisbah bagi hasil atau nilai keuntungan sesuai dengan nilai kontrak.
B. SARAN
Kami sebagai penulis, menyadari bahwa makalah ini banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari
para pembaca dan terutama dari dosen pembimbing mata kuliah ini.
14
DAFTAR PUSTAKA
Antonio, Muhammad Syafi’i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema
Insani Press, 2001.
Aziz Muhammad Amzah, Abdul. Fiqh Muamalah. Jakarta: Amzah, 2014.
Farroh Hasan, Akhmad. Fiqh Muamalah dari Klasik hingga Kontemporer (Teori dan
Praktik). 1 ed. Malang: UIN Maliki Press, 2018.
Scribd. “Makalah Mudharabah | PDF.” Diakses 2 Desember 2022.
https://id.scribd.com/doc/307642552/Makalah-Mudharabah.
“Mudharabah (Pengertian, Hukum, Rukun, Syarat, Jenis dan Ketentuan
Pembiayaan).” Diakses 3 Desember 2022.
https://www.kajianpustaka.com/2020/10/mudharabah.html.
Syafi’i, Rachmat. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia, 2001.
Wardhi Muslih, Ahmad. Fiqih Muamalah. Jakarta: Amzah, 2010.
15