Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Pneumonia

Pneumonia merupakan penyakit peradangan paru dan sistem pernafasan


dimana alveoli membengkak dan terjadi penimbunan cairan. Menurut WHO
(2013), peneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor, meliputi
infeksi bakteri, virus, jamur, atau parasit. Pneumonia juga dapat diakibatkan
oleh bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, atau secara tak langsung
dari penyakit lain seperti kanker paru atau penyalahgunaan alkohol.

2.2 Klasifikasi Pneumonia

Klasifikasi pneumonia berdasarkan anatomi :

1. Pneumonia Lobaris, melibatkan saluran atau satu bagian besar dari satu
atau lobus paru. Bila kedua paru terkena, maka dikenal sebagai pneumonia
bilateral atau ganda.
2. Pneumonia Loburalis (Bronkopneumonia) terjadi pada ujung akhir
bronkiolus, yang tersumbat oleh eksudat mukopurelen untuk membentuk
bercak konsolidasi dalam lobus yang berada didekatnya, disebut juga
pneumonia loburalis.
3. Pneumonia Interstitial (Bronkiolitis) proses inflamasi yang terjadi dalam
dinding alveolar (interstisium) dan jaringan peribronkial serta interlobural.

Klasifikasi pneumonia berdasarkan inang dan lingkungan :

1. Pneumonia Komunitas
Dijumpai pada Haemophilus influenzae pada pasien perokok, patogen
atipikal pada lansia, gram negative pada pasien dari rumah jompo, dengan
adanya PPOK, penyakit penyerta kardiopulmonal/jamak, atau paska terapi
antibiotika spectrum luas.
2. Pneumonia Nosokomial
Tergantung pada 3 faktor yaitu : tingkat berat sakit, adanya resiko untuk
jenis pathogen tertentu, dan masa menjelang timbul onset pneumonia.
3. Pneumonia Aspirasi
Disebabkan oleh infeksi kuman, penumunitas kimia akibat aspirasi bahan
toksik, akibat aspirasi cairan inert misalnya cairan makanan atau lambung,
edema paru, dan obstruksi mekanik simple oleh bahan padat.
4. Pneumonia pada gangguan imun
Terjadi karena akibat proses penyakit dan akibat terapi. Penyebab infeksi
dapat disebabkan oleh kuman pathogen atau mikroorganisme yang
biasanya nonvirulen, berupa bakteri, protozoa, parasit, virus, jamur, dan
cacing (Nurarif & Kusuma, 2015).
Pneumonia diklasifikasikan berdasarkan ciri radiologis dan gejala klinis
sebagai berikut :
1. Pneumonia Tipikal, bercirikan tanda-tanda pneumonia lobaris dengan
opasitas lobus atau loburalis.
2. Pneumonia Atipikal, ditandai gangguan respirasi yang meningkat
lambat dengan gambaran infiltrat paru bilateral yang difus.
3. Pneumonia Aspirasi, sering pada bayi dan anak (Wulandari & Erawati,
2016)

Klasifikasi pneumonia berdasarkan kuman penyebab sebagai berikut :

1. Pneumonia bakteralis/topikal, dapat terjadi pada semua usia, beberapa


kuman tendensi menyerang semua orang yang peka, misal :
a. Klebsiela pada orang alkoholik
b. Stapilokokus pada influenza
2. Pneumonia atipikal, sering mengenai anak dan dewasa muda
disebabkan oleh mycoplasma dan clamidia.
3. Pneumonia karena virus, sering pada bayi dan anak.
4. Pneumonia pada jamur, sering disertai infeksi sekunder terutama pada
orang dengan daya tahan lemah dan pengobatanya lebih sulit
(Wulandari & Erawati, 2016)
2.3 Penyebab Pneumonia

Penyakit pneumonia biasanya disebabkan karena beberapa factor, diantaranya


yaitu :

1. Bakteri (Pneumokokus, Streptokokus, Stafilokokus, Haemophilus


influenzae, Klebsiela mycoplasma pneumonia)
2. Virus (virus adena, virus parainfluenza, virus influenza)
3. Jamur/fungi (histoplasma, capsulatum, koksidiodes)
4. Protozoa (pneumokistis karinti)
5. Bahan kimia (aspirasi makanan/susu/isi lambung), keracunan hidrokarbon
(minyak tanah dan bensin) (Wulandari & Erawati, 2016).

2.4 Patofisiologi

Menurut Ulfa (2019) patofisiologis penyakit pneumonia adalah kuman


yang masuk kedalam jaringan paru melalui saluran pernapasan bagian atas
menuju ke bronkiolus serta alveolus. Setelah kuman masuk kemudian dapat
menimbulkan reaksi peradangan dan dapat menghasilkan cairan edema yang
kaya akan protein. Kuman pnemokokus dapat menyebar dari alveoli ke seluruh
segmen dan lobus. Leukosit dan eritrosit juga mengalami peningkatan,
sehingga alveoli menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit,
leokosit dan fibrin sehingga menyebabkan kapiler alveoli melebar, paru
menjadi tidak berisi udara.

Pada tingkatan yang lebih lanjut, aliran darah mengalami penurunan


sehingga mengakibatkan alveoli penuh dengan leukosit dan eritrosit menjadi
lebih sedikit. Setelah itu paru tampak berubah warna menjadi abu kekuningan.
Perlahan sel darah merah yang masuk ke alveoli mengalami kematian dan
banyak terdapat eksudat pada bagian alveolus yang kemudian mengakibatkan
membrane dari alveolus akan mengalami nekrosis yang dapat menyebabkan
gangguan proses difusi osmosis oksigen dan dapat berdampak pada
menurunnya jumlah oksigen yang dibawa oleh darah. Secara klinis penderita
mengalami pucat dan sianosis, terjadinya penumpukan cairan purulent pada
alveolus yang mengakibatkan peningkatan tekanan pada bagian paru dan dapat
mengalami penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar dan
menyebabkan berkurangnya kapasitas paru. Sehingga penderita akan bernapas
menggunakan otot bantu pernapasan yang dapat menimbulkan retraksi dinding
dada (Ulfa, 2019).

Secara hematogen atau lewat penyebaran sel, mikroorganisme yang ada


pada bagian paru akan menyebar ke bronkus sehingga terjadilah fase
peradangan pada lumen bronkus. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan
produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia sehingga dapat menimbulkan
reflek batuk (Ulfa, 2019).

2.5 Diagnosis Pneumonia

2.5.1 Gambaran Klinis

Gambaran klinis dari pneumonia dapat diperoleh dari :

1. Anamnesis
Gejala pneumonia bisa dengan batuk produktif, sesak nafas, atau
nyeri pleuritik. Batuk produktif bisa menghasilkan sputum (seringkali
berwarna hijau) atau mengandung darah. Jika pada pneumonia berat bisa
menimbulkan gejala gagal nafas, syok, atau bingung (Gleadle, 2007).
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik tergantung dari luas lesi di paru. Pada inpeksi
dapat terlihat bagian yang sakit waktu bernafas, pada perkusi redup, pada
auskultasi terdengar suara nafas bronkovesikuler sampai bronkial yang
mungkin disertai ronki basah halus yang kemudian menjadi ronki basah
kasar pada stadium resolusi (PDPI, 2014).

2.5.2 Pemeriksaan Penunjang dan Pemeriksaan Laboratorium

1. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan tes darah rutin dengan hitung sel darah putih.
Pemeriksaan gas darah untuk mengidentifikasi gagal nafas. Pemeriksaan
serologi untuk mengidentifikasi infeksi Mycoplasma, tetapi waktu
pemrosesan yang lamamembatasi klinis, pemeriksaan mikrobiologi pada
kultur darah CAP yang berat, sputum, cairan pleura, kultur, dan penilaian
sensitivitasnya antibiotik. Tes deteksi antigen cepat untuk Legionella
(misalnya urin) dan pneumokokus (misalnya serum). Pemeriksaan
radiologi dengan foto toraks dan CT-Scan yang membantu dan mendeteksi
komplikasi (Jeremy dkk, 2007).
2. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit,
biasanya lebih dari 10.000/ul kadang-kadang mencapai 30.000/ul.
Penentuan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah
dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20%-25% penderita yang
tidak diobati (PDPI, 2014).
2.6 Terapi Pneumonia
Penatalaksanaan pneumonia yang disebabkan oleh bakteri sama seperti
infeksi pada umumnya yaitu pemberian antibiotik spektrum luas secara empiris
sambil menunggu hasil kultur. Setelah bakteri pathogen diketahui, antibiotik
diubah menjadi antibiotik yang berspektrum sempit sesuai pathogen (Depkes
RI, 2005).
Tabel 1. Antibiotik pada terapi Pneumonia berdasarkan Pharmaceutical Care Untuk
Penyakit Infeksi Pernapasan (Depkes RI, 2005).

Dosis Dosis
Kondisi Patogen Terapi Pediatri Dws(dosis
Klinik (mg/kg/hari) total/hari)
Sebelumnya Pneumococcus Eritromisin 30-50 1-2g
sehat , Mycoplasma Klaritromisin 15 0,5-1g
Pneumoniae Azitromisin 10 pada hari
1, diikuti
5mg selama 4
hari
Komorbidit S. Cefuroksim
as (manula, pneumoniae, Cefotaksim
DM, gagal Hemophilus Ceftriakson 50-75 1-2g
ginjal, gagal influenzae,
jantung, Moraxella
keganasan) catarrhalis,
Mycoplasma,
Chlamydia
pneumoniae
dan Legionella
Aspirasi Anaerob mulut Ampi/Amox 100-200 2-6g
Community Klindamisin 8-20 1,2-1,8g
Hospital Anaerob Klindamisin+ s.d.a s.d.a
mulut, S. aminoglikosida
aureus, gram(-)
enterik
Nosokomial
Pneumonia K. Cefuroksim s.d.a s.d.a
Ringan, pneumoniae, Cefotaksim s.d.a s.d.a
Onset <5 P. aeruginosa, Ceftriakson s.d.a s.d.a
hari, Risiko Enterobacter Ampicilin- 100-200 4-8g
rendah spp. Sulbaktam
S. aureus Tikarcilin-klav 200-300 12g
Gatifloksasin - 0,4g
Levofloksasin - 0,5-0,75g
Klinda+azitro
Pneumonia K. (Gentamicin/ 7,5 4-6mg/kg
berat**, pneumoniae, Tobramicin atau
Onset >5 P. Ciprofloksasin)* -
hari, Risiko aeruginosa, +
tinggi Enterobacter Ceftazidime atau 150 0,5-1,5g
spp. Cefepime atau 100-150 2-6g
S. aureus Tikarcilin-klav/M 2-4g
eronem/Aztreona
m
Ket :
*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotik
yang terletak di bawahnya dalam kolom yang sama.
**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat,
gagal ginjal.

2.7 Antibiotik
2.7.1 Definisi Antibiotik
Antibiotik merupakan senyawa kimia yang dalam kadar rendah
mempunyai kemampuan untuk menghambat (bakteriostatik) atau
menghancurkan (bakterisidal) bakteri atau mikroorganisme lain. (Herawati dan
Irawati, 2014)
Antibiotik adalah agen yang digunakan untuk mencegah dan mengobati
suatu infeksi karena bakteri. Dalam arti sebenarnya, antibiotik merupakan zat
antibakteri yang diproduksi oleh berbagai spesies mikroorganisme (bakteri,
jamur, actinomycota) yang dapat menekan pertumbuhan dan membunuh
mikroorganisme lainnya. (Yusuf, 2018)
2.7.2 Penggolongan Antibiotik
Penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja :
1. Menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri, seperti beta-
laktam (penisilin, sefalosporin, monobactam, karbapenem, inhibitor beta-
laktamase), basitrasin, dan vaskomisin.
2. Memodifikasi atau menghambat sintesis protein, misalnya aminoglikosid,
kloramfenikol, tetrasiklin, makrolida, dan spektinomisin.
3. Menghambat enzim-enzim esensial atau metabolisme asam nukleat,
misalnya kuinolon, nitrofurantoin (Kemenkes, 2011).
Jenis-jenis antibiotika dan kemoterapi yang ada paling tidak akan
mencakup penggolongan berikut ini :
1. Golongan penicillin
Golongan penicillin bersifat bakterisid dan bekerja dengan mengganggu
sintesis dinding sel. Antibiotika penisilin mempunyai ciri khas secara
kimiawi adanya nucleus asam amino-penisilinat, yang terdiri dari cincin
tiazolidin dan cincin betalaktam.
2. Golongan sefalosporin
Golongan ini hamper sama dengan penisilin oleh karena itu mempunyai
cincin beta laktam. Secara umum aktif terhadap kuman Gram positif dan
Gram negatif, tetapi spektrum anti kuman dari masing-masing antibiotika
sangat beragam, terbagi menjadi 3 kelompok, yakni :
- Generasi pertama yang paling aktif terhadap kuman Gram positif
secara in vitro. Termasuk di sini misalnya sefalotin, sefaleksin,
sefazolin, sefradin. Generasi pertama kurang aktif terhadap kuman
Gram negatif.
- Generasi kedua agak kurang aktif terhadap kuman Gram positif tetapi
lebih aktif terhadap kuman Gram negatif, termasuk di sini misalnya
sefamandol dan sefaklor.
- Generasi ketiga lebih aktif lagi terhadap kuman Gram negatif,
termasuk Enterobacteriaceae dan kadang-kadang peudomonas.
Termasuk di sini adalah sefoksitin (termasuk suatu antibiotika
sefamisin), sefotaksin dan moksalatam.
3. Golongan kloramfenikol
Golongan ini mencakup senyawa induk kloramfenikol maupun derivate,
derivatenya yakni kloramfenikol palmitat, natrium suksinat dan
tiamfenikol. Antibiotika ini aktif terhadap kuman Gram positif dan Gram
negatif maupun ricketsia, klamidia, spirokaeta dan mikoplasma. Karena
toksisitasnya terhadap sumsum tulang, terutama anemia aplastika, maka
kloramfenikol hanya dipakai untuk infeksi S. typhi dan H. influenzae.
4. Golongan tetrasiklin
Merupakan antibiotik spektrum luas bersifat bakteriostatik untuk kuman
Gram positif dan Gram negatif, tetapi indikasi pemakaiannya sudah
sangat terbatas oleh karena masalah resistensi, namun demikian
antibiotika ini masih merupakan pilihan utama untuk infeksi-infeksi yang
disebabkan oleh klamidia, riketsia dan mikoplasma. Mungkin juga efektif
terhadap N. meningitidis, N gonorhoeae dan H. influenzae., termasuk di
sini adalah tetrasikilin, klortetrasiklin, oksitetrasiklin, doksisiklin,
minosiklin, metasiklin dan demeklosiklin.
5. Golongan aminoglikosida
Merupakan golongan antibiotika yang bersifat bakterisid dan terutama
aktif untuk kuman Gram negatif. Beberapa mungkin aktif terhadap Gram
positif. Streptomisin dan kanamisin juga aktif terhadap kuman TBC.
Termasuk disini adalah amikasin, gentamisin, kanamisin, streptomisin,
neomisin, metilmisin, dan tobramisin, antibiotika ini punya sifat khas
toksisitas berupa nefrotoksik, ototosik dan neurotoksik.
6. Golongan maklorida
Golongan maklorida hamper sama dengan penisilin dalam hal spektrum
antikuuman, sehingga merupakan alternatif untuk pasien-pasien yang
alergi penisilin. Bekerja dengan menghambat sintesis protein kuman.
Aktif secara in vitro terhadap kuman-kuman Gram positif, Gram negatif,
mikoplasma, klamidia, riketsia dan aktinomisetes. Selain sebagai
alternatif penisilin, eritromisin juga merupakan pilihan utama untuk
infeksi pneumonia atipik (disebabkan oleh mycoplasma pneumoniae) dan
penyakit legionnaires (disebabkan legionella pneumophilla) termasuk
dalam golongan makrolida selain eritromisin juga roksitromisin,
spiramisin, josanisin, rosaramisin, oleandomisin dan trioleandomisin.
7. Golongan linkosamid
Termasuk disini adalah linkomisin dan klindamisin, aktif terhadap kuman
Gram positif termasuk stafilokokus yang resisten terhadap penisilin. Juga
aktif terhadap kuman anaerob, misalnya bakteroides. Sering dipakai
sebagai alternatif penisilin antistafilokokus pada infeksi tulang dan sendi
serta infeksi-infeksi abdominal. Sayangnya, pemakaiannya sering diikuti
dengan superinfeksi C. difficile, dalam bentuk kolitis
pseudomembranosah yang fatal.
8. Golongan polipeptida
Antibiotika golongan ini meliputi polimiksin A, B, C, D dan E.
Merupakan kelompok antibiotika yang terdiri dari rangkaian polipeptida
dan secara selektif aktif terhadap kuman Gram negatif, misalnya
psedudomonas maupun kuman-kuman koliform yang lain. Toksisitas
polimiksin membatasi pemakaiannya, terutama dalam bentuk
neurotoksisitas dan nefrotoksisitas. Mungkin dapat berperan lebih
penting kembali dengan meningkatnya infeksi pseudomonas dan
enterobakteri yang resisten terhhadap obat-obat lain.
9. Golongan antimikrobakterium
Golongan antibiotika dan kimoterapetika ini aktif terhadap kuman
mikobakterium. Termasuk disini adalah obat-obat anti TBC dan lepra,
misalnya rifampisin, streptomisin, INH, dapson, etambutol dan lain-lain.
10. Golongan sulfonamida dan trimetropim
Kepentingan sulfonamida dalam kemoterapi infeksi banyak menurun
karena masalah resistensi. Tetapi beberapa mungkin masih aktif terhadap
bentuk-bentuk infeksi tertentu misalnya sulfisoksazol untuk infeksi dan
infeksi saluran kencing. Kombinasi sulfamektoksazol dan trimethoprim
untuk infeksi saluran kencing, salmonellosis, kuman bronchitis,
prostatitis. Sprektrum kuman mencakup kuman-kuman Gram positif dan
Gram negatif.
11. Golongan kuinolon
Merupakan kemoterapetika sintesis yang akhir-akhir ini mulai populer
dengan spektrum antikuman yang luas terutama untuk kuman-kuman
Gram negatif dan Gram posistif, enterobakteriaceae dan pseudomonas.
Terutama dipakai untuk infeksi-infeksi nosocomial. Termasuk disini
adalah asam nalidiksat, norflosaksin, ofloksasin, pefloksasin dan lain-
lain.
12. Golongan lain-lain
Masih banyak jenis-jenis antibiotika dan kemoterapetika lain yang tidak
tercakup dalam kelompok yang disebutkan di atas. Misalnya saja
vankomisin, spektinomisin, basitrasin, metronidazol, dan lain-lain.
Informasi mengenai pemakaian dan sifat masing-masing dapat dicari dari
sumber pustaka baku. Vankomisin terutama aktif untuk Gram positif,
terutama untuk S. areus, S. epidermidis, S. pneumoniae juga merupakan
pilihan untuk infeksi stafilokokus yang resisten terhadap metisilin. Tetapi
karena toksisitasnya, maka vankomisin hanya dianjurkan kalua
antibiotika lain tidak lagi efektif. (Apriani, 2019).
2.7.3 Penggolongan antibiotik sifat toksisitas selektif
Berdasarkan sifat toksisitas selektif, penggolongan antibiotik dibagi
menjadi dua :
1. Obat-obatan bakteriostatik, bekerja dengan cara menahan pertumbuhan
dan replikasi bakteri pada kadar serum yang dapat dicapai oleh pasien,
sehingga menghambat penyebaran infeksi saat sistem kekebalan tubuh
menyerang, memindahkan, dan mengeliminasi pathogen.
2. Obat-obatan bakterisidal, membunuh bakteri pada kadar obat dalam
serum yang dapat dicapai pasien. (Yanty dan Oktarlina, 2018).
2.7.4 Penggolongan antibiotik berdasarkan aktivitasnya
Berdasarkan aktivitasnya, antibiotik dikelompokkan menjadi dua, yaitu
yang pertama antibiotik spektrum luas (broad spectrum) merupakan
antibiotik yang dapat menghambat atau membunuh bakteri golongan gram
positif maupun negatif. Termasuk golongan ini yaitu tetrasiklin dan
deriivatnya, ampisilin, kloramfenikol, sefalosporin, carbapenem dan lain-
lain. Antibiotik berspektrum luas digunakan untuk mengobati penyakit
infeksi yang belum teridentifiikasi dengan pembiakan dan sensitifitas.
Kedua, antibiotik berspektrum sempit (narrow spectrum) efektif untuk
melawan satu jenis organisme. Contohnya eritromisin dan penisilin yang
digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh bakteri gram
positif (Yanty dan Oktarlina, 2018).

Anda mungkin juga menyukai