Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH

MATA KULIAH PROFESIONALISME

i
KATA PENGANTAR

Dalam kesempatan ini, kami dengan bangga menyajikan karya kami sebagai hasil dari kerja
sama dan kolaborasi yang erat antara anggota kelompok kami. Melalui kata pengantar ini,
kami ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada semua pihak yang telah
membantu dan mendukung kami dalam proses pembuatan karya ini.
Kami menyadari bahwa karya ini tidak akan bisa terwujud tanpa adanya dukungan dan
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing, teman-teman, keluarga, dan orang-orang yang
telah membantu dan memberikan dorongan serta masukan yang berharga dalam proses
pembuatan karya makalah ini.
Dalam pembuatan karya makalah ini, kami berusaha untuk memberikan yang terbaik dan
menghasilkan karya yang bermanfaat bagi masyarakat. Kami berharap karya makalah ini
dapat memberikan kontribusi positif dan menjadi referensi yang bermanfaat bagi para
pembaca dan peneliti di masa yang akan datang.
Kami berharap karya ini dapat memberikan inspirasi dan manfaat bagi siapa saja yang
membacanya, dan kami sangat berharap karya ini dapat membawa manfaat dan kontribusi
positif bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Terima kasih atas perhatian dan dukungan yang diberikan. Kami harap karya makalah kami
dapat memenuhi harapan dan memberikan manfaat yang bermanfaat bagi semua pihak.

Hormat kami,

[Nama Kelompok]

ii
DAFTAR ISI

iii
PROFESIONALISME

1. Pengertian Profesionalisme

Profesionalisme adalah suatu sikap, tindakan, atau perilaku yang menunjukkan


kualitas dan etika kerja yang tinggi dalam melaksanakan tugas atau pekerjaan tertentu.
Seorang yang profesional dianggap mampu menjalankan tugasnya secara efektif,
efisien, dan berkualitas, serta memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan
lingkungan kerja yang berubah-ubah.

Profesionalisme juga mencakup komitmen untuk mematuhi standar etika dan


prinsip-prinsip moral yang berlaku di bidang kerja atau profesi tertentu. Hal ini
meliputi integritas, tanggung jawab, kemampuan untuk bekerja sama dalam tim,
berkomunikasi dengan baik, dan selalu mengikuti aturan dan regulasi yang berlaku.

Seorang profesional yang baik memiliki kemampuan untuk mengelola waktu


dan sumber daya secara efektif, mampu menyelesaikan tugas dengan tepat waktu,
serta memiliki keterampilan dalam menghadapi situasi yang sulit dan menyelesaikan
masalah dengan cara yang baik. Dengan menjaga sikap profesional yang baik,
seseorang dapat meningkatkan kinerja kerja dan memperoleh kepercayaan dari rekan
kerja, pelanggan, dan masyarakat secara umum.

2. Ciri – Ciri Jabatan Profesional

Profesionalisme merujuk pada kualitas atau sifat dari tindakan atau perilaku
seseorang dalam menjalankan pekerjaannya. Profesionalisme mencakup sejumlah
standar etika dan etos kerja yang harus dipegang dan dijaga oleh individu agar dapat
melakukan pekerjaannya secara efektif dan efisien, serta memberikan hasil kerja yang
berkualitas.

Berikut ini adalah beberapa ciri-ciri jabatan profesional:

1. Memerlukan kemampuan khusus


Jabatan profesional biasanya memerlukan kemampuan dan keahlian khusus
dalam bidang tertentu yang hanya dapat diperoleh melalui pendidikan atau
pengalaman kerja yang memadai. Orang yang menempati jabatan profesional
biasanya memiliki pendidikan formal di bidang yang terkait atau memiliki
pengalaman kerja yang cukup untuk memenuhi syarat yang dibutuhkan.

2. Memiliki tanggung jawab yang besar


Jabatan profesional seringkali memiliki tanggung jawab yang besar, baik
terhadap klien, pelanggan, atau masyarakat umum. Seorang profesional

4
diharapkan untuk selalu menjalankan tugasnya dengan integritas, etika, dan
tanggung jawab yang tinggi untuk mencapai hasil kerja yang berkualitas.

3. Mempunyai otoritas dan control


Seorang profesional biasanya mempunyai otoritas dan kontrol yang tinggi
dalam pekerjaannya. Misalnya, seorang dokter memiliki otoritas dalam
menentukan diagnosis dan pengobatan pasien, sedangkan seorang pengacara
memiliki kontrol atas tindakan hukum yang diambil untuk kasus yang
dihadapi.

4. Memiliki standar etika yang tinggi


Jabatan profesional seringkali memiliki standar etika yang tinggi dan kode etik
yang harus diikuti oleh para profesional. Standar etika ini memastikan bahwa
para profesional mematuhi nilai dan prinsip moral dalam menjalankan tugas
dan tanggung jawabnya.

5. Membutuhkan pelatihan dan pengembangan


Jabatan profesional memerlukan pelatihan dan pengembangan terus-menerus
untuk meningkatkan kemampuan dan keahlian di bidangnya. Seorang
profesional harus selalu mengikuti perkembangan teknologi dan
perkembangan terkini dalam bidangnya agar tetap relevan dan mampu
memberikan pelayanan yang terbaik bagi klien atau pelanggan.

6. Memiliki orientasi pada hasil dan kualitas


Seorang profesional biasanya memiliki orientasi pada hasil dan kualitas dalam
pekerjaannya. Mereka selalu berusaha untuk mencapai hasil kerja yang
berkualitas tinggi dan memuaskan klien atau pelanggan, serta meningkatkan
reputasi profesi mereka.

3. Bidan sebagai Jabatan Profesional

Bidan merupakan seorang tenaga kesehatan yang secara khusus berfokus pada
pelayanan kesehatan bagi perempuan selama masa kehamilan, persalinan, dan masa
nifas. Tugas utama seorang bidan adalah membantu proses kelahiran bayi dan
memberikan perawatan pada ibu dan bayi pasca kelahiran. Bidan juga bertanggung
jawab untuk memberikan informasi dan edukasi kepada ibu tentang perawatan diri
dan bayinya, serta memberikan dukungan psikologis dan sosial selama kehamilan,
persalinan, dan masa nifas.

Seorang bidan memiliki pengetahuan dan keterampilan khusus di bidang


kebidanan, seperti pemeriksaan kehamilan, persiapan persalinan, bantuan persalinan,
perawatan pasca persalinan, dan penanganan komplikasi yang mungkin terjadi. Bidan
juga dapat melakukan tindakan medis tertentu, seperti memeriksa tekanan darah, suhu
tubuh, dan detak jantung ibu dan bayi.

5
Bidan bekerja di berbagai fasilitas kesehatan, seperti rumah sakit, klinik,
puskesmas, maupun di lapangan, seperti pada saat memberikan pelayanan kesehatan
di daerah terpencil atau bencana alam. Mereka juga dapat berkolaborasi dengan
dokter dan tenaga kesehatan lainnya dalam memberikan pelayanan kesehatan terpadu
dan holistik kepada pasien.

Bidan adalah salah satu jabatan profesional di bidang kesehatan yang


bertanggung jawab untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada perempuan
selama masa kehamilan, persalinan, dan masa nifas. Berikut adalah beberapa
penjelasan mengenai bidan sebagai jabatan profesional:

1. Memerlukan pendidikan dan pelatihan khusus


Seorang bidan harus menyelesaikan pendidikan formal di bidang kebidanan
dan memiliki lisensi atau sertifikasi dari badan regulasi yang berwenang.
Selain itu, seorang bidan juga harus mengikuti pelatihan dan pengembangan
terus-menerus untuk memperbarui pengetahuan dan keterampilan di bidang
kebidanan.

2. Memiliki tanggung jawab yang besar


Seorang bidan memiliki tanggung jawab besar dalam memberikan pelayanan
kesehatan kepada perempuan selama masa kehamilan, persalinan, dan masa
nifas. Mereka harus memastikan bahwa pasiennya mendapatkan pelayanan
yang aman, efektif, dan berkualitas tinggi, serta memberikan dukungan
psikologis dan sosial kepada pasien dan keluarganya.

3. Memiliki standar etika yang tinggi


Bidan memiliki standar etika dan kode etik yang harus diikuti dalam
menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Mereka harus mematuhi prinsip-
prinsip moral dan menjaga kerahasiaan pasien, serta selalu berperilaku
profesional dan menghormati hak pasien.

4. Memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang luas


Bidan harus memiliki keterampilan dan pengetahuan yang luas tentang
anatomi dan fisiologi reproduksi, proses kehamilan dan persalinan, perawatan
neonatus, dan penanganan komplikasi yang mungkin terjadi selama kehamilan
dan persalinan. Mereka juga harus mampu melakukan pemeriksaan fisik dan
tes diagnostik yang diperlukan untuk memantau kesehatan ibu dan bayi.

5. Mempunyai orientasi pada hasil dan kualitas


Seorang bidan harus memiliki orientasi pada hasil dan kualitas dalam
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasiennya. Mereka harus berusaha
untuk mencapai hasil kerja yang berkualitas tinggi dan memuaskan pasien,
serta terus memperbaiki kinerja dan pelayanan yang diberikan.

6. Memiliki peran yang penting dalam sistem Kesehatan

6
Bidan memainkan peran penting dalam sistem kesehatan, terutama dalam
upaya untuk meningkatkan kesehatan ibu dan bayi. Mereka berkontribusi
dalam menjalankan program-program kesehatan yang berkaitan dengan
kehamilan, persalinan, dan nifas, serta menjadi bagian dari tim kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan terpadu dan holistik kepada pasien.
4. Organisasi Profesi

Organisasi profesi adalah sebuah badan atau lembaga yang didirikan oleh para
profesional dalam sebuah bidang tertentu untuk memajukan dan melindungi
kepentingan mereka. Organisasi profesi memiliki tujuan utama untuk
mempromosikan standar etika dan kualitas profesi, memberikan dukungan kepada
anggotanya, serta memperkuat posisi mereka dalam dunia kerja.

Berikut ini adalah beberapa ciri dan fungsi organisasi profesi:

a. Mempromosikan etika dan standar profesi yang tinggi


Organisasi profesi bertugas untuk menetapkan dan mempromosikan standar etika
dan kualitas profesi kepada anggotanya dan masyarakat umum. Mereka
memberikan pedoman mengenai prinsip-prinsip moral dan perilaku profesional
yang harus diikuti oleh anggota, serta memberikan sanksi atau konsekuensi bagi
anggota yang melanggar kode etik.

b. Memberikan dukungan dan layanan kepada anggota


Organisasi profesi memberikan layanan dan dukungan kepada anggotanya dalam
berbagai hal, seperti pelatihan dan pengembangan profesional, jaringan sosial dan
hubungan bisnis, serta advokasi kepentingan di tingkat nasional dan internasional.

c. Mengadvokasi kepentingan anggota dan masyarakat


Organisasi profesi berjuang untuk memperkuat posisi dan hak anggotanya dalam
dunia kerja dan masyarakat umum. Mereka melakukan advokasi kepentingan
anggota di tingkat nasional dan internasional, memperjuangkan hak-hak kerja dan
kesejahteraan, serta berkontribusi pada pembuatan kebijakan dan regulasi terkait
bidang profesi.

d. Menjalin kerjasama dengan pihak lain


Organisasi profesi juga berkolaborasi dengan pihak lain, seperti pemerintah,
perusahaan, dan organisasi non-profit dalam rangka memperkuat posisi dan
mempromosikan kepentingan anggotanya. Kolaborasi ini dapat meliputi kegiatan
seperti penelitian bersama, program pelatihan, kampanye sosial, dan lain
sebagainya.

e. Meningkatkan citra dan kepercayaan publik terhadap profesi


Organisasi profesi berperan dalam meningkatkan citra dan kepercayaan publik
terhadap profesi yang mereka wakili. Mereka melakukan upaya seperti kampanye
publik, edukasi masyarakat, dan memberikan layanan yang berkualitas untuk
memperkuat citra dan reputasi profesi di mata publik.

7
Di Indonesia, organisasi profesi bidan yang paling terkenal adalah Ikatan Bidan
Indonesia (IBI). IBI didirikan pada tahun 1951 dan menjadi satu-satunya organisasi
profesi bidan yang terakreditasi oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Tujuan IBI adalah untuk meningkatkan kualitas dan kompetensi bidan, serta
meningkatkan posisi bidan dalam pelayanan kesehatan di Indonesia. Beberapa fungsi
dan aktivitas IBI antara lain:
a. Memberikan pelatihan dan pengembangan profesional bagi anggota IBI,
seperti pelatihan klinis, seminar, dan konferensi.
b. Menetapkan standar etika dan kode etik profesi bidan, serta memberikan
sanksi atau konsekuensi bagi anggota yang melanggar kode etik tersebut.
c. Mengadvokasi kepentingan bidan di tingkat nasional dan internasional, seperti
dalam pembuatan kebijakan dan regulasi terkait bidan dan kebidanan.
d. Memberikan dukungan dan layanan kepada anggotanya, seperti jaminan sosial
dan perlindungan hukum.
e. Melakukan kampanye publik untuk meningkatkan kesadaran masyarakat
tentang pentingnya peran bidan dalam pelayanan kesehatan, serta memberikan
edukasi kesehatan kepada masyarakat umum.
f. Menjalin kerjasama dengan pihak lain, seperti pemerintah, lembaga
internasional, dan organisasi profesi lain, dalam rangka meningkatkan posisi
dan kepentingan bidan.
Selain IBI, terdapat juga organisasi profesi bidan lainnya di Indonesia, seperti
Himpunan Bidan Indonesia (HBI), Asosiasi Perempuan Bidan Indonesia (APBI), dan
lain sebagainya. Namun, IBI tetap menjadi organisasi profesi bidan yang paling
terkemuka dan diakui di Indonesia.

5. Pengembangan Tenaga Kesehatan Profesional

Pengembangan tenaga kesehatan profesional merupakan suatu upaya untuk


meningkatkan kualitas dan kompetensi tenaga kesehatan agar dapat memberikan
pelayanan kesehatan yang lebih baik kepada masyarakat. Pengembangan ini meliputi
berbagai aspek, seperti peningkatan keterampilan dan pengetahuan, pengembangan
etika dan sikap profesional, serta pengembangan kepemimpinan dan manajemen.

Beberapa upaya pengembangan tenaga kesehatan profesional yang dapat dilakukan


antara lain:

a. Pelatihan dan Pendidikan


Tenaga kesehatan dapat mengikuti berbagai pelatihan dan pendidikan untuk
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidangnya. Pendidikan
formal seperti program sarjana, magister, dan doktor juga dapat membantu
meningkatkan kompetensi tenaga kesehatan.

b. Sertifikasi

8
Sertifikasi adalah proses pengakuan terhadap kompetensi dan kualifikasi
tenaga kesehatan oleh suatu badan atau organisasi tertentu. Sertifikasi dapat
membantu meningkatkan standar kualitas dan kompetensi tenaga kesehatan.

c. Pembinaan dan supervise


Pembinaan dan supervisi merupakan upaya untuk memberikan arahan dan
bimbingan kepada tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya.
Pembinaan dan supervisi dapat membantu meningkatkan kualitas dan
kompetensi tenaga kesehatan.

d. Penyediaan fasilitas dan teknologi


Fasilitas dan teknologi yang memadai dapat membantu meningkatkan kualitas
dan efektivitas pelayanan kesehatan yang diberikan oleh tenaga kesehatan.

e. Pengembangan etika dan sikap professional


Pengembangan etika dan sikap profesional sangat penting untuk meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap tenaga kesehatan. Hal ini dapat dilakukan
melalui berbagai pelatihan, bimbingan, dan pembinaan.

f. Pengembangan kepemimpinan dan manajemen


Tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan kepemimpinan dan manajemen
yang baik dapat membantu meningkatkan efektivitas pelayanan kesehatan.
Pengembangan kepemimpinan dan manajemen dapat dilakukan melalui
pelatihan, mentoring, dan pembinaan.

Pengembangan tenaga kesehatan profesional sangat penting untuk meningkatkan


kualitas dan efektivitas pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, perlu adanya dukungan
dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, institusi pendidikan, organisasi profesi, dan
masyarakat untuk mendorong pengembangan tenaga kesehatan profesional yang lebih
baik.

6. Peran Bidan sebagai Praktisi yang Otonom

Sebagai praktisi yang otonom, bidan memiliki peran yang sangat penting
dalam memberikan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang komprehensif
dan berkualitas. Berikut adalah beberapa peran bidan sebagai praktisi yang otonom:

a. Melakukan tindakan dan prosedur medis: Bidan memiliki kewenangan untuk


melakukan tindakan dan prosedur medis tertentu sesuai dengan
kompetensinya, seperti pemeriksaan kehamilan, persalinan normal,
pemasangan alat kontrasepsi, dan lain-lain.

b. Memberikan konseling dan edukasi kesehatan: Selain memberikan pelayanan


medis, bidan juga berperan sebagai konselor dan edukator kesehatan untuk

9
membantu pasien memahami kondisinya, memperoleh informasi yang
dibutuhkan, dan membuat keputusan yang tepat terkait kesehatan.

c. Mengidentifikasi dan menangani masalah kesehatan maternal dan neonatal:


Bidan memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi masalah kesehatan
maternal dan neonatal yang memerlukan penanganan segera, seperti
persalinan prematur, preeklampsia, atau infeksi. Bidan juga dapat memberikan
perawatan pada bayi baru lahir dan mengidentifikasi masalah kesehatan yang
mungkin timbul pada bayi.

d. Menyusun rencana perawatan kesehatan: Bidan berperan dalam merencanakan


perawatan kesehatan yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan pasien. Hal ini
meliputi merencanakan jadwal pemeriksaan, tindakan medis, pengaturan
waktu persalinan, dan lain-lain.

e. Melakukan tindakan darurat: Bidan juga berperan dalam menangani situasi


darurat yang terkait dengan kehamilan, persalinan, dan pasien lainnya. Bidan
harus memiliki keterampilan dan pengetahuan yang memadai untuk mengatasi
situasi darurat dan menentukan tindakan yang tepat untuk menyelamatkan
nyawa pasien.

Dalam menjalankan peran sebagai praktisi yang otonom, bidan juga harus mematuhi
standar etika dan aturan praktik yang berlaku. Hal ini meliputi menjaga kerahasiaan
pasien, menghindari praktik yang tidak etis, dan melaporkan tindakan yang tidak
sesuai dengan standar praktik.

7. Teori Otonom

Teori otonom adalah sebuah teori dalam psikologi dan filsafat yang berfokus
pada konsep kebebasan dan otonomi. Otonomi didefinisikan sebagai kemampuan
individu untuk memilih dan mengontrol tindakan dan keputusan mereka sendiri tanpa
adanya pengaruh atau tekanan dari pihak lain. Teori otonom menganggap bahwa
setiap individu memiliki hak untuk menentukan tujuan hidup dan memilih tindakan
yang akan dilakukan untuk mencapainya.

Teori otonom memiliki beberapa asumsi dasar, antara lain:

a. Setiap individu memiliki kemampuan dan keinginan untuk mengontrol


hidupnya sendiri.
b. Kebebasan dan otonomi merupakan nilai fundamental dalam kehidupan
manusia.
c. Individu harus diberikan kesempatan untuk membuat keputusan sendiri dan
bertanggung jawab atas konsekuensi dari tindakan mereka.
d. Otonomi dapat memicu motivasi dan kreativitas individu.

10
e. Dalam konteks psikologi, teori otonom mengacu pada motivasi intrinsik, yaitu
motivasi yang muncul dari dalam diri individu dan bukan karena pengaruh
eksternal. Teori ini menyatakan bahwa individu yang memiliki otonomi yang
tinggi akan lebih termotivasi dalam melakukan tindakan dan mencapai tujuan
mereka.

Teori otonom juga memiliki implikasi dalam konteks pendidikan, di mana pendekatan
pendidikan berbasis otonomi dapat meningkatkan motivasi, keterlibatan, dan hasil
belajar siswa. Pendekatan ini memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengambil keputusan sendiri terkait dengan pembelajaran mereka dan
memungkinkan mereka untuk merasa lebih bertanggung jawab atas hasil belajar
mereka.

Dalam kesimpulannya, teori otonom menganggap bahwa kebebasan dan otonomi


merupakan hal yang penting dalam kehidupan manusia dan dapat memicu motivasi
dan kreativitas individu. Teori ini memiliki implikasi dalam berbagai aspek
kehidupan, termasuk psikologi dan pendidikan.

8. Akuntabilitas

Akuntabilitas adalah kemampuan individu atau organisasi untuk bertanggung


jawab atas tindakan mereka kepada pihak yang memiliki kepentingan atau kebijakan
terkait. Akuntabilitas seringkali dikaitkan dengan transparansi, integritas, dan
pengawasan, serta dianggap sebagai suatu prinsip penting dalam pemerintahan yang
baik dan manajemen organisasi yang efektif.

Dalam konteks organisasi, akuntabilitas berarti bahwa individu atau kelompok dalam
organisasi harus mampu menjelaskan tindakan atau keputusan yang mereka ambil,
serta bertanggung jawab atas hasil yang dicapai. Hal ini mencakup penerimaan
tanggung jawab atas kesalahan atau kegagalan, serta keterbukaan dalam melaporkan
hasil atau pencapaian tujuan.

Pada tingkat individu, akuntabilitas mengacu pada kemampuan seseorang untuk


mempertanggungjawabkan tindakan atau keputusan mereka. Hal ini mencakup
kemampuan untuk mengakui kesalahan dan kekurangan, serta menerima konsekuensi
yang timbul dari tindakan mereka.

Akuntabilitas dapat diukur melalui berbagai indikator, termasuk pengukuran kinerja


dan pencapaian tujuan, serta tingkat kepatuhan terhadap peraturan dan kebijakan.
Dalam konteks pemerintahan, akuntabilitas seringkali diukur melalui mekanisme
pengawasan seperti audit dan investigasi.

Pentingnya akuntabilitas dalam organisasi dan pemerintahan diakui secara luas,


karena hal ini dapat membantu mencegah penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan
penyelewengan dana. Akuntabilitas juga dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi
organisasi, serta meningkatkan kepercayaan dan dukungan dari masyarakat.

11
9. Regulasi

Regulasi adalah suatu bentuk pengawasan atau pengendalian yang dilakukan


oleh pihak pemerintah atau badan pengawas lainnya terhadap suatu aktivitas, produk,
atau layanan yang dilakukan oleh pihak swasta atau publik. Regulasi dapat dibuat
dalam berbagai bentuk, seperti undang-undang, peraturan pemerintah, kebijakan
publik, atau standar industri. Tujuan dari regulasi adalah untuk memastikan bahwa
aktivitas yang dilakukan oleh pihak swasta atau publik tidak merugikan masyarakat
atau mengancam kesehatan, keselamatan, atau keamanan publik.
Regulasi Kesehatan dan Keselamatan adalah bentuk pengawasan dan pengendalian
yang dilakukan oleh pihak pemerintah atau badan pengawas lainnya terhadap
aktivitas, produk atau layanan yang berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan
manusia. Regulasi kesehatan dan keselamatan bertujuan untuk melindungi masyarakat
dari bahaya dan risiko kesehatan dan keselamatan yang mungkin timbul akibat dari
kegiatan manusia.
Regulasi kesehatan dan keselamatan mencakup berbagai bidang, seperti pangan, obat-
obatan, kosmetik, produk elektronik, transportasi, dan pekerjaan. Beberapa contoh
regulasi kesehatan dan keselamatan antara lain.
a. Regulasi Pangan
Regulasi pangan bertujuan untuk melindungi masyarakat dari bahaya makanan
yang tidak sehat atau berbahaya. Regulasi ini meliputi persyaratan sanitasi dan
keamanan pangan, label dan informasi nutrisi, serta pengawasan terhadap
bahan tambahan makanan dan aditif.

b. Regulasi Obat-obatan dan Kosmetik


Regulasi obat-obatan dan kosmetik bertujuan untuk melindungi masyarakat
dari bahaya kesehatan yang mungkin timbul akibat dari penggunaan obat-
obatan atau kosmetik yang tidak aman. Regulasi ini meliputi persyaratan uji
coba klinis, persetujuan dan lisensi obat-obatan dan kosmetik, serta
pengawasan terhadap bahan kimia yang digunakan.

c. Regulasi Transportasi
Regulasi transportasi bertujuan untuk melindungi masyarakat dari risiko
keselamatan saat menggunakan kendaraan umum seperti pesawat, kapal, atau
mobil. Regulasi ini meliputi persyaratan keselamatan, pemeliharaan dan
pengawasan kendaraan, serta persyaratan lisensi untuk pengemudi.

d. Regulasi Pekerjaan
Regulasi pekerjaan bertujuan untuk melindungi pekerja dari bahaya dan risiko
kesehatan dan keselamatan yang mungkin terjadi di tempat kerja. Regulasi ini
meliputi persyaratan keselamatan, perlindungan terhadap bahan kimia
berbahaya, perlindungan terhadap cedera akibat kerja, dan persyaratan
keselamatan dan kesehatan kerja.

12
Dalam pelaksanaannya, regulasi kesehatan dan keselamatan biasanya melibatkan
lembaga pemerintah dan badan pengawas yang memiliki otoritas untuk mengeluarkan
undang-undang, peraturan, dan standar yang mengatur kegiatan atau produk yang
berhubungan dengan kesehatan dan keselamatan. Regulasi kesehatan dan keselamatan
juga dapat mengandung sanksi atau denda bagi pelanggar atau produsen yang tidak
mematuhi regulasi. Tujuan dari regulasi kesehatan dan keselamatan adalah untuk
memastikan bahwa kegiatan atau produk yang berhubungan dengan kesehatan dan
keselamatan manusia aman dan terjamin kualitasnya bagi masyarakat.

10. Transisi dari Mahasiswa ke Otonom

Transisi mahasiswa ke otonom adalah proses peralihan mahasiswa dari kehidupan dan
kemandirian selama studi di perguruan tinggi menuju kehidupan dan kemandirian di
dunia luar. Pada masa studi, mahasiswa masih mendapatkan banyak bimbingan dan
arahan dari dosen, staf, dan orang tua. Namun, setelah lulus, mahasiswa harus
mengambil alih tanggung jawab mereka sendiri dalam mengambil keputusan dan
menentukan tujuan hidup mereka.
Proses transisi mahasiswa ke otonom bisa menjadi hal yang menantang bagi sebagian
mahasiswa. Berikut beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam proses transisi ini:
a. Pengambilan keputusan
Dalam kehidupan otonom, mahasiswa harus mampu membuat keputusan
secara mandiri, seperti memilih pekerjaan, memutuskan tempat tinggal, dan
mengelola keuangan mereka. Keterampilan pengambilan keputusan yang baik
sangat penting dalam menjalani kehidupan otonom.

b. Keterampilan sosial
Mahasiswa juga perlu mempelajari keterampilan sosial seperti berkomunikasi
dengan baik, menyelesaikan konflik, dan membangun jaringan pertemanan
yang positif. Keterampilan sosial yang baik akan membantu mahasiswa
beradaptasi dengan lingkungan baru dan menjalin hubungan yang sehat
dengan orang lain.

c. Keterampilan manajemen waktu


Mahasiswa perlu mampu mengatur waktu mereka dengan baik untuk
menyelesaikan tugas-tugas dan mencapai tujuan mereka. Keterampilan
manajemen waktu yang baik juga akan membantu mereka menghindari stres
dan kelelahan.

d. Kemampuan untuk mengatasi kegagalan


Kegagalan merupakan bagian dari hidup dan mahasiswa perlu mampu
mengatasi kegagalan dan memperbaiki kesalahan mereka. Keterampilan ini
akan membantu mereka meraih kesuksesan di masa depan.

e. Pemahaman tentang tanggung jawab

13
Dalam kehidupan otonom, mahasiswa harus mampu memahami dan
menanggung tanggung jawab mereka sendiri dalam keputusan dan tindakan
yang mereka ambil. Mereka perlu mampu mengelola risiko dan mengambil
tindakan yang bertanggung jawab.

Proses transisi mahasiswa ke otonom memerlukan waktu dan usaha yang cukup besar,
namun hal tersebut sangat penting untuk membantu mahasiswa siap menghadapi
tantangan di dunia luar setelah lulus dari perguruan tinggi. Pihak perguruan tinggi
dapat membantu mahasiswa dalam proses transisi ini dengan memberikan bimbingan
dan dukungan yang diperlukan

11. Bidan Akuntabel dan Pengembangan Profesional Berkelanjutan

Seorang bidan yang akuntabel adalah bidan yang bertanggung jawab dan
transparan dalam melakukan tugasnya, baik terhadap pasien, tim medis, maupun
lembaga yang menaungi profesi bidan. Bidan yang akuntabel akan selalu memenuhi
standar etika, aturan, dan regulasi yang berlaku dalam praktek kebidanan.

Selain itu, bidan yang akuntabel juga akan memperhatikan kualitas pelayanan yang
diberikan kepada pasien dan terus berusaha untuk meningkatkannya. Bidan tersebut
akan mencatat setiap tindakan yang dilakukan dalam catatan medis pasien dengan
jelas dan akurat, serta memastikan bahwa setiap tindakan yang dilakukan sudah sesuai
dengan standar prosedur yang ada.

Untuk menjadi bidan yang akuntabel dan terus mengembangkan diri, seorang bidan
perlu menjalani rancangan belajar sepanjang hayat. Rancangan belajar sepanjang
hayat mengacu pada upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk terus memperbaharui
dan meningkatkan pengetahuannya sepanjang karirnya.

Rancangan belajar sepanjang hayat bagi seorang bidan dapat mencakup berbagai
kegiatan, seperti:

a. Mengikuti pelatihan dan kursus - Bidan dapat mengikuti pelatihan dan kursus
yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga pendidikan dan pelatihan atau
lembaga yang terkait dengan profesi kebidanan. Pelatihan dan kursus tersebut
dapat membantu bidan untuk memperbaharui pengetahuannya dan
meningkatkan keterampilannya dalam praktek kebidanan.

b. Menjalani sertifikasi - Bidan juga dapat menjalani sertifikasi yang dikeluarkan


oleh lembaga yang terkait dengan profesi kebidanan, seperti Badan Akreditasi
Nasional Pendidikan Profesi Kesehatan (BAN PPK) atau Ikatan Bidan
Indonesia (IBI). Sertifikasi tersebut dapat membantu bidan untuk memperoleh
pengakuan atas kemampuannya dan meningkatkan kredibilitasnya sebagai
seorang bidan.

14
c. Mengikuti seminar dan konferensi - Bidan dapat mengikuti seminar dan
konferensi yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga terkait dengan profesi
kebidanan. Seminar dan konferensi tersebut dapat membantu bidan untuk
memperoleh informasi terbaru tentang perkembangan terkini dalam praktek
kebidanan dan memperluas jaringan kerjanya.

d. Menjalani supervisi dan mentoring - Bidan dapat menjalani supervisi dan


mentoring oleh para ahli atau praktisi kebidanan yang lebih berpengalaman.
Supervisi dan mentoring tersebut dapat membantu bidan untuk memperoleh
umpan balik yang konstruktif atas praktek kebidanannya dan meningkatkan
keterampilannya dalam praktek kebidanan.

Melalui rancangan belajar sepanjang hayat, seorang bidan dapat terus memperbaharui
dan meningkatkan pengetahuannya serta meningkatkan kualitas pelayanan kebidanan
yang diberikan.

Selain akuntabilitas, pengembangan keterampilan belajar mandiri juga sangat penting


bagi bidan untuk terus meningkatkan kemampuan mereka dalam memberikan layanan
kesehatan yang berkualitas. Keterampilan belajar mandiri mencakup kemampuan
untuk mencari dan mengevaluasi informasi, menganalisis data, memecahkan masalah,
dan mengambil keputusan yang tepat berdasarkan bukti yang ada. Bidan yang
berorientasi pada pengembangan diri selalu mencari kesempatan untuk belajar dan
terus meningkatkan kemampuan mereka dalam praktek kesehatan.

Beberapa cara untuk mengembangkan keterampilan belajar mandiri sebagai seorang


bidan adalah:

a. Bergabung dengan organisasi profesi atau kelompok studi yang terkait dengan
bidang kesehatan maternal dan neonatal.
b. Mengikuti kursus dan pelatihan terkait dengan kesehatan maternal dan
neonatal, baik secara online maupun offline.
c. Mengikuti seminar dan konferensi untuk mempelajari perkembangan terbaru
dalam praktik kesehatan maternal dan neonatal.
d. Membaca publikasi terkait dengan kesehatan maternal dan neonatal, termasuk
jurnal ilmiah dan buku teks.
e. Membentuk hubungan kolaboratif dengan bidan dan tenaga kesehatan lainnya
untuk saling berbagi pengetahuan dan pengalaman.

Dengan mengembangkan keterampilan belajar mandiri dan meningkatkan


akuntabilitas, seorang bidan dapat menjadi profesional yang efektif dan memberikan
layanan kesehatan yang berkualitas kepada pasien mereka.

15
12. Mengkaji Kembali Tanggung Jawab Bidan dalam Berbagai Tatanan Pelayanan
Keselamatan Lingkup Praktis Legislasi

Pengertian Bidan

Bidan merupakan seorang perempuan yang telah mengikuti rogram


pendidikan bidan yang diakui di negarany , telah lulus dari pendidikan tersebut serta
memenuhi kualifikasi untuk di daftar (register) dan atau memiliki izin yang sah
(lisensi) untuk melakukan praktik bidan.
Pelayanan kebidanan adalah seluruh tugas yang menjadi tanggung jawab profesi dan
dalam sistem pelayanan kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan
kaum perempuan khususnya kesehatan ibu dan anak.

Peran Bidan Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan

Peran bidan yang di harapkan adalah :

a. Sebagai pelaksana
Bidan sebagai pelaksana adalah bidan memiliki kategori tugas yaitu :
a. Tugas mandiri
adalah tugas yang menjadi tanggung jawab bidan sesuai
kewenangangannya meliputi menetapkan menejemen kebidanan pada
setiap asuhan kebidanan yang diberikan

b. Tugas kolaborasi
Tugas kolaborasi bidan meliputi :
 Menerapkan menejemen kebidanan pada setiap asuhan kebidanan
sesuai
 Fungsi kolaborasi dengan melibatkab klien dan keluarga
 Memberi asuhan kebidanan pada ibu hamil resiko tinggi
 Pertolongan pertama kegawat daruratan yang memerlukan
Tindakan

c. Tugas rujukan
 menerapkan menejemen kebidanan pada setiap asuhan sesuai
dengan fungsi keterlibatan klien dan keluarga
 memberi asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
pada kasus kehamilan beresiko tinggi serta kegawat daruratan
 memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi serta rujukan
pada masa persalinan dengan penyulit tertentu dengan melibatkan
klien dan keluarga.

16
 Memberikan asuhan kebidanan melalui konsultasi dan rujukan
pada ibu nifas.
 Memberikan asughan pada bayi baru lahir dengan kelainan tertentu
dan kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan
dengan melibatkan keluarga
 Memberi asuhan pada anak balita dengan kelainan teretentu dan
kegawatdaruratan yang memerlukan konsultasi serta rujukan
dengan melibatkan klien/keluarga.

b. Sebagai pengelola
Peran bidan sebagai pengelola yaitu untuk mengembangkan pelayanan dasar
kebidanan terutama pelayanan kebidanan untuk individu, keluarga dan
kelompok masyarakat di wilayah kerjanya yang melibatkan klien atau
masyarakat.

c. Sebagai pendidik
Peran bidan sebagai pendidik yaitu mempunyai tugas utama yaitu pendidik
dan penyuluh. Dalam tugas mendidik, bidan memberikan pendidikan dan
penyuluhan kesehatan pada kilien. Dalam tugas sebagai penyuluh , bidan
memberikan pelatihan dan membimbing.

d. Sebagai peneliti
Peran bidan sebagai peneliti adalah melakukan investigasi atau penelitian
dalam bidang kesehatan khususnya kebidanan , baik secara mendiri maupun
kelompok.

Tanggung Jawab Bidan Dalam Sistem Pelayanan Kesehatan

a. Tanggung jawab terhadap peraturan perundang undangan


b. Tanggung jawab terhadap pengembangan kopetensi
c. Tanggung jawab terhadap penyimpanan catatan kebidanan
d. Tanggung jawab terhadap keluarga yang dilayani
e. Tanggung jawab terhadap profesi
f. Tanggung jawab terhadap masyarakat

Legislasi

Legislasi dalah proses pembuatan undang-undang atau penyempurnaan


perangkat hukum yang sudah ada melalui serangkaian kegiatan sertifikasi (pengaturan
kompetensi), registrasi (pengaturan wewenang) dan lisensi (pengaturan
penyelenggaraan wewenang).

Tujuan legislasi
Tujuan legislasi adalah memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap
pelayanan yang telah diberikan, bentuk perlindungan tersebyr adalah meliputi:
 Mempertahankan kualitas pelayanan

17
 Memberi kewenangan
 Menjamin perlindungan hukum
 Meningkatkan profesionalisme
SIB (surat izin bidan) / STR (surat tanda registrasi) adalah bukti legislasi yang di
keluarkan oleh Depertemen kesehatan yang menyatakan bahwa bidan berhak
menjalankan pekerjanan kebidanan.

Registrasi

Registrasi adalah sebuah proses dimana seorang tenaga profesi harus


mendaftarkan dirinya pada suatu badan tertentu secara periodik guna mendapatkan
kewenangan dan hak untuk mendapatkan kewenangan dan hak untuk melakukan
tindakan profesionalnya setelah memenuhi syarat-syarat terten tu yang ditetapkan
oleh badan tersebut.

Registrasi adalah proses pendaftaran , pendokumentasian dan pengakuan terhadap


bidan , setelah di nyatakan memenuhi minimal kompetensi inti atau standar
penampilan minimal yang di tetapkan, sehingga secara fisik dan mental mampu
melaksanakan praktik profesinya. ( registrasi menurut keputusan menteri kesehatan
republik indonesia nomor 900/MENKES/SK/VII/2002)

Dengan teregistrasinya seorang tenaga profesi, maka akan mendapatkan haknya


untuk izin praktik (Lisensi) setelah memenuhi beberapa persyaratan administrasi
untuk lisensi

Tujuan registrasi :
a. Meningkatkan kemampuan tenaga profesi dalam mengadopsi kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berkembang pesat
b. Meningkatkan mekanisme yang obyektif dan komprehensif dalam
menyelesaikan kasus mal praktik
c. Mendata jumlah dan kategori melakukan praktik.

13. Teori Kepemimpinan dan Manajemen

Pengertian Kepemimpinan

a. Menurut Swansburg (1995), menyatakan bahwa kepemimpinan adalah suatu


proses yang mempengaruhi aktifitas suatu kelompok yang terorganisasi dalam
usahanya mencapai penetapan dan pencapaian tujuan.
b. Menurut George Terry (1986), kepemimpinan adalah kegiatan untuk
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja dengan suka rela untuk mencapai
tujuan kelompok.
c. Menurut Sullivan & Decker (1989), kepimpinan merupakan penggunaan
keterampilan seseorang dalam mempengaruhi orang lain untuk melaksanakan
sesuatu dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan.

18
Definisi pengertian kepemimpinan di atas maka kepemimpinan dipandang sebagai
suatu proses interaktif yang dinamis yang mencakup tiga dimensi yaitu dimensi
pimpinan, bawahan dan situasi.
Perbedaan Kepemimpinan
a. Kepemimpinan menekankan pada proses perilaku yang berfungsi di dalam dan di
luar sutu organisasi, seorang pemimpin harus dapat memotivasi dan memberi
inspirasi orang lain secara individu maupun secara kelompok.
b. Manajemen Pengkoordinasian dan pengintegrasian semua sumber yang ada
melalui proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan dalam
pencapaian tujuan.
Gaya Kepemimpinan
Gaya kepemimpinan pada dasarnya mengandung pengertian sebagai suatu
perwujudan tingkah laku dari seorang pemimpin, yang menyangkut kemampuannya
dalam memimpin. Perwujudan tersebut biasanya membentuk suatu pola atau bentuk
tertentu, berikut merupakan jenis-jenis gaya kepemimpinan:
1. Demokrasi
Bentuk kepemimpinan yang terbuka, berdasarkan hasil musyawarah, suara
atau usulan dari anggota.
2. Otoriter

 Menempatkan kekuasaan di tangan satu orang atau sekelompok kecil.


 Pemimpin bertindak sebagai penguasa tunggal.
 Kedudukan bawahan semata-mata sebagai pelaksana keputusan, perintah,
dan bahkan kehendak pimpinan.

3. Partisipatif

 Merupakan gabungan antara otokratik dan demokratik.


 Pemimpin menyampaikan hasil analisa masalah dan mengusulkan
tindakannya.
 Staf diminta saran dan kritiknya serta mempertimbangkan respon staf
terhadap usulnya.

4. Bebas tindak (Laisser-faire)

 Kebalikan dari tipe atau gaya kepemimpinan otoriter.


 Cenderung didominasi oleh perilaku kepemimpinan kompromi
(compromiser) dan perilaku kepemimpinan pembelot (deserter).
 Pemimpin berkedudukan sebagai simbol.
 Pimpinan melimpahkan wewenang sepenuhnya kepada bawahannya dan
keputusan lebih banyak dibuat oleh para bawahan.

19
Teori Kemunculan Kepemimpinan
Teori Genetis (Keturunan)
“Leader are born and nor made” bahwa pemimpin itu dilahirkan (bakat lahir
bukannya dibuat). Dalam keadaan yang bagaimanapun seseorang ditempatkan karena
ia telah ditakdirkan menjadi pemimpin. Disebutkan pula bahwa gen sifat
kepemimpinan diturunkan oleh orang tuanya yang juga seorang pemimpin.
Teori Sosial
“Leader are made and not born” pemimpin itu dibuat atau dididik bukannya lahir
secara kodrati. Para penganut teori ini mengetengahkan pendapat yang mengatakan
bahwa setiap orang bisa menjadi pemimpin apabila diberikan pendidikan dan
pengalaman yang cukup.
Teori Ekologis
Seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia telah memiliki
bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian dikembangkan melalui pendidikan
yang teratur dan pengalaman yang memungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut.

Manajemen Pelayanan Kebidanan


Manajemen adalah ilmu atau seni bagaimana sumber daya secara efisien,
efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan
sebelumnya. Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan lulus pendidikan
bidan, mendapat izin dan terdaftar secara legal untuk melakukan praktek kebidanan.
(ICM/ WHO)
Manajemen pelayanan kesehatan adalah suatu metode pengaturan,
pengorganisasian pikiran dan tindakan dalam suatu urutan yang logis dan
menguntungkan baik bagi pasien maupun petugas kesehatan. Proses pemecahan
masalah yang di gunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan
tindakan berdasarkan teori ilmiah penemuan-penemuan, keterampilan, dalam
rangkaian atau tahapan yang logis untuk pengambilan suatu keputusan dan berfokus
pada klien (Varney, 1977).

Perencanaan dalam Manajemen Pelayanan Kebidanan


Unsur Pokok Perencanaan Dalam Manajemen Pelayanan Kebidanan:
1. Input (struktur)

20
Segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan pelayanan kesehatan,
seperti SDM, dana, obat, fasilitas, peralatan, bahan, teknologi, organisasi,
informasi dan lain-lain.
Input merujuk pada sumber-sumber yang diperlukan untuk melaksanakan
aktifitas yang meliputi :
1. Man : Tenaga yang di manfaatkan. Contoh, staf/ bidan yang kompeten.
2. Money : Anggaran yang di butuhkan atau dana untuk program.
3. Material : Baku atau materi (sarana dan prasarana) yang dibutuhkan.
4. Metode : Cara yang di pergunakan dalam bekerja atau prosedur kerja.
5. Minute/ Time : Jangka waktu pelaksanaan kegiatan program.
6. Market : Pasar dan pemasaran atau sarana program.

2. Proses
Interaksi profesional antara pemberi pelayanan dengan konsumen (pasien/
masyarakat). (Depkes RI, 2001).
Proses adalah suatu bentuk kegiatan yang berjalan dengan dan antara dokter
dan pasien”. (Donabedian, 1980).
Proses, ialah interaksi professional antara pemberi layanan dengan konsumen
(pasien / masyarakat ).
Proses adalah semua kegiatan yang dilaksanakan secara profesional oleh
tenaga kesehatan dan interaksinya dengan pasien.
Proses memonitor tugas atau kegiatan yang dilaksanakan meliputi manajemen
operasional dan manajemen asuhan.
 Perencanaan (P1)
 Pengorganisasian (P2)
 Penggerakan dan Pelaksanaan, Pengawasan dan Pengendalian (P3)

3. Output
Menunjuk pada penampilan (perfomance) pelayanan kesehatan. Penampilan
dapat di bedakan atas dua macam:
1. Penampilan aspek medis pelayanan kesehatan.
2. Penampilan aspek non medis pelayanan kesehatan.
Output/ outcome, ialah hasil pelayanan kesehatan, merupakan perubahan yang
terjadi pada konsumen (pasien/ masyarakat), termasuk kepuasan dari
konsumen tersebut.

21
Hasil akhir kegiatan dan tindakan tenaga kesehatan profesional terhadap
pasien. Hasil pelayanan kesehatan / medis dapat dinilai antara lain dengan
melakukan audit medis, review rekam medis dan review medis lainnya,
adanya keluhan pasien, dan informed consent.

14. Pengembangan Kapasitas Ketahanan Diri (Resilience)


Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk bertahan dan beradaptasi dalam
menghadapi, mengatasi, mencegah, meminimalkan atau menghilangkan dampak-
dampak yang merugikan serta mampu untuk bangkit dan pulih kembali dari tekanan,
keterpurukan, kesengsaraan atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup.
Resiliensi merupakan kemampuan untuk bangkit kembali dari pengalaman negatif
yang mencerminkan kualitas bawaan dari individu atau merupakan hasil dari
pembelajaran dan pengalaman. Kemampuan resiliensi seseorang dapat dipengaruhi
oleh banyak faktor, antara lain dukungan eksternal, kekuatan personal yang
berkembang pada diri seseorang dan kemampuan sosial.
Resiliensi adalah kemampuan individu untuk segera kembali (to bounce back)
dalam menghadapi dan mengatasi situasi yang berisiko dan penuh tekanan melalui
pertahanan kompetensi yang dimiliki serta adaptasi yang positif dan fleksibel terhadap
perubahan dari pengalaman yang penuh tekanan. Resiliensi membuat seseorang
berhasil menyesuaikan diri dalam berhadapan dengan kondisi–kondisi yang tidak
menyenangkan dan tekanan hebat yang inheren sekalipun.
Berikut definisi dan pengertian resiliensi dari beberapa sumber buku:
 Menurut Lestari dan Mariyati (2016), resiliensi sebuah kemampuan individu
untuk bangkit dari penderitaan, dengan keadaan tersebut mental akan menjadi
lebih kuat dan lebih memiliki sumber daya.
 Menurut Kalil (2003), resiliensi sebuah kesadaran akan hasil yang baik dalam
menghadapi keadaan sulit, kemampuan yang menyokong ketika berada di
bawah tekanan, atau penyembuhan dari trauma.
 Menurut Grotberg (1995), resiliesi adalah kemampuan seseorang untuk
menilai, mengatasi, dan meningkatkan diri ataupun mengubah dirinya dari
keterpurukan atau kesengsaraan dalam hidup.
 Menurut Desmita (2012), resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas insani
yang dimiliki seseorang, kelompok atau masyarakat yang memungkinkan
untuk menghadapi, mencegah, meminimalkan, bahkan menghilangkan
dampak–dampak yang merugikan dari kondisi-kondisi yang tidak
menyenangkan.
 Menurut Reivich dan Shatte (2002), resiliensi adalah kemampuan untuk
bertahan, beradaptasi terhadap sesuatu yang menekan, mampu mengatasi dan
melalui, serta mampu untuk pulih kembali dari keterpurukan

Fungsi Resiliensi

22
Menurut Reivich dan Shatte (2002), resiliensi pada seseorang memiliki beberapa
fungsi, yaitu sebagai berikut:
1. Mengatasi (Overcoming)
Dalam kehidupan terkadang manusia menemui kesengsaraan, masalah-
masalah yang menimbulkan stres yang tidak dapat untuk dihindari. Oleh
karenanya manusia membutuhkan resiliensi untuk menghindar dari kerugian-
kerugian yang terjadi akibat dari hal-hal yang tidak menguntungkan tersebut.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara menganalisis dan mengubah cara pandang
menjadi lebih positif dan meningkatkan kemampuan untuk mengontrol
kehidupan kita sendiri. Sehingga, kita tetap dapat termotivasi, produktif,
terlibat, dan bahagia meskipun dihadapkan pada berbagai tekanan di dalam
kehidupan.
2. Mengendalikan (Steering through)
Setiap orang membutuhkan resiliensi untuk menghadapi setiap masalah,
tekanan, dan setiap konflik yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Orang
yang resilien akan menggunakan sumber dari dalam dirinya sendiri untuk
mengatasi setiap masalah yang ada, tanpa harus merasa terbebani dan bersikap
negatif terhadap kejadian tersebut. Orang yang resilien dapat membantu serta
mengendalikan dirinya dalam menghadapi masalah sepanjang perjalanan
hidupnya. Penelitian menunjukkan bahwa unsur esensi dari steering through
dalam stres yang bersifat kronis adalah self-efficacy yaitu keyakinan terhadap
diri sendiri bahwa kita dapat menguasai lingkungan secara efektif dapat
memecahkan berbagai masalah yang muncul.
3. Efek kembali (Bouncing back)
Beberapa kejadian merupakan hal yang bersifat traumatik dan menimbulkan
tingkat stres yang tinggi, sehingga diperlukan resiliensi yang lebih tinggi
dalam menghadapi dan mengendalikan diri sendiri. Kemunduran yang
dirasakan biasanya begitu ekstrim, menguras secara emosional, dan
membutuhkan resiliensi dengan cara bertahap untuk menyembuhkan diri.
Orang yang resilien biasanya menghadapi trauma dengan tiga karakteristik
untuk menyembuhkan diri. Mereka menunjukkan task-oriented coping style
dimana mereka melakukan tindakan yang bertujuan untuk mengatasi
kemalangan tersebut, mereka mempunyai keyakinan kuat bahwa mereka dapat
mengontrol hasil dari kehidupan mereka, dan orang yang mampu kembali ke
kehidupan normal lebih cepat dari trauma mengetahui bagaimana
berhubungan dengan orang lain sebagai cara untuk mengatasi pengalaman
yang mereka rasakan.
4. Menjangkau (Reaching out)
Resiliensi, selain berguna untuk mengatasi pengalaman negatif, stres, atau
menyembuhkan diri dari trauma, juga berguna untuk mendapatkan
pengalaman hidup yang lebih kaya dan bermakna serta berkomitmen dalam
mengejar pembelajaran dan pengalaman baru. Orang yang berkarakteristik

23
seperti ini melakukan tiga hal dengan baik, yaitu tepat dalam memperkirakan
risiko yang terjadi; mengetahui dengan baik diri mereka sendiri; dan
menemukan makna dan tujuan dalam kehidupan mereka.

Aspek–aspek Resiliensi
Menurut Connor dan Davidson (2003), resiliensi terdiri dari tiga aspek utama, yaitu
sebagai berikut:
 Tenacity (Kegigihan). Menggambarkan ketenangan hati, ketetapan waktu,
ketekunan, dan kemampuan mengontrol diri individu dalam menghadapi
situasi yang sulit dan menantang.
 Strength (Kekuatan). Menggambarkan kapasitas individu untuk memperoleh
kembali dan menjadi lebih kuat setelah mengalami kemunduran dan
pengalaman di masa lalu.
 Optimism (Optimisme). Merefleksikan kecenderungan individu untuk melihat
sisi positif dari setiap permasalahan dan percaya terhadap diri sendiri dan
lingkungan sosial. Aspek ini menekankan pada kepercayaan diri individu
dalam melawan situasi yang sulit.
Sedangkan menurut Reivich dan Shatte (2002), aspek-aspek resiliensi yang harus
dimiliki seseorang adalah sebagai berikut:
 Regulasi emosi. Kemampuan untuk mengelola sisi internal diri agar tetap
efektif di bawah tekanan individu yang resilien mengembangkan keterampilan
dirinya untuk membantunya mengendalikan emosi, perhatian, maupun
perilakunya dengan baik.
 Pengendalian dorongan. Kemampuan untuk mengelola bentuk perilaku dari
impuls emosional pikiran, termasuk kemapuan untuk menunda mendapatkan
hal yang dapat memuaskan bagi individu. Kemampuan mengendalikan
dorongan juga terkait dengan regulasi emosi.
 Analisis kausal. Kemampuan untuk mengidentifikasi penyebab dari masalah
secara akurat. Individu yang resilien memiliki gaya berpikir yang terbiasa
untuk mengidentifikasi penyebab yang memungkinkan dan mendapatkan
sesuatu yang berpotensi menjadi solusi.
 Efikasi diri. Efikasi diri merupakan keyakinan individu dapat memecahkan
masalah dan berhasil individu tersebut yakin bahwa dirinya telah efektif dalam
hidupnya. Individu yang resilien yakin dan percaya diri sehingga dapat
membangun kepercayaan dengan orang lain, juga menempatkan dirinya untuk
berada di tempat yang lebih baik dan lebih banyak memiliki kesempatan.
 Realistis dan optimis. Kemampuan yang dimiliki individu untuk tetap positif
tentang masa depan yang belum menjadi terealisasi dalam perencanaan. Hal

24
tersebut terkait dengan self esteem, tetapi juga memiliki hubungan kausalitas
dengan efikasi diri juga melibatkan akurasi dan realisme.
 Empati. Kemampuan untuk membaca isyarat perilaku orang lain untuk
memahami keadaan psikologis dan emosional mereka, sehingga dapat
membangun hubungan yang lebih baik. Individu yang resilien mampu
membaca isyarat-isyarat non verbal orang lain untuk membangun hubungan
yang lebih dalam dan cenderung untuk menyesuaikan keadaan emosi mereka.
 Keterjangkauan. Kemampuan untuk meningkatkan aspek positif dari
kehidupan dan mengambil suatu kesempatan yang baru sebagai tantangan.
Menjangkau sesuatu yang terhambat oleh rasa malu, perfeksionis, dan self
handicapping.
Sumber-sumber Resiliensi
Menurut Desmita (2009), terdapat beberapa sumber yang dapat mempengaruhi
terbentuknya sebuah resiliensi pada seseorang, yaitu sebagai berikut:
I Have (aku punya)
Faktor I Have merupakan dukungan eksternal dan sumber untuk
meningkatkan resiliensi. I have merupakan sumber resiliensi yang berhubungan
dengan pemaknaan remaja terhadap besarnya dukungan yang diberikan oleh
lingkungan sosial terhadap dirinya. Sebelum individu menyadari akan siapa dirinya (I
Am) atau apa yang bisa dilakukan (I Can), individu membutuhkan dukungan eksternal
dan sumber daya untuk mengembangkan perasaan keselamatan dan keamanan yang
meletakkan fondasi, yaitu untuk mengembangkan resiliensi. Beberapa sumber yang
menjadi landasan terbentuknya faktor I Have yaitu:
 Hubungan yang dilandasi oleh kepercayaan penuh.
 Struktur dan peraturan di rumah.
 Model-model peran.
 Dorongan untuk mandiri (otonomi).
 Akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, keamanan dan kesejahteraan.

I Am (ini Aku)
I am merupakan sumber resiliensi yang berkaitan dengan kekuatan pribadi.
Faktor I Am merupakan kekuatan yang berasal dari dalam diri individu. Hal ini
meliputi perasaan, sikap, dan keyakinan di dalam diri individu. Beberapa hal yang
dapat mempengaruhi terbentuknya faktor I am yaitu:
 Disayang dan disukai oleh banyak orang.
 Mencinta, empati dan kepedulian pada orang lain.
 Bangga dengan dirinya sendiri.
 Bertanggung jawab terhadap perilaku sendiri dan menerima konsekuensinya.
 Percaya diri, optimistic dan penuh harap.

I Can (aku dapat)

25
I can adalah sumber resiliensi yang berkaitan dengan apa saja yang dapat
dilakukan oleh remaja sehubungan dengan keterampilan-keterampilan sosial dan inter
personal. I can adalah kemampuan yang dimiliki individu untuk mengungkapkan
perasaan dan pikiran dalam berkomunikasi dengan orang lain, memecahkan masalah
dalam berbagai seting kehidupan (akademis, pekerjaan, pribadi dan sosial) dan
mengatur tingkah laku, serta mendapatkan bantuan saat membutuhkannya. Beberapa
hal yang perlu dikembangkan untuk menumbuhkan faktor I Can yaitu:
 Berkomunikasi.
 Memecahkan masalah.
 Mengelola perasaan dan impuls-impuls.
 Mengukur tempramen sendiri dan orang lain.
 Menjalin hubungan-hubungan yang saling mempercayai.

Tahapan Resiliensi
Menurut Coulson (2006), terdapat empat tahapan yang terjadi ketika seseorang
mengalami situasi dari kondisi yang menekan (significant adversity) sebelum
akhirnya terjadi resiliensi, yaitu sebagai berikut:
a. Mengalah
Mengalah adalah kondisi yang menurun dimana individu mengalah atau
menyerah setelah menghadapi suatu ancaman atau keadaan yang menekan.
Level ini merupakan kondisi ketika individu menemukan atau mengalami
kemalangan yang terlalu berat bagi mereka. Outcome dari individu yang
berada pada level ini berpotensi mengalami depresi, narkoba dan pada tataran
ekstrem bisa sampai bunuh diri.
b. Betahan (survival)
Pada tahapan ini individu tidak dapat meraih atau mengembalikan fungsi
psikologis dan emosi positif setelah dari kondisi yang menekan. Efek dari
pengalaman yang menekan membuat individu gagal untuk kembali berfungsi
secara wajar.
c. Pemulihan (Recovery)
Recovery adalah kondisi ketika individu mampu pulih kembali pada fungsi
psikologis dan emosi secara wajar dan mampu beradaptasi dalam kondisi yang
menekan, walaupun masih menyisihkan efek dari perasaan negatif yang
dialaminya. Dengan begitu, individu dapat kembali beraktivitas untuk
menjalani kehidupan sehari-harinya, mereka juga mampu menunjukkan diri
mereka sebagai individu yang resilien.
d. Berkembang Pesat (Thriving)
Pada tahapan ini, individu tidak hanya mampu kembali pada tahapan fungsi
sebelumnya, namun mereka mampu melampaui level ini pada beberapa
respek. Pengalaman yang dialami individu menjadikan mereka mampu

26
menghadapi dan mengatasi kondisi yang menekan, bahkan menantang hidup
untuk membuat individu menjadi lebih baik.

15. Intelegensi Emosional dalam Praktik Kebidanan

Pengertian Intelegensi

Intelegensi atau Kecerdasan adalah suatu kemampuan untuk memecahkan


masalah, kemampuan dalam berfikir belajar, memproses sesuatu dan menyesuaikan
diri pada lingkungan. Tingkat intelegensi dapat diukur dengan kecepatan memecahkan
masalah-masalah tersebut. Kecerdasan Emotional merupakan suatu kemampuan
seperti kemampuan untuk memotivasi diri dan bertahan menghadapi frustasi,
mengendali- kan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan, mengatur suasana hati
dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berfikir, berempati dan
berdoa (Binet Alfred, 1996).
Kecerdasan emosional adalah kemampuan diri untuk mengenal emosi diri
sendiri, emosi orang lain, memotivasi diri sendiri dan mengelola dengan baik emosi
pada diri sendiri dalam berhubungan dengan orang lain (golleman, 1999). Emosi
adalah perasaan yang dialami individu sebagai reaksi terhadap rangsang yang berasal
dari dirinya sendiri maupun dari orang lain.
Kecerdasan emosional mengajarkan tentang integrase kejujuran komitmen, visi,
kreatifitas, ketahanan mental kebijakan dan penguasaan diri.

Jenis - jenis Kecerdasan Emosional


Gellomen mengungkapkan 5 kecerdasan emosional yang dapat menjadi
pedoman pada individu untuk mencapai kesuksesan dalam kehidupan sehari-hari
adalah :
1. Mengenali emosi diri
2. Mengelola emosi
3. Memotivasi diri
4. Mengenali emosi orang lain
5. Membina hubungan dengan orang lain

Faktor yang Berpengaruh Pada Kecerdasan Emosional

27
1. Usia
Merupakan salah satu hal yang memperngaruhi emosi seseorang. Usia
merupakan salah satu indicator yang harus dipertimbangkan dalam
mengevaluasi kecerdasan emosi seseorang, karna perubahan pengalaman
hidup sangat memperngaruhi emosi seseorang
2. Budaya dan Sosial Ekonomi
Budaya dan Sosial Ekonomi sangat mempengaruhi perkembangan emosi
seseorang, pernyataan yang diungkapkan setiadrama dan waruwu (2003).
Seseorang dalam mengendalikan emosi akan mengalami banyak perubahan
apabila pindah tempat tinggal atau jika kondisi social ekonominya mengalami
perubahan
3. Keluarga
Keluarga menyumbang pengaruh besar terhadap kecerdasan emosional anak.
Terutama pada kasus single parents, akan berdampak pada anak yang tidak
dapat mengontrol diri seperti kecewa, frustasi, melawan peraturan,
memberontak, kurang konsentrasi, murung, merasa bersalah , mudah marah,
kurang motivasi, iri, ketidakstabilan emosi dan kurang percaya diri.

Perilaku dan Aspek Budaya yang Mempengaruhi Pelayanan Kebidanan


 Health Believe adalah tradisi-tradisi yang diberikan secara turun temurun
dalam contohnya dalam pemberian makanan pada bayi didaerah nusa tenggara
barat ada pemberian nasi papah atau di jawa tengah dengan tradisi nasi pinang;
 Life Style adalah gaya hidup yang berpengaruh terhadap kesehatan, contohnya
gaya hidup kawin cerai atau gaya hidup perokok;
 Health Seeking Behavior salah satu bentuk perilaku social budaya yang
mempercayai apabila seseorang sakit tidak perlu ke pelayanan kesehatan tetapi
cukup dengan membeli obat warung atau mendatangi dukun

28

Anda mungkin juga menyukai