Anda di halaman 1dari 18

PEMBERLAKUAN KARANTINA WILAYAH/LOCKDOWN SAAT KASUS

COVID-19 MENINGKAT

OLEH:

1. LALU IKHVAN MUHAMAD SUGANDI (NIM: 019.04.0067)


2. AYU RIZKI LESTARI (NIM: 018.04.0019)
3. AMMAR SURYA SORIMUDA LUBIS (NIM: 019.04.0171)

KOMPETISI DEBAT KONSTITUSI MAHASISWA

ANTAR PERGURUAN TINGGI SE-INDONESIA XIV TAHUN 2021

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

MATARAM

OKTOBER 2021

1
ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul……………………………………………………. i

Lembar Orisinalitas……………………………………………….. ii

Daftar Isi………………………………………………………… iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang……………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah…………………………..………………. 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Problematika Pemberlakuan Karatina Wilayah/Lockdown


Disaat Kasus Covid-19
Meningkat……………………………………………………
3

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan…………………………………………………. 12
B. Saran………………………………………………………… 12
DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD NRI 1945) alenia ke IV
(empat) salah satu tujuan pembentukan negara Indonesia adalah untuk
memajukan kesejahteraan umum. Frasa “untuk memajukan kesejahteraan
umum” pada hakikatnya memiliki makna yang luas, dimana jaminan
terhadap kesejahteraan rakyat menjadi tanggung jawab negara mulai dari
kesehatan, ekonomi, pendidikan dan pemenuhan kebutuhan hidup lainnya.
Hal tersebut berkaitan dengan jaminan hak asasi manusia yang menjadi
identitas negara hukum.
Indonesia menjadi salah satu negara yang ikut terdampak Covid-19
disertai korban meninggal begitu tinggi, serta berdampak pada
terpuruknya ekonomi dan beberapa sektor lainnya. Awal munculnya kasus
Covid-19 adalah ketika WHO (World Health Organization) China
Country Office melaporkan kasus pneumonia yang tidak diketahui
etiologinya di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China. Berdasarkan World
Health Organization kasus kluster pneumonia dengan etiologi yang tidak
jelas di Kota Wuhan telah menjadi permasalahan kesehatan di seluruh
dunia. Pandemi ini terus berkembang hingga adanya laporan kematian dan
kasus-kasus baru di luar China.1
Sebagai bentuk pertanggungjawaban negara dalam melindungi
rakyatnya dari pandemi Covid-19 dikeluarkanlah Keputusan Presiden
Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan
Masyarakat Corona Virus Disease (Covid-19). Dengan keluarnya Kepres
yang menetapkan bahwa Covid-19 adalah penyakit menular yang wajib
diwaspadai bersama, maka pemerintah mengambil tindakan darurat untuk

1
Tim Kerja Kementrian Dalam Negeri, 2020, Pedoman Umum Menghadapi PANDEMI COVID-
19, Jakarta, Kementrian Dalam Negeri, Hlm 2

1
masyarakat sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan (selanjutnya disebut UU
Kekarantinaan Kesehatan).
Karantina Wilayah adalah salah satu jenis dari karantina yang
dimuat dalam Pasal 49 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan yang dasar
penetapanya harus memperhatikan beberapa aspek seperti pertimbangan
epidemologis, besarnya ancaman, efektivitas, dukungan sumber daya,
teknis operasional, pertimbangan ekonomi, sosial, budaya dan keamanan.
Sehingga, opsi pemberlakuan Karantina Wilayah diberlakukan saat
kasus Covid-19 meningkat akan menimbulkan permasalah baru terutama
terkait kemampuan negara dalam memenuhi syarat-syarat yang harus
dipertimbangkan disaat pemberlakuan Karantina Wilayah dan kepastian
hukum dari regulasi yang menunjang pemberlakuan Karantina Wilayah
yang kehadirannya harus mampu hadir sesuai konteks sebagai negara
hukum. Selain itu, mempertimbangkan dari negara yang memberlakukan
Karantina Wilayah, yaitu Selandia Baru tidak memberlakukan Karantina
Wilayah disaat kasus Covid-19 meningkat melainkan diawal adanya kasus
positif Covid-19 sehingga itu menjadi langkah mitigasi dini untuk
mencegah tingginya kasus Covid-19 bukan diberlakukan saat kasus Covid-
19 meningkat.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana problematika pemberlakuan karatina wilayah/lockdown
disaat kasus Covid-19 meningkat?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 . Problematika Pemberlakuan Karatina Wilayah/Lockdown Disaat Kasus


Covid-19 Meningkat
Rumusan pada Pasal 1 ayat (3) UUD NRI 1945 menyatakan
bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal ini mempertegas bahwa
negara Indonesia adalah negara hukum, baik dalam penyelenggaraan
negaranya maupun kehidupan berbangsa dan bernegara.2 Kemudian,
bahwasanya rumusan ini telah tercantum di dalam konstitusi negara
Indonesia, maka hal ini dimaksudkan bahwa negara Indonesia sudah
semestinya merupakan negara yang menegakkan supremasi hukum
untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada kekuasaan
yang tidak dipertanggungjawabkan (akuntabel)3, sebagai bentuk
penjaminan atas kepastian hukum bagi seluruh lapisan masyarakatnya.
Sebagai negara hukum peraturan perundang-undangan merupakan
bagian penting dan tak terpisahkan dalam penyelenggaraan sebuah
negara maupun dalam memanifestasikan penegakan hukum, namun tetap
berpegang teguh pada sebuah cita-cita bangsa Indonesia terutama dalam
melindungi segenap bangsa serta untuk memajukan kesejahteraan umum.
Selanjutnya, dalam Pasal 1 angka 10 UU Kekarantinaan
Kesehatan mendefinisikan Karantina Wilayah adalah pembatasan
penduduk dalam satu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta
isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terduga terkontaminasi
sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit
atau kontaminasi.
Pemberlakuan Karantina Wilayah/lockdown pada Hakikatnya
menjadi salah satu opsi yang ramai diperbincangkan selama kemunculan

2
Sekretariat Jenderal MPR RI, Panduan Pemasyarakatan: Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 Dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia, 2015, hlm. 68.

3
Ibid, hlm. 68.

3
kasus Covid-19 namun sampai saat ini pemerintah Indonesia belum
pernah sama sekali memberlakukan Karantina Wilayah secara nasional.
Hal tersebut tidaklah mengherankan bila melihat aspek-aspek yang harus
dipertimbangkan apabila Karantina Wilayah/lockdown diberlakukan
terutama pada saat kasus Covid-19 meningkat, sebagaimana ketentuan
pada Pasal 49 ayat (1) UU Kekarantinaan Kesehatan, diantaranya :
1) Pertimbangan Epidemologis
Epidemiologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari
dan menganalisis tentang penyebaran, pola, dan penentuan
kondisi kesehatan dan penyakit pada populasi tertentu.4 Pertimba
-ngan epidemiologis selain didasarkan atas banyaknya orang yang
menderita disertai kematiannya, meliputi juga langkah preventif
maupun represif guna mengatasi wabah dan membatasi penularan
penyakit dan memperkecil jumlah korban. Berdasarkan wilayah
geografis dan jumlah penduduk di Indonesia, menunjukkan
terdapat 260 juta penduduk dengan 34 provinsi dan 514
kabupaten/kota, maka negara Indonesia membutuhkan setidaknya
568 ahli epidemologi dan 9.510 asisten ahli epidemologi
(perhitungan PPSDM Kemenkes tahun 2014).5 Sementara itu,
seiring dengan peningkatan angka fertilitas di Indonesia jumlah
penduduknya meningkat mencapai sekitar 272 juta jiwa (30 Juni
2021). Sehubungan dengan hal ini bangsa Indonesia sangat
membutuhkan ahli epidemologi guna memaksimalkan analisis
ketersebaran kasus disertai penginderaan kawasannya. Mengingat
bahwa pengakomodasian terhadap masyarakat tersebut

4
Irwan Syambudi, 2021, “PSBB & PPKM Gagal Tekan Covid-19, Apa Saran Epidemologi Ke
Luhut”, dikutip dari : https://tirto.id/psbb-ppkm-gagal-tekan-covid-19-saran-epidemologi-ke-luhut-
f9RN, diakses pada tanggal 28 Oktober 2021.

5
Kemenkes, 2014, “Indonesia Butuh 568 Epidemolog”, dikutip dari
https://googleweblight.com/sp?u=https://www.kemkes.go.id/article/view/201410030002/
indonesia-butuh-568-epidemolog.html&grqid=6CFOGA&hl=id-ID, diakses pada tanggal 28
Oktober 2021.

4
merupakan pertanggungjawaban pemerintah dalam melindungi
setiap warga negaranya, terkait dengan hak hidupnya.
2) Besarnya Ancaman
Perkembangan kebijakan Indonesia dalam penanganan
Covid-19 tentu telah melakukan evaluasi pengoperasian
sedemikian rupa. Namun, penerapan Karantina Wilayah saat
kasus Covid-19 meningkat justru hanya berakibat pada
penghalangan mobilisasi masyarakat dan terdegradasinya
ekonomi masyarakat maupun negara secara keseluruhan serta
upaya penegakan yang bertendensi koersif. Adapun kompleksitas
yang ada antara lain, Kota Tegal telah menutup 49 titik akses
masuk disertai anggaran 2 miliar dan stok logistik hanya dalam
waktu dua bulan, lalu Papua dengan kasus positif berjumlah
sembilan orang berdampak pada penghentian operasional khusus
untuk penumpang di Bandara Sentani pada 26 Maret hingga 9
April 2020 serta sebagainya.6 Kemudian, terdapat 87,5% Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia terdampak
akibat pandemi Covid-19 sedangkan sisanya merasakan dampak
kecil.7 Belum lagi keadaan beberapa masyarakat di Indonesia
terkait kemiskinan yang sepenuhnya belum teratasi dengan
maksimal, sekitar 9,2 % – 9,7% dengan tingkat pengangguran
7,7% – 9,1% menjadi hal yang kompleks. 8 Pemberlakuan
Karantina Wilayah mengharuskan adanya pengakomodasian yang
terintegrasi antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah,
6
Tresno Setiadi, Irwan Nugraha, Dhias Suwandi, Hendro Cipto, Candra Nugraha, 2021, 5
Wilayah di Indonesia yang Berlakukan Karantina Terbatas hingga Local Lockdown, dikutip dari :
.https://bogor.tribunnews.com/2020/03/30/belum-ada-kebijakan-dari-pusat-5-wilayah-pilih-
berlakukan-karantina-wilayah-hingga-local-lockdown?page=all 5 Wilayah di Indonesia yang
Berlakukan Karantina Terbatas hingga Local Lockdown, diakses pada tanggal 27 Oktober 2021.

7
Dwi Aditya Putera, 2021, Erick Thohir: 87,5 Persen UMKM Terdampak Pandemi Covid-19,
dikutip dari : https://www.merdeka.com/uang/erick-thohir-875-persen-umkm-terdampak-pandemi-
covid-19.html, diakses pada tanggal 27 Oktober 2021.
8
Data APBN 2021

5
seperti yang telah tercantum pada Pasal 55 ayat (1) dan (2) UU
Kekarantinaan Kesehatan. Hal tersebut berimplikasi pada ketidak-
efesiensian dan keefektifan alokasi pendanaan APBN dan APBD
secara parsial jika Karantina Wilayah diberlakukan saat kasus
meningkat, mengingat bahwa pendapatan dan anggaran di
masing-masing daerah yang berbeda, dan utang negara
mengalami peningkatan maupun problematika secara
keseluruhan.
3) Efektivitas
Pada dasarnya efektivitasan dalam pemberlakuan
Karantina Wilayah dapat dinilai dari keberhasilannya dalam
ruang lingkup sosial masyarakat. Kemudian, suatu kebijakan
dapat dikatakan efektif bila didukung dengan tujuan yang jelas
serta memiliki langkah mitigasi yang terarah disaat
pemberlakuannya. Akan tetapi, kebijakan pemberlakuan
Karantina Wilayah dapat dikatakan belum memiliki arah dan
tujuan yang jelas dan terarah, sebab pemberlakuannya justru lepas
dalam konteks peraturan kekarantinaan kesehatan, seperti
kebijakan karantina parsial, karantina mikro, pengakomodiran
wilayah tertentu, karantina rumah, dan sebagainya. Sehingga,
dalam konteks ini pemerintah belum dapat memastikan
keberhasilan dalam pengurangan angka masyarakat yang terpapar
Covid-19. Pemberlakuan Karantina Wilayah juga menunjukkan
pembiasan hukum, bila karantina wilayah diterapkan pada saat
kasus Covid-19 meningkat maka terminologis maupun penerapan
praktisnya dapat dikatakan bias dengan pelaksanaan PSBB belum
menunjukkan kepastian hukum, mengingat bahwa keduanya
merupakan opsi yang terpisah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Peran bahasa dalam suatu
produk hukum merupakan bagian yang fundamental. Hukum
adalah sesuatu yang berbentuk kebahasaan (“talig”, Belanda) atau

6
sebuah “Language game”, (Satjipto Rahardjo, 2009). Di sisi lain
bahwa setiap muatan perundang-undangan juga harus
mencerminkan asas ketertiban dan kepastian, dimaksudkan bahwa
setiap materi muatan peraturan perundang-undangan harus dapat
mewujudkan ketertiban dalam masyarakat melalui jaminan
kepastian hukum. Menurut, Satjipto Rahardjo, bahwa asas hukum
dapat diartikan sebagai “jantungnya” peraturan hukum.
Sedangkan, bagi Karl Larenz dalam buku bertajuk
Methodenlehre der Rechtswissenschaft menyampaikan bahwa
asas hukum merupakan ukuran-ukuran hukum ethis yang
memberikan arah kepada pembentukan hukum.9
4) Dukungan Sumber Daya
Saat Karantina Wilayah diberlakukan, otomatis
kesejahteraan warga ditanggung oleh Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah sedangkan tidak semua daerah dapat
memenuhi kebutuhan daerahnya. Dana dari pusat tentu tidak akan
merata untuk seluruh daerah. Sumber daya manusia dan sumber
daya alam di daerah tidak bisa menjamin keberlangsungan
pangan dan kebutuhan masyarakat untuk kedepannya serta
kemampuan APBD di berbagai daerah pun berbeda.
Hal tersebut dapat dinilai melalui ketersediaan alat
kesehatan dan tenaga medis yang disediakan menunjukkan
penurunan jumlah. Jika melihat kembali atas kasus yang ada
masih dilingkupi kekurangan APD (Alat Pelindung Diri),
sehingga dapat dikatakan sumber daya pendukung tidaklah
tercukupi dalam pemberlakuan Karantina Wilayah saat kasus
Covid-19 meningkat sebab kebutuhan orang banyak. Terlebih
bahwa ketersediaan yang kurang justru direspon dengan begitu
memperihatinkan, seperti memodifikasi jas hujan sebagai APD,

9
Dewa Gede Atmaja, “Asas-Asas Hukum Dalam Sistem Hukum”, Jurnal Kertha Wicaksana,
Volume 12, Nomor 2, 2018, hlm. 146.

7
maupun penggunaan masker yang tak sesuai. Berdasarkan
LaporanCOVID-19 terdapat 34 pasien positif corona yang ditolak
rumah sakit karena fasilitas pelayanan kesehatan penuh, maupun
tempat tidur ruang isolasi dan ICU masih kurang. 10 Pelayanan
kesehatan esensial pun perlu dipertimbangkan selain kasus Covid-
19 hal ini juga menjadi bagian upaya pencegahan terhadap kasus
yang ada serta penyakit kronis yang kapanpun mengancam
kehidupan setiap orang.11 Mengingat bahwa setiap orang berhak
memperoleh pelayanan kesehatan berdasarkan konstitusi
Indonesia.
5) Teknik Operasional
Dalam kaitannya dengan pedoman tata cara
pemberlakuan Karantina Wilayah/lockdown tidak dijabarkan
dengan jelas dalam regulasinya terkait Karantina Wilayah. Hal ini
dapat dilihat dari wilayah yang pernah melakukan Karantina
Wilayah seperti Makassar yang melakukan karantina parsial
dengan menutup pemukiman atau perumahan yang teridentifikasi
ada warganya yang berstatus PDP dan positif Covid-19.
Selanjutnya, Kota Tegal melakukan Karantina Wilayah/lockdown
dengan menutup 49 akses masuk ke kota Tegal. Selain itu, dalam
penetapan Karantina Wilayah tidak terkoordinasikan dengan baik
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintahan Daerah berakibat
pada kebijakan yang dapat tumpang tindih satu sama lainnya.

10
Fitri Haryanti Harsono, 2021, LaporCOVID-19: Ada 34 Pasien Corona Ditolak RS karena
Penuh, dikutip dari : https://www.liputan6.com/health/read/4466159/laporcovid-19-ada-34-pasien-
corona-ditolak-rs-karena-penuh, diakses pada tanggal 28 Oktober 2021.

11
Rokom, 2021, Pelayanan Kesehatan Essensial tetap Menjadi Prioritas di Masa Pandemi COVID-19,
dikutip dari : https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20201007/2735324/pelayanan-
kesehatan-essensial-tetap-menjadi-prioritas-masa-pandemi-covid-19/ ,diakses pada tanggal 28
Oktober 2021.

8
6) Pertimbangan Ekonomi, Budaya, dan Keamanan
Pemberlakuan Karatina Wilayah pada saat kasus
meningkat tentu sangat membahayakan stabilitas perekonomian
di Indonesia, hal ini disebabkan karena kebutuhan dasar yang
disalurkan kepada orang banyak berfokus pada batas wilayahnya.
Ketika kebijakan tersebut diterapkan maka tak sejalan dengan
tingkat perekonomian di Indonesia dengan persenan utang negara
yang kian meningkat. Sehingga, dalam pengalokasian dana
kebutuhan haruslah selektif dalam penerapannya guna menjaga
efektivitas penggunaan APBN, menekan tingkat pengeluaran
APBN dan APBD mengingat bahwa utang pemerintah telah
meningkat lebih dari 33% selama pandemi virus corona Covid-
19.12
Terkait dengan kebijakan Karantina Wilayah di
Indonesia tidaklah selaras dengan prinsip dasar masyarakatnya,
sesuai dengan pendapat Soepomo sebagai manusia yang diliputi
oleh semangat gotong royong, semangat kekeluargaan. 13 Hal ini
berbeda dengan kebijakan yang diterapkan negara luar yang
berjalan harmonis dengan individualismnya. Atas keperbedaan
tersebut efektifitasan dari pemberlakuan Karantina Wilayah saat
kasus meningkat pun akan diragukan.
Hal ini pun akan membawa kekacauan di masyarakatnya
terkait dengan kebijakan yang tak berjalan harmonis dengan
kebutuhan masyarakatnya. Mengingat bahwa prinsip dasar yang
melekat pada warga negara justru akan dapat membuatnya
menjadi disintegrasi nasional sebab ketimpangan demografinya.

12
Viva Budy Kusnandar, 2021, Utang Pemerintah Meningkat 33% selama Pandemi Covid-19,
dikutip dari : https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/27/utang-pemerintah-
meningkat-33-selama-pandemi-covid-19, diakses pada tanggal 28 Oktober 2021.

13
Dr. Agustinus W. Dewantara, S.S., 2017, M.Hum, Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong
(Indonesia Dalam Kacamata Soekarno, Yogyakarta: PT. Kanisius. Hal. 16.

9
Dari enam aspek yang menjadi dasar pertimbangan pemberlakuan
Karantina Wilayah menunjukkan tidak cocoknya kebijakan Karantina
Wilayah diberlakukan di Indonesia mengingat keadaan wilayah,
kemampuan negara dan kondisi sosial budaya masyarakat Indonesia.
Terutama apabila kita mengacu pada Pasal 55 UU Kekarantinaan
Kesehatan yang menyatakan kebutuhan hidup dasar orang dan makanan
hewan ternak yang berada diwilayah karantina menjadi tanggung jawab
pemerintah pusat menjadi polemik yang nyata mengingat kondisi negara
dengan hutang yang semakin meningkat dan kewajiban pemenuhan
anggaran dibidang lain seperti pendidikan, pembangunan infrastruktur
dan upaya pembangunan kembali perekonomian negara. Sementara
berkaca pada kota Wuhan China membutuhkan setahun penuh Karantina
Wilayah untuk sukses mengatasi Covid-19 dengan diikuti oleh
percepatan pengadaan alat medis, pembangunan rumah sakit dalam
waktu singkat serta kondisi masyarakat yang tetap patuh dengan
kebijakan yang ada karena kebutuhan dasar yang terpenuhi.
Selain permasalahan kemampuan negara yang belum memadai
untuk memberlakukan Karantina Wilayah/lockdown aspek regulasi yang
menunjang pelaksanaan Karantina Wilayah/lockdown belum
memberikan kepastian hukum terhadap masyarakat. Seharusnya setiap
muatan perundang-undangan juga harus mencerminkan asas ketertiban
dan kepastian, dimaksudkan bahwa setiap materi muatan peraturan
perundang-undangan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam
masyarakat melalui jaminan kepastian hukum.14 Akan tetapi, dalam UU
Kekarantinaan Kesehatan khususnya terkait Karantina Wilayah tidak
mengatur tentang tindakan-tidakan yang harus dilakukan untuk menekan
peningkatan kasus Covid-19 saat Karantina Wilayah/lockdown dilakukan
baik sebagai msyarakat maupun dari sisi pemerintah dan jangka waktu
pemberlakukan Karantina Wilayah/lockdown tidak ditetapkan sehingga
menyebabkan ketidakpastian bagi masyarakat sendiri. Akan tetapi, tanpa

14
Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti: Bandung, 2012, hlm. 45

10
adanya kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya
dan akhirnya timbulah ketidakpastian (uncertainty) yang pada akhirnya
akan menimbulkan kekerasan (chaos) akibat ketidaktegasan sistem
hukum (Mario dan Sulistyawan, 2019).
Pada hakikatnya pemberlakuan Karantina Wilayah disaat kasus
Covid-19 meningkat bukanlah hal yang tepat terutama sekali melihat dari
kemampuan dan keadaan negara, keadaan wilayah, kondisi ekonomi,
sosial dan budaya masyarakat serta ketidakpastian hukum dari regulasi
yang menunjang pemberlakuan Karantina Wilayah yang jauh dari
konteks negara hukum yang menjamin adanya kepastian hukum bagi
masyarakat sehingga apabila diberlakukan pada saat adanya kasus Covid-
19 meningkat akan memunculkan permasalahan seperti meningkatnya
hutang negara, terpuruknya perekonomian, rentannya kriminalitas
dimasyarakat akibat ketidakmampuan pemerintah memenuhi kebutuhan
dasar apabila diberlakukan Karantina Wilayah saat kasus meningkat yang
mematikan sektor ekonomi masyarakat dan banyak pekerja yang harus di
PHK salah satu contoh adalah kasus seorang ibu yang terpaksa mencuri
susu bayi disalah satu ritel modern karena tidak adanya pendapatan dan
dilanggarnya hak atas kepastian hukum setiap warga negara yang dijamin
konstitusi karena produk regulasi yang mejadi dasar pemberlakuan
Karantina Wilayah tidak memberi kepastian hukum pada masyarakat.
Oleh sebab itu, daripada memberlakukan Karantina Wilayah
disaat kasus Covid-19 meningkat akan lebih baik melanjutkan kebijakan
pemerintah yang ada saat ini sedang berlaku yaitu PPKM dengan level
berbeda di setiap daerah yang memungkinkan pergerakan perbaikan
ekonomi di daerah dengan level 1 – 2. Kemudian memaksimalkan
penegakan kasus positif Covid-19 di daerah dengan level 3 – 4,
mempercepat langkah vaksinasi serta melakukan langkah mitigasi
pencegahan peningkatan kasus Covid-19.

11
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Dengan diberlakukannya Karantina Wilayah disaat kasus Covid-
19 meningkat akan menimbulkan problematika baru seperti
bertambahnya hutang negara, terpuruknya perekonomian, rentannya
kriminalitas dimasyarakat, bertambahnya pengangguran karena tekanan
pada bidang bisnis yang menimbulkan PHK besar-besaran, matinya
UMKM dan dilanggarnya hak atas kepastian hukum setiap warga negara
yang dijamin konstitusi karena produk regulasi yang mejadi dasar
pemberlakuan Karantina Wilayah tidak memberi kepastian hukum pada
masyarakat.
3.2. Saran
Berdasarkan dari kajian yang ada solusi yang kami tawarkan
adalah tetap melanjutkan kebijakan PPKM yang ada diikuti percepatan
vaksinasi khususnya terhadap orang yang berumur 50 tahun ke atas agar
lebih didahulukan mengingat umur ini lebih rentan terpapar Covid-19,
pelaksanaan protokol kesahatan yang makin diperketat, memusatkan
penanggulangan Covid-19 pada daerah yang zonanya berada di level 3 – 4
dan melakukan langkah mitigasi pada daerah dengan level 1 – 2 untuk
mencegah peningkatan atau kemunculan kasus Covid-19 baru.

12
DAFTAR PUSTAKA

A. Buku-Buku
Dewantara, Agustinus, Alangkah Hebatnya Negara Gotong Royong :
Indonesia Dalam Kacamata Soekarno, PT. Kanisius,
Yogyakarta.

Rahardjo, Satjipto, 2012, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Sekretariat Jenderal MPR RI, 2015, Panduan Pemasyarakatan: Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia.

B. Jurnal Ilmiah
Atmaja, Dewa Gede, 2018, “Asas-Asas Hukum Dalam Sistem Hukum”,
Jurnal Kertha Wicaksana, Volume 12, Nomor 2.

C. Internet

Viva Budy Kusnandar, 2021, Utang Pemerintah Meningkat 33% selama


Pandemi Covid-19, dikutip dari :
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/07/27/utang-pemerintah-
meningkat-33-selama-pandemi-covid-19, diakses pada tanggal 28 Oktober
2021.

Fitri Haryanti Harsono, 2021, LaporCOVID-19: Ada 34 Pasien Corona


Ditolak RS karena Penuh, dikutip dari :
https://www.liputan6.com/health/read/4466159/laporcovid-19-ada-34-
pasien-corona-ditolak-rs-karena-penuh, diakses pada tanggal 28 Oktober
2021.

Rokom, 2021, Pelayanan Kesehatan Essensial tetap Menjadi Prioritas di Masa


Pandemi COVID-19, dikutip dari :
https://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20201007/2735324/
pelayanan-kesehatan-essensial-tetap-menjadi-prioritas-masa-pandemi-
covid-19/ ,diakses pada tanggal 28 Oktober 2021.

Tresno Setiadi, Irwan Nugraha, Dhias Suwandi, Hendro Cipto, Candra


Nugraha, 2021, 5 Wilayah di Indonesia yang Berlakukan Karantina
Terbatas hingga Local Lockdown, dikutip dari :
.https://bogor.tribunnews.com/2020/03/30/belum-ada-kebijakan-dari-
pusat-5-wilayah-pilih-berlakukan-karantina-wilayah-hingga-local-
lockdown?page=all 5 Wilayah di Indonesia yang Berlakukan Karantina
Terbatas hingga Local Lockdown, diakses pada tanggal 27 Oktober 2021.
Dwi Aditya Putera, 2021, Erick Thohir: 87,5 Persen UMKM Terdampak
Pandemi Covid-19, dikutip dari : https://www.merdeka.com/uang/erick-
thohir-875-persen-umkm-terdampak-pandemi-covid-19.html, diakses pada
tanggal 27 Oktober 2021.

Irwan Syambudi, 2021, “PSBB & PPKM Gagal Tekan Covid-19, Apa
Saran Epidemologi Ke Luhut”, dikutip dari : https://tirto.id/psbb-ppkm-
gagal-tekan-covid-19-saran-epidemologi-ke-luhut-f9RN, diakses pada
tanggal 28 Oktober 2021.

Kemenkes, 2014, “Indonesia Butuh 568 Epidemolog”, dikutip dari


https://googleweblight.com/sp?u=https://www.kemkes.go.id/article/view/
201410030002/indonesia-butuh-568-
epidemolog.html&grqid=6CFOGA&hl=id-ID, diakses pada tanggal 28
Oktober 2021.

Tim Kerja Kementrian Dalam Negeri, 2020, Pedoman Umum


Menghadapi PANDEMI COVID-19, Jakarta, Kementrian Dalam Negeri,
Hlm 2

D. Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan
Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Corona Virus Disease (Covid-19).

Anda mungkin juga menyukai