Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep
2.1.1 Pengertian
Penyakit Jantung Bawaan (PJB) adalah abnormalitas struktur makroskopis
jantung atau pembuluh darah besar intratoraks yang mempunyai fungsi pasti
atau potensial yang berarti. Kelainan ini merupakan kelainan kongenital yang
paling sering terjadi pada bayi baru lahir. (Moons, 2019).

Penyakit jantung bawaan (PJB) merupakan kelainan jantung yang sudah


ada sejak lahir terjadi akibat kegagalan pembentukan serta perkembangan
jantung dan pembuluh darah jantung, sehingga dapat mengganggu fungsi dan
sirkulasi darah jantung dan gejalanya dapat mengakibatkan sianosis dan
asianosis (Rama, 2020).

a. Penyakit Jantung Bawaan Non Sianotik


Penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik adalah kelainan struktur dan
fungsi jantung yang dibawa lahir yang tidak ditandai dengan sianosis. Masalah
yang ditemukan pada kelompok ini adalah adanya aliran pirau dari kiri ke
kanan melalui defek atau lubang di jantung yang menyebabkan aliran darah ke
paru berlebihan. Manifestasi klinisnya sangat bervariasi, dari yang
asimptomatik sampai simptomatik seperti kesulitan mengisap susu, sesak
nafas, sering terserang infeksi paru, gagal tumbuh kembang dan gagal jantung
kongestif. (Rahman MA, Ontoseno, 2019).

1. Atrial Septal Defect (ASD)


Merupakan cacat yang disebabkan karena kegagalan penutupan septum
antara atrium kanan dan kiri. (Alexsandra, 2021).
Atrial Septal Defect (ASD) Defek atau celah atau lubang pada sekat yang
memisahkan atrium kiri dan kanan. Pada ASD, presentasi klinisnya agak
berbeda karena defek berada di septum atrium dan aliran dari kiri ke kanan
yang terjadi selain menyebabkan aliran ke paru yang berlebihan juga
menyebabkan beban volume pada jantung kanan. (Amelia, 2019).
2. Ventricular Septal Defect (VSD)
Merupakan PJB yang sering ditemukan, yaitu sekitar 30% dari semua PJB.
Penutupan septum interventrikel tidak terjadi secara sempurna yang dapat
disebabkan karena faktor genetik atau lingkungan. Penutupan septum
secara spontan pada pasien VSD dapat terjadi. Pirau pada defek septum
pada umunya terjadi dengan arah dari ventrikel kiri ke kanan.
(Sastroasmoro S,dkk, 2019).
3. Paten Duktus Arteriosus (PDA)
Penutupan PDA secara spontan segera setelah lahir sering tidak terjadi
pada bayi prematur karena otot polos duktus belum terbentuk sempurna
sehingga tidak responsif vasokonstriksi terhadap oksigen dan kadar
prostaglandin E2 masih tinggi. (Roebiono, 2019).
4. Koarktasio Aorta CoArch
penyempitan terlokalisasi pada aorta yang umumnya terjadi pada daerah
duktus arteriosus. 2/3 kasus koarktasio aorta disertai kelainan lain, yang
paling sering adalah stenosis aorta dan defek septum ventrikel. Jika gejala
telah tampak pada masa neonatus, biasanya koarktasio aorta sangat berat.
Tanda yang klasik pada kelainan ini adalah tidak teraba,melemah atau
terlambatnya pulsasi arteri femoralis dibandingkan denganarteri
brakhialis, kecuali bila ada PDA besar dengan aliran pirau dari arteri
pulmonalis ke aorta desenden. Selain itu juga tekanan darah lengan lebih
tinggi dari pada tungkai. (Roebiono, 2019)
5. Stenosis aorta
Merupakan penyempitan aorta yang dapat terjadi pada tingkat subvalvular,
valvular atau supravalvular. Kelainan ini mungkin tidak terdiagnosis pada
masa anak-anak karena katub berfungsi normal. (Sastroasmoro S,dkk,
2019). Bayi dengan Stenosis Aorta derajat berat akan timbul gagal jantung
kongestif pada usia minggu-minggu pertama atau bulan-bulan pertama
kehidupannya. (Roebiono, 2019).
b. Penyakit Jantung Bawaan Sianotik
Malformasi jantung yang menyebabkan sianosis, menyebabkan
berkurangya oksigenasi pada sistem darah arteri. Pada PJB sianotik
didapatkan kelainan struktur dan fungsi jantung sedemikian rupa sehingga
sebagian atau seluruh darah balik vena sistemik yang mengandung
darah rendah oksigen kembali beredar ke sirkulasi sistemik. Terdapat
aliran pirau dari kanan ke kiri atau terdapat percampuran darah balik vena
sistemik dan vena pulmonalis. (Roebiono, 2019).
1. Tetralogi of fallot (TOF)
Merupakan PJB sianotik yang paling banyak ditemukan, yakni merupakan
lebih kurang 10% dari seluruh penyakit jantung bawaan. Tetralogi fallot
merupakan kombinasi komponen, yaitu defek septum ventrikel, over-riding
aorta, stenosis pulmonal serta hipertrofi ventrikel kanan. Komponen yang
paling penting yang menentukan derajat beratnya penyakit. adalah stenosis
pulmonal bahkan dapat berupa atresia pulmonal. Sianosis pada mukosa
mulut dan kuku jari sejak bayi adalah gejala utamanya yang dapat disertai
dengan hipoksia bila derajat PS cukup berat dan squatting pada anak
yang lebih besar. (Roebiono, 2019)
2. Transposition of the great arteries (TGA)
Kelainan dimana kedua pembuluh darah arteri besar tertukar letaknya,
yaitu aorta keluar dari ventrikel kanan dan arteri pulmonalis dari ventrikel
kiri. Pada kelainan ini sirkulasi darah sistemik dan sirkulasi darah paru
terpisah dan berjalan paralel. Kelangsungan hidup bayi yang lahir dengan
kelainan ini sangat tergantung dengan adanya percampuran darah balik
vena sistemik dan vena pulmonalis yang baik, melalui pirau baik di
tingkat atrium (ASD), ventrikel (VSD) ataupun arterial (PDA) (Roebiono,
2019).

2.1.2 Etiologi
Penyebab PJB belum pasti, meskipun beberapa faktor dianggap
berpotensi sebagai penyebab. Faktor-faktor yang berpotensi antara lain: infeksi
virus pada ibu hamil (misalnya campak jerman atau rubella), obat-obatan
atau jamu jamuan,alcohol. faktor keturunan atau kelainan genetic dapat juga
menjadi penyebab meskipun jarang, dan belum banyak diketahui.misalnya
Sindroma Down (Mongolism) yang sering disertai dengan berbagai macam
kelainan, dimana salah satunya PJB (Wajan J. 2019 )
Etiologi penyakit jantung bawaan bisa ditimbulkan beberapa faktor, salah
satunya disebabkan oleh genetic dan maternal dimana saat ini sebagai faktor
yang paling berperan. Selain itu infeksi virus, paparan radisasi,alcohol dan obat-
obatan yang diminum pada ibu hamil juga diduga sebagai penyebab penyakit
jantung bawaan (Rilantono, 2018).
Penyebabnya belum dapat diketahui secara pasti, tetapi ada beberapa faktor
yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan angka kejadian ASD, faktor
– faktor tersebut diantaranya:
1. Faktor prenatal
a. Ibu menderita infeksi rubella
b. Ibu Alkoholisme
c. Umur ibu lebih dari 40 Tahun
d. Ibu menderita IDDM
e. Ibu meminum obat – obatan penenang atau jamu
2. Faktor genetik
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita penyakit jantung bawaan
b. Ayah atau ibunya menderita penyakit jantung bawaan
c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d. Lahir dengan kelainan bawaan lain
(Whalley dan Wong. 2019)
 Manifestasi klinis
Adapun manifestasi klinis dari Ateri Septal Defect
1. Sering mengalami infeksi saluran pernafasan
2. Dispnea (kesulitan dalam bernafas)
3. Sesak nafas ketika melaukan aktivitas
4. Jantung berdebar – debar (palpitasi)
5. Aritmia
6. Clubbing finger
(Whalley dan Wong. 2019)
 Pertumbuhan dan perkembangan anak
Menurut Whalley dan Wong (2019) dalam hidayat, pertumbuhan merupakan
bertambahnya jumlah dan besarnya sel di seluruh bagian tubuh yang secara
kuantitatif dapat diukur, sedangkan perkembangan merupakan bertambah
sempurnanya fungsi alat tubuh yang dapat dicapai melalui tumbuh kematangan
dan belajar.

a. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang (Ngastiyah, 2019)


1) Faktor genetik
Faktor genetik merupakan dasar dalam mencapai hasil akhir proses
tumbuh kembang anak. Melalui instruksi genetik yang terkandung
didalam sel telur yang telah dibuahi dapat ditentukan kualitas dan
kuantitas pertumbuhan. Ditandai dengan intensitas dan kecepatan
pembelahan, derajat sensitifitas jaringan terhadap rangsangan, umur
pubertas, dan berhentinya pertumbuhan tulang.
2) Faktor lingkungan
Lingkungan yang baik memungkinkan potensi bawaan tercapai,
sedangkan yang kurang baik akan menghambatnya. Lingkungan ini
merupakan lingkungan bio-psiko-sosial yang mempengaruhi individu
setiap hari mulai dari monsepsi sampai akhir hayat.

3) Faktor lingkungan prenatal


Faktor lingkungan pranatal yang mempengaruhi tumbuh kembang janin
mulai dari konsepsi sampai lahir adalah gizi ibu pada waktu hamil,
mekanis, toksin / zat kimia, endokrin, radiasi, infeksi, stress, imunitas dan
anoksia embrio.
4) Faktor lingkungan post-
natal
Masa perinatal adalah masa 28 minggu dalam kandungan sampai 7 hari
setelah dilahikan yang merupakan masa rawan dalam proses tumbuh
kembang anak, khususnya tumbuh kembang otak.

a) Lingkungan biologis
Lingkunagn biologis terdiri dari ras, jenis kelamin, umur, gizi,
perawatan kesehatan, kepekaan terhadap penyakit, penyakit kronis,
fungsi metabolisme, hormon.
b) Faktor fisik
Terdiri dari cuaca, musim, sanitasi, keadaan rumah, radiasi
c) Faktor psikososial
Stimulasi, motivasi belajar, ganjaran atau hukuman, kelompoksebaya,
stres, sekolah, cinta dan kasih, kualitas interaksi anak dan orang tua.
d) Faktro keluarga
Faktor keluarga mencakup pekerjaan/ pendapatan keluarga,
pendidikan ayah/ibu, jumlah saudara, jenis kelamin, stabilitas rumah
tangga, kepribadian ayah/ibu, adat istiadat dan norma-norma, agama.

2.1.3 Patofisiologi
Penyakit Jantung Bawaan dipengaruhi oleh faktor yaitu faktor genetik
dan maternal. Pada kelainan struktur jantung digolongkan menjadi penyakit
jantung bawaan asianotik dan penyakit jantung bawaan sianotik. Penyakit jantung
bawaan asianotik kondisi ini disebabkan oleh lesi yang memungkinkan darah
shuntdari kiri ke sisi kanan sirkulasi atau yang menghalangi aliran darah dengan
penyempitan katup serta pencampuran darah dari arteri (Padila, 2018).

Terdapat lubang antara atrium kanan dan kiri menimbulkan tekanan atrium
kiri kiri lebih besar ketimbang atrium kanan, sehingga darah akan mengalir dari
atrium kiri ke kanan. Darah yang mengalir dari atrium kiri ke kanan menimbulkan
volume atrium kanan meningkat menyebabkan hipertropi atrium kanan dan selain
itu meningkatnya volume dan tekanan atrium kanan maka darah akan mengalir ke
ventrikel kanan dan paru-paru juga meningkat. Hal ini menyebabkan penumpukan
darah dan oksigen di paru sehingga alveoli membesar dan terjadi pola nafasnya
tidak efektif. Volume di ventrikel kiri menurun disebabkan darah mengalir dari
atrium kanan ke atrium kiri. Hal ini akan menyebabkan kontraktilitas ventrikel kiri
menurun sehingga terjadi penurunan curah jantung. Penurunan curah jantung
menjadikan tubuh akan kurang oksigen dan kurang nafsu makan. Kurangnya
suplai oksigen ke tubuh membuat tubuh akan terasa lemas dan pusing. Kurangnya
nafsu makan menjadikan nutrisi tidak adekuat sehingga pertumbuhan akan
terhambat dan menyebabkan gangguan pertumbuhan perkembangan (Irnizarifka,
2019).
Pada kasus Atrial Septal Defect yang tidak ada komplikasi, darah yang
mengandung oksigen dari Atrium Kiri mengalir ke Atrium Kanan tetapi tidak
sebaliknya. Aliran yang melalui defek tersebut merupakan suatu proses akibat
ukuran dan complain dari atrium tersebut. Normalnya setelah bayi lahir complain
ventrikel kanan menjadi lebih besar daripada ventrikel kiri yang menyebabkan
ketebalan dinding ventrikel kanan berkurang. Hal ini juga berakibat volume serta
ukuran atrium kanan dan ventrikel kanan meningkat. Jika complain ventrikel
kanan terus menurun akibat beban yang terus meningkat shunt dari kiri kekanan
bisa berkurang. Pada suatu saat sindroma Eisenmenger bisa terjadi akibat penyakit
vaskuler paru yang terus bertambah berat. Arah shunt pun bisa berubah menjadi
dari kanan kekiri sehingga sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah
yang rendah oksigen akibatnya terjadi hipoksemi dan sianosis. (Irnizarifka, 2019).
Pathway

Defek

Darah yg mengandung oksigen


Atrium kiri Atrium kanan

Pembesaran complain ventrikel kanan

Berkurangnya ketebalan dinding ventrikel kanan

Proses pembesaran volume, ukuran dan complain atrium kanan

Tekanan ventrikel kanan menurun


( meningkatkan shunt dari kiri ke kanan )

Vascular paru meningkat( sindrom eisenmenger)


Sirkulasi darah sistemik banyak mengandung darah yang rendah oksigen
Hipotensi dan sianosis
2.1.4 Pemeriksaan Medik
a. Foto thoraks
Melihat atau evaluasi adanya atrium dan ventrikel kirimembesar secara
signifikan (kardiomegali), gambaran vaskuler paru meningkat.
b. Echokardiografi
Rasio atrium kiri tehadap pangkal aorta lebih dari 1,3:1 pada bayi
cukup bulan atau lebih dari 1,0 pada bayi prat erm (disebabkanoleh
peningkatan volume atrium kiri sebagai akibat dari pirau kiri kekanan).
c. Pemeriksaan laboratorium
Ditemukan adanya peningkatan hemoglobindan hematokrit (Ht) akibat saturasi
oksigen yang rendah. Pada umumnyahemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl
dan hematokrit antara 50-65 %.
d. Nilai BGA menunjukkan peningkatan tekanan parsial karbon dioksida (PCO2),
penurunan tekanan parsial oksigen (PO2) dan penurunan PH.
e. Pemeriksaan dengan Doppler berwarna digunakan untuk mengevaluasialiran
darah dan arahnya.
f. Elektrokardiografi (EKG)
Bervariasi sesuai tingkat keparahan, adanyahipertropi ventrikel kiri,
kateterisasi
jantung yang menunjukan striktura.
g. Kateterisasi jantung
hanya dilakukan untuk mengevaluasi lebih jauh hasilECHO atau Doppler yang
meragukan atau bila ada kecurigaan defektambahan lainnya.
h. Diagnosa ditegakkan dengan cartography & Cardiac iso enzim (CK,CKMB)
meningkat (Dewi.2021)

2.1.5Penatalaksanaan Medik

Tatalaksana ASD ada dua yakni: Amplatzer Septal Occluder (ASO) dan ASD
closure:

a. Amplatzer Septal Occluder


Merupakan tindakan kateterisasi jantung (tanpa melalui bedah jantung
terbuka) yang berfungsi sebagai penutup defek atrium dengan menggunakan
fluoroskopi dan ekokardiografi (sebagai guided). Prosedur pemasangan ASO
diawali dengan tindakan aseptik dan antiseptik daerah femoralis, dilanjutkan
dengan aplikasi bius lokal ataupun total, kemudian akses ke vena femoralis.
Amplatzer ballon sizing untuk mengukur besarnya defek septum atrium,
dimasukkan melalui guiding wire dengan rute vena femoralis, kemudian vena
cava inferior, atrium kanan dan atrium kiri. Saat besarnya defek sudah
ditentukan, ballon sizing dilepaskan kembali.
Komplikasi periprosedural yang dapat terjadi meliputi embolisasi,
terbentuknya trombus, stroke, perforasi, tamponade jantung dan aritmia.
Pasca prosedural, pasien diberikan aspirin dosis kecil selama 6 bulan dan
dilakukan evaluasi ekokardiografi secara periodik untuk melihat adanya
lubang yang tersisa (residual shunt) dan evaluasi kepatenan ballon.
(Ramdahi,2020).

b. ASD Closure
Penutupan dengan dakron pacth pada lubang defek Atrium. Bila pada
pemeriksaan echokardiografi lubang ASD sudah cukup jelas dengan flow
rasio lebih dari 1,5 mm, maka penutupan operasi ASD closure. Operasi
dapat dilakukan tanpa pemeriksaan sadap jantung (kateterisasi jantung).
Komplikasi yang terjadi pada pasien post operasi yaitu perdarahan,
tamponade jantung, hemolisis, kegagalan pernafasan, gangguan irama
jantung, henti jantung, curah jantung rendah, kegagalan ginjal, infeksi luka,
sepsis, gangguan neorologi dll
(Rahayu, dkk, 2018)

Tatalaksana VSD ada dua yakni: Amplatzer Muscular Ventricular Occluder


(AmVO) dan VSD Closure

a. AmVO merupakan tindakan kateterisasi jantung (tanpa melalui bedah jantung


terbuka) yang berfungsi sebagai penutup defek ventrikel dengan
menggunakan fluoroskopi dan ekokardiografi (sebagai guided).

Alat amplatzer akan dimasukkan melalui sheath/selongsong sesuai dengan


ukurannya, yang didapat dari pengukuran lubang sekat tersebut (pengukuran
dilakukan dengan panduan alat ekokardiografi). Setelah alat berada pada
posisi yang tepat, tidak terdapat aliran antar sekat, dan tidak mengganggu
fungsi katup-katup jantung di sekitarnya, maka alat amplatzer akan dilepas
dari pegangannya. Sama halnya dgn ASO Pasca prosedural, pasien diberikan
aspirin dosis kecil selama 6 bulan dan dilakukan evaluasi ekokardiografi
secara periodik untuk melihat adanya lubang yang tersisa (residual shunt) dan
evaluasi kepatenan ballon. (Ramdahi ,2020).
b. VSD Closure VSD Closure atau coil VSD
Merupakan tindakan kateterisasi jantung selain tindakan pemasangan
amplatzer yang berujuan untuk menutup defect pada ventrikel, dengan
memasang implant berbetuk corong, pemasangan dengan mekanisme stent and
clamp. Keunggulannya dibanding amplatzer tidak ditemukan gangguan aritmia
berat saat prosedur. (Dewi.2021)
Tatalaksana untuk Stenosis Pulmonal
a. Valvuloplasti balon:
Prosedur invasif minimal yang bertujuan untuk membuka atau
memperlebar katup atau arteri paru yang menyempit. Seringkali prosedur ini
menjadi pengobatan pilihan untuk bayi dan anak kecil karena minim risiko.
Untuk prosedur ini, ahli bedah akan memasukkan kateter tipis ke dalam
pembuluh darah di kaki dan kemudian mengarahkannya ke jantung dengan
menggunakan panduan pencitraan. Saat kateter mencapai katup yang
menyempit, balon kecil di ujung kateter akan dikembangkempiskan sampai
pembukaan katup melebar dan aliran darah menjadi normal kembali. Meskipun
prosedurnya invasif minimal, pasien mungkin diminta untuk menginap
setidaknya satu malam di rumah sakit agar dapat terus dipantau secar ketat.
Valvuloplasti balon sangat efektif terutama bila dilakukan pada pasien yang
lebih muda. Namun, prosedur ini tidak memberikan jaminan bahwa katup tidak
Akan menyempit lagi di kemudian hari. Jika memang stenosis pulmonal
kambuh, pasien perlu menjalani pembedahan untuk mengganti katup atau
arteri.
b. Bedah jantung terbuka
Jika pasien memiliki masalah jantung lain yang memerlukan bedah
perbaikan atau dianggap bukan kandidat yang cocok untuk menjalani
valvuloplasti balon, bedah jantung terbuka dilakukan. Prosedur ini memerlukan
sayatan dada terbuka, yang memberi dokter bedah akses ke otot jantung, arteri,
dan katup. Prosedur ini dilakukan dengan bius total dengan jangka waktu yang
beragam, tergantung pada jumlah kecacatan yang perlu dikoreksi. Namun
umumnya memakan waktu beberapa jam (Dewi.2021)

Tatalaksana Paten Duktus Arteriosus (PDA) dapat dilakukan dengan du acara


a. Amplatzer  Ductal Occluder (ADO) merupakan salah satu tindakan angiografi.
Pada prosuder ini dilakukan pemasangan tabung tips atau kateter yang masuk
ke dalam pembuluh darah di melalui arteri femoral. Kateter tersebut disebut
dengan occluder dimasukkan untuk menutup ductus arteriosus. Adapun dalam
perawatan ini dapat menimbulkan komplikasi berupa perdarahan, infeksi, atau
pergerakan occluder dari tempat kateter diposisikan di jantung.
b. Prosedur tindakan ligasi Paten Duktus Arteriosus (PDA) merupakan suatu
proses tindakan pembedahan yang dilakukan dengan cara. Penutupan Paten
Duktus Arteriosus arteriosus dengan klip atau jahitan untuk mencegah darah
berlebih memasuki paru-paru. Pemeriksaan penunjang meliputi tes diagnostic:
EKG, ECHO, foto rongen thorak.

Tatalaksana untuk pasien TOF ini adalah:

a. BT shunt (Blalock-Taussig Shunt)


Prosedur yang menghubungkan aliran darah dari jantung ke paru-paru
(sambungan aortapulmonal), biasa disingkat dengan sebutan B-T Shunt.
Prosedur ini tergolong paliatif, dimana tujuannya bukan untuk mengobati
penyakit secara langsung melainkan untuk mengatasi gejala-gejala yang
muncul. Tujuan utama dari prosedur ini adalah untuk memperbaiki aliran darah
dari jantung, agar pasien dapat bertumbuh kembang dengan lebih baik. Setelah
pasien cukup besar dan stabil, maka prosedur korektif yang dirancang untuk
mengobati penyakit akan dilakukan.
B-T Shunt biasanya dilaksanakan pada pasien dengan penyakit jantung
sianotik, yaitu kondisi kurangnya aliran darah ke jaringan pembuluh darah
kapiler paru-paru. Ini menyebabkan rendahnya oksigenisasi pada tubuh.
Kondisi ini membuat penderitanya sianosis, atau perubahan warna kulit
menjadi kebiruan.
b. TOF repair
Tindakan ini dilakukan pada tahun pertama setelah bayi lahir. Tindakan ini
dilakukan untuk memperbaiki katup pulmonal yang sempit dan menutup
lubang akibat VSD. Kadar oksigen dalam darah bayi tersebut akan naik setelah
dilakukannya operasi ini.
Tindakan sementara Sebelum dilakukannya tindakan sementara perlu
dilakukan untuk mengatasi kondisi ini. Hal ini perlu dilakukan untuk bayi
dengan kelahiran prematur atau bayi yang arteri paru-parunya tidak
berkembang sempurna. Hal itu dilakukan untuk mempertahankan aliran darah
ke paru-paru. Pada operasi tersebut, dokter akan membuat aliran darah baru
untuk menyambungkan aorta dan arteri paru-paru (Dewi.2021).

Tatalaksana untuk pasien TGA ini adalah:

a. Operasi sakelar arteri (ASO) 

Operasi sakelar arteri adalah prosedur standar untuk pasien dengan D-TGA
tanpa stenosis pulmonic utama. Selama ASO, ahli bedah akan mentranseksi
batang paru dan aorta kemudian mentranslokasi mereka ke posisi yang benar
secara anatomis. Arteri koroner dimobilisasi dan ditanam kembali ke dalam
batang aorta. Jika VSD ada., itu juga diperbaiki selama waktu ini. 

b. Prosedur Rastelli

Prosedur Rastelli diindikasikan pada pasien yang hadir dengan D-TGA, VSD
besar, dan stenosis paru. Selama prosedur ini, VSD ditutup menggunakan
penyekat. Dengan demikian, darah beroksigen dari ventrikel kiri diarahkan ke
aorta. Saluran kemudian ditempatkan dari ventrikel kanan ke arteri pulmonalis
sehingga menghindari darah terdeoksigenasi ke dalam arteri pulmonalis
2.1 Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian
a. Identitas, meliputi: nama, tempat tanggal lahir, umur, berat badan
lahir, jenis kelamin, anak keberapa, jumlah saudara dan identitas orang
tua.
b. Keluhan utama,Riwayat kesehatan sekarang Orang tua biasanya
mengeluhkan nafas anaknya sesak bila melakukan aktivitas, tidak
mau makan, keringat berlebihan.Riwayat kesehatan dahulu Riwayat
kesehatan dahulu apakah pasien lahir premature, ibu menderita
infeksi saat kehamilan dan riwayat gerakan jongkok bila anak telah
berjalan beberapa menit.
c. Riwayat kesehatan keluarga Adanya keluarga yang menderita
penyakit gagal jantung, adanya riwayat kematian mendadak pada
saudara-saudara dan riwayat keluarga dengan sindrom down
d. Riwayat kehamilan Riwayat kesehatan ibu saat hamil seperti adanya
penyakit infeksi rubella (sindrom rubella), ibu atau keluarga memiliki
riwayat penyakit lupus eritematosus sistemik sehingga dapat
menimbulkan blockade jantung total pada bayinya dan adanya riwayat
kencing manis pada ibu dapat menyebabkan terjadinya kardiomiopati
pada bayi yang dikandungnya. Adanya riwayat mengkonsumsi obat-
obatan maupun jamu tradisional yang diminum serta kebiasaan
merokok dan minum alkohol selama hamil (Hidayat, 2012).
e. Pemeriksaan fisik
 Tanda- tanda vital
Nadi umumnya normal 120-130 x/menit namun dapat juga teraba cepat,
pernafasan cepat sehingga anak tampak sesak nafas dan sulit
beraktivitas, suhu umumnya normal jika tidak terdapat infeksi. (Sumber:
Muhlisin (2017)
 Kepala: Umumnya ditemukan rambut mudah rontok. c) Wajah : Wajah
tampak pucat, kelelahan dan ikterik.
 Mata: Anak mengalami anemis konjungtiva, sclera ikterik karena
adanya udem di hepar, kornea arkus sinilis dan jaundice.
 Hidung: Pemeriksaan hidung secara umum tidak tampak kelainan,
namun anak akan mengalami napas pendek, bunyi napas ronki kasar dan
cuping hidung.
 Mulut: Pemeriksaan mulut didapat bibir pucat atau membiru,
lidah berwarna merah hati.
 Leher: Ditemukan pelebaran tiroid (hipertiroid), dan distensi vena
jugularis.
 Jantung: Pada ASD dapat di jumpai takikardia, jantung berdebar,
denyut arteri pulmonalis dapat diraba di dada dengan bunyi
jantung abnormal. Bunyi jantung abnormal dapat terdengar murmur,
akibat peningkatan aliran darah yang melalui katup
pulmonalis, juga dapat terdengar akibat peningkatan aliran darah
yang mengalir melalui trikuspidalis pada pirau yang besar.
Pembesaran jantung terkadang mengubah konfigurasi dada. Batas jantung
terdapat pada RIC 2 dan 3 yang disebut diastole dan RIC 5 dan 4 disebut
sistole.
 Paru: Biasanya pada anak dengan Tof, hasil inspeksi tampak
adanya retraksi dinding dada akibat pernafasan yang pendek dan
dalam dan tampak menonjol akibat pelebaran ventrikel kanan.
Palpasi mungkin teraba desakan dinding paru yang meningkat
terhadap dinding dada, pada perkusi mungkin terdengar suara redup
karena peningkatan volume darah paru dan untuk auskultasi akan
terdengar ronkhi basah atau krekels sebagai tanda adanya edema paru
pada komplikasi kegagalan jantung. Bayi yang baru lahir saat di
auskultasi akan terdengar suara nafas mendengkur yang lemah
bahkan takipneu.
 Kulit: Kulit tampak kemerahan (rubella), lembab, turgor kulit jelek.
 Ekstremitas: Ditemukan pada ekstremitas teraba dingin bahkan
dapat terjadi clubbing finger akibat kurangan oksigen ke perifer,
kuku tampak sianosis. telapak tangan pucat, udem pada tibia
punggung kaki.

f. Pemeriksaan penunjang
 Pemeriksaan laboratorium
Terdapat nilai hemoglobin menurun dan peningkatan nilai hematrokit,
pada umumnya hemoglobin dipertahankan 16-18 gr/dl dan hematokrit
antara 50-65%. Nilai gas darah arteri menunjukkan peningkatan tekanan
persial karbondioksida (PCO), penurunan tekanan parsial oksigen (PO).
 Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan sinar X pada toraks menunjukkan penurunan aliran
darah pulmonal, atrium dan ventrikel kiri tampak membesar secara
signifikan (kardiomegali), gambaran khas jantung tampak apeks
jantung terangkat sehingga seperti sepatu.
 Pemeriksaan elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG pad TOF didapatkan hasil sumbu QRS hampr selalu
berdevisiasi ke kanan. Tampak pula hipertrofi ventrikel kanan (Aspiani,
2018).
2.2 Diagnosa Keperawatan
1. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan Preload
2. Nyeri Post Op berhubungan dengan pencedera fisik (prosedur tindakan medis
3. Resiko Aspirasi berhubungan dengan penurunan refleks muntah
4. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan
5. Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan imobilisasi
2.3 Intervensi

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi


1 Resiko Setelah dilakukan asuhan Observasi
penurunan keperawatan 1x 24 jam tidak  Monitor Tanda tanda
curah jantung ditemukan penurunan curah vital
berhubungan jantung  Monitor adanya suara
Hasil
dengan Preload jantung tambahan
1. Tidak terdengar
 Monitor adanya tanda-
bunyi jantung
tanda sianotik
tambahan
2. Sianotik berkurang  Monitor adanya
sampai dengan edema ektermitas
hilang  Monitor EKG 12 Lead
secara berkala
 Monitor irama jantung
 Mon
Terapeutik
 Atur posisi nyaman
pasien
 Bantu ADL pasien
Edukasi
 Anjurkan untuk
minghindari manuver
valsava ( mengedan
saat BAB )
 Jelaskan tindakan yang
akan di jalani pre dan
post tindakan
kateterisasi
 Ajarkan teknik
menurunkan tingkat
kecemasan
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
obat betabloker
 kolaborasi pemeriksaan
x-ray dada
2 Nyeri Post Op Setelah dilakukan asuhan Menejemen Nyeri
berhubungan keperawatan selama 1 x24 Observasi :
dengan jam di harapkan nyeri  Identfikasi lokasi ,
pencedera fisik ( berkurang karakteristik, durasi,
Hasil : frekuensi, kualitas, dan
prosedur
3. Skala Nyeri intensitas nyeri
tindakan medis)
berkurang  identifikasi factor yang
4. Pasien tidak memperingan dan
mengeluh nyeri memperberat nyeri
5. pasien tampak  identifikasi
tenang pengetahuan dan
6. tanda - tanda vital keyakinan terhadap
dalam batas normal nyeri
 monitor efek samping
obat analgetik
 monitor keberhasilan
terapi yang sudah di
berikan
terapeutik :
 Fasilitasi istirahat tidur
 kontrol lingkungan yang
memperberat nyeri
misalnya : suhu
ruangan, pencahayaan
atau kebisingan
 Ajarkan tehnik nafas
dalam
Edukasi
 Jelaskan penyebab ,
periode, dan pemicu
nyeri
 jelaskan strategi
meredakan nyeri
 anjurkan
mengkonsumsi
analgetik secara rutin
 anjurkan memonitor
nyeri secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
analgetik
3 Resiko Aspirasi Setelah dilakukan asuhan Tindakan Observasi
berhubungan keperawatan dalam 1 x 24  identifikasi karakteristik
dengan jam diharapkan tidak ada muntah (warna,
penurunan muntah konsistensi, waktu,
Hasil: frekuansi, adanya
refleks muntah
7. Mampu mengenali darah)
penyebab  identifikasi riwayat diet
mual/muntah  identifikasi faktor
8. mampu melakukan penyebab muntah
tindakan untuk  monitor tanda-tanda
mengontrol mual/ vital pasien
muntah  monitor keseimbangan
cairan dan elektrolit
Terapeutik
 Kontrol faktor
lingkungan penyebab
muntah
 Atur posisi untuk
mencegah aspirasi
 pertahankan kepatenan
jalan nafas
 atur posisi nyaman
setelah muntah
 bersihkan daerah mulut
dan hidung
Edukasi
 Anjurkan
memperbanyak istirahat
 ajarkan tehnik relaksasi
Kolaborasi
 Kolaborasi dengan
dokter untuk pemberian
antiemetik

4 Ansietas Setelah dilakukan asuhan 


Monitor tanda-tanda
berhubungan keperawatan 1 x 6 jam Ansietas
dengan diharapkan tingkat  Ciptakan lingkungan
kekhawatiran kecemasan berkurang nyaman
Hasil:  Bina hubungan saling
mengalami
9. Rasa cemas percaya
kegagalan
berkurang  Pahami situasi yang
10. Frekuensi nadi membuatnya cemas
menurun  anjurkan
11. Mampu melakukan mengungkapkan
teknik relaksaki saat presepsi yang di
cemas rasakan
12. Konsentrasi  ajarkan keluarga untuk
membaik selalu berada di
13. Pola tidur membaik samping pasien dan
mendukung pasien
 Latih teknik relaksasi
5 Intoleransi Setelah dilakukan perawatan Observasi
Aktivitas 1x24 jam pasien dapat  identifikasi adanya nyeri
berhubungan beraktivitas biasa atau keluhan fisik
dengan Hasil : lainnya
imobilisasi 14. Nyeri post tindakan  observasi pergerakan
berkurang fisik setelah aff elastis
15. pergerakan kaki baik verban
16. tidak ada hematome  monitor tanda - tanda
pada daerah vital sebelum dan
penusukan di paha sesudah imobilisasi
 Monitor lokasi dan
ketidaknyamanan
selama melakukan
aktivitas

terapeutik
 Sediakan lingkungan
nyaman (mis. cahaya,
suara, kunjungan)
 Lakukan rentang gerak
secara bertahap
 Fasilitas duduk di sisi
tempat tidur, jika tidak
dapat berpindah atau
berjalan
 libatkan keluarga untuk
membantu pasien
dalam meningkatkan
rentang gerak
Edukasi
 Anjurkan melakukan
aktivitas secara bertahap
 Anjurkan menghubungi
perawat jika ada keluhan
pusing atau ada
perdarahan di daerah
puncture
 Libatkan keluarga untuk
memantau adanya
tanda-tanda hematome
atau perdarahan di
daerah puncture setelah
di rumah

2.4 Evaluasi
a. Proses: langsung setalah setiap tindakan
b. Hasil: tujuan yang diharapkan
1. Tanda-tanda vital anak berada dalam batas normal sesuai dengan usia
2. Anak berpartisipasi dalam aktivitas fisik yang sesuai dengan usia
3. Anak bebas dari komplikasi pascabedah

Anda mungkin juga menyukai