Anda di halaman 1dari 11

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN POST SECTIO CAESARIA (SC) DI RUANG

BOUGENVILLE RSUD DR. R GOETENG TAROENADIBRATA


PURBALINGGA

Disusun Oleh:
Audiena Sarah Azzahra
2211040242

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2023
A. Definisi Sectio Caesaria
Sectio Caesaria merupakan tindakan keperawatan dalam upaya pengeluaran janin
melalui insisi menembus dinding abdomen dan uterus (Sihotang & Yulianti, 2018).
Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada
dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina, atau sectio caesaria adalah suatu
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Moctar R, 2002).
Sectio Caesaria adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka
dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan
janin dari dalam rahim (Carpenito L. J, 2001).
Sectio Caesaria dibagi menjadi 5, yaitu :
a. Sectio primer yaitu section dari semula telah direncanakan karena tidak
diharapkan lagi kelahiran biasa, misalnya panggul sempit conjugate vera (CV
kurang 8cm).
b. Sectio sekunder, dalam hal ini kita bersikap mencoba menunggu kelahiran biasa
(partus percobaan) dan bila tidak ada kemajuan atau partus percobaan gagal, baru
dilakuka sectio.
c. Sectio caesaria ulang, ibu pada kehamilan yang lalu mengalami sectio caesaria dan
pada kehamilan selajutnya dilakukan sectio caesaria ulang.
d. Sectio caesaria histerektomi, adalah suatu operasi dimana setelah janin dilahirkan
dengan sectio caesaria, langsung dilakukan histerektomi oleh karena suatu
indikasi.
e. Operasi porro, adalah suatu operasi tanpa mengeluarkan janin dari kavum uteri
(tentunya janin sudah mati), dan langsung dilakukan histerektomi, misalnya pada
keadaan infeksi rahim yang berat.
B. Tanda dan Gejala
Ada beberapa hal tanda dan gejala post sectio caesaria :
I. Pusing
II. Mual muntah
III. Nyeri di sekitar luka operasi
IV. Adanya luka bekas operasi
V. Peristaltik usus menurun
C. Etiologi
a. Indikasi Ibu
1) Panggul sempit absolute
2) Plasenta previa
3) Rupture uteri mengancam
4) Partus lama
5) Partus tak maju
6) Pre eklampsia dan hipertensi
b. Indikasi Janin
1) Kelainan letak
2) Gawat janin
3) Janin besar
c. Kontra Indikasi
1) Janin mati
2) Syok, anemia berat
3) Kelainan congenital berat
D. Patofisiologi
Adanya beberapa kelainan/hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan bayi
tidak dapat lahir secara normal/spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan lateralis,
panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus lama, partus
tidak maju, pre-eklampsia, distosia serviks, dan malpresentasi jain. Kondisi tersebut
menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu sectio caesaria (SC).
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi aktivitas.
Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan pasien tidak
mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri sehingga timbul
masalah deficit perawatan diri.
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan perawatan
post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu, dalam proses
pembedahahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen sehingga
menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan saraf-saraf di
sekitar daerah insisi. Hal ini merangsang pengeluaran histamine dan prostaglandin yang
akan menimbulkan rasa nyeri. Setelah proses pembedahan berakhir, daerah insisi akan
ditutup dan menimbulkan luka post op, yang bila tidak dirawat dengan baik akan
menimbulkan masalah risiko infeksi.

E. Pathway
F. Manifestasi Klinik Post Sectio Caesaria
Persalinan dengan sectio caesaria memerlukan perawatan yang lebih
komprehensif yaitu, perawatan post operatif dan perawatan post partum.
Manifestasi klinis sectio caesaria menurut Doenges (2001), antara lain :
a. Nyeri akibat ada luka pembedahan
b. Adanya luka insisi pada bagian abdomen
c. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicius
d. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea
tidak banyak)
e. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800
ml
f. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan
ketidakmampuan menghadapi situasi baru
g. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah
h. Status pulmonary bunyi paru jelas dan veskuler
i. Pada kelahiran secara SC tidak direncakan maka biasanya
kurang paham prosedur
j. Bonding dan attachment pada anak yang baru dilahirkan
G. Pemeriksaan Penunjang
a. Hemoglobin atau hematocrit (Hb/Ht) untuk mengkaji perubahan dari
kadar pra operasi dan mengevalusi efek kehilangan darah pada
pembedahan
b. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
c. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
d. Urinalisis/kultur urin
e. Pemeriksaan elektrolit
H. Penatalaksanaan
a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak
terjadi hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan
yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara
bergantian dan jumlah tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah
diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberia cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus
lalu dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian
minuman dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6-10 jam
pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. Mobilisasi
1. Mobilisasi dilakukan secara bertahap
2. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6-10 jam setelah operasi
3. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur
terlentang sedini mungkin setelah sadar
4. Hari kedua post op, pasien dapat didudukan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu hembuskan
5. Kemudian posisi tidur terlentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowler)
6. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien
dianjurkan belajar duduk selama sehari, belajar berjalan, da
kemudian berjalan sendiri pada hari ke 3 sampai hari ke 5 pasca
op
d. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghalangi involusi dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24-48 jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita.
e. Pemberian Obat-obatan
1. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotik sangat berbeda-beda setiap
institusi.
2. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
a. Supositoria : Ketopropen sup 2x24 jam
b. Oral : Tramadol setiap 6 jam atau paracetamol
c. Injeksi : Penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila
perlu
3. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat
diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C.
f. Perawatan Luka
Kondisi balutan luka dilihat pada 1 hari post op, bila basah dan
berdarah harus dibuka dan diganti.
g. Perawatan Rutin
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeriksaan adalah suhu,
tekanan darah, nadi dan pernafasan.
h. Perawatan Payudara
Pemberian asi dapat dimulai pada hari post op jika ibu memutuskan
tidak menyusui, pemasangan oembalut payudara yang mengencangkan
payudara tanpa banyak menimbulkan kompesi, biasanya mengurangi nyeri.
I. Komplikasi
a. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa
hari dalam masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis,
sepsis dan lain-lain. Infeksi post op terjadi apabila sebelum pembedahan sudah
ada gejala-gejala infeksi intrapartum atau ada faktor-faktor yang merupakan
predisposisi terhadap kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuba
pecah, tindakan vaginal sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan
pemberian antibiotika, tetapi tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC
klasik dalam hal ini lebih berbahaya daripada SC transperitonealis profunda.
b. Perdarahan
Perdarahan banyak bias timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterine ikut terbuka atau karena atonia uteri.
c. Komplikasi-komplikasi lain seperti :
2. Luka kandung kemih
3. Embolisme paru-paru
4. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang
kuatnya perut pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan
berikutnya bias terjadi rupture uteri. Kemungkinan hal ini lebih
banyak ditemukan sesudah sectio caesaria klasik.
j. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
II. Data Umum Pasien
III.Status Kesehatan Pasien
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan dahulu
d. Riwayat operasi
e. Riwayat kesehatan keluarga
f. Riwayat pernikahan
g. Riwayat kehamilan dan persalinan lalu
h. Riwayat menarche
i. Riwayat menstruasi
j. Riwayat ginekologi
k. Riwayat penggunaan KB
l. Riwayat kehamilan saat ini
m. Riwayat persalinan saat ini
IV. Pemeriksaan
Fisik
a. Kepala
b. Dada
c. Abdomen
V. Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a. Nyeri Akut b/d Agen Pencedera Fisik
b. Menyusui tidak efektif b/d ketidakadekuatan suplai ASI
c. Risiko Infeksi b/d Efek Prosedur Invasif
Intervensi

No SDKI SLKI SIKI


Dx
1. Nyeri akut b/d Tingkat Nyeri (L. 08066) Manajemen nyeri (I.08238)
agen pencedera Setelah dilakukan tindakan Observasi :
fisik keperawatan 2x24 jam  Identifikasi lokasi,
diharapkantingkat nyeri karakteristik, frekuensi,
menurun dengan kriteria intensitas nyeri
hasil :  Identifikasi skala nyeri
 Keluhan nyeri  Identifikasi faktor
 Skala nyeri penyebab nyeri
 Monitor efek
samping penggunaan
analgetik
Terapeutik :
 Berikan teknik
nonfarmakologis
(tarik nafas dalam,
kompres hangat)
 Kontrol lingkungan
yang memperberat rasa
nyeri (suhu, ruangan,
pencahayaan,
kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan
tidur
Edukasi :
 Jelaskan penyebab
da pemicu nyeri
 Jelaskan strategi
pereda nyeri
 Anjurkan monitor nyeri
secara mandiri
 Anjurkan teknik
nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2. Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan Edukasi menyusui (I.12393)
efektif b/d keperawatan 2x24 jam Observasi
ketidakadekuatan diharapkan status  Identifikasi kesiapan
suplai ASI menyusui menurun dengan dan kemampuan
kriteria hasil : menerima informasi
 Tetesan/pancaran Terapeutik
asi  Sediakan materi penkes
 Suplai asi adekuat  Dukung ibu untuk
 Intake bayi meningkatkan
 Hisapan bayi kepercayaan diri
 Kecemasan dalam menyusui
maternal  Libatkan sistem
pendukung :
suami, keluarga
Edukasi
 Berikan konseling
menyusui
 Ajarkan perawatan
payudara postpartum
3. Risiko infeksi b/d Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka (I.14564)
efek prosedur keperawatan 2x24 jam Observasi
invasive diharapkan kontrol risiko  Monitor
menurun dengan kriteria karakteristik luka
hasil :  Monitor tanda-tanda
 infeksi
Terapeutik
 Lepaskan balutan dan
plester secara
perlahan
 Bersihkan dengan
cairan Nacl
 Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
Edukasi
 Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
 Anjurka mengkonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein
 Ajarkan prosedur
perawatan luka
secara mandiri
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian
antibiotic, jika perlu
Daftar Pustaka
Mochtar, R. 2002. Sinopsis Obstetri Patologi. Jakarta : EGC. Hal : 201

Sarwono, Prawiroharjo. 2005. Ilmu Kandungan, cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi

Carpenito, L.J. 2001. Diagnosa Keperawatan : Buku Saku, Edisi 6, Alih Bahasa : Monica,
Ester : EGC. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai