Ujian Kasus SNH - Riza Ariani
Ujian Kasus SNH - Riza Ariani
“STROKE INFARK”
Disusun oleh:
Riza Ariani 122810118
Pembimbing
dr. Hendry Gunawan Sp. S.
Nervus I
Daya penghidu Tidak dilakukan
(N. Olfaktorius)
Nervus. II Daya penglihatan Normal Normal
(N. Optikus) Lapang pandang Normal Normal
Funduskopi Tidak dilakukan
Nervus. III Ptosis (-) (-)
(N. Okulomotorius) Gerakan bola mata Normal Normal
Nervus IV Ukuran pupil 3mm 3mm
(N. Trochlearis)
Bentuk pupil Bulat Bulat
Nervus VI
Refleks cahaya (+) (+)
(N. Abducens)
Gerakan mata ke lateral Normal Normal
Menelan Normal
Motorik
5 3
5 3
Sensorik
N N
N
N
Refleks Fisiologis
Biceps : N/N
Patella : N/N
Achilles : N/N
Triceps : N/N
Refleks Patologis
Babinski : -/- Chaddock : -/-
Hoffman Tromner : -/- Oppenheim: -/-
Gordon : -/- Schaefer : -/-
Fungsi Vestibuler
Inspeksi cara berjalan : Simetris, tidak ada gerakan tertinggal
Romberg : Normal
Diadokokinesia : Normal
Point-to-point test : Normal
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Hematokrit 41 % 35-48%
Basofil 0% 0-1 %
Eosinofil 1% 2-4 %
Limfosit 23 % 25-40 %
Monosit 5% 2-8%
EKG
Kesan:
- Sinus rhythm
Kesan:
• Infark cerebri (kronis) di lobus temporoparietalis sinistra dan di kapsula eksteina
dextra
• Tak tampak perdarahan, massa/SOL, malformasi vaskular di intracerebri maupun
intracerebelli pada CT scan kepala saat ini
RONTGEN THORAX AP/PA
Kesan:
• TB pulmo bilateral, aktif, lesi luas
• Besar cor normal
Diagnosis
Diagnosis Banding
1. Stroke non-hemoragic aterotrombotik sistem carotis sinistra e.c merokok
2. Stroke non-hemoragic aterotrombotik sistem carotis sinistra e.c hipertensi
3. Stroke non-hemoragic cardioemboli sistem carotis sinistra e.c aritmia
Diagnosis Kerja
Stroke non-hemoragic aterotrombotik sistem carotis sinistra e.c hipertensi + diabetes
mellitus
Tatalaksana
Farmakologi:
IVFD Asering 500cc/8 jam
Citicoline 2x500mg PO
Clopidogrel 1x75mg PO
Captopril 3x25 mg PO
Novorapid 0,5-1IU/kggBB/hari
Non-Farmakologi:
Mobilisasi aktif
Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad functionam : dubia ad bonam
Quo ad sanationam : dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
STROKE NON HEMORAGIK
DEFINISI
Menurut WHO, stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan
cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa
ditemukannya penyebab selain dari gangguan vaskuler.1
Stroke non hemoragik didefinisikan sebagai sekumpulan tanda klinik
yang muncul akibat sebab vaskular. Gejala ini berlangsung 24 jam atau lebih
yang pada umumnya terjadi akibat berkurangnya aliran darah ke otak
menyebabkan cacat atau kematian.2 Stroke non hemoragik sekitar 85%, yang
terjadi akibat obstruksi atau bekuan di satu atau lebih arteri besar pada
sirkulasi serebrum. Obstruksi dapat disebabkan oleh bekuan (trombus) yang
terbentuk di dalam suatu pembuluh otak atau pembuluh organ distal. Trombus
yang terlepas dapat menjadi embolus.3
EPIDEMIOLOGI
Stroke merupakan penyebab kematian ketiga tersering di negara maju,
setelah penyakit jantung dan kanker. Insidensi tahunan adalan 2 per 1000
populasi. Di Amerika Seriat, stroke menduduki peringkat ketiga penyebab
kematian setelah penyakit jantung dan kanker. Setiap tahunnya 500.000 orang
Amerika terserang stroke di antaranya 400.000 orang terkena stroke iskemik
dan 100.000 orang menderita stroke hemoragik (termasuk perdarahan
intraserebral dan subarakhnoid) dengan 175.000 orang mengalami kematian.4
Pada tahun 2007, prevalensi stroke di Indonesia ditemukan sebesar 8,3
per 1000 penduduk, dan yang telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan adalah 6
per 1000 penduduk. Hal ini menunjukkan sekitar 72,3% kasus stroke pada
masyarakat telah didiagnosis oleh tenaga kesehatan. Data nasional yang
dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia menyatakan
bahwa stroke menempati urutan pertama sebagai penyebab kematian
terbanyak.5
ETIOLOGI
Penyebab terjadinya stroke non hemoragik, antara lain :
1. Trombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah
besar (termasuk sistem arteri karotis) dan pembuluh darah kecil
(termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat terjadinya
trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral
utamanya pada daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya
stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya turbulensi aliran darah
sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet. Penyebab lain terjadinya
trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, displasia fibromuskular
dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat
gangguan migrain. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri
serebral juga dapat menyebabkan terjadinya stroke trombotik
(contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).6
2. Emboli
Daerah yang paling sering menjadi tempat stroke emboli adalah
pada sirkulasi anterior (cabang arteri carotis interna) dan pada arteri
vertebrobasiler. Sumber emboli antara lain : 7
a. Emboli dapar berasal dari trombus di jantung, terutama dalam
kondisi berikut :
Atrial fibrilasi
Penyakit jantung rematik (mitral stenosis)
Miokard infark
Vegetasi pada katup jantung pada bakteri atau marantic
endokarditis
Katup jantung prostetik
b. Operasi jantung terbuka atau atheromas di arteri leher atau di arkus
aorta setelah prosedur invasif pada kardiovaskular.
c. Emboli lemak, misal pada fraktur tulang panjang.
d. Emboli udara, misal pada kasus dekompresi.
FAKTOR RESIKO
Faktor resiko stroke non hemoragik secara umum dibagi menjadi 2
macam, antara lain : 7
a. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Jenis kelamin
Keturunan / genetik
Ras
b. Faktor resiko yang dapat dimodifikasi
Hipertensi
Diabetes melitus
Merokok
Dislipidemia
Alkohol
Kurang olahraga
Obesitas
KLASIFIKASI
Stroke non hemoragik dapat dijumpai dalam 4 stadium klinis atau pembagian
waktu, antara lain :7,8,9
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
TIA menggambarkan suatu serangan akut defisit neurologis yang
berlangsung singkat, kurang dari 24 jam dan sembuh tanpa gejala
sisa.
b. Residual Ischemic Neurological Deficit (RIND)
RIND hampir sama dengan TIA tetapi berlangsung lebih dari 24
jam dan sembuh sempurna dalam waktu kurang dari 3 minggu.
c. Progressive stroke
Stroke dengan defisit neurologi yang terjadi bertahap dan mencapai
puncaknya dalam waktu 24-48 jam (sistem karotis) atau 96 jam
(sistem VB) dengan penyembuhan tidak sempurna dalam waktu 3
minggu.
d. Completed stroke
Stroke dengan defisit neurologis berat dan menetap, dimana terjadi
hemiplegi yang sudah tidak ada progesi lagi dimana kesadaran
tidak terganggu.
PATOFISIOLOGI
Stroke non hemoragik disebabkan karena terjadinya penurunan aliran
darah atau bahkan terhenti sama sekali pada area tertentu di otak, yang dapat
menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Terjadinya gangguan aliran darah
pada otak dapat menyebabkan gangguan pasokan oksigen dan glukosa. Bila
gangguan pasokan tersebut terjadi hingga melewati batas toleransi sel maka
dapat mengakibatkan kematian sel. Sebaliknya, bila aliran darah dapat segera
diperbaiki maka kerusakan dapat diminimalisir.
Cedera iskemik neuron merupakan suatu proses biokimia yang aktif
berkembang. Kurangnya oksigen dan glukosa dapat menyebabkan terkurasnya
energi cadangan dalam sel, dimana energi tersebut dibutuhkan untuk menjaga
potensial membran dan gradient ion transmembran. Kalium yang keluar dari
sel akan memicu depolarisasi masuknya kalsium dan juga memicu pelepasan
glutamat melalui glia glutamat transporter. Sinaptik glutamat akan
mengaktivasi reseptor asama amino eksitatorik yang bergabung dengan
kalsium dan natrium ion channels. Terjadinya influx pada post-sinaptik neuron
dan dendrite akan menyebabkan terjadinya depolarisasi dan edema akut.
Influx kalsium yang melebihi batas akan mengakibatkan aktivasi enzim-enzim
yang dependen kalsium seperti protease, lipase, dan nuklease. Enzim bersama
hasil metabolismenya (eicosanoids dan radikal bebas) akan mengakibatkan
pemecahan plasma membran dan elemen sitoskeletal yang mengakibatkan
pemecahan plasma membran dan elemen sitoskeletal dimana dapat berakibat
pada kematian sel. Urutan kejadian tersebut dinamakan eksitotoksiti karena
adanya peran asam amino eksitatori seperti glutamat.7,10
Jika iskemia yang terjadi belum luas maka dapat mengakibatkan sel
untuk bertahan lebih lama, seperti pada berbatasan antara daerah iskemi
dengan daerah yang masih mendapat perfusi dengan baik, yaitu penumbra.
Proses biokimia ini dapat melibatkan ekspresi protein seperti Bcl (B-cell
lymphoma)-2-protein dan caspases (pro-enzim untuk protease sistein).
Dimana protein tersebut terlibat dalam apoptosis sel.10
MANIFESTASI KLINIS
Perdarahan otak secara garis besar disuplai oleh 2 sistem yaitu sistem
karotis dan sistem vertebrobasilar. Pembuluh utama ialah arteri carotis
kommunis yang mempercabangkan selain arteria karotis ekserna juga arteri
karotis interna yang akan banyak memperdarahi daerah intrakranial terutama
hemisferium serebri.
Gejala-gejala neurologi yang timbul biasanya bergantung pada arteri
yang tersumbat.
a. Gejala pada penyumbatan arteri karotis interna
Buta mendadak (Amaurosis fugaks)
Ketidakmampuan untuk berbicara atau mengerti bhasa
lisan (disfasia) bila gangguan terletak pada sisi dominan.
Kelumpuhan pada sisi tubuh yang berlawanan (Hemiparesis
kontralateral) dapat disertai sindrom Horner pada sisi
sumbatan.
b. Gejala pada penyumbatan arteri serebri anterior
Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih
menonjol
Gangguan mental
Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
Ketidakmampuan dalam mengendalikan buang air
Bisa terjadi kejang-kejang
c. Gejala pada penyumbatan arteri serebri media
Bila sumbatan berada pada pangkal arteri, terjadi
kelumpuhan yang lebih ringan
Bila sumbatan tidak pada pangkal maka gejala pada lengan
akan lebih menonjol
Gangguan saraf perasa pada satu sisi tubuh
Hilangnya kemampuan dalam berbahasa (afasia)
d. Gejala pada penyumbatan arteri serebri posterior
Koma
Hemiparesis kontra lateral
Ketidakmampuan membaca (aleksia)
e. Gejala pada penyumbatan sistem vertebrobasiler
Kelumpuhan di satu sampai keempat ekstremitas
Meningkatnya refleks tendon
Gangguan dalam koordinasi gerakan tubuh.
Gejala-gejala sereblum seperti gemetar pada tangan
(tremor), kepala berputar (vertigo)
Ketidakmampuan untuk menelan (disfagia)
Gangguan motoris pada lidah, mulut, rahang dan pita suara
sehingga pasien sulit bicara (disatria)
Kehilangan kesadaran sepintas (sinkop), penurunan
kesadaran secara lengkap (strupor), koma, pusing, gangguan
daya ingat, kehilangan daya ingat terhadap linkungan
(disorientasi)
Gangguan penglihatan, seperti penglihatan ganda (diplopia),
gerakan arah bola mata yang tidak dikehendaki (nigtagmus),
penurunan kelopak mata (ptosis), kurangnya daya gerak
mata, kebutaan setengah lapang pandang pada belahan
kanan atau kiri kedua mata (Hemianopia homonim)
Gangguan pendengaran
Rasa kaku di wajah, mulut atau lidah
Bila lesi di kortikal, akan terjadi gejala klinik seperti: afasia, gangguan
sensorik kortikal, muka dan lengan lumpuh atau tungkai lebih lumpuh, eye
deviation, hemiparesis yang disertai kejang.Bila lesi subkortikal, akan timbul
tanda seperti: muka, lengan dan tungkai sama berat lumpuhnya, dystonic
posture, gangguan sensoris nyeri dan raba pada muka lengan dan tungkai
(tampak pada lesi di thalamus). Bila disertai hemiplegia, lesi pada kapsula
interna.
Bila lesi di batang otak, gambaran klinis berupa: hemiplegia alternans,
tanda-tanda serebelar, nistagmus, gangguan pendengaran, gangguan sensoris,
disartria, gangguan menelan, deviasi lidah. Bila topis di medulla spinalis,
akan timbul gejala seperti: gangguan sensoris dan keringat sesuai tingakt lesi,
gangguan miksi dan defekasi.8,9,10
DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Stroke harus dipertimbangkan pada setiap pasien yang mengalami
defisit neurologi akut (baik fokal maupun global) atau penurunan tingkat
kesadaran. Tidak terdapat tanda atau gejala yang dapat membedakan stroke
hemoragik dan non hemoragik meskipun gejala seperti mual muntah, sakit
kepala dan perubahan tingkat kesadaran lebih sering terjadi pada stroke
hemoragik. Beberapa gejala umum yang terjadi pada stroke meliputi
hemiparese, monoparese, atau tetraparese, hilangnya penglihatan monokuler
atau binokuler, diplopia, disartria, ataksia, vertigo, afasia, atau penurunan
kesadaran tiba-tiba. Meskipun gejala-gejala tersebut dapat muncul sendiri
namun umumnya muncul secara bersamaan. Penentuan waktu terjadinya
gejala-gejala tersebut juga penting untuk menentukan terapi yang akan
diberikan.2
2. Pemeriksaan Fisik
Komponen penting dalam pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan tanda-
tanda vital (tekanan darah, frekuensi nadi, frekuensi napas, dan suhu) serta
pemeriksaan neurologis mencakup pemeriksaan status mental dan tingkat
kesadaran, pemeriksaan nervus kranial, fungsi motorik dan sensorik, refleks
fisiologis dan refleks patologis.
Defisit neurologis yang sudah jelas dapat ditemui berupa hemiparesis
yang jelas. Selain itu dapat pula ditemui tanda-tanda gangguan Upper Motor
Neuron (UMN), seperti :
Tonus otot pada lesi yang lumpuh meninggi
Reflex tendon meningkat pada sisi yang lumpuh
Reflex patologis positif pada sisi yang lumpuh
3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT scan (Computer Tomografi Scan)
Modalitas ini dapat membedakan stroke hemoragik dan stroke non
hemoragik secara tepat dan cepat karena pasien stroke non hemoragik
memerlukan pemberian trombolitik sesegera mungkin. Selain itu, pemeriksaan
ini juga berguna untuk menentukan distribusi anatomi dari stroke dan
menyingkirkan diagnosis banding stroke (hematoma, neoplasma, abses).
b. MRA (Magnetik Resonan Angiografi)
MRA juga terbukti dapat mengidentifikasi lesi vaskuler dan oklusi lebih
awal pada stroke akut. Sayangnya, pemerikasaan ini dan pemeriksaan MRI
lainnya memerlukan biaya yang tidak sedikit serta waktu pemeriksaan yang
agak panjang.
c. Angiografi serebral
Angiografi serebral dapat membantu untuk menentukan penyebab
stroke secara spesifik seperti perdarahan atau obstruksi arteri.
d. Pemeriksaan foto thoraks
Pemeriksaan foto thoraks dapat memperlihatkan keadaan jantung,
apakah terdapat pembesaran ventrikel kiri yang merupakan salah satu tanda
hipertensi kronis pada penderita stroke.
e. Elektrokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya
miokard infark, aritmia, atrial fibrilasi yang dapat menjadi faktor resiko pada
stroke.
f. Echokardiografi
Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk melihat ada atau tidaknya
kelainan jantung yang dapat menyebabkan stroke emboli.
g. USG
USG dapat digunakan untuk mendeteksi adanya stenosis atau oklusi
pada arteri karotis interna.
h. Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah yang dapat dilakukan mencakup pemeriksaan darah
lengkap, kolesterol, serta pemeriksaan gula darah.7,11
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari penyakit stroke non hemoragik, antara lain :7
a. Kelainan Vaskular : ICH, SDH, EDH, SAH akibat ruptur aneurisma atau
vascular malformation.
b. Kelainan struktural otak : abses, tumor, infeksi intrakranial.
c. Gangguan metabolik : hipoglikemik, hiperosmolar hiperglikemik state.
TATALAKSANA
Terapi pada stroke iskemik dibedakan menjadi fase akut dan pasca fase akut:13
1. Fase Akut (hari ke 0 – 14 sesudah onset penyakit)
Sasaran pengobatan pada fase ini adalah menyelamatkan neuron yang
menderita jangan sampai mati dan agar proses patologik lainnya yang
menyertai tidak mengganggu atau mengancam fungsi otak. Tindakan dan
obat yang diberikan harus menjamin kecukupan perfusi darah ke otak. Karena
itu dipelihara fungsi optimal:13
Respirasi : jalan napas harus bersih dan longgar
Jantung : harus berfungsi baik, bila perlu pantau EKG
Tekanan darah : dipertahankan pada tingkat optimal, dipantau
jangan sampai menurunkan perfusi otak
Gula darah : kadar gula yang tinggi pada fase akut tidak boleh
diturunkan secara drastis, terutama bila pasien memiliki diabetes
mellitus kronis
Balans cairan : bila pasien dalam keadaan gawat atau koma balans
cairan, elektrolit, dan asam basa darah harus dipantau
Penggunaan obat untuk memulihkan aliran darah dan metabolisme otak
yang menderita di daerah iskemi (ischemic penumbra) masih menimbulkan
perbedaan pendapat. Obat-obatan yang sering dipakai untuk mengatasi stroke
iskemik akut:13
a. Mengembalikan perfusi otak
Terapi Trombolitik
Penggunaan Recombinant Tissue Plasminogen Activator (rt-PA) di
Amerika Serikat telah mendapat pengakuan FDA pada tahun 1996. rt-PA
diberikan secara intravena mengubah plasminogen menjadi plasmin yaitu
enzim proteolitik yang mampu menghidrolisis fibrin, fibrinogen dan
protein pembekuan lainnya. Pada penelitian NINDS (National Institute
of Neurological Disorders and Stroke) di Amerika Serikat, rt-PA
diberikan dalam waktu kurang dari 3 jam setelah onset stroke, dalam
dosis 0,9 mg/kg (maksimal 90 mg) dan 10% dari dosis tersebut diberikan
secara bolus IV sedang sisanya diberikan dalam tempo 1 jam. Tiga bulan
setelah pemberian rt-PA didapati pasien tidak mengalami cacat atau
hanya minimal. Efek samping dari rt-PA ini adalah perdarahan
intraserebral, yang diperkirakan terjadi pada sekitar 6% penderita.14
Antikoagulan
Warfarin dan heparin sering digunakan pada TIA dan stroke yang
mengancam. Antikoagulan tidak banyak berarti bila stroke telah terjadi,
baik stroke akibat infark lakuner atau infark masif dengan hemiplegia.
Keadaan yang memerlukan penggunaan heparin adalah trombosis arteri
basilaris, trombosis arteri karotis dan infark serebral akibat kardioemboli.
Pada keadaan yang terakhir ini perlu diwaspadai terjadinya perdarahan
intraserebral karena pemberian heparin tersebut.14
Antiplatelet (Antiaggregasi Trombosit)
a. Aspirin
Obat ini menghambat siklooksigenase, dengan cara menurunkan
sintesis atau mengurangi lepasnya senyawa yang mendorong adhesi
seperti thromboxane A2. Aspirin merupakan obat pilihan untuk
pencegahan stroke. Dosis yang dipakai bermacam-macam, mulai dari 50
mg/hari, 80 mg/hari sampai 1.300 mg/hari. Obat ini sering
dikombinasikan dengan dipiridamol. Aspirin harus diminum terus,
kecuali bila terjadi reaksi yang merugikan. Konsentrasi puncak tercapai 2
jam sesudah diminum. Obat ini cepat diabsorpsi namun konsentrasi di
otak rendah. Hidrolisis ke asam salisilat terjadi cepat, tetapi tetap aktif.
Ikatan protein plasma: 50-80%. Waktu paruh (half time) plasma 4 jam.
Metabolisme secara konjugasi (dengan glucuronic acid dan glycine).
Diekskresikan melalui ginjal. Sekitar 85% obat yang diberikan dibuang
lewat urin pada suasana alkalis. Reaksi yang merugikan, yaitu nyeri
epigastrik, muntah, perdarahan, hipoprotrombinemia, dan sindrom
Reye.15
b. Tiklopidin (ticlopidine) dan klopidogrel (clopidogrel)
Pasien yang tidak tahan terhadap aspirin atau gagal dengan terapi
aspirin, dapat menggunakan tiklopidin atau clopidogrel. Obat ini bereaksi
dengan mencegah aktivasi platelet, agregasi, dan melepaskan granul
platelet, mengganggu fungsi membran platelet dengan penghambatan
ikatan fibrinogen-platelet yang diperantarai oleh ADP dan antraksi
platelet-platelet. Berdasarkan sejumlah studi terhadap terapi tiklopidin,
dapat disimpulkan bahwa efikasi tiklopidin lebih baik daripada plasebo,
aspirin maupun indofen dalam mencegah serangan ulang stroke iskemik.
Efek samping tiklopidin adalah diare (12,5 persen) dan neutropenia (2,4
persen). Efek samping akan hilang bila obat dihentikan. Perlu
pemanantauan jumlah sel darah putih setiap 15 hari selama 3 bulan.
Komplikasi yang lebih serius, tetapi jarang, adalah purpura
trombositopenia trombotik dan anemia aplastik.15
b. Anti-oedema otak
Untuk anti-oedema otak dapat diberikan gliserol 10% melalui infus
1gr/kgBB/hari selama 6 jam atau dapat diganti dengan manitol 10%.
c. Neuroprotektif
Terapi neuroprotektif diharapkan meningkatkan ketahanan neuron yang
iskemik dan sel-sel glia di sekitar inti iskemik dengan memperbaiki fungsi sel
yang terganggu akibat oklusi dan reperfusi.14
Citicolin
Merupakan prekusor pembentukan phospatidylcholine yang merupakan
komponen penting dalam pembentukan membrane sel. Citikolin
menghambat kerusakan membrane dan mengurangi radikal bebas dengan
menambah phospatidylcholine dan juga menstabilkan dinding sel dan
membantu penyembuhan iskemia. Sebagai stabilisator membrane sel, yang
memiliki sifat neuroprotektif dan neurorestoratif.
Piracetam
Piracetam adalah bahan psikotropik yang meningkatkan secara
langsung efisien dari fungsi otak dalam hal proses kognitif, yang berkaitan
dengan proses belajar, memori, pikiran dan kesadaran dalam keadaan
deficit maupun normal, namun tanpa efek sedasi atau stimulant. Piracetam
dapat memperbaiki fungsi otak, dengan berbagai mekanisme yaitu
memodulasi meurotransmisi di otak, meningkatkan mikrosirkulasi tanpa
efek vasodilatasi.
Nimodipin
Obat golongan calcium channel antagonist, memiliki efek
neuroprotektor dalam mencegah deficit neurologis iskemik dan keluaran
yang buruk pada perdarahan subaraknoid karena rupture. Dosis yang
digunalan 60 mg per oral setiap 4 jam selama 21 hari.
2. Fase Pasca Akut
Setelah fase akut berlalu, sasaran pengobatan dititiberatkan pada tindakan
rehabilitasi penderita, dan pencegahan terulangnya stroke.13
a. Rehabilitasi
Stroke merupakan penyebab utama kecacatan pada usia di atas 45 tahun,
maka yang paling penting pada masa ini adalah upaya membatasi sejauh
mungkin kecacatan penderita, fisik dan mental, dengan fisioterapi, terapi wicara,
dan psikoterapi.13
b. Terapi preventif
Tujuannya untuk mencegah terulangnya atau timbulnya serangan baru sroke,
dengan jalan antara lain mengobati dan menghindari faktor-faktor resiko stroke
seperti : 13
Mengontrol tekanan darah pada penderita hipertensi
Mengontrol kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus
Menghindari faktor risiko stroke, seperti rokok, alkohol, obesitas, dll
Melakukan olahraga secara teratur
KOMPLIKASI
Komplikasi neurologis yang dapat terjadi dan cukup berat terjadi pada
pasien stroke iskemik adalah: 7
1. Edema serebral dan peningkatan tekanan intrakranial
Edema serebral yang cukup luas dan peningkatan tekanan intrakranial
yang cukup tinggi dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak.
2. Kejang
Kejang biasanya muncul dalam 24 jam pertama paska stroke dan
biasanya parsial dengan atau tanpa berkembang menjadi umum. Kejang
berulang terjadi pada 20-80% kasus.
3. Transformasi Hemoragik
Beberapa penelitian menduga pada hampir semua kejadian infark selalu
disertai komponen perdarahan berupa petekie. Dengan menggunakan CT-scan,
sekitar 5% dari kejadian infark dapat selanjutnya berkembang menjadi
transformasi perdarahan. Lokasi, ukuran dan etiologi stroke dapat
mempengaruhi terjadinya komplikasi ini.
PROGNOSIS
Sepertiga penderita dengan infark otak akan mengalami kemunduran
status neurologiknya stelah dirawat. Sebagian disebabkan edema otak dan
maturasi iskemi otak. Infark luas yang menimbulkan hemiplegi dan penurunan
kesadaran 30-40%. Sekitar 10% pasien dengan stroke iskemik membaik
dengan fungsi normal. Prognosis lebih buruk pada pasien dengan kegagalan
jantung kongestif dan penyakit jantung koroner.11
DAFTAR PUSTAKA