Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

ANALISIS PENERAPAN PEMBANGUAN PASCA OTONOMI DAERAH

DOSEN PENGAMPU :

RINI S, SH,. MH

DI SUSUN OLEH :
Samsuri 2110117677
Makul : Hukum Dan Otonomi Daerah

UNIVERSITAS PANCA BAKHATI PONTIANAK

FAKULATS HUKUM

ILMU HUKUM

2023
KATA PENGANTAR
Puji Syukur penulis ucapkan atas kehadiran Allah yang maha kuasa karna

dengan rahmat dan karunianya makalah materi kulilah hukum OTONOMI DAERAH

dapat dilaksankan dengan baik.Merupakan supelmen bagi pendidik dalampengajaran

mata kuliah hukum otonomi daerah .melalui maklah ini diharapkan mahasiswa mampu

mehami materii yaang disampaikan

Harapan penulis makalah inni dapat menambah wawasan ,sambungan ilmu

pengetahuan khusunya dalam mempelajari hukum otonomi daerah .namn penulis

meyadrai makalah ini terdpat kekuragan sehingga kertik dan masukan sangat

diharapkan penulis .

Pontianak, 5 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ..............................................................................................i
DAFTAR ISI ............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................4
C. Tujuan ..........................................................................................................4
D. Metode Penulisan ........................................................................................4

BAB II LANDASAN TEORI

A. Pengertian otonomi daerah Tujuan Otonomi Daerah .............................5


B. Tujuan Otonomi Daerah .............................................................................6
C. Transfer Pemerintah Pusat..........................................................................7
1. Definisi Transfer Pemerintah Pusat.......................................................7
2. Bentuk Transfer Pemerintah Pusat........................................................7
D. Pendapatan Asli Daerah. ............................................................................8
E. Konsep Pembangunan.................................................................................8

BAB III PEMBAHASAN

A. Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi Daerah.........11


B. Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik Dalam pembangunan
otonomi daerah
........................................................................................................................
13
C. Hambatan Dan Strategi Pelaksanan Rencana Pembangunan Daerah
Dalam Era Otonomi Daerah.
........................................................................................................................
15

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................18

iii
B. Saran .......................................................................................................18

DAFTAR PUSTAKA................................................................................................19

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dengan dibentuknya Daerah Otonomi dan sekaligus mengatur
kewenangan pemerintah pusat maupun kewenangan daerah yang berdasarkan
konstitusi (Pasal 18 UUD 1945) ini merupakan karakter atau ciri negara federal.
Selanjutnya pada sisi lain dengan diserahkannya pengaturan kewenangan urusan
Pemerintah pusat dan sekaligus juga mengatur kewenangan urusan daerah
dengan menggunakan Undang-Undang dan pemerintah pusat tetap mempunyai
kewenangan untuk mencampuri urusan pemerintahan daerah secara intensif
berdasarkan kriteria ekternalitas, akuntabilitas dan efisiensi, menunjukkan ciri
Negara Kesatuan.
Dengan melihat negara Indonesia yang sangat luas, menuntut seorang
Presiden yang kesehariannya sebagai kepala pemerintahan sekaligus kepala
negara, tidaklah mungkin hanya dibantu dengan seorang Wakil Presiden dan
kementerian lembaga lainnya yang berkedudukan sebagai pemerintah pusat.
Dengan demikian, untuk kemudahan dan kelancaran tugasnya, maka dibentuklah
satuan penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Sehingga kewenangan dan
sebagian tugasnya diserahkan kepada pemerintah bersangkutan baik tingkat
provinsi adalah Gubernur dan DPRD maupun kabupaten/kota adalah
Walikota/Bupati dan DPRD berdasarkan prinsip otonomi, asas desentralisasi,
dan tugas pembantuan. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah rentang
kendali penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik serta mempercepat
akses pembangunan kepada masyarakat agar tercipta negara Indonesia yang
sejahtera sesuai dengan cita-cita dan tujuan negara yang termaktub dalam alinea
ke IV Mukaddimah UUD tahun 1945.
Aspek geografi dan demografi Indonesia dapat menjadi sebab
keterbatasan jangkauan dan kemampuan pemerintah pusat menangani dan
mengatasi permasalahan kompleks yang dihadapi masyarakat. Negara dengan
luas wilayah, fisik yang begitu kompleks, dengan ribuan pulau dan etnis
menuntut pelayanan publik yang sangat kompleks, hal tersebut dapat menjadi

v
sebab pemerintah menghadapi rumitnya hambatan fisik geografis Indonesia,
termasuk memenuhi variasi kebutuhan masyarakat itu sendiri.
Konsep hukum kenegaraan di Indonesia menetapkan daerah istimewa
yang telah tercantum di dalam undang-undang. Pasal 18B UUD 1945 telah
ditetapkan pemerintah pusat tentang pemberian hak Otonomi Khusus kepada
satuan pemerintah daerah sebagai bentuk menghormati dan mengakui masing-
masing pemerintah daerah yang bersifat khusus atau istimewa. Pemerintah
daerah yang mendapatkan Otonomi Khusus dapat menjalankan pemerintahan
daerah yang bersifat mandiri dalam artian memberikan kewenangan untuk
mengatur dan mengurus urusan pemerintah daerahnya sendiri yang sesuai
dengan peraturan undang-undang dasar.
pasal 18 UUD Tahun 1945 menegaskan secara jelas, bahwa
penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan prinsip otonomi luas.
Sementara dalam Bab IV pasal 9 UU Nomor 23 tahun 2014 membagi klasifikasi
urusan pemerintahan daerah terdiri atas urusan pemerintahan Absolut dan urusan
pemerintahan konkuren. Urusan pemerintahan absolut diantaranya urusan politik
luar negeri, hukum, pertahanan, agama dan ekonomi fiksal, urusan-urusan ini
ditangani langsung oleh pemerintah pusat dan dapat dilimpahkan kepada instansi
vertikal di daerah atau kepada gubernur sebagai waki pemerintah pusat
berdasarkan asas dekonsentrasi. Sementara urusan konkuren merupakan urusan
yang dilimpahkan langsung kepada pemerintahan daerah baik provinsi maupun
kabupaten/kota berdasarkan prinsip otonomi daerah dan tugas pembantuan.
Urusan konkuren oleh daerah otonom telah dibagi secara ekplesit dalam
lampiran UU Nomor 23 yang ditegaskan dalam pasal 15 merupakan bagian yang
tidak terpisahkan. Dalam lampiran tersebut bila ditelaah lebih dalam, maka dapat
ditemukan beberapa persoalan yang dianggap tidak sesuai dengan prinsip
otonomi daerah itu sendiri, misalnya: urusan pertambangan, perikanan dan
lainnya, yang dianggap sangat tidak berpihak dengan daerah kabupaten dan kota.
Munculnya otonomi daerah yang memberikan persoalan dan keluasaan
kepada daerah untuk membangun daerahnya menjadi titik sorot yang sangat
tajam terhadap bagaimana otonomi daerah dalam pembangunan mampu berjalan

vi
atau tidaknya pembangunan di daerah sesuai dengan kebutuhan dalam daerah
tersebut.
Wewenang yang ada pada bagian-bagian negara yang disebut daerah
otonom itu diperoeh dari Pemerintah Pusat. Dengan demikian terhadap
kekuasaan pemerintahan pusat di atas tidak ada persoalan yang berkenaan
dengan pembatasan-pembatasan oleh daerah-daerah otonom. Walaupun kepada
bagian-bagian negara diberikan otonomi yang luas, daerah-daerah otonom tadi
sama sekali tidak mempunyai wewenang apalagi kekuasaan untuk mengurangi
kekuasaan pemerintah pusat.
Pemerintahan daerah adalah sistem terdepan dalam merespon aspirasi
masyarakat daerah, suportif terhadap kebijakan nasional dan responsif terhadap
kecenderungan global, dengan demikian maka kebijakan desentralisasi dan
otonomi daerah diharapkan dapat merespon tuntutan pelayanan publik yang
lebih efektif dan efesien, dapat merespon secara cepat berbagai persoalan
administrasi pemerintahan.
Dengan otonomi maka akan tercipta mekanisme, di mana daerah dapat
mewujudkan sejumlah fungsi politik terhadap pemerintahan nasional, hubungan
kekuasaan menjadi lebih adil sehingga, dengan demikian, daerah akan memiliki
kepercayaan dan akhirnya akan terintegrasi ke dalam pemerintah nasional.
Dengan otonomi, maka proses demokrasi dapat dijalankan yang juga akan
menopang terwujudnya demokrasi dalam pemerintahan, dan pada akhirnya
pembangunan daerah akan dipercepat.
Pemekaran suatu wilayah bukanlah hal baru, di indonsia sekarang sudah
menjadi 38 propensi sehingga ada empat provinsi baruyang menjadi otonomi
baru. Berdasarkan undang-undang yang berlaku otonomi baru haruslah
dilakukan apabila daerah sudah siap dan bisa dilakukan. Pembangun menjadi hal
yang utama dalam sebuah otonomi baru, baik pembangunan infrastuktur atau
pembangunan sumber daya manusia.
kewenangan dan tanggung jawab tersebut diharapkan bisa memberikan
suatu dorongan dan inovasi kepada pemerintah daerah untuk meningkatkan
potensi dan sumber daya daerah masing-masing. Otonomi daerah didesfinisikan

vii
sebagai semangat di dalam meweujudkan suatu pemerintahan daerah yang
mandiri, baik secara politik maupun mandiri dalam hal keuangan. Pelimpahan
kewenangan ini dilakukan dengan harapan meningkatkan kapasistas pemerintah
daerah di dalam meningkatkan pembangunan di daerahnya., dan memiliki
semangat yang besar dan daya saing dengan daerah lain dalam halpembangunan
daerah.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas penulis merumuskan masalah
1. Bagaimanakah urgensi perencanaan pembangunan daerah dalam era otonomi
daerah?
2. Bagaimanakah hambatan dan strategi pelaksanan rencana pembangunan
daerah dalam era otonomi daerah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui perencanaan pembangunan daerah dalam era otonomi
daerah.
2. Untuk mengetahui hambatan dan strategi pelaksanan rencana pembangunan
daerah dalam era otonomi daerah.
D. Metode Penulisan
Dalam penulisan maklah ini penulis memilih metode metode studi
pustaka, metode deskriptif dalam menganalisis data, dan metode konpetitif.

viii
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian otonomi daerah
Secara etimologis, otonomi diartikan sebagai pemerintahan
sendiri (auto= sendiri; nomes= pemerintahan) sedangkan dalam bahasa
Yunani, istilah otonomi berasal dari kata auto= sendiri, nemein=
menyerahkan atau memberikan, yang berarti kekuatan mengatur sendiri.
Sehingga secara maknawi (begrif), otonomi mengandung pengertian
kemandirian dan kebebasasan mengatur dan mengurus diri sendiri
(dalam I Gde Panja Astawa, 2009) Ateng Syaifuddin menyatakan bahwa
istilah otonomi daerah mempunyai makna kebebasan yang terbatas atau
kemandirian itu adalah wujud pemberian kesempatan yang harus
dipertanggung jawabkan.
Sedangkan Bagir Manan mengartikan otonomi daerah adalah
“kebebasan dan kemandirian bukan kemerdekaan. Untuk mewujudkan
kebebasan dan kemandirian berkaitan erat dengan berbagai aspek, di
antaranya hubungan kewenangan, hubungan pengawasan, hubungan
keuangan. Secara prinspil otonomi terdapat 2 (dua) hal, yaitu di satu
pihak hak dan kewenangan dalam penyelenggaran otonomi, dan di lain
pihak tanggung jawab dalam penyelenggaraan otonomi. Otonomi daerah
adalah cara untuk meningkatkan kesejahteraan secara lebih merata dan
adil. Karena itu, porsi pemerintah pusat dalam menumbuhkembangkan
daerah harus dikurangi, sehingga pemerintah daerah memiliki
kewenangan lebih besar untuk mengelola daerahnya (dalam Paimin
Napitupulu, 2006).
Pada hakekatnya, otonomi daerah merupakan suatu transmission
belt of power yaitu pengalihan kekuasaan dan wewenang dari pusat ke
daerah. Dengan kata lain, otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka
memfasilitasi keinginan dan kehendak untuk menumbuhkembangkan
perekonomian sesuai potensi yang dimilikinya.

ix
Menurut Ateng Syarifbdin, bahwa : "Otonomi daerah itu
mengandung arti jumlah atau besaran hak dan kewajiban serta wewenang
dan tanggung jawab urusan-urusan pemerintahan yang diserahkan oleh
pemerintah pusat kepada daerah yang menjadi isi rumah tangga daerah,
diutarnakan bagi daerah".
Dalam konsep pemahaman otonomi daerah sebagaimana
dikomentari di atas terkandung asas-asas dan prinsip-prinsip kemandirian
dalam pelaksanaannya diarahkan pada peningkatan pelayanan yang
sejalan dengan meningkatnya tuntutan masyarakat. Dalam praktik
penyelenggaraan pemerintah yang dititikberatkan pada otonomi luas,
nyata dan bertanggung jawab, maka kine ja aparat pemerintah daerah
dari lembaga-lembaga daerah (eksekutif, legislatif, dan lembaga
peradilan) hams ditingkatkan.
B. Tujuan Otonomi Daerah
Otonomi Daerah menurut UU No 32 Tahun 2004 Tentang
Pemerintahan Daerah pasal 2 ayat 3 menyebutkan bahwa tujuan Otonomi
Daerah ialah menjalankan otonomi yang seluas-luasnya, kecuali urusan
pemerintah, dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, pelayanan umum, dan daya saing daerah. Berikut
penjelasannya:
1. Meningkatkan pelayanan umum Dengan adanya Otonomi Daerah
diharapkan adanya peningkatan pelayanan umum secara maksimal
dari lembaga pemerintah masingmasing daerah. Dengan pelayanan
yang maksimal tersebut, diharapkan masyarakat dapat merasakan
secara langsung manfaat dari otonomi daerah.
2. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat Setelah pelayanan maksimal
dan memadai, diharapkan kesejahteraan masyarakat Pendapatan Asli
Daeraha suatu Daerah Otonom bisa lebih baik dan meningkat.
Tingkat kesejahteraan masyarakat tersebut menunjukkan bagaimana
Daerah Otonom bisa menggunakan hak dan wewenangnya secara
tepat, bijak dan sesuai dengan yang diharapkan.

x
3. Meningkatkan daya saing daerah Dengan menerapkan Otonomi
Daerah diharapkan dapat meningkatkan daya saing daerah dan harus
memperhatikan bentuk keaneka ragaman suatu daerah serta
kekhususan atau keistimewaan daerah tertentu serta tetap mengacu
Pendapatan Asli Daerah semboyan Negara kita” Bhineka Tunggal
Ika” walaupun berbeda-beda tapi tetap satu jua.
C. Transfer Pemerintah Pusat
1. Definisi Transfer Pemerintah Pusat
Untuk melaksanakan kewenangan daerah, pemerintah pusat
memberikan bantuan kepada daerah dalam bentuk transfer,
mengartikan transfer pemerintah pusat sebagai pengalihan dari
pendapatan fiskal antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah,
yang memainkan peranan penting dalam menentukan tingkat
disparitas sosial sehingga dalam jangka panjang dapat
mengembangkan perekonomian negara.
2. Bentuk Transfer Pemerintah Pusat
Sebelum masa otonomi daerah, besaran transfer pemerintah pusat
kepada pemerintah daerah diwujudkan dalam tiga bentuk yaitu : (1)
Subsidi Daerah Otonom (SDO), (2) Bantuan Inpres, dan (3) Daftar
Isian Proyek (DIP). Sedangkan saat ini, pada era otonomi daerah
ketiga bentuk transfer ini dihilangkan. Sebagai gantinya pemerintah
pusat memberikan transfer kepada pemerintah daerah dalam bentuk
Dana Perimbangan (DBH, DAU, dan DAK). Secara umum DBH dan
DAU digolongkan ke dalam bentuk unconditional transfer atau biasa
disebut dengan transfer tak bersayarat. Sedangkan DAK digolongkan
ke dalam bentuk conditional transfer atau biasa disebut dengan
transfer bersyarat.
Pada umumnya pemerintah pusat memberikan transfer dana
dalam bentuk DAU. DAU adalah dana yang bersumber dari APBN
yang bertujuan untuk pemerataan kemampuan keuangan antar daerah
yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan kemampuan

xi
keuangan antar daerah melalui penerapan formula yang
mempertimbangkan kebutuhan dan potensi daerah (UU No. 33 Tahun
2004). Untuk mengurangi ketimpangan dalam kebutuhan pembiayaan
dan penguasaan pajak antar pusat dan daerah, diberikan kepada
daerah DAU minimal 26% dari penerimaan dalam negeri netto.
D. Pendapatan Asli Daerah.
Sumber Pendapatan Daerah menurut UU No 23 Tahun 2014 BAB X
tentang Pembangunan Daerah bagian kelima Pendapatan, Belanja, dan
Pembiayaan paragraph 1 Pendapatan pasal 285, Sumber Pendapatan
Daerah terdiri atas:9. Pendapatan Asli Daerah meliputi: 1
1. Pajak daerah
2. Retribusi daerah; 3)
3. Hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan;
4. Dan Lain-lain Pendapatan Asli Daerah yang sah.

Berdasarkan undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut,


daerah diberikan kewenangan untuk memungut 11 jenis pajak dan 28
jenis retribusi. Selain itu daerah juga diberi kewenagan untuk memungut
jenis pajak (kecuali untuk provinsi) dan retribusi lain sesuai kriteria-
kriteria tertentu yang ditetapkan dalam undang-undang.

E. Konsep Pembangunan
Pembangunan pada hakekatnya merupakan proses transformasi
masyarakat menuju keadaan yang mendekati tata masyarakat yang dicita-
citakan sebagaimana yang ada dalam konstitusi. Dalam proses
transformasi tersebut, terdapat dua hal yang perlu diperhatikan yakni
keberlanjutan dan perubahan. Pembangunan merupakan sebuah proses
multidimensi yang mencakup perubahan penting dalam struktur sosial,
sikap rakyat, lembaga-lembaga nasional, pertumbuhan ekonomi,
pengurangan kesenjangan dan pemberantasan kemiskinan absolut .
Pembangunan merupakan proses yang historical, sebuah proses
yang bergulir dari waktu ke waktu sehingga tidak akan pernah berhenti.

xii
Pembangunan bukan hanya terjadinya perubahan struktur fisik atau
material, melainkan juga menyangkut perubahan sikap masyarakat.
Pembangunan harus mampu membawa manusia melampaui
pengutamaan aspek-aspek materi dalam kehidupan .
Menurut Todaro (1995) pembangunan harus memiliki tiga
sasaran utama yakni pertama, meningkatkan persediaan dan perluasan
pemerataan akses terhadap kebutuhan bahan pokok (makanan, tempat
tinggal, kesehatan, dan perlindungan). Kedua, mengangkat taraf hidup,
termasuk meningkatkan penghasilan, penyediaan lapangan kerja yang
memadai, pendidikan yang lebih baik, dan perhatian yang lebih besar
terhadap nilai-nilai budaya dan nilai-nilai kemaunusiaan, serta
mengangkat kesadaran terhadap harga diri, baik secara individu maupun
nasional. Ketiga, memperluas jangkauan pilihan ekonomi dan sosial bagi
seluruh masyarakat melalui pembebasan dari sikapsikap budak dan
ketergantungan, tidak hanya dalam hubungannya dengan orang lain dan
negara lain, namun juga dari sumber-sumber kebodohan dan penderitaan
manusia. Perubahan yang akan terjadi sebagai akibat dari pembangunan
antara lain yakni pertama, perubahan dari orientasi organisasi politik,
ekonomi, dan sosial yang sebelumnya hanya pada suatu daerah menjadi
berorientasi ke luar.
Kedua, perubahan pandangan masyarakat mengenai jumlah anak
dalam keluarga (dari yang menginginkan banyak anak menjadi keluarga
kecil). Ketiga, perubahan dalam kegiatan investasi masyarakat, dari yang
sebelumnya melakukan investasi tidak produktif (menumpuk emas,
membeli rumah dan tanah) beralih menjadi investasi yang produktif.
Keempat, perubahan sikap hidup dan adat istiadat, antara lain
penghargaan terhadap waktu dan penghargaan terhadap prestasi
perorangan.
Dalam mengkonseptualisasikan pembangunan, terdapat berbagai
variasi ketika mendefinisikan pembangunan. Pada mulanya
pembangunan diartikan secara ekonomi, namun berkembang pemikiran

xiii
bahwa pembangunan tidak hanya diartikan secara ekonomi, tetapi
pembangunan dilihat sebagai konsep yang dinamis dan bersifat
multidimensional yang mencakup seluruh aspek kehidupan manusia
(seperti ekonomi, politik, dan sosial budaya) Pembangunan sebagai
proses sistemik akan menghasilkan output pada akhirnya. Kualitas output
pembangunan akan sangat tergantung pada input, kualitas dari proses
pembangunan yang dilaksanakan, serta seberapa besar pengaruh
lingkungan dan faktor-faktor alam lainnya. Input yang dimaksud salah
satunya adalah sumber daya manusia. Manusia dalam proses
pembangunan mengandung pengertian manusia sebagai pelaksana
pembangunan, manusia sebagai perencana pembangunan, dan manusia
sebagai sasaran dari proses pembangunan.

xiv
BAB III

PEMBAHASAN

A. Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi Daerah.


Era otonomi daerah adalah titik balik untuk memberi kewenangan daerah
untuk mengatur rumah tangganya sendiri, namun di otonomi era pembangunan
menengah Daerah ini memberikan peluang bagi daerah untuk mengembangkan
daerahnya masing-masing akan tetapi disatu sisi masih banyak yang belum siap
terhadap sistem pemerintahan daerah dan otonomi daerah sehingga
menyebabkan daerah yang tertinggal dan melupakan sebuah asas perencanaan
dalam pembangunan, oleh karena itu dengan urgennya untuk mengejar
ketertinggalan percepatan pembangungan daerah dibutuhkan sebuah
perencanaan dan pembangunan. Hal ini lah mendorong Urgensinya perencanaan
dalam pembangunan daerah. Kesenjangan pembangunan merupakan
permasalahan yang kompleks dihadapi negara Indonesia. Permasalahan
kesenjangan yang paling mencuat di Indonesia antara lain kesenjangan antar
daerah, antar sektor, antar wilayah antara Kawasan Barat Indonesia dengan
Kawasan Timur Indonesia, antara perkotaan dan perdesaan. Kesenjangan
tersebut tidak hanya dipandang dari aspek ekonomi, tapi juga aspek non
ekonomi termasuk pemabangunan dalam era otonomi daerah. Bentuk
kesenjangan yang beberapa periode belakangan ini menjadi isu penting di
Indonesia, telah menghasilkan suatu konsekuensi berupa pemusatan hasil
pembangunan pada sebagian wilayah.
Albert Waterson menyebutkan bahwa perencanaan pembangunan
adalah melihat ke depan mengambil pilihan berbagai alternatif dari kegiatan
untuk mencapai tujuan masa depan tersebut dengan terus mengikuti agar supaya
pelaksanaannya tidak menyimpang dari tujuan.
Widjojo Nitisastro menyatakan bahwa “Perencanaan pembangunan
pada dasarnya berkisar kepada dua hal Yang pertama ialah penentuan pilihan
secara sadar mengenai tujuan-tujuan konkret yang hendak dicapai dalam jangka
waktu tertentu atas dasar nilai-nilai yang dimiliki masyarakat yang bersangkutan

xv
Yang kedua ialah pilihan diantara cara-cara alternatif yang effisien serta rasional
guna mencapai tujuan-tujuan tersebut”.
pembangunan dalam bidang permasalahan pembangunan dalam suatu
Negara atau masyarakat yang dikaitkan dengan sumber-sumber pembangunan
yang dapat diusahakan Misalnya ekonomi, sumber daya alam, sumber daya
manusia, infrastruktur dan sebagainya. Alasan pentingnya perencanaan
pembangunan suatu daerah atau daerah otonom, yaitu:
1. Perencanaan dilihat dari segi suatu alat atau cara untuk mencapai tujuan
dengan lebih baik mendapatkan alasan yang telah kuat untuk melakukan
perencanaan.
2. Dengan adanya perencanaan diharapkan terdapatnya suatu pengarahan
kegiatan, adanya pedoman bagi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang
ditujukan kepada pencapaian tujuan pembangunan;
3. Dengan perencanaan maka dilakukan suatu perkiraan (forecasting) terhadap
hal-hal dalam masa pelaksanaan yang akan dilalui. Perkiraan dilakukan
mengenai potensi-potensi dan prospek-prospek perkembangan tetapi juga
mengenai hambatanhambatan dan resiko-resiko yang mungkin dihadapi.
Perencanaan mengusahakan supaya ketidakpastian dapat dibatasi sedikit
mungkin.
4. Perencanaan memberikan kesempatan untuk memilih berbagai alternatif
tentang cara yang terbaik (the best alternative) atau kesempatan untuk
memilih kombinasi cara yang terbaik ( the best combination).
5. Dengan perencanaan dilakukan penyusunan skala prioritas.
Perencanaan pembangunan berpacu dan berfokus utamanya terhadap
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Perencanaan Pembangunan
Nasional memerlukan perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah
dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara
bertahap untuk mewujudkan masyarakat adil dan 9 Riyadi Dan Deddy S.B,
2004, Perencanaan pembangunan Daerah :Strategi Menggali Potensi Dalam
Mewujudkan Otonomi Daerah. Sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal 13 ayat (1) Undang-

xvi
Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional mengamanatkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
yang ditetapkan dengan Undang-undang yang satu kesatuan dalam tata cara
perencanaan pembangunan untuk menghasilkan rencana-rencana pembangunan
dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh
unsur penyelenggara ne gara dan masyarakat di tingkat Pusat dan Daerah.
Output dari perencanaan pembangunan daerah adalah pemerintah daerah
haruslah mendorong agar tercapainya sebuah rencana pembangunan yang
berdasarkan perencanaan daerah karena perencanaan merupakan hal yang
terpenting dalam pembangunan daerah karena sebuah keharusan hal ini
dikarenakan urgensinya untuk perencanaan pembangunan daerah.
Menurut Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang SPPN Pasal 8,
perencanaan pembangunan terdiri atas empat tahapan, yaitu penyusunan
rencana, penetapan rencana, pengendalian pelaksanaan rencana dan evaluasi
pelaksanaan rencana. Keempatnya dilaksanakan secara bertahap dan
berkelanjutan sehingga dapat membentuk suatu siklus perencanaan yang
menyeluruh. Bulan Januari hingga April merupakan bulan perencanaan dari
Musrenbang dari desa (Musrenbangdes), kecamatan, kabupaten/kota, provinsi
dan nasional. Bulan anggaran dimulai dari Mei hingga Agustus untuk
menentukan besarnya anggaran atas semua program yang telah disepakati dalam
forum perencanaan nasional ataupun daerah.
B. Penyelenggaraan Pemerintahan Yang Baik Dalam pembangunan otonomi
daerah
Istilah pemerintahan yang baik (good government) mulai dikenal luas
setelah era reformasi berlangsung. Good government adalah merupakan praktek
terbaik dalam proses penyelenggaraan kekuasaan Negara. Agar pemerintahan
yang baik dapat menjadi kenyataan dan berjalan sebagai mana mestinya
membutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak, yaitu pemerintah dan
publik. pemerintahan yang baik efektif menuntut untuk keselarasan baik
(koordinasi) dan integritas, profesional serta etos kerja dan moral yang tinggi.
Prinsip pemerintahan meliputi: asas kepastian hukum, prinsip proporsionalitas,

xvii
prinsip profesionalisme dan prinsip akuntabilitas. Pelaksanaan pemerintahan
yang baik adalah prasyarat untuk mewujudkan aspirasi masyarakat di mencapai
cita-cita dan cita-cita bangsa serta negara.
Pengembangan dan implementasi sistem akuntabilitas tepat, jelas dan
sangat nyata pemeliharaan sesuai kebutuhan pemerintahan dan pembangunan
dapat beroperasi secara efisien, efektif, bersih dan bertanggung jawab
bertanggung jawab dan bebas dari KKN. Untuk itu Anda harus ada
hubungannya dengan mekanik peraturan pertanggungjawaban pada masing-
masing lembaga dan upaya penguatan peran dan kapasitas parlemen, dan akses
ke sana sama pada informasi untuk masyarakat luas. Akuntabilitas didefinisikan
sebagai pihak yang berkewajiban untuk dimintai pertanggungjawaban
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi di mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan didefinisikan oleh media pertanggungjawaban
dilakukan secara berkala. Prinsip administrasi negara adalah benisselen atau van
algemene behorlijk bestuur atau jenderal administrasi yang baik adalah sebuah
tantangan Komite de Monchy. Di kamus Indonesia, pemahaman yang baik
identik dengan tepat atau tepat. Bagus berarti tidak ada yang salah dengan itu.
Pemerintah baik berarti pemerintahan biasa, mulus. Prinsip administrasi publik
yang baik adalah asas-asas hukum adat yang dapat diterima secara umum
menurut rasa keadilan kita yang tidak dibuat dengan kokoh peraturan atau yang
lainnya berlaku dari yurisprudensi juga hukum sastra.
Parameter pemerintahan Daerah yang baik (good Local government)
adalah berupa pelayanan kepada masyarakat dan pemberdayaan warga
masyarakat dalam setiap pembangunan. Agar pemerintahan daerah yang baik
dapat menjadi kenyataan dan berjalan sebagai mana mestinya diperlukan
komitmen dan keterlibatan pihak pemerintah daerah dan masyarakat secara aktif.
Oleh karena itu, maka di dalam menyelenggaraan pemerintahan daerah
diperlukan kepemimpinan kepala daerah yang memiliki kemampuan, kreatif,
responsif, jujur, amanah, demokratis, dan taat azas serta memiliki wawasan
kepemimpinan yang berkarakter kearifan lokal. Dengan demikian, maka roda

xviii
pemerintahan daerah yang dijalankan dengan prinsip otonomi yang seluas-
luanya itu mampu menciptakan pemerintahan daerah yang baik dan akuntabel.
Diberlakukannya kebijakan otonomi yang seluas-luasnya pada tahun
1999 kepada pemerintah daerah, dalam rangka agar pemerintahan daerah dapat
berkembang dan mandiri dalam menjalankan dan mengatur pemerintahannya.
Namun demikian masih sering otonomi selalu dikaitkan dengan berapa besar
uang yang dapat dimobilisasi oleh daerah guna membiayai kegiatannya.
Sebetulnya kata kunci dari otonomi daerah adalah “kewenangan”, seberapa
besar kewenangan yang dimiliki oleh daerah di dalam menginisiatifkan
kebijaksanaan, mengimplementasikannya, dan memobilasasi dukungan sumber
daya untuk kepentingan pelaksanaannya. Dengan kewenangan, maka daerah
akan menjadi kreatif untuk menciptakan kelebihan dan insentif kegiatan
ekonomi dan pembangunan daerah.
C. Hambatan Dan Strategi Pelaksanan Rencana Pembangunan Daerah Dalam
Era Otonomi Daerah.
Rencana ataupun persiapan dalam pelaksanaan rencana pembangunan
daerah memang haruslah mempersiapkan diri dengan baik, Rencana awal
persiapan yang baik belum tentu menghasilkan sebuah kebijakan atau bahkan
hasil yang baik sesui apa yang diharapkan dalam perencaan daerah tersebut. Hal
ini dapat di pandang dan dianalisis karena sebuah model sebuah proses
manajemen pembangunan daerah yang terkadang tidak disesuakan dengan
kemapuan daerah tersebut, Disisi lain perencanaan terdapat fungsi-fungsi
lainnya, Fungsi tersbut tidaklah lain adalah sebuah kepemimpinan, pengawasan,
keterbukaan, suatu pembangunan dikatakan gagal atau tidak berjalan dalam
mencapai suatu tujuannya dalam jangka pendek maupun jangka panjang apabila
dalam implementasinya dalam suatu daerah fungsi-fungsi yang terkait dalam
system perencanaan pembangunan daerah tidak saling keterkaitan dan tidak
dijalankan tidak baik.
Pencapaian dalam pelaksanaan fungsi-fungsi secara baik tidak bisa
dilihat arahnya dari kepemimpinan yang baik saja akan tetapi semua komponen
yang mampu berjalan dengan baik dan benar secara koordinasi bersama-sama

xix
dalam sebuah prinsip penerapan perencanaan dan pembnagunan daerah, Salah
satu ciri dalam daerah yang tidak maju bisa diihat dari sebuah pemimpin yang
mematikan salah satu fungsi dari sebuah koordinasi satu sama lainya dalam
fungsi pengawasan terhadap pembangunan (Daerah Otonom), Maka dapat
dipastikan prinsip dan perencanaan tidak berjalan dengan optimal.
Di Lain hal keterbukaan dan pengawasan sangat diperlukan dalam
perencanaan dan pembangunan suatu daerah maka daerah harus mampu
keterbukaan terhadap rencana variasi peran badan resmi yang mampu
mengawasai pelaksanaan perencanaan yang mampu diandalkan, Maka
pemerintah haruslah membentuk badan yang mampu berisikan sebuah praktisi
dan pakar yang berstatus independen dalam sebuah penyusunan dan perencaan
pembangunan daerah dan perencanaan pernyataan pernyataannya menyangkut
keselarasan dan kesesuaian dengan rencana dan pelaksanaan perencaan dan
pembangunan badan yang berisi para pakar dan praktisi karena hal ini
merupakan sebuah wujud optimalisasi pembanguan dan perencanaan setelah
para perencana dan pakar menyusun sebuah rencana bersama untuk
pembnagunnan suatu daerah. Penyusaain rencana akan sealalu menghadapi
hambatan-hambatan baik terduga maupun tidak terduga dalam bentuk :
1. Ketidakmauan dan ketidakmampuan penyusun rencana menangkap filosofi
dan otonomisasi daerah.
2. Ketidakmampuan, kelambatan atau ketidakpengalaman sebuah tim
perencana dalam menyusun rencana yang baik, sesuai standar dan dapat di
mengerti.
3. Buruknya kerangka pemikiran dasar daerah tentang daerah yang
bersangkutan.
4. Resistensi anggota tim penyusun rencana dan masyarakat dalam sebuah
perencanaan terhadapsebuah perubahan haluan pembangunan atau
penggantian sektor unggulan.
5. Mentalitas dalam memandang rencana terutama rencana jangka panjang,
sebagai tidak penting dan hanya memandang sekedar untuk memenuhi

xx
sebuah syarat yang diharuskan dan digariskan dalam perencanaan dan
pembangunan daerah.

Hal ini dapat mampu dicegah dan dikoreksi melalui sebuah praktisi yang
berkompenten dalam perencanaan dan pembangunan daerah dan masyarakat
secara umumnya terutama masyarakat yang generasi muda yang mampu
mendobrak perubahan daerahnya demi kemajuan daerahnya. Hambatan-
hambatan ini harus mampu dicegah dan bila perlu mampu dihilangkan sekalipun
pengaruh yang mungkin muncul pada sebuah perencaan khususnya dalam
sebuah proses dan manjamen pembangunan daerah dalam system pemerintahan
daerah pada umumnya haruslah mampu diminimalisasi, Dalam prakteknya dapat
diminimalisasi dengan sebuah prinsip transparan, sehingga apabila terjadi hal-
hal yang tidak sesuai maka semua komponen dapat mengetahuinya dan mampu
dengan segera menanggulanginya.

Hambatan yang ada dapat segera di minimalisir dengan sebuah strategi


dan konsep perencanaan dan pembnagunan yang ampuh dan jitu kepada
pengelolaan perencanaan dan pengembangan perencanaan daerah dengan
mempertibangkan komponen sebgai berikut:

1. Pra Perencanaan.
2. Perencanaan yang matang.
3. Impelentasi dan pengawasan.
4. Evaluasi.
5. Feedback Dari perencaan dan pembangunan daerah.

xxi
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
perencanaan pembangunan dalam bidang Permasalahan pembangunan
dalam suatu negara atau masyarakat yang dikaitkan dengan sumber-sumber
pembangunan yang dapat diusahakan Misalnya ekonomi, sumber daya alam.
sumber daya manusia, infrastruktur karena output dari perencanaan
pembangunan daerah adalah pemerintah daerah haruslah mendorong agar
tercapainya sebuah rencana pembangunan yang berdasarkan perencanaan daerah
karena perencanaan merupakan hal yang terpenting dalam pembangunan daerah.
Suatu negara dikatan maju apabila semua pembanguan berjalan dengan
mestinya, terutama pada saat dibentuknya otonomi daerah baru. Disisi lain
sinergitas antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat sangatlah diperlukan
guna untuk kemajuan otonomi deraha baru.
B. Saran
Pembangunan Otonomi baru adalah hal yang sangat diperlukan dalam
membentuk suatu pembanguan yanng berkelanjutan. Perencanaan dan
pengembangan sangat penting dalam salah satu indikator pembangunan daerah
pada Era pemerintahan daerah dan otonomi daerah ini, tapi di era ini harus
berjalan sesuai prinsip perencanaan dan pengembangan daerah dalam jangka
panjang. Sedang dan pendek untuk dicapai tujuan itu sendiri, tapi di tengah
perencanaan dan urgensi pembangunan daerah harus kembali pada rencana dan
manajemen perencanaan dan pengembangan juga jadi daerah dalam menentukan
kebijakan dan perencanaan pembangunan tidak salah cara dan tetap selaras.

xxii
DAFTAR PUSTAKA

ARTIKEL

Dewanta, Awan Setya. "Otonomi dan pembangunan


daerah." Unisia (2004): 325-329.
Kholik, Saeful. "Perencanaan Pembangunan Daerah Dalam Era Otonomi
Daerah." Jurnal Hukum Mimbar Justitia 6.1 (2020): 56-70.
Mochtar, Akil. "Kewenangan Pusat dan Daerah Dalam Pembangunan
Daerah di Era Otonomi Daerah." disampaikan pada Seminar Relations Between
Governments at Central and Regional Level, Universitas Tanjungpura,
Pontianak. Vol. 21. 2010.
Ristanti, Yulia Devi, and Eko Handoyo. "Undang-undang otonomi
daerah dan pembangunan ekonomi daerah." Jurnal RAK (Riset Akuntansi
Keuangan) 2.1 (2017): 115-122.

UNDANG- UNDANG

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004


UU No 23 Tahun 2014
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007
Undang-Undang No. 32/2004
Undang-Undang No. 33/2004

xxiii

Anda mungkin juga menyukai