Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH

PARADIGMA, VISI, FUNGSI, TUJUAN, DAN TAHAP PERKEMBANGAN


PENDIDIKAN KARAKTER

(Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan karakter)
Dosen Pengampu : Dra. N. Ilis, M. Si.

Disusun oleh:

1. Aditya Darmawan 198610009

2. Dalillah Fitriyanti 198610021

3. Maymunah 198610004

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
ARRAHMANIYAH DEPOK
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT, shalawat dan
salam juga disampaikan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad SAW. Serta
sahabat dan keluarganya, seayun langkah dan seiring bahu dalam menegakkan agama
Allah. Dengan kebaikan beliau telah membawa kita dari alam kebodohan ke alam yang
berilmu pengetahuan.
Dalam rangka melengkapi tugas dari mata kuliah Pendidikan Karakter dengan ini
penulis mengangkat judul “Paradigma, visi, fungsi, tujuan, dan tahap perkembangan
pendidikan karakter”.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan, maupun isinya.
Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran-saran yang
dapat membangun demi kesempurnaan makalah ini.

Depok, Maret 2020

Penulis

1
DAFTAR ISI

COVER…………………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR…..……..………….……………………………..………...……..ii
DAFTAR ISI……………………..…………………………………..……………………iii
BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang………………………..………. ………………………….1 .

1.2. Rumusan masalah…………………………….………………………….1


1.3. Tujuan……..……………………………………….………………………1

BAB II ISI DAN PEMBAHASAN

2.1.Paradigma pendidikan dalam pendidikan karakter.....................................

2
2.2.Visi pendidikan karakter dan paradigma islam.....................
2.3.Fungsi pendidikan karakter..................................................
2.4.Tujuan pendidikan karakter..................................................
2.5.Tahap perkembangan pendidikan karakter..........................
2.6.Restorasi pendidikan karakter berbasis nilai agama dan
budaya bangsa.....................................................................
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan…………………………………...............................
3.2 Saran…………………………...............................…..………….
DAFTAR PUSTAKA

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Pada saat ini kita berada pada era globalisasi, arus globalisasi juga
membawa dampak bagi karakter bangsa dan masyarakat. Tidak hanya
dampak positif tetapi juga membawa dampak negatif seperti pergeseran
nilai-nilai pada norma yang berlaku di masyarakat yang semakin lama
semakin memudar, pendidikan karakter yang merupakan salah satu dari
sekian banyak paradigma pendidikan di Indonesia, kini semakin ramai
dibahas sejak direncanakannya gerakan pendidikan karakter
Pendidikan saat ini telah melupakan pentingnya karakter atau
akhlak mulia yang terdapat dalam ajaran islam serta makna yang
terkandung dalam sila pancasila. Oleh karena itu pendidikan karakter
diharapkan dapat membentuk karakter berbudi pekerti pada peserta didik
yang didasarkan pada nilai-nilai keislaman juga sesuai dengan sila dalam
pancasila.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Berdasarkan latar belakang tersebut maka dapat diperoleh rumusan
masalah sebagai berikut
a. Apa yang dimaksud dengan paradigma pendidikan karakter?
b. Apa saja visi pendidikan karakter dan paradigma islam?
c. Apa saja fungsi pendidikan karakter?
d. Apa saja tujuan pendidikan karakter?
e. Bagaimana tahap perkembangan pendidikan karakter?

2
f. Apa saja nilai-nilai pendidikan karakter?
g. Bagaimana restorasi pendidikan karakter berbasis nilai agama dan
budaya bangsa?

1.3. TUJUAN
a. Mengetahui dan memahami maksud dari paradigma pendidikan
karakter
b. Mengetahui dan memahami visi pendidikan karakter dan
paradigma islam
c. Mengetahui dan memahami fungsi pendidikan karakter
d. Mengetahui dan memahami tujuan pendidikan karakter
e. Mengetahui dan memahami tahap perkembangan pendidikan
karakter
f. Mengetahui dan memahami nilai-nilai pendidikan karakter
g. Mengetahui dan memahami restorasi pendidikan karakter berbasis
nilai agama dan budaya bangsa

3
BAB II
ISI DAN PEMBAHASAN

2.1. Paradigma pendidikan dalam pendidikan karakter.

Secara umum, paradigma dapat dipahami dari dua pengertian:

1. Secara etimologis

a. Carter V.Good dalam dictionary of education menjelaskan bahwa


pendidikan atau Paedagogy adalah:

1. Seni, praktik atau profesi sebagai pengajar (pengajaran),

2. Ilmu yang sistematis atau pengajaran yang berhubungan


dengan prinsip dan metode mengajar, pengawasan dan
bimbingan murid dalam arti luas diartikan sebagai istilah
pendidikan,

3. Education, proses perkembangan pribadi, proses sosial,


profesional courses, seni untuk membuat dan memahami ilmu
pengetahuan yang tersusun yang diwarisi atau dikembangkan
generasi bangsa.

b. Menurut bahasa arab, pendidikan disebut dengan "tarbiyah" yang


diambil dari kata dasar rabba-yurubbu-tarbiyah yang bermakna
memelihara, mengurus, merawat dan mendidik.

Definisi lainnya yang dapat dipahami sebagai arti pendidikan atau tarbiyah
adalah:

4
1. Ahmad Ibnu Aly Ibnu Hajar Al-Atsqolani dalam kitab Fathul Bari bi Syarah
Shaih Al-Bukhari (jilid I: 162) menjelaskan, tarbiyah adalah mendidik anak
melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode yang mudah diterima,
sehingga ia dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari nya,

2. Abu Ja'far Muhammad Ibnu Jarir Ath-Thobari dalam kitab Jami'u 'I-bayan
'an Ta'wil Ayi'l-Qur'an mengemukakan, tarbiyah adalah proses
pengembangan dan bimbingan jasad, akal dan jiwa yang dilakukan secara
berkelanjutan, sehingga mutarabbi ( peserta didik) bisa dewasa dan mandiri
untuk hidup di tengah masyarakat,

3.Ahmad Musthofa Al-Maraghi dalam kitab Tafsirul Maraghi (jilid III: 79)
menyatakan, tarbiyah adalah kegiatan yang mencakup pengembangan,
pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian
petunjuk, bimbingan, Penyempurnaan dan perasaan memiliki terhadap
peserta didik.

c. Menurut bahasa yunani, pendidikan disebut dengan peedagogik,


yaitu ilmu menuntun anak.

d. Menurut bahasa Romawi, pendidikan disebut dengan educare, yaitu


mengeluarkan dan menuntun, tindakan merealisasikan
potensi anak yang dibawa dan dilahirkan di dunia.

e. Menurut bahasa Jerman, pendidikan disebut dengan erzichung,


yakni membangkitkan kekuatan terpendam atau
mengaktifkan kekuatan atau potensi anak.

f. Menurut bahasa Jawa, pendidikan disebut dengan panggulawentah,


yaitu mengolah, mengubah, kejiwaan, mematangkan

5
perasaan, pikiran dan watak, mengubah
kepribadian anak.

Dari pengertian di atas dapat dipahami bahwa pendidikan secara etimologi


mengandung unsur-unsur pembelajaran:

1. Ta'lim dan Tadris (instruction),

2. Tahdib dan Ta'dib (penanaman karakter/akhlak mulia),

3. Tadrib (training/pelatihan)

2. Secara Terminologis

a. Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005: 263) menyebutkan


pendidikan berasal dari kata didik (mendidik), yaitu "memelihara
dan memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak
dan kecerdasan pikiran." adapun pendidikan mempunyai
pengertian "proses pengubahan dan tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan Manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan, proses perluasan, dan cara
mendidik."

b. Ki Hajar Dewantara dalam buku pendidikan (1962: 4) menjelaskan


bahwa arti pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan
bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin dan karakter), pikiran
(intellect), dan tubuh anak agar dapat memajukan kesempurnaan
hidup, yakni kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita didik
selaras dengan dunianya.

c. Lodge dalam buku Philosophy of Education; perkataan pendidikan


terkadang sempit. Dalam pengertian luas, pendidikan adalah

6
semua pengalaman, dapat dikatakan juga bahwa hidup adalah
pendidikan atau pendidikan adalah hidup. Sedangkan pengertian
pendidikan secara sempit adalah pendidikan dibatasi oleh fungsi
tertentu dalam masyarakat yang terdiri atas penyerahan adat
istiadat (tradisi) dengan latar belakang sosial, pandangan hidup
masyarakat kepada warga masyarakat generasi berikutnya.

d. Richy dalam buku planning for teaching and introduction to


education menjelaskan, pendidikan adalah suatu proses yang lebih
luas dari pada proses yang berlangsung di sekolah. Pendidikan
masyarakat yang kompleks dan modern.

e. Brubacher dalam buku Modern Philosophies of Education


mengemukakan, pendidikan sebagai proses timbal balik dari setiap
pribadi manusia dalam penyesuaian dirinya dengan alam, teman,
dan alam semesta.

Dengan demikian, secara substansi pendidikan dapat diartikan


sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-
nilai masyarakat dan kebudayaannya.

Secara garis besar, pendidikan dapat dikelompokkan dalam tiga paradigma


besar:

1. Paradigma pendidikan nasional

Paradigma ini berawal dari asumsi bahwa sumber segala ilmu


pengetahuan adalah Al-Qur'an. Peran akal menurut paradigma ini, diletakkan
di bawah teks. Yaitu memadukan antara wahyu dan pemikiran manusia.
Segala pemikiran dan realitas terpusat pada teks, yang akhirnya tekslah yang

7
membentuk realitas, bukan realitas yang membentuk teks. Model soerti ink
oleh Abid Al-Jabiri digolongkan dalam epitisme bayani. Model pendidikan ini
lebih terlihat tidak dapat menerima laju modernitas ilmu pengetahuan dari
perilaku dan sikap yang cenderung menolak perkembangan zaman sebagai
orang sering disebut kaum tradisionalis (salaf)

Pandangan apriori Terhadap barat Menempatkan ulumul aqliyah sebagai


ilmu yang kurang perlu dipelajari. Bagi siswa, ulumul nakliyah sudah cukup.
Lagi pula mempelajari ulumul nakliyah mendapatkan pahal, sedangkan
akliyah mubah.

2. Paradigma pendidikan liberal

Berbeda dari paradigma tradisional, paradigma pendidikan liberal


islam berawal dari kekecewaan terhadap realitas umat islam yang tertinggal
jauh, dan terlihat bodoh dari negara barat. menurut siti maryam (2003) dalam
buku sejarah peradaban islam; dari masa klasik smapai modern, konskuensi
awal dari paradigma ini adalah mencoba melepaskan sangkar besi agama
dari wilayah pemikiran. Karna islam cendrung mengekang, bahkan represif
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan. Kebebasan berfikir merupakan
ciri utama dari pola paradigma ini. Muhammad Abid Aljabiri (2001) dalam
bukunya agama, negara, dan penerapan syari'ah menjelaskan, untuk
menghilangkan hegemoni agama, berupa kebenaran mutlak yang disandang
oleh para murabbi, seorang murid harus diletakkan sejajar dengan gurunya.
Dengan meletakkan posisi ini, tidak lagi ada hegemoni dan dominasi di
antara keduanya sehingga proses dialektis dan saling koreksi dapat
berlangsung dengan harmonis.

8
Apabila pola tradisional bergabung dengan kekuasaan, pendidikan akan
menghasilkan manusia pendukung status quo. Oleh karena itu, wajar jika
pendidikan tradisionalis lebih mudah menciptakan manusia pro-status quo
dari pada pendidikan liberal.

3. Paradigma pendidikan sintetik

Paradigma ini cenderung moderat, meskipun rasionalitas tetap


diunggulkan, banyak hasil pemikirannya yang dapat menengahi
permasalahan antara tradisionalis dan liberal. Paradigma ini berangkat dari
asumsi yang menurut janri (2003) dalam bukunya ideologi kaum reformis
yaitu:

a. Barat itu tidak semuanya buruk. Oleh karena itu, metedologi yang tidak
bersentuhan dengan permasalahan asasiyah (aqidah) dapat diadopsi,
bahkan dipergunakan secara langsung;

b. Islam tetap menjadi agama yang terbaik, mengenai kemunduran umat


islam disebabkan pemeluknya.

Kamaru zaman bustaman dalam bukunya islam histori menyebutkan


bahwa pengadopsian sebagian pemikiran barat dan disintesiskan dengan
ajaran islam menjadi tipikal utama gerakan ini. Karna itulah, model
pendidikan ini dinamai paradigma sintetik. Paradigma ini mengilhami
pemikiran mu'tazilah, tetapi dimodifikasi sedemikian halus, model ini
mengedepankan rasionalitas untuk memahami al-qur'an. Paradigma ino
seharusnya melahirkan gerakan tajdid (modernis) dalam islam. Sifatnya
terbuka terhadap barat dan kritis terhadap sejarah islam, menciptakan
formulasi pendidikan yang lebih akomodatif.

PETA PERBANDINGAN PARADIGMA PENDIDIKAN DALAM ISLAM

9
Aspek Tradisional Liberal Sintetik
Persepsi Teks merupakan Teks hanyalah Teks merupakan
terhadap teks sumber pedoman yang pedoman hidup.
segalanya dan harus ditafsirkan Namun, tidak
menjadi rujukan terus menerus semua
utama dan permasalahan
terlengkap. ada didalamnya.
Realitas harus Oleh karena itu,
sesuai dengan perlu ijtihad
teks.
Persepsi Munculnya Keterpurukan Keterpurukan
terhadap keterpurukan dan disebabkan umat disebabkan
realitas umat kebobrokan memakai penganutnya yang
disebabkan umat penafsiran yang terjebak pada
meninggalkan sudah taklid
teks kadaluarsa
Persebsi Barat tidakBarat realitasnya Perlu
terhadap barat memiliki lebih unggul. menyintesiskan
kelebihan Perlu metodologi
apapun, lantas mengadopsi dengan konsep-
tidak ada yang konsepnya dan konsep islam
perlu ditiru meninggalkan
pola lama
Penalaran Text oriented Realitas orientedSinergisitas
(deduktif) (induktif) antara text dan
kontex (abduktif)
Peran akal Akal tunduk pada Teks harus Hanya yang
teks ditafsirkan bukan
dengan logika mutasabihad yang
dapat dinalar
kembali
Kedudukan Ulumulnakliyah Antara nakliyah Antara nakliyah
ilmu lebih utama dan akliyah dan akliyah sama
sama-sama sama utama
utama
Tentang Otoritas tuhan Otoritas tuhan, Otoritas tuhan,
kebenaran namun manusia namun manusia
harus perlu
mencarinya membuktikannya

10
kembali
Metode Pedagogic Andragogik Andragogik
pendidikan
Kedudukan Ditiru dan Sejajar sebagai Sejajar hanya
guru didengar sebagai fasilitator. sebagai fasilitator
sumber
kebenaran.
Kedudukan Tidak tahu Punya potensi
Punya potensi
murid apapun, dibentuk akal, perlu
akal, perlu
sebagai objek dikembangkan, dikembangkan,
pendidikan sebagai subjek sebagai subjek
pendidikan pendidikan
Objek Teks Realitas Permasalahan
pendidikan umat
Tokoh Hambali, ibnu Abdul Muhammad
taimiyah, abdul raziq,mutafa abdu, Husain
wahab, rasyid kamal,nasr abu haiqal, fazlur
ridho, hasan zyad,gusdur rahman, K.H.
albana,yusuf ahmad dahlan
qardawi

2.2. Visi Pendidikan Karakter dan Paradigma Islam


Untuk melihat visi pendidikan karakter, ada baiknya dipahami tentang
beberapa versi visi pendidikan sebagai berikut:
1. Visi pendidikan abad 21 UNESCO, yaitu :
a. Learning to know/think
b. Learning to do
c. Learning to be
d. Learning to live together

2. Visi pendidikan islam, yaitu :


a. Q.S Az-Zariyat (51):56.

11
)٥٦:‫س ِا الَّ لِ َيعْ ُب ُد ْو ِن (الذاريات‬
َ ‫ت ا ِجنَّ َو االِ ْن‬
ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
agar mereka beribadah kepada-Ku”

b. Q.S Al-Anam (6):165

َ ‫ اِنَّ َرب‬.‫ت لِّ َي ْبلُ َو ُك ْم فِيْ َما آ َت ُك ْم‬


‫َّك‬ ٍ ْ‫ض ُك ْم َف ْو َق َبع‬
ٍ ‫ض َد َر َجا‬ َ ‫َوھ َُوالَّذِيْ جـ َعلَ ُك ْم َخلـ ِء‬
ِ ْ‫ف ْاالَر‬
َ ْ‫ض َو َر َف َع بـع‬
ِ ‫َس ِر ْي ُع ْال ِع َقا‬
)١٦٥ : ‫ب َو ِا َّن ُه لَ َغفُ ْو ٌر رَّ ِح ْي ٌم (االنعام‬
“Dan Dialah yang menjadikan kamu sebagai
khalifah-khalifah dibumi dan Dia mengangkat
(derajat) sebagian kamu diatas yang lain, untuk
mengujimu atas (karunia) yang diberikan-Nya
kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat
memberi hukuman dan sungguh, Dia Maha
Pengampun dan Maha Penyayang”

c. “Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak


manusia” (Hadis).

Menurut Naquib Al-Attas, sebagaimana dikutip Afifuddin Aminin dalam


Suara Muhammadiyah (Edisi 21/97, 1-15-2012:50-51), Pendidikan Islam
pada prinsipnya merupakan proses pengenalan dan pengakuan yang
ditanamkan secara bertahap dan berkesinambungan dalam diri manusia
mengenai objek-objek yang benar, sehingga hal itu akan membimbing
manusia kea rah pengenalan dan pengakuan terhadap eksistensi Tuhan
dalam kehidupannya. Selanjutnya, dengan pengetahuan,manusia diarahkan
untuk mengembangkan kehidupan yang lebih baik.

12
Islam memberikan beberapa paradigma dasar bagi sistem pendidikan antara
lain:
1. Islam meletakan prinsip kurikulum, strategi, dan tujuan pendidikan
berdasarkan akidah islam.
2. Pendidikan harus diarahkan pada pengembangan keimanan sehingga
melahirkan amal saleh dan ilmu yang bermanfaat, prinsip ini
mengajarkan bahwa dalam islam, pokok perhatian bukanlah kuantitas,
melainkan kualitas pendidikan. (misalnya, surat Al-Mulk ayat 2)
mengungkapkan tentang ahsanu amalan atau amalan shalihan (amal
yang baik atau amal sholeh).
3. Pendidikan ditujukan untuk membangkitkan dan mengarahkan potensi-
potensi, baik yang ada pada setiap diri manusia selaras dengan fitrah
manusia dan meminimalisasi aspek buruknya.
4. Keteladanan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam proses
pendidikan, baik pendidikan dalam keluarga, masyarakat maupun
sekolah atau madrasah. Dengan demikian, sentral keteladanan yang
harus diikuti adalah Rasulullah Sallallahu Alaihi wasallam.
Dalam konteks pendidikan sekarang, empat paradigma diatas
merupakan solusi yang tepat untuk mewujudkan hakikat pendidikan
islam, yaitu terbentuknya manusia yang beriman dan bertakwa,
berpengetahuan luas serta mempunyai karakter yang mulia.

2.3. .Fungsi Pendidikan Karakter


Masyarakat memandang pendidikan sebagai pewarisan kebudayaan
atau nilai-nilai budaya, baik yang bersifat keterampilan, keahlian dan generasi
tua kepada generasi muda agar masyarakat tersebut dapat memelihara

13
kelangsungan hidupnya atau tetap memelihara kepribadiannya.Dari segi
pandangan individu, Pendidikan berarti upaya pengembangan potensi yang
dimiliki individu yang masih terpendam agar teraktualisasi secara konkret,
sehingga hasilnya dapat dinikmati oleh individu dan masyarakat.
Muhaimin (2004:40) dalam buku paradigma pendidikan islam
menjelaskan, secara teoritis pendidikan agama disekolah berfungsi sebagai
berikut:
1. Pengembangan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT, serta akhlak
mulia peserta didik seoptimal mungkin.
2. Penanaman nilai ajaran islam sebagai pedoman mencapai kebahagiaan
hidup didunia dan akhirat.
3. Penyesuaian mental peserta didik terhadap lingkungan fisik dan sosial.
4. Perbaikan kesalahan, kelemahan peserta didik dalam keyakinan
pengalaman ajaran agama islam dalam kehidupan sehari-hari.
5. Pencegahan dari hal-hal negatif budaya asing yang dihadapinya sehari-
hari.
6. Pengajaran tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam
nyata dan non-nyata)
7. Penyaluran untuk mendalami pendidikan agama ke lembaga pendidikan
yang lebih tinggi.
Sebagaimana dikutip dari Ahmad Fikri bahwa fungsi pendidikan karakter
adalah :
1. Pengembangan; Pengembangan potensi dasar peserta didik agar
berhati,berpikiran dan berperilaku baik.
2. Perbaikan; memperkuat dan membangun perilaku bangsa yang multikultur
untuk menjadi bangsa yang bermartabat.

14
3. Penyaring; untuk menyaring budaya yang negative dan menyerap budaya
yang sesuai dengan nilai budaya dan karakter bangsa untuk meningkatkan
peradaban bangsa yang kompetitif dalam pergaulan dunia.
Adapun fungsi pendidikan karakter menurut Kementrian Pendidikan Nasional
adalah:
1. Pengembangan potensi dasar,agar “berhati baik,berpikiran baik, dan
berperilaku baik”
2. Perbaikan perilaku yang kurang baik dan penguatan perilaku yang sudah
baik.
3. Penyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur pancasila
2.4. Tujuan Pendidikan Karakter
Menurut An-Nahlawi (1996:117) , pendidikan harus memiliki tujuan
yang sama dengan tujuan penciptaan manusia sebab bagaimanapun
pendidikan islam sarat dengan landasan dinul islam. Tujuan pendidikan islam
adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan
manusia, baik secara individual maupun secara sosial. Tujuan pendidikan
harus bersifat universal dan selalu aktual pada segala masa dan zaman.
Konsep adanya pendidikan karakter pada dasarnya berusaha
mewujudkan peserta didik atau manusia yang berkarakter (akhlak mulia)
sehingga dapat menjadi manusia paripurna (insan kamil), sesuai dengan
fungsinya sebagai “mandataris” Tuhan dimuka bumi yang membawa misi
sebagai berikut:
1. Hamba Allah (Abdullah)
2. “mandataris” atau wakil Tuhan dimuka bumi (khalifah fil ardl)

15
Sebagai “mandataris” Tuhan dimuka bumi, manusia harus mengetahui
bahwa dalam fungsinya sebagai khalifah Allah SWT, manusia dituntut selalu
mengabdi, beribadah, dan memakmurkan bumi.
Hal tersebut merupakan aplikasi dari Firman Allah SWT yang
menyatakan:
)٥٦:‫س ِا الَّ لِ َيعْ ُب ُد ْو ِن (الذاريات‬
َ ‫ت ا ِجنَّ َو االِ ْن‬
ُ ‫َو َما َخلَ ْق‬
“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah
kepada-Ku
Menurut Ahmad Tafsir (2007:46), ciri-ciri manusia sempurna menurut
islam adalah sebagai berikut:
1. Jasmaninya sehat serta kuat
2. Memiliki keterampilan
3. Akalnya cerdas serta pandai
4. Hatinya penuh iman kepada Allah
M.A Al-Abrasyi (2003:22), dalam buku Prinsip-prinsip Dasar
Pendidikan Islam menjelaskan bahwa tujuan utama pendidikan islam adalah
membentuk moral yang tinggi serta akhlak yang mulia.

Jalaluddin (2003:93), dalam buku Teologi Pendidikan membagi tujuan


pendidikan islam dalam beberapa dimensi, diantaranya:
1. Dimensi hakikat penciptaan manusia, yaitu pendidikan bertujuan untuk
membimbing perkembangan peserta didik secara optimal agar menjadi
pengabdi kepada Allah yang setia.
2. Dimensi tauhid, yaitu pendidikan bertujuan mengarahkan manusia sebagai
hamba Allah yang bertakwa kepada-Nya.

16
3. Dimensi moral, yaitu pendidikan bertujuan upaya pengenalan terhadap
nilai-nilai yang baik, kemudian diinternalisasikan, serta diaplikasikan dalam
sikap dan perilaku melalui pembiasaan.
4. Dimensi perbedaan individu. Yaitu pendidikan bertujuan usaha
membimbing dan mengembangkan potensi peserta didik secara optimal,
menyesuaikan perkembangannya dengan kadar kemampuan dari potensi
yang dimilikinya masing-masing.
5. Dimensi sosial, yaitu pendidikan bertujuan untuk memanusiakan peserta
didik agar berperan dalam statusnya sebagai An-nas (makhluk sosial),
Abdullah (hamba pengambdi Allah) dan khalifah Allah.
6. Dimensi profesional, yaitu pendidikan bertujuan untuk membimbing dan
mengembangkan potensi peserta didik sesuai dengan bakat masing-
masing.
7. Dimensi ruang dan waktu, yaitu pendidikan bertujuan pada dua tujuan
utama, yakni upaya untuk memperoleh keselamatan hidup didunia dan
kesejahteraan hidup di akhirat.

Konklusi dari tujuan pendidikan diatas adalah:


a. Dimensi keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT.
b. Dimensi pemahaman atau pengetahuan tentang ilmu keislaman.
c. Dimensi pemahaman dari ilmu yang sudah didapat.

Hasan Linggulung (2004:140) dalam buku Manusia dan Pendidikan


Suatu Analisis Psikologi, Filsafat dan Pendidikan menyatakan, tujuan
pendidikan islam secara khusus adalah sebagai berikut:
1. Memperkenalkan pada generasi muda akan akidah islam, dasar-dasarnya,
asl-usul ibadah, dan cara-cara melaksanakannya dengan betul, dengan

17
membiaskan mereka berhati-hati mematuhi akidah-akidah agama serta
menjalankan dan menghormati syiar-syiar agama.
2. Menumbuhkan kesadaran yang betul pada diri pelajar terhadap agama
termasuk prinsip-prinsip dan dasar-dasar akhlak mulia.
3. Menanamkan keimanan kepada Allah pencipta alam, kepada malaikat-
malaikat rasul- rasul, kitab-kitab dan hari kiamat berdasarkan paham
kesadaran dan perasaan.
4. Menumbuhkan minat generasi muda untuk menambah pengetahuan
dalam adab dan pengetahuan keagamaan dan untuk mengikuti hukum-
hukum agama dengan kecintaan dan kerelaan.
5. Menanamkan rasa cinta dan penghargaan kepada Al-Quran membacanya
dengan baik, memahaminya.dan mengamalkan ajaran-ajarannya.
6. Menumbuhkan rasa bangga terhadap sejarah dan kebudayaan islam dan
pahlawan-pahlawannya serta mengikuti jejak mereka.
7. Menumbuhkan rasa rela, optimisme, percaya diri, tanggung jawab,
menghargai kewajiban, tolong-menolong atas kebaikan, sabra, berjuang
untuk agama, dan tanah air dan bersiap untuk membalasnya.
8. Mendidik naluri,motivasi dan keinginan generasi muda dan menguatkan
dengan akidah dan nilai-nilai,dan membiasakan mereka menahan
motivasinya,mengatur emosinya. Begitu juga,mengajar mereka berpegang
dengan adab sopan pada hubungan dan pergaulan mereka.
9. Menanamkan iman yang kuat kepada Allah pada diri mereka,perasaan
keagamaan serta semangat keagamaan dan akhlak pada diri mereka.
10. Membersihkan hati mereka dari rasa dengki, hasad, iri hati,egoism,tipuan
serta perpecahan dan perselisihan.

18
Menurut M.Qulbth (1988:19) dalam buku Etika Umum Masalah-
masalah Pokok Filsafat Moral menyatakan bahwa sistem-sistem pendidikan
buatan manusia bermuara dalam satu tujuan pendidikan, yaitu “membentuk
nasionalisme sejati” oleh karena itu, tujuan pendidikan adalah merealisasikan
penghambaan kepada Tuhan ataupun secara sosial.
Adapun tujuan pendidikan karakter menurut Kementerian Pendidikan
Nasioanal adalah mengembangkan karakter peserta didik agar mampu
mewujudkan nilai-nilai luhur pancasila.

2.5. Tahap Perkembangan Pendidikan Karakter


1) Melakukan pemetaan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa dalam SKL
mata pelajaran,tujuan mata pelajaran,standard kompetensi dan kompetensi
dasar,
2) Menentukan prioritas nilai-nilai yang akan dikembangkan,.
3) Memasukkan nilai-nilaiyang diprioritaskan kedalam silabus dan RPP.
4) Menentukan indicator pencapaian nilai-nilai karakter dan mengembangkan
instrument penilaian.
5) Melaksanakan pembelajaran mengacu pada silabus dan RPP yang
mengintegrasikan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa.
6) Memberi bantuan kepada peserta didik yang belum menunjukan
internalisasi niali-nilai karakter dengan menunjukannya dalam perilaku.
7) Menentukan indikator pencapaian nilai-nilai karakter dan mengembangkan
instrument penilaian.

2.6. Delapan Belas Nilai Pendidikan Karakter.

Ada delapan belas nilai dalam pendidikan karakter, yaitu:

19
1. Religius, sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran
agama yang dianutnya,

2. Jujur, perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai


orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan
pekerjaan,

3. Toleransi, sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku,


etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya,

4. Disiplin, tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada


berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja keras, perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam


mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan
tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif, berfikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil
baru dari sesuatu yang telah dimiliki,

7. Mandiri, sikap dan perilaku yang tidak mudah bergantung pada orang lain
dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis, cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak
dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa ingin tahu, sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya,
dilihat, dan didengar.

10. Semangat Kebangsaan, cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang


menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri
dan kelompoknya.

20
11. Cinta tanah air, cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan
kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa,
lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. Menghargai prestasi, sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk
menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui
serta menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/komunikatif, tindakan yang memperlihatkan rasa senang


berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta damai, sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang
lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar membaca, kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca


berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli lingkungan, sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah
kerusakan lingkungan Alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya
untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi

17. Peduli sosial, sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan
pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung jawab, sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan


tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri
sendiri, masyarakat, lingkungan (Alam,sosial,dan budaya), negara dan
tuhan yang maha esa.

2.7. Restorasi Pendidikan Karakter Berbasis Nilai Agama dan Budaya


Bangsa.

21
Menurut Muhbib Abdul Wahab dalam suara Muhammadiyah (edisi
24/97, 16-31-12-2012: 52-53), fungsi pendidikan nasional belum terwujud
secara efektif dan menggembirakan. Beliau berasumsi bahwa kompleksitas
persoalan tersebut berpangkal dari ketiadaan sistem pendidikan berbasis
keteladanan, baik dari pemimpin, pendidik, orang tua maupun masyarakat
pada umumnya. Restorasi pendidikan berketeladanan harus berpijak pada
filsafat yang menjadi visi dari worldview-nya. Pendidikan berketeladanan
idealnya melahirkan peserta didik yang memiliki lima kesadaran, yaitu:

1. Kesadaran berketuhanan,

2. Kesadaran berkemanusiaan,

3. Kesadaran berkealaman,

4. Kesadaran berkeduniaan,

5. Kesadaran berkeakhiratan.

Kelima kesadaran tersebut diwujudkan melalui proses pendidikan


yang bervisi dan berorientasi pada pengembangan relasi manusia, baik
sebagai pendidik, peserta didik maupun pengelola lembaga pendidikan dan
keluarga sebagai basis pendidikan sebagai berikut:

Pertama, relasi manusia dengan tuhan diposisikan relasi ibadah ('alaqoh


ta'abbudiyah) dan diorientasikan untuk melahirkan peserta didik yang ikhlas,
taat dan tekun beribadah.

Kedua, relasi manusia dengan sesama dimaknai sebagai relasi dan interaksi
dalam kerangka berlaku adil dan beebuat baik ('alaqot al-adl wa al-ihsan).

22
Ketiga, relasi manusia dengan alam semesta dimaknai dalam kerangka
taskhir dan ta'mir (menundukkan dan memakmurkan), bukan mengeksploitasi
dan merusak.

Keempat, relasi manusia dengan kehidupan dunia dimaknai sebagai ujian


dan kompetisi ('alaqoh ibtila' wamunaqosoh), kompetitif dan berdaya saing
tinggi.

Kelima, relasi manusia dengan kehidupan akhirat dimaknai sebagai bentuk


pertanggung jawaban ('alaqoh mas'uliyyah) di hadapan manusia dan tuhan.

Sistem pendidikan berketeladanan pada gilirannya penting


dikembangkan dengan mengusahakan pemenuhan kebutuhan dan
kemaslahatan manusia sesuai dengan nilai-nilai akhlak mulia. Jika UNESCO
merancangkan pendidikan holistik dengan mengintegrasikan 4H, yaitu:

1. Heat = intelektual,

2. Heart = hati, emosional, spiritual,

3. Hand = tangan, keterampilan,

4. Healty = kesehatan.

Pendidikan setidaknya perlu memadukan 4H tersebut plus 2H lagi, yaitu:

1. Humanity = kemanusiaan,

2. Harmony = harmoni terhadap sesama dan alam semesta.

23
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pendidikan secara etimologi: instrunction, penanaman karakter,
pelatihan.
Pendidikan secara terminologis: usaha manusia untuk membina
kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan
kebudayaannya.
Visi pendidikan karakter yaitu agar terbentuknya manusia yang
beriman dan bertakwa, berpengetahuan luas serta mempunya
karakter yang mulia.
Fungsi pendidikan karakter menurut kementrian pendidikan nasional
adalah :
1. Pengembangan potensi dasar, agar berhati baik, berpikiran baik
dan berprilaku baik.
2. Perbaikan perilaku yang kurang baik dan penguatan perilaku yang
sudah baik.
3. Penyaring budaya yang kurang sesuai dengan nilai-nilai luhur
pancasila.
Tujuan dari pendidikan karakter adalah :
1. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta didik
sebagai generasi penerus bangsa,
2. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang
mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
3. Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreatifitas dan

24
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh
kekuatan.
3.2 Saran
Penulis tentunya masih menyadari jika makalah diatas masih terdapat
banyak kesalahan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis akan
memperbaiki makalah tersebut dengan berpedoman pada banyak
sumber serta kritik yang membangun dari para pembaca.

25
DAFTAR PUSTAKA

Salahudin, Anas dan Irwanto Alkrienciehie, “Pendidikan Karakter :


Pendidikan Berbasis Agama dan Budaya Bangsa”, Bandung : CV
Pustaka Setia, 2013

26

Anda mungkin juga menyukai