Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH

PEREKONOMIAN PADA MASA AWAL ISLAM MASA NABI


MUHAMMAD SAW

Disusun Oleh :
Kelompok 4

Nama : Abdul Rasyid Hamzah


Afitri Yolanda
Ariska Nabilah
Devi Erfika
Semester : VIII – A Ekslusif
Dosen Pengampu : Hendra, M.A

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM
SYEKH ABDUL HALIM HASAN AL-ISHLAHIYAH
BINJAI
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami kepada Allah SWT karena atas izin dan kehendakNya makalah sederhana ini
dapat kami selesaikan tepat pada waktunya.

Penulisan dan pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah Srjarah
Pemikiran Ekonomi Islam. Adapun judul yang kami bahas dalam makalah sederhana ini
mengenai Perekonomian Pada Masa Awal Islam Masa Nabi Muhammad Saw.

Dalam penulisan makalah ini kami menemui berbagai hambatan yang dikarenakan terbatasnya
Ilmu Pengetahuan kami mengenai hal yang berkenan dengan penulisan makalah ini. Kami
menyadari akan kemampuan kami yang masih terbatas.

Dalam makalah ini kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi kami yakin makalah ini
masih banyak kekurangan. Oleh karena itu kami mengharapkan saran dan juga kritik yang
membangun agar lebih maju di masa yang akan datang.

Kami juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi orang lain yang membacanya.

Binjai ,04 Maret 2022

penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR------------------------------------------------------------------------------ii

DAFTAR ISI-----------------------------------------------------------------------------------------iii

BAB I PENDAHULUAN -------------------------------------------------------------------------1

A. LATAR BELAKANG--------------------------------------------------------------------1
B. RUMUSAN MASALAH-----------------------------------------------------------------1
C. TUJUAN -----------------------------------------------------------------------------------2

BAB II SIMPANAN DEPOSITO ----------------------------------------------------------------3

A. SISTEM EKONOMI MASA RASULULLAH------------------------------------------3

B. KEBIJAKAN FISIKAL MASA RASULULLAH--------------------------------------4

C. MEKANISME PASAR DAN KETIDAKSEMPURNAAN PASAR-----------------5

D. SUMBER EKONOMI ISLAM------------------------------------------------------------8

E.R----------------------------------------------------------------------------

BAB III PENUTUP---------------------------------------------------------------------------------10

A. KESIMPULAN-----------------------------------------------------------------------------10
B. SARAN--------------------------------------------------------------------------------------10

DAFTAR PUSTAKA-------------------------------------------------------------------------------11
BAB I
PENDAHULUAN

Secara umum, ekonomi adalah perilaku manusia yang berhubungan dengan bagaimana
proses dan cara memperoleh dan mendayagunakan produksi, distribusi, dan konsumsi. Ekonomi
berkaitan dengan perilaku manusia yang didasarkan pada landasan serta prinsip-prinsip yang
menjadi dasar acuan. Ilmu ekonomi Islam sebagai sebuah studi ilmu pengetahuan modern baru
yang muncul pada tahun 1970-an, akan tetapi pemikiran tentang ekonomi Islam telah muncul
sejak Islam itu diturunkan melalui Nabi Muhammad SAW. Rujukan atau landasan utama
pemikiran ekonomi Islam adalah Al Qur‟an dan hadits.
Pemikiran ekonomi Islam muncul bersamaan dengan diturunkannya Al Qur‟an dan masa
kehidupan Rasulullah pada akhir abad 6 M hingga awal abad 7 M. Pelaksanaan sistem ekonomi
Islam telah ada dan dilaksanakan oleh Rasulullah SAW sebagai seorang Rasul tauladan bagi
umat muslim. Bahkan bangsa Arab telah terkenal sebagai bangsa pedagang sebelum periode
Rasulullah Saw.
Setelah masa itu banyak sarjana Muslim yang memberikan kontribusi karya pemikiran
ekonomi. Karya-karya mereka sangat berbobot yang memiliki argumentasi religius dan
intelektual yang kuat pula serta didukung oleh fakta-fakta empiris.
Istilah ekonomi syariah dalam wacana pemikiran ekonomi Islam kontemporer kerap
diidentifikasi dengan sebagai sebutan yang berbeda. Ada yang menyebutnya dengan istilah
“ekonomi Islam”, “ekonomi ilahiyah”, atau “ekonomi qur‟ani”. Bahkan ada pula yang
menyebutnya “ekonomi rahmatan lil „alamin”. Perbedaan istilah ini sekaligus menunjukkan
bahwa istilah “ekonomi Islam” bukanlah nama baku dalam terminologi Islam.
Termasuk kebijakan fiskal yang merupakan kebijakan yang mempengaruhi Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Kebijakan Fiskal dapat diartikan sebagai langkah
pemerintah untuk membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaan
(dalam konsep makro disebut dengan goverment expenditure). Tujuan kebijakan fiskal dalam
perekonomian adalah tercapainya kesejahteraan sebagai adanya benefit maksimal bagi individu
dalam kehidupan, terutama ditujukan untuk mencapai alokasi sumber daya secara efisien,
stabilisasi ekonomi, pertumbuhan, dan distribusi pendapatan serta kepemilikan.
Lahirnya kebijakan fiskal di dalam dunia Islam dipengaruhi oleh banyak faktor salah
satunya karena fiskal merupakan bagian dari instrumen ekonomi publik. Untuk itu faktor-faktor
seperti sosial, budaya dan politik inklud di dalamnya. Tantangan Rasulullah sangat besar dimana
beliau dihadapkan pada kehidupan yang tidak menentu baik dari kelompok internal maupun
kelompok eksternal. Kelompok internal yang harus diselesaikan oleh Rasulullah yaitu bagaimana
menyatukan antara kaum Anshor dan kaum Muhajirin pasca hijrah dari mekah ke Madinaha
(Yastrib). Sementara tantangan dari kelompok eksternal yaitu bagaimana Rasul mampu
mengimbangi rongrongan dan serbuan dari kaum kafir Quraiys. Hal ini yang mendasari penulis
untuk mengkaji kebijakan ekonomi serta kebijakan fiskal pada masa Rasulullah SAW, dimana
kebijakankebijakan ini dalam sejarah merupakan pondasi serta langkah awal dalam peradaban
Islam.
BAB II
PEMBAHASAN

A.SISTEM EKONOMI MASA RASULULLAH

Munculnya Islam dengan diangkatnya Muhammad sebagai Rasulullah merupakan babak


baru dalam sejarah dan peradaban manusia. Pada saat di Makkah Rasullah saw. mengemban
tugas menguatkan pondasi akidah kaum muslim. Rasulullah di Makkah hanya berposisi sebagai
pemuka agama. Sedangkan ketika hijrah ke Madinah, saat pertama kali tiba keadaan Madinah
masih kacau. Masyarakat Madinah belum memiliki pemimpin atau raja yang berdaulat. Yang ada
hanya kepala-kepala suku yang menguasai daerahnya masing-masing. Suku-suku yang terkenal
saat itu adalah suku Aus dan Khazraj. Pada saat masih berupa suku-suku ini kota Madinah belum
ada hukum dan pemerintahan. Antar kelompok masih saling bertikai. Kelompok yang terkaya
dan terkuat adalah Yahudi, namun ekonominya masih lemah dan bertopang pada bidang
pertanian.

Kedatangan Rasulullah di Madinah diterima dengan tangan terbuka dan penuh antusias
oleh masyarakat Madinah. Dalam waktu yang singkat beliau menjadi pemimpin suatu komunitas
yang kecil yang terdiri dari para pengikutnya, namun jumlah hari demi hari semakin meningkat.
Hampir seluru penduduk kota Madinah menerima Nabi Muhammad menjadi pemimpin di
Madinah, tak terkecuali orang-orang Yahudi. Di bawah kepemimpinannya, Madinah
berkembang cepat dan dalam waktu sepuluh tahun telah menjadi negara yang sangat besar
dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di seluruh jazirah Arab.

Di Madinah, Rasulullah mula-mula mendirikan majelis syura, majelis ini terdiri dari
pemimpin kaum yang sebagian dari mereka bertanggung jawab mencatat wahyu. Pada tahun 6
Hijriyah Rasulullah mengangkat sekretaris dengan bentuk sederhana telah dibangun. Rasulullah
juga telah mengutus utusan ke pemimpin negara-negara tetangga. Orang-orang ini mengerjakan
tugasnya dengan sukarela dan membiayai hidupnya dari sumber independen, sedangkan
pekerjaan sangat sederhana tidak memerlukan perhatian penuh. Pada dasarnya, orang-orang yang
ingin bertemu kebanyakan orang-orang miskin. Mereka diberikan makanan dan juga pakaian.
Setelah Makkah telah dikuasai kaum muslimin, jumlah delegasi yang datang bertambah banyak
sehingga tanggung jawab Bilal untuk melayani mereka bertambah (Sudarsono, 2002).

Kehidupan Rasulullah SAW. dan masyarakat Muslim di masa beliau adalah teladan yang
paling baik implementasi Islam, termasuk dalam bidang ekonomi. Pada periode Makkah
masyarakat Muslim belum sempat membangun perekonomian, sebab masa itu penuh dengan
perjuangan untuk mempertahankan diri dari intimidasi orang-orang Quraisy. Barulah pada
periode Madinah Rasulullah memimpin sendiri membangun masyarakat Madinah sehingga
menjadi masyarakat sejahtera dan beradab. Meskipun perekonomian pada masa beliau relatif
masih sederhana, tetapi beliau telah menunjukkan prinsip-prinsip yang mendasar bagi
pengelolaan ekonomi. Secara umum, tugas kekhalifahan manusia adalah tugas mewujudkan
kemakmuran dan kesejahteraan dalam hidup dan kehidupan.
Islam mempunyai pandangan yang jelas mengenai harta dan kegiatan ekonominya
sebagaimana telah dicontohkan oleh teladan kita Muhammad Rasulullah SAW. Beberapa
pemikiran ekonomi Islam yang disadur ilmuwan Barat antara lain, teori invisible hands yang
berasal dari Nabi SAW dan sangat populer di kalangan ulama. Teori ini berasal dari hadits Nabi
SAW. sebagaimana disampaikan oleh Anas RA, sehubungan dengan adanya kenaikan harga-
harga barang di kota Madinah. Dalam hadits tersebut diriwayatkan sebagai berikut:
“Harga melambung pada zaman Rasulullah SAW. Orang-orang ketika itu mengajukan saran
kepada Rasulullah dengan berkata: “Ya Rasulullah hendaklah engkau menentukan harga”.
Rasulullah SAW. bersabda: ”Sesungguhnya Allah-lah yang menentukan harga, yang menahan
dan melapangkan dan memberi rezeki. Sangat aku harapkan bahwa kelak aku menemui Allah
dalam keadaan tidak seorang pun dari kamu menuntutku tentang kezaliman dalam darah maupun
harta.
Permasalahan ekonomi yang dibangun Rasulullah di Madinah dilakukan setelah
menyelesaikan urusan politik dan masalah konstitusional. Rasulullah meletakkan sistem ekonomi
dan fiskal negara sesuai dengan ajaran al-Qur’an. Al-Qur’an telah meletakkan dasar-dasar
ekonomi. Prinsip Islam yang dapat dijadikan poros dalam semua urusan duniawi termasuk
masalah ekonomi adalah kekuasan tertinggi hanyalah milik Allah swt. semata (QS, 3: 26, 15:2,
67:1) dan manusia diciptkan sebagai khalifah-Nya di muka bumi (QS, 2:30, 4:166, 35:39),
sebagai pengganti Allah di muka bumi, Allah melimpahkan urusan bumi untuk dikelola manusia
sebaik-baiknya. Kamakmuran dunia merupakan pemberian Allah Swt. dan manusia akan dapat
mencapai keselamatannya jika ia dapat menggunakan kemakmuran tersebut dengan baik dan
dapat memberikan keuntungan bagi orang lain (Karim, 2002).

Dalam sistem ekonominya, Islam mengakui kepemilikan pribadi, Dalam mencari na-ah
kaum muslimin berkewajiban mencara na-ah yang halal dan dengan cara yang adil. Rasulullah
pun menganjurkan mencari na-ah yang baik adalah melalui perniagaan dan jual beli. Dalam
berniagaan Rasulullah melarang mencari harta kekayaan dengan cara-cara yang ilegal dan tidak
bermoral. Islam tidak mengakui permbuatan menimbun kekayaan atau mengambil keuntungan
atas kesulitan orang lain. Di sisi lain, terdapat pula cara-cara perniagaan yang dilarang oleh
Islam, misalnya judi, menimbunan kekayaan, penyelundupan, pasar gelap, korupsi, bunya, riba
dan aktivitas-aktivitas yang sejenisnya (Karim, 2002).
Pada zaman Rasulullah, sudah mulai ditanamkan larangan pembungaan uang atau riba,
sebagaimana yang biasa oleh orangorang Yahudi di Madinah. Islam benar-benar menentang
praktikpraktik tidak fair dalam perekonomian tersebut. Karena riba didasarkan atas pengeluaran
orang dan merupakan eksploitasi yang nyata, dan Islam melarang bentuk eksploitasi apapn
“apakah itu dilakukan olehorang-orang kaya terhadap orang-orang miskin, oleh penjual terhadap
pembeli, oleh majikan terhadap budak, oleh laki-laki terhadap wanita, dan lain sebagainya.” Al-
Qur’an pun menyebut, “Dan apa yang kamu berikan sebagai tambahan (riba) untuk menambah
kekayaan manusia, maka riba itu tidak menambah di sisi Allah” (QS, 30: 39)

Maka untuk menghilangkan riba ini, al-Qur’an memberi solusi dengan cara zakat,
shodaqah dan sejenisnya. Ini ditandai dengan diwajibkannya shadaqah fitrah pada tahun kedua
hijriyah atau lebih dikenal dengan zakat fitrah setiap bulan ramadhan datang, yang didistribukan
kepada para fakir, miskin, budak, amil (pengurus zakat), muallaf dan lain-lain. Sebelum
diwajibkannya zakat, pemberian sesuatu kepada orang yang membutuhkan bersifat suka rela dan
belum ada peraturan khusu atau ketentuan hukumnya. Peraturan mengenai pengeluaran zakat di
atas muncul pada tahun ke-9 hijrah ketika dasar Islam telah kokoh, wilayah negera berekspansi
dengan cepat dan orang berbondong-bondong masuk Islam. Peraturan yang disusun Rasulullah
saat itu meliputi pengumpulan zakat, barang-barang yang dikenai zakat, batas-batas dan tingkat
persentase zakat untuk barang-barang yang berbedabeda (Karim, 2002).

Tatanan ekonomi negera madinah sampai tahun keempat hijrah, pendapatan dan sumber
dayanya masih relatif kecil. Kekayaan pertama datang dari banu Nadzir, kelompok ini masuk
dalam pakta Madinah tetapi mereka melanggar perjanjian, bahkan berusaha membunuh
Rasulullah saw. nabi meminta mereka meninggalkan kota Madinah, akan tetapi mereka
menolaknya, Nabipun mengerahkan tentara untuk mengepung mereka. Pada akhirnya, mereka
menyerah dan setuju meninggalkan kota dengan membawa barang-barang sebanyak daya angkut
unta, kecuali baju baja. Semua milik Banu Nadzir yang ditinggalkan menjadi milik Rasulullah
saw. sebagaimana ketentuan yang sampaikan Allah dalam al-Qur’an, kaerena mereka
mendapatkan tanpa peperangan. Rasulullah pun membagikan tanah-tanah ini kepada kaum fakir
miskin dari golongan anshar dan muhajirin. Sendangkan bagian Rasulullah diberikan kepada
keluarganya untuk memenuhi kebutuhannya (Sudarsono, 2002).

Pada intinya, pada zaman awal-awal Islam pendapatan yang didapatkan oleh negara
Islam Madinah masih sangat kecil. Di antara sumber pendapatan yang masih kecil itu berasal
dari sumbersumber, diantaranya: rampasan perang (ghanimah),tebusan tawanan perang,
pinjaman dari kaum muslim, khumuz atau rikaz (harta karun temuan pada periode sebelum
Islam), wakaf, nawaib(pajak bagi muslimin kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara
selama masa darurat, amwal fadhla (harta kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris),
zakat fitrah, kaffarat (denda atas kesalahan yang dilakukan seorang mislim pada acara
keagamaan), maupun sedekah dari kaum muslim dan bantuan-bantuan lain dari para shahabat
yang tidak mengikat.

Dengan hadits ini terlihat dengan jelas bahwa Islam jauh lebih dahulu (lebih 1160 tahun)
mengajarkan konsep invisible hand atau mekanisme pasar dari pada Adam Smith. Inilah yang
mendasari teori ekonomi Islam mengenai harga. Rasulullah SAW dalam hadits tersebut tidak
menentukan harga. Ini menunjukkan bahwa ketentuan harga itu diserahkan kepada mekanisme
pasar yang alamiah impersonal. Rasulullah menolak tawaran itu dan mengatakan bahwa harga di
pasar tidak boleh ditetapkan, karena Allah-lah yang menentukannya. Sungguh menakjubkan,
teori Nabi tentang harga dan pasar. Kekaguman ini dikarenakan, ucapan Nabi Saw itu
mengandung pengertian bahwa harga pasar itu sesuai dengan kehendak Allah yang sunnatullah
atau hukum supply and demand. Maka sekali lagi ditegaskan kembali bahwa teori inilah yang
diadopsi oleh bapak ekonomi barat, Adam Smith dengan nama teori invisible hands. Menurut
teori ini, pasar akan diatur oleh tangan-tangan tidak kelihatan (invisible hands). Bukankah teori
invisible hands itu lebih tepat dikatakan God Hands (tangan-tangan Allah).
Karakter umum pada perekonomian pada masa ini adalah komitmennya yang tinggi
terhadap etika dan norma, serta perhatiannya yang besar terhadap keadilan dan etis dalam
bingkai syariah Islam, sementara sumber daya ekonomi tidak boleh menumpuk pada segelintir
orang melainkan harus beredar bagi kesejahteraan pada seluruh umat. Pasar menduduki peranan
penting sebagai mekanisme ekonomi, tetapi pemerintah dan masyarakat juga bertindak aktif
dalam mewujudkan kesejahteraan dan menegakkan keadilan.
Sebagaimana pada masyarakat Arab lainnya, mata pencaharian mayoritas penduduk
madinah adalah berdagang, sebagian yang lain bertani, beternak, dan berkebun. Berbeda dengan
Makkah yang gersang, sebagian tanah di Madinah relatif subur sehingga pertanian, peternakan
dan perkebunan dapat dilakukan di kota ini. Kegiatan ekonomi pasar relatif menonjol pada masa
itu, dimana untuk menjaga agar mekanisme pasar tetap berada dalam bingkai etika dan moralitas
Islam Rasulullah pengawas pasar (market controller).
Rasulullah SAW membuang sebagian besar tradisi dan nilai-nilai yang bertentangan
dengan ajaran Islam dari seluruh aspek kehidupan masyarakat Muslim. Kondisi negara baru yang
dibentuk ini, tidak diwarisi sumber keuangan sedikitpun sehingga sulit dimobilisasi dalama
waktu dekat. Karenanya. Rasulullah SAW segera meletakkan dasar-dasar kehidupan
bermasyarakat, yaitu:
a. Membangun masjid sebagai Islamic Centre.
b. Menjalin ukhuwwah islamiyyah antara kaum Muhajirin dengan kaum Anshar.
c. Menjalin kedamaian dalam negara.
d. Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
e. Membuat konstitusi negara.
f. Meletakkan dasar-dasar keuangan negara.
Setelah menyelesaikan masalah politik dan konstitusional, Rasulullah SAW mengubah
sistem ekonomi dan keuangan negara sesuai dengan ketentuan Al Qur‟an. Prinsip-prinsip
kebijakan ekonomi yang dijelaskan Al Qur‟an adalah sebagai berikut:
a. Allah SWT adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
b. Manusia hanyalah khalifah Allah SWT di muka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
c. Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah seizin Allah SWT. Oleh karena itu,
manusia yang kurang beruntung mempunyai hak atas sebagian kekayaan yang dimiliki
manusia lain yang lebih beruntung.
d. Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun.
e. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan.
f. Menerapkan sistem warisan sebagai media re-distribusi kekayaan.
g. Menetapkan kewajiban bagi seluruh individu, termasuk orangorang miskin.

B. KEBIJAKAN FISIKAL MASA RASULULLAH


Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang mempengaruhi Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN). Kebijakan Fiskal dapat diartikan sebagai langkah pemerintah untuk
membuat perubahan-perubahan dalam sistem pajak atau dalam pembelanjaan (dalam konsep
makro disebut dengan goverment expenditure). Tujuan kebijakan fiskal dalam perekonomian
adalah tercapainya kesejahteraan sebagai adanya benefit maksimal bagi individu dalam
kehidupan, terutama ditujukan untuk mencapai alokasi sumber daya secara efisien, stabilisasi
ekonomi, pertumbuhan, dan distribusi pendapatan serta kepemilikan.
Kebijakan fiskal dan keuangan mendapat perhatian serius dalam perekonomian Islam
sejak awal. Dalam negara Islam, kebijakan fiskal merupakan salah satu perangkat untuk
mencapai tujuan syari‟ah yang di jelaskan Imam Al-Ghazali termasuk meningkatkan
kesejahteraan dengan tetap menjaga keimanan, kehidupan, intelektualitas, kekayaan dan
kepemilikan.
Di awal masa pemerintahan Rasulullah, negara tidak mempunyai kekayaan apapun,
karena sumbr penerimaan negara hampir tidak ada. Dengan adanya perang Badar pada abad ke-2
H, negara mulai mempunyai pendapatan dari seperlima rampasan perang (ghanimah) yang
disebut dengan khums, sesuai dengan firman Allah dalam Q.S. Al-Anfal (8) ayat 41, Artinya :
Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka
sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, anak-anak yatim, orangorang miskin dan ibnu sabil,
jika kamu beriman kepada Allah dan kepada apa yang kami turunkan kepada hamba kami
(Muhammad) di hari Furqan, yaitu hari bertemun ya dua pasukan.
Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. Dalam ayat tersebut Allah SWT menjelaskan
bahwa bagian 1/5 adalah hak Allah, Rasul dan kerabatnya, golongan yatim, golongan miskin dan
ibnu sabil. Sedangkan 4/5 sisanya adalah milik para pejuang yang berhak atas rampasan perang
tersebut. Dengan demikian, bagian yang 1/5 dibagi menjadi 5 bagian yaitu: bagian untuk Allah,
para fakir, para miskin dan bagi ibnu sabil. Hal ini berlangsung selama masa Rasulullah,
sedangkan setelah beliau wafat maka Khulafaur Rasyidin membagi bagian yang 1/5 itu kepada 3
bagian dengan menghapuskan saham Rasul dan kerabatnya.
Mulanya tantangan yang dihadapi oleh Rasulullah Saw sangat berat. Sebagai seorang
perintis sebuah keberadaan negara Islam tentunya dimulai dari serba nol. Mulai dari tatanan
politik, kondisi ekonomi, sosial maupun budaya semuanya ditata dari awal. Dari kondisi nol
tersebut membutuhkan jiwa seorang pejuang dan jiwa seorang yang ikhlas dalam menata sebuah
rumah tangga pemerintahan, menyatukan kelompok-kelpompok masyarakat yang sebelumnya
terkenal dengan perpecahan yang mana masing-masing kelompok menonjolkan karakter dan
budayanya. Di sisi lain Rasulullah s.a.w. harus mengendalikan depresi yang dialami oleh kaum
muslimin melaui strategi dakwahnya agar ummat muslim mempunyai keteguhan hati (beriman)
dalam berjuang, mentata perekonomian yang carut marut dengan menyuruh kaum muslimin
bekerja tanpa pamrih dan lain sebagainya.
Upaya Rasulullah s.a.w dalam mencegah terjadinya perpecahan di kalangan kaum
muslimin maka beliau mempersatukan kaum Anhsor (sebagai tuan rumah) dengan kaum
Muhajirin (sebagai kelompok pendatang). Rasulullah menganjurkan agar kaum Anshor yang
notabene memiliki kekayaan dapat membantu saudara-saudaranya dari kaum Muhajirin. Maka
hasil dari upaya tersebut terjadilah akulturasi budaya antara kaum Anshor dengan kaum
Muhajirin sehingga kekuatan kaum Muslim bertambah.
Untuk mengantisipasi kondisi keamanan yang selalu mengancam maka Rasulullah saw.
mengeluarkan kebijakan bahwa daerah Madinah dipimpim oleh beliau sendiri dengan sebuah
sistem pemerintahan ala-Rasul. Dari kepemimpinan beliau maka lahirlah berbagai macam
kreativitas kebijakan yang dapat menguntungkan bagi kaum muslim. Kebijakan utama beliau
adalah membangun masjid sebagai pusat aktivitas kaum muslimin. Istilah yang populernya
penulis sebut dengan istilah Madinah Muslims Center (MMC). Menurut Sabzwari, terdapat tujuh
kebijakan yang dihasilkan oleh Rasulullah sebagai kepala negara, diantaranya ialah :
a. Membangun masjid utama sebagai tempat untuk mengadakan forum bagi para
pengikutnya.
b. Merehabilitasi Muhajirin Mekkah di Madinah.
c. Meciptakan kedamaian dalam negara.
d. Mengeluarkan hak dan kewajiban bagi warga negaranya.
e. Membuat konstitusi negara.
f. Menyusun sistem pertahanan Madinah.
g. Meletakkan dasar-dasar sistem keuangan Negara
Namun yang paling utama dibangun oleh Rasulullah s.a.w. adalah masjid karena dengan
adanya masjid menandakan perjungan beliau tidak hanya berada pada tataran duniawi saja akan
tetapi berdimensi akhirat. Jika ini ditafsirkan dengan akal (tafsir bil ra‟yi) maka sesungguhnya
terdapat sesuatu ajaran yang cukup dalam dimana Rasulullah s.a.w. meletakkan dasar ideologi
perjuangan yang selalu bergandengan antara kepentingan dunia dengan kepentingan akhirat.
Sebagai mediasinya adalah dibangunlah masjid.
Perjuangan dalam tataran ideologi sudah dibenahi, maka rasulullah s.a.w. melangkah
pada tahap berikutnya yaitu dengan mereformasi bidang ekonomi dengan berbagai macam
kebijakan beliau. kondisi ekonomi dalam keadaan nol. Kas negara kosong, kondisi gegrafis tidak
menguntungkan dan aktivitas ekonomi berlajan secara tradisional. Melihat kondisi yang tidak
menentu seperti ini maka Rasulullah s.a.w. melakukan upaya-upaya yang terkenal dengan
Kebijakan Fiskal beliau sebagai pemimpin di Madinah yaitu dengan meletakkan dasar-dasar
ekonomi. Diantara kebijakan tersebut adalah:
a. Memfungsikan Baitul Maal
Baitul maal sengaja dibentuk oleh Rasulullah s.a.w sebagai tempat pengumpulan dana
atau pusat pengumpulan kekayaan negara Islam yang digunakan untuk pengeluaran tertentu.
Karena pada awal pemerintahan Islam sumber utama pendapatannya adalah Khums, zakat,
kharaj, dan jizya (bagian ini akan dijelaskan secara mendetail pada bagian komponen-komponen
penerimaan negara Islam).
Pendirian Baitul Maal ini masih banyak sumber yang berbeda pendapat, ada yang
mengatakan didirikan oleh Rasulullah s.a.w. dan ada sumber yang mengatakan bahwa secara
resmi baitul maal didirikan oleh Sayidina Umar ibn Khaththab r.a. Di dalam buku Kebijakan
Ekonomi Umar Bin Khaththab dikatakan bahwa salah satu keberhasilan beliau adalah mampu
mendirikan Baitul Maal. Namun disisi lain secara implisit fungsi akan Baitul Maal sudah
dibentuk oleh Rasulullah s.a.w terbukti dengan membangun masjid bersama kekayaan fungsi di
dalamnya (Muslims Centre). Akan tetapi secara eksplisit pendirian Baitul Maal dilakukan oleh
Khalifah Umar ibn Khaththab r.a. Kesimpulannya, tidak ada perbedaan yang mendasar dari
semua pendapat, hanya saja dikompromikan kapan fungsi secara implisit dari Baiyul Maal dan
kapan pendirian secara eksplisit.
Untuk itu fungsi dari Baitul Maal disini adalah sebagai mediasi kebiajakan fiskal
Rasulullah s.a.w. dari pendapat negara Islam hingga penyalurannya. Tidak sampai lama harta
yang mengendap di dalam Baitul Maal, ketika mendapatkannya maka langsung disalurkan
kepada yang berhak menerimanya yaitu kepada Rasul dan kerabatnya, prajurt, petugas Baitul
Maal dan fakir miskin.
b. Pendapatan Nasional dan Partisipasi Kerja
Salah satu kebijakan Rasulullah s.a.w dalam pengaturan perekonomian yaitu peningkatan
pendaptan dan kesempatan kerja dengan mempekerjakan kaum Muhajirin dan Anshor.Upaya
tersebut tentu saja menimbulkan mekanisme distrubusi pendapatan dan kekayaan sehingga
meningkatkan permintaan agregat terhadap output yang akan diproduksi. Disi lain Rasullah
membagikan tanah sebagai modal kerja. Kebijakan ini dilakukan oleh Rasulullah s.a.w. karena
kaum Muhajirin dan Anshor keahliannnya bertani dan hanya pertanian satu-satunya pekerjaan
yang menghasilkan. Kebijakan beliau sesuai dengan teori basis, yaitu bahwa jika suatu negara
atau daerah ingin ekonominya maju maka jangan melupakan potensi basis yang ada di negara
atau daerah tersebut.
c. Pengeluaran
Di antara alokasi pengeluaran dari harta Baitul Mal ter sebut, dana pensiun merupakan
pengeluaran negara yang paling penting. Prioritas berikutnya adalah dana pertahanan negara dan
dana pembangunan.
Seperti yang telah dijelaskan, Khalifah Umar menempatkan dana pensiun di tempat
pertama dalam bentuk rangsum bulanan (arzaq) pada tahun 18 H, dan selanjutnya pada tahun 20
H dalam bentuk rangsum tahunan (atya). Dana pensiun ditetapkan untuk mereka yang akan dan
pernah bergabung dalam kemiliteran. Dengan kata lain, dana pensiun ini sama halnya dengan
gaji reguler angkatan bersenjata dan pasukan cadangan serta peng hargaan bagi orang-orang
yang telah berjasa. Beberapa orang yang telah berjasa diberi pensiun kehormatan (sharaf) seperti
yang diberikan kepada para istri Rasulullah atau para janda dan anak-anak pejuang yang telah
wafat. Non-Muslim yang bersedia ikut dalam kemiliteran juga mendapat penghargaan serupa.

Dana ini juga meliputi upah yang dibayarkan kepada para pegawai sipil. Sejumlah
penerima dana pensiun juga ditugaskan untuk melaksanakan kewajiban sipil, tetapi mereka
dibayar bukan untuk itu. Khalifah Umar sebagai ahli Badr juga terpilih sebagai penerima
penghargaan sebesar 5.000 dirham. Sejak saat itu, ia tidak meminta apa-apa (upah atau gaji) lagi
dari Baitul Mal. Orang-orang yang tidak ikut dalam kegiatan militer, seperti orang Makkah,
orang-orang desa (petani, peternak, dan sebagai nya), pedagang, dan pengrajin, tidak mendapat
dana pensiun tersebut.
Sistem administrasi dana pensiun dan rangsum dikelola dengan baik. Dalam setahun,
dana pensiun dibayarkan dua kali, sedangkan pemberian rangsum dilakukan secara bulanan.
Administrasi dana pensiun terdiri dari dua bagian, bagian per tama berisi catatan sensus dan
jumlah yang telah menjadi hak setiap penerima dana dan bagian kedua berisi laporan
pendapatan. Dana tersebut didistribusikan melalui seorang arif yang masing-maisng bertanggung
jawab atas sepuluh orang penerima dana.
Angkatan bersenjata terdiri dari pasukan berkuda dan prajurit. Pasukan berkuda
dipersenjatai dengan pelindung. pedang dan tombak atau pelindung, anak panah, dan busur
panah. Kehebatan dari pasukan ini terletak pada kemampuan mobilisasi yang sangat tinggi,
keteguhan hati, dan kesabarannya. Pasukan selalu diberi perbekalan dan peralatan dengan baik
dan perjalanan panjang dilakukan dengan menggunakan unta Awalnya, pasukan mendirikan
perkemahan yang dibangun dengan menggunakan pohon-pohon palem. Namun setelah itu. Umar
menginstruksikan untuk membangun tempat permanen atau distrik. Kemudian, markas-markas
militer dibangun di Bashra, Kufah, Fastal, Qairawan, dan lain-lain. Markas besar militer juga
dibangun di beberapa tempat lainnya. Pengeluaran untuk hal-hal ini termasuk bagian dari
pengeluaran untuk pertahanan negara.
Kehakiman ditangani oleh hakim sipil yang biasa disebut hakim atau qazis yang ditunjuk
oleh Umar dan bersifat inde penden dan terpisah dari pemerintahan. Khalifah Umar merupakan
pemimpin pertama dalam Islam yang menetapkan gaji untuk para hakim dan membangun
kantornya terpisah dari kantor eksekutif. Ia juga membangun sistem administrasi pemerintahan
Islam dan membagi daerah-daerah taklukan ke dalam satu organisasi pemerintahan yang tertata
rapih, sehingga memungkinkan para wakilnya di daerah mengembangkan berbagai sumber daya
di wilayahnya masing-masing.

Dalam sistem administrasi pemerintahannya tersebut, Khalifah Umar menetapkan


perbaikan ekonomi di bidang pertanian dan perdagangan sebagai prioritas utama. Untuk
mencapai tujuan tersebut, di Mesir, Syria, Irak, dan Persia Selatantelah dilakukan pengukuran
ladang demi ladang dan peni laiannya dilakukan secara seragam. Catatan hasil survei
pengukuran tanah-tanah tersebut membentuk sebuah katalog autentik yang selain
menggambarkan luas daerah juga mendes kripsikan secara terperinci kualitas tanah, produksi
alam, karakter, dan sebagainya. Jaringan kanal-kanal telah dibangun di Babilonia dan di sekitar
daerah sungai Tigris dan Eufrat di bawah pengawasan para petugas khusus. Untuk memfasilitasi
komunikasi langsung antara Mesir dengan Arab, Khalifah Umar memfungsikan kembali sebuah
kanal di antara sungai Nil dan Laut Merah yang telah lama tidak terpakai. Pembangunan jaringan
ini selesai dalam waktu kurang dari satu tahun. Pembangunan kanal-kanal tersebut tidak hanya
mempermudah pelayaran kapal kapal yang memuat padi-padian dari Mesir berlayar ke Yanbu
dan Jeddah sehingga sangat membantu ketika terjadi bencana kelaparan pada tahun 18 H, tetapi
juga harga jual padi-padian tersebut turun secara permanen di pasar Madinah dan Makkah,
Selain itu, Khalifah Umar memperkenalkan sistem jaga malam dan patroli serta mendirikan dan
mensubsidi sekolah sekolah dan masjid-masjid di seluruh wilayah negara. Ia juga menjamin
orang-orang yang melakukan ibadah haji dan para pengembara dapat menikmati fasilitas air dan
tempat peristi rahatan di sepanjang jalan antara Makkah dan Madinah, di samping membangun
depot makanan dan gudang tempat penyimpanan persediaan dan perlengkapan yang dibutuhkan.
Seperti halnya yang dilakukan oleh Rasulullah Saw., Khalifah Umar menetapkan bahwa
negara bertanggung jawab memba yarkan atau melunasi utang orang-orang yang menderita
pailitatau jatuh miskin, membayar tebusan para tahanan Muslim, membayar diyat orang-orang
tertentu, serta membayar biaya perjalanan para delegasi dan tukar menukar hadiah dengan negara
lain. Dalam perkembangan berikutnya, setelah kondisi Baitul Mal dianggap cukup kuat, ia
menambahkan beberapa pengeluaran lain dan memasukkannya ke dalam daftar kewa jiban
negara, seperti memberi pinjaman untuk perdagangan dan konsumsi.
d. Kebijakan Pajak
Kebijakan pajak ini adalah kebijakan yang dikeluarkan pemerintah muslim berdasarkan
atas jenis dan jumlahnya (pajak proposional). Misalnya jika terkait dengan pajak tanah, maka
tergantung dari produktivitas dari tanah tersebut atau juga bisa didasarkan atas zonenya. d.
Kebijakan Fiskal Berimbang Untuk kasus ini pada masa pemerintahan Rasulullah s.a.w dengan
metode hanya mengalami sekali defisit neraca Anggaran Belanja yaitu setelah terjadinya “Fathul
Makkah”, namun kemudian kembali membaik (surplus) setelah perang Hunain.
e. Kebijakan Fiskal Berimbang
Untuk kasus ini pada masa pemerintahan Rasulullah s.a.w dengan metode hanya
mengalami sekali defisit neraca Anggaran Belanja yaitu setelah terjadinya “Fathul Makkah”,
namun kemudian kembali membaik (surplus) setelah perang Hunain.
f. Kebijakan Fiskal Khusus
Kebijakan ini dikenakan dari sektor voulentair (sukarela) dengan cara meminta bantuan
Muslim kaya. Jalan yang ditempuh yaitu dengan memberikan pijaman kepada orang-orang
tertentu yang baru masuk Islam serta menerapkan kebijakan insentif.
f. Kebijakan Pemasukan dari Muslim

1) Zakat
Zakat adalah salah satu dari dasar ketetapan Islam yang menjadi sumber utama
pendapatan di dalam suatu pemerintahan Islam pada periode klasik. Sebelum diwajibkan zakat
bersifat suka rela dan belum ada peraturan khusus atau ketentuan hukum. Peraturan mengenai
pengeluaran zakat muncul pada tahun ke sembilan hijriyah ketika dasar Islam telah kokoh.
Pada masa Rasulullah, zakat dikenakan pada hal-hal sebagai berikut:
a) Benda logam yang terbuat dari emas seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk
lain
b) Benda logam yang terbuat dari perak, seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk
lainnya
c) Binatang ternak unta, sapi domba dan kambing
d) Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan
e) Hasil pertanian termasuk buah-buahan o Luqta, harta benda yang ditinggalkan musuh
f) Barang temuan.
g) Zakat emas dan perak ditentukan bedasarkan beratnya, binatang ternak ditentukan
berdasarkan jumlahnya, dan barang dagangan, bahan tambang, dan luqta ditentukan
berdasarkan nilainya serta zakat hasil pertanian dan buah-buahan ditentukan berdasarkan
kuantitasnya.
2) Ushr
Ushr adalah bea impor yang dikenakan kepada semua pedagang dimana pembayarannya
hanya sekali dalam satu tahun dan hanya berlaku terhadap barang yang nilainya lebih dari 200
dirham. Tingkat bea orag-orang yang dilindungi adalah 5% dan pedagang muslim 2,5%. Hal ini
juga terjadi di Arab sebelum masa Islam, terutama di Mekkah, pusat perdagangan terbesar. Yang
menarik dari kebijakan Rasulullah adalah dengan menghapuskan semua bea impor dengan tujuan
agar perdagangan lancar dan arus ekonomi dalam perdangan cepat mengalir sehingga
perekonomian di negara yang beliau pimpin menjadi lancar. Beliau mengatakan bahwa barang-
barang milik utusan dibebaskan dari bea impor di wilayah muslim, bila sebelumya telah terjadi
tukar menukar barang.
3) Wakaf
Wakaf adalah harta benda yang didedikasikan kepada umat Islam yang disebabkan
karena Allah SWT dan pendapatannya akan didepositokan di baitul maal.
4) Amwal Fadhla
Amwal Fadhla berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris,
atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negerinya.
5) Nawaib
Nawaib yaitu pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan kepada kaum
muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat dan ini
pernah terjadi pada masa perang tabuk.
6) Zakat Fitrah
Zakat fitrah ini diwajibkan bagi kaum muslimin dalam satu tahun sekali sebagai
pembersih harta yang mereka miliki. Tepatnya pada bulan ramadhan dan zakat fitrah ini hingga
sekarang semakin menunjukkan perkembangannya karena bersifat wajib.
7) Khums
Khumus adalah karun/temuan. Khumus sudah berlaku pada periode sebelum Islam.
8) Kafarat
Kafarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara
keagamaan seperti berburu di musim haji. Kafarat juga biasa terjadi pada orang-orang muslim
yang tidak sanggup melaksanakan kewajiban seperti seorang yang sedang hamil dan tidak
memungkin jika melaksanakan puasa maka dikenai kafarat sebagai penggantinya.
e. Metode Pengumpulan Pajak

Setelah memahami jenis-jenis pemasukan kas negara, selan jutnya kita harus mengetahui
metode pengumpulannya. Surat surat yang dikirimkan Rasulullah ke daerah-daerah baru yang
ditaklukkan tentang pengumpulan zakat dan sedekah, sampai saat ini masih ada. Surat-surat itu
dikumpulkan Ayatullah Ahma di dalam sebuah buku yang bertajuk surat-surat
RasulullahMengingat zakat merupakan sesuatu yang baru dan orang yang baru masuk Islam
tentu masih asing dengan wacana yang baru tersebut. Rasulullah dalam suratnya menyebutkan
sumber sumber dan besarnya zakat.
Pada masa pemerintahan Umar ra. Setelah mendapatkan kemenangan dan menaklukkan
beberapa wilayah secara paksa, pajak tanah dikumpulkan dari mereka. Hasil pemasukan Baitul
Mal saat itu meningkat hingga mencapai 160 juta dirham. Karena itu, metode pengumpulan,
sikap, dan tindakan para pegawai pajak mendapat perhatian serius.

C. MEKANISME PASAR DAN KETIDAKSEMPURNAAN PASAR

Pasar adalah sebuah mekanisme pertukaran produk, baik barang maupun jasa yang
alamiah dan telah berlangsung sejak peradaban awal manusia. Islam menempatkan pasar pada
kedudukan yang penting dalam perekonomian. Pada masa Rasulullah SAW. dan Khulafaur
Rasyidin, misalnya pasar memiliki peran besar dalam pembentukan masyarakat Islam pada masa
itu. Rasulullah SAW. sangat menghargai harga yang dibentuk oleh mekanisme pasar sebagai
harga yang adil. Beliau menolak adanya intervensi harga (price intervention) seandainya
perubahan harga terjadi karena mekanisme pasar yang wajar, yaitu karena pergeseran permintaan
dan penawaran. Akan tetapi, dalam hal ini dituntut adanya moralitas dalam aktivitas
ekonominya, antara lain persaingan yang sehat dan adil (fair play), kejujuran (honesty),
keterbukaan (transparancy), dan keadilan (justice). Jika nilai-nilai ini telah ditegakkan, tidak ada
alasan dalam ekonomi Islam untuk menolak harga yang terbentuk oleh mekanisme di pasar.

Dalam bab ini akan dijelaskan bagaimana Rasulullah SAW. menghargai mekanisme yang
terjadi pasar sebagai sebuah sunnatullah yang harus dihormati. Pandangan tentang pasar dan
harga dari beberapa pemikir besar Muslim, seperti Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, Ibn
Taimiyah juga diungkap. Pemikiran-pemikiran mereka tentang pasar ternyata sangat canggih dan
tergolong "futuristik" jika dipandang pada masanya. Pemikiran-pemikiran mereka merupakan
kekayaan khazanah intelektual yang sangat berguna pada masa kini dan masa depan.
Selanjutnya, dipaparkan mekanisme kerja pasar faktor-faktor yang memengaruhinya, beberapa
bentuk transaksi bisnis yang dianggap tidak Islami, yang umum dipraktikkan masyarakat Arab
pada waktu itu.

1. Masa Rasulullah SAW.

Pada setiap perekonomian, pasar memegang peran penting, termasuk dalam


perekonomian masyarakat Muslim pada masa Rasulullah SAW dan Khulafaur Rasyidin.
Rasulullah SAW, pada awalnya adalah seorang pebisnis demikian pula Khulafaur Rasyidin dan
sebagian besar sahabat. Pada usia tujuh tahun Muhammad diajak oleh pamannya, Abu Thalib,
melakukan perjalanan perdagangan ke negeri Syam. Dari sini ilmu-ilmu perniagaan beliau
diasah. Kemudian, sejalan dengan usianya yang semakin dewasa, Muhammad semakin giat
berdagang, baik dengan modal sendiri maupun bermitra dengan orang lain. Kemitraan, baik
dengan sistem mudharabah maupun musyarakah dianggap cukup populer pada masyarakat Arab
pada saat itu. Salah satu mitra bisnisnya adalah Khadijah, seorang wanita pengusaha yang cukup
disegani di Mekah, yang akhirnya menjadi istri Muhammad. Berkali kali Muhammad terlibat
urusan dagang ke luar neger (Syam, Syria, Yaman, dan lain-lain) dengan membawa modal dari
Khadijah Setelah menjadi suami Khadijah pun, Muhammad tetap aktif berbisnis termasuk
berdagang di pasar-pasar lokal sekitar Kota Mekah. Muhammad, seorang pedagang profesional
dan selalu menjunjung tinggi kejujuran. Beliau mendapat julukan al-amin (yang tepercaya).
Setelah menjadi Rasul, Muhammad memang tidak lagi menjadi pelaku bisnis secara aktif karena
situasi dan kondisinya yang tidak memungkinkan. Pada saat awal perkembangan Islam di
Mekah, Rasulullah SAW. dan masyarakat Muslim mendapat gangguan dan teror yang berat dari
masyarakat kafir Mekah (terutama suku Quraisy, suku Rasulullah SAW. sendiri) sehingga
perjuangan dan dakwah merupakan prioritas. Ketika masyarakat Muslim telah berhijrah
(bermigrasi) ke Madinah, peran Rasulullah SAW. bergeser menjadi pengawas pasar atau al-
muhtasib. Beliau mengawasi jalannya mekanisme pasar di Madinah dan sekitarnya agar tetap
berlangsung secara Islam.

Pada saat itu mekanisme pasar sangat dihargai. Rasulullah SAW. menolak untuk
membuat kebijakan penetapan harga manakala tingkat arga di Madinah tiba-tiba naik. Selama
kenaikan terjadi karena kekuatan mintaan dan penawaran yang murni, yang tidak disertai dengan
dorongan monopolistik dan monopsonistik, tidak ada alasan bagi Rasulullah SAW. untuk tidak
menghormati harga pasar. Pada saat itu para sahabat berkata: “Wahai Rasulullah, tentukanlah
harga untuk kita! Beliau menjawab, Allah itu sesungguhnya adalah penentu harga, penahan,
pencurah, serta pemberi ik Aku mengharapkan dapat menemui Tuhanku di mana salah seorang
dari kalian tidak menuntutku karena kezaliman dalam hal darah dan harta".

Dalam hadis tersebut jelas bahwa pasar merupakan hukum alam (sunnatullah) yang harus
dijunjung tinggi. Tidak seorang pun secara individual dapat memengaruhi pasar sebab pasar
adalah kekuatan kolektif yang telah menjadi ketentuan Allah SWT. Pelanggaran terhadap harga
pasar, misalnya penetapan harga dengan cara dan alasan yang tidak tepat, merupakan
ketidakadilan (zulm/injustice) yang akan dituntut pertanggung jawabannya di hadapan Allah
SWT. Sebaliknya, penjual yang menjual dagangannya dengan harga pasar laksana orang yang
berjuang di jalan Allah SWT. (jihad fil sabilillah). Dari Ibn Mughirah terdapat riwayat ketika
Rasulullah SAW. melihat seorang laki-laki menjual makanan dengan harga yang lebih tinggi
daripada harga pasar.Rasulullah SAW bersabda, "Orang-orang yang datang membawa barang
ke pasar in laksana orc: berjihad fisabilillah, sementara orang-orang yang menaikkan harga
(melebihi harga pasar) seperti orang yang ingkar kepada Allah."

Penghargaan Islam terhadap mekanisme pasar berdasarkan ketentuan Allah SWT. bahwa
perniagaan harus dilakukan secara baik dengan rasa suka sama suka (antaradin minkum/mutual
goodwill).Dalam Al-Quran dinyatakan, "Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu
saling memak harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dal perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kam Dan janganiah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu (QS. An-Nisa 14:29). Agar mekanisme pasar dapat
berjalan dengan baik dan memberi mutual goodwill bagi para pelakunya, nilai-nilai moralitas
mutiak has ditegakkan. Secara khusus, nilai moralitas yang mendapat perhatian penting dalam
pasar adalah persaingan yang sehat, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan. Nilai-nilai moralitas
ini memiliki akar yang kuat dalam ajaran ham sebagaimana dicantumkan dalam berbagai ayat
Al-Quran. Untuk it Rasulullah SAW telah menetapkan beberapa larangan terhadap prakti bisnis
negatif yang dapat mengganggu mekanisme pasar yang islami.

2. Pandangan Ekonomi Muslim

Pasar telah mendapatkan perhatian yang cukup memadai dari para utama klasik, seperti
Abu Yusuf, Al-Ghazali, Ibn Khaldun, dan Ibn Taimiyah Pemikiran-pemikiran mereka tentang
pasar tidak hanya mampu memberikan analisis yang tajam tentang apa yang terjadi pada masa itu
tetapi "futuristik" Banyak pemikiran mereka baru dibahas oleh ilmuwan ilmuwan Barat beratus-
ratus tahun kemudian.

1) Mekanisme Pasar Menurut Abu Yusuf (731-798 M)

Pemikiran Abu Yusuf tentang pasar dapat dijumpai dalam bukunya, Al Kharaj. Selain
membahas prinsip perpajakan dan anggaran negara yang menjadi pedoman kekhalifahan Harun
Ar-Rasyid di Baghdad, buku ini juga membicarakan beberapa prinsip dasar mekanisme pasar.
Tulisan pertamanya menguraikan naik dan turunnya produksi yang dapat memengaruhi harta. la
telah menyimpulkan bekerjanya hukum permintaan dan penawaran ini tidak la katakan secara
eksplisit.

Masyarakat luas pada masa itu memahami bahwa harga suatu barang hanya ditentukan
oleh jumlah penawarannya. Dengan kata lain, apabila hanya tersedia sedikit barang, harga akan
mahal. Sebaliknya, jika tersedia banyak barang, harga akan murah Mengenai hal ini Abu Yusuf
mengatakan, "Tidak ada batasan tertentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal
tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena
melimpahnya makanan, demikian juga mahal bukan karena kelangkaan makanan. Murah dan
mahal merupakan ketentuan Allah SWT. (sunnatullah), Kadang-kadang makanan sangat sedikit,
tetapi harganya murah. Pernyataan ini secara implisit menyatakan bahwa harga tidak hanya
ditentukan oleh penawaran, tetapi juga permintaan terhadap barang tersebut.

Abu Yusuf mengindikasikan adanya variabel lain, yang juga turut memengaruhi harga,
misalnya jumlah uang beredar di negara itu, penimbunan atau penahanan suatu barang, atau
lainnya. Pada dasarnya, pemikiran Abu Yusuf merupakan hasil observasinya terhadap fakta
empiris, sering terjadi melimpahnya barang ternyata diikuti dengan tingginya tingkat harga,
sementara kelangkaan barang diikuti dengan harga yang rendah.

2) Evolusi Pasar Menurut Al-Ghazali (1058-1111 M)

Al-Ihya 'Ulumuddin karya Al-Ghazali juga membahas topik-to ekonomi, termasuk pasar.
Dalam magnum opus-nya la membicar barter dan permasalahannya, pentingnya aktivitas
perdagangan dan evla terjadinya pasar, termasuk bekerjanya kekuatan permintaan dan penaware
dalam memengaruhi harga. Dalam penjelasannya tentang proses terbentuknya suatu pasar, ia
menyatakan: "Dapat saja petani hidup ketika alat-alat pertanian tidak tersed Sebaliknya, pandai
besi dan tukang kayu hidup tempat lahan pertanian tidak ada, Akan tetapi, secara alami mereka
akan saling memenuhi kebutuhan masing-masing. Dapat saja terjadi tukang kayu membutuhkan
makanan tetapi petani tidak membutuhkan alat-alat tersebut. Keadaan ini menimbul masalah.
Oleh karena itu, secara alami pula, orang akan terdorong untuk menyediakan tempat
penyimpanan alat-alat di satu pihak, dan penyimpanan hasil pertanian di pihak lain. Tempat
inilah yang kemudian didatangi pens sesuai kebutuhannya masing-masing sehingga terbentuklah
pasar. Petani tukang kayu dan pandai besi yang tidak dapat langsung melakukan barter juga
terdorong pergi ke pasar ini. Bila di pasar juga tidak ditemukan orang yang mau melakukan
barter, maka ia akan menjual kepada pedagang dengan harga yang relatif murah, untuk
kemudian disimpan sebagai persediaan Pedagang kemudian menjualnya dengan suatu tingkat
keuntungan. Hal ini berlaku untuk setiap jenis barang."

Dari pernyataan tersebut, Al-Ghazali menyadari kesulitan yang timbu akibat sistem barter
yang dalam istilah ekonomi modern disebut double coincidence, dan karena itu diperlukan suatu
pasar. Selanjutnya, la jug memperkirakan kejadian ini akan berlanjut dalam skala yang lebih lua
mencakup banyak daerah atau negara. Kesimpulan ini tersirat jelas dan pertanyaannya,
"Selanjutnya praktik-praktik ini terjadi di berbagai kota dan negara, Orang-orang melakukan
perjalanan ke berbagai tempat untuk mendapatkan alat-alat, makanan, dan membawanya ke
tempat lain Keadaan inilah yang menimbulkan kebutuhan alat transportasi. Terciptalah kelas
pedagang regional dalam masyarakat Motifnya mencari keuntungan Para pedagang ini bekerja
keras memenuhi kebutuhan orang lain dan mendapat keuntungan dan makan oleh orang lain
juga."

3) Pemikiran Ibn Taimiyah

Pemikiran Ibn Taimiyah mengenai mekanisme pasar dicurahkan melalui bukunya yang
sangat terkenal, yaitu Al-Hisbah fi'l Al-Islam dan Mojmu' Fatawa. Pandangan Ibn Taimiyah
mengenai hal ini sebenarnya berfokus pada masalah pergerakan harga yang terjadi pada waktu
itu, tetapi ia letakkan dalam kerangka mekanisme pasar. Secara umum ia menunjukkan the
beauty of market (keindahan mekanisme pasar sebagai mekanisme ekonomi), di samping segala
kelemahannya. Ibn Taimiyah berpendap bahwa kenaikan harga tidak selalu disebabkan oleh
ketidakadilan (zulm injustice) dari para pedagang/penjual, sebagaimana banyak dipahami on
pada waktu itu. la menunjukkan bahwa harga merupakan hasil interag hukum permintaan
penawaran yang berbentuk karena berbagai fak yang kompleks. Dalam Al-Hisbah-nya, Ibn
Taimiyah membantah anggap ini dengan mengatakan: "Naik dan turunnya harga tidak selalu
disebabkan oleh adanys ketidakadilan (zulm/injustice) dari beberapa bagian pelaku transaks
Terkadang penyebabnya adalah defisiensi dalam produksi atau penurunan terhadap barang
yang diminta, atau tekanan pasar. Oleh karena itu, permintaan terhadap barang-barang
tersebut menaik sementara ketersediaannnya/penawarannya menurun, maka harganya akan
naik. Sebaliknya, jika ketersediaan barang-barang menaik dan permintos terhadapnya menurun,
maka harga barang tersebut akan turun juga, Kelangkaan (scarcity) dan keberlimpahan
(abundance) barang mungkin buk disebabkan oleh tindakan sebagian orang, kadang-kadang
disebabkan karena tindakan yang tidak adil atau juga bukan. Hal ini adalah kehendak Allah
yang telah menciptakan keinginan dalam hati manusia."

Dalam kitab Fatawa-nya Ibn Taimiyah juga memberikan penjelasan yang lebih terperinci
tentang beberapa faktor yang memengaruhi permintaan, dan kemudian tingkat harga. Beberapa
faktor ini, yaitu sebaga berikut :

a. Keinginan orang (al-raghabah) terhadap barang sering berbeda-beda Perbedaan ini


dipengaruhi oleh berlimpah atau langkanya barang diminta tersebut (al-matlub). Suatu
barang akan lebih disukai apabila ia langka daripada tersedia dalam jumlah yang
berlebihan.
b. Jumlah orang yang meminta (demander/tullab) juga memengaruhi harga. Jika jumlah
orang yang meminta suatu barang besar, harga akan relatif lebih tinggi dibandingkan
dengan yang meminta jumlahnya sedikit.
c. Harga juga dipengaruhi oleh kuat atau lemahnya kebutuhan terhadap barang-barang,
selain besar dan kecilnya permintaan. Jika kebutuhan terhadap suatu barang kuat dan
berjumlah besar, harga akan naik lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhannya lemah
dan sedikit.
d. Harga juga akan bervariasi menurut kualitas pembeli barang tersebut (al-mu'awid), Jika
pembeli merupakan orang kaya dan tepercaya (kredibel) dalam membayar kewajibannya,
ia akan memperoleh tingkat harga yang lebih rendah dibandingan dengan orang yang
tidak kredibel (suka menunda kewajiban atau mengingkarinya).
e. Tingkat harga juga dipengaruhi oleh jenis (uang) pembayaran yang digunakan dalam
transaksi jual beli. Jika uang yang digunakan adalah uang yang diterima luas,
kemungkinan harga akan lebih rendah jika dibandingkan dengan menggunakan uang
yang diterima luas.
f. Tujuan dari suatu transaksi harus menguntungkan penjual dan pembeli. Jika pembeli
memiliki kemampuan untuk membayar dan dapat memenuhi semua janjinya, transaksi
akan lebih lancar dibandingkan dengan pembeli yang tidak memiliki kemampuan
membayar dan mengingkari janjinya. Objek dari suatu transaksi kadang-kadang (secara
fisik) nyata atau tidak. Tingkat harga barang yang lebih nyata (secara fisik) akan lebih
rendah dibandingkan dengan yang tidak nyata. Hal yang sama dapat diterapkan untuk
pembeli yang kadang-kadang dapat membayar karena memiliki uang, tetapi kadang-
kadang mereka tidak memiliki (uang cash) dan ingin meminjam. Harga pada kasus yang
pertama kemungkinan lebih rendah daripada yang kedua..
g. Kasus yang sama dapat diterapkan kepada orang yang menyewakan suatu barang.
Kemungkinan ia berada pada posisi sedemikian rupa sehingga penyewa dapat
memperoleh manfaat dengan tanpa (tambahan) biaya apa pun. Walaupun demikian,
kadang-kadang penyewa tidak dapat memperoleh manfaat ini jika tanpa tambahan biaya,
misalnya seperti yang terjadi di desa-desa yang dikuasai penindas atau oleh perampok,
atau di suatu tempat diganggu oleh binatang binatang pemangsa. Sebenarnya, harga
(sewa) tanah seperti itu tidaklah sama dengan harga tanah yang membutuhkan biaya-
biaya tambahan ini.

Pernyataan tersebut menunjukkan kompleksitas penentu harga di pasar. Pada poin (a) Ibn
Taimiyah secara implisit menunjukkan peranan ekspektasi terhadap permintaan, kemudian
harganya. Menurutnya, keinginan seseorang terhadap suatu barang dipengaruhi oleh ketersediaan
barang tersebut. Jika ketersediaan suatu barang langka, masyarakat khawatir bahwa esok akan
lebih langka sehingga mereka berusaha untuk meningkatkan permintaannya saat ini. Selanjutnya,
harga juga akan meningkat jika jumlah orang yang meminta banyak, demikian pula sebaliknya.
Pernyataan ini merupakan logika yang sangat jelas tentang yang hubungan kuantitas yang
diminta dengan tingkat harga. Poin (b) tersebu tingg juga mengindikasikan pengaruh aggregate
demand terhadap harga Sementara pada poin (c) ditunjukkan bahwa barang y dibutuhkan akan
menimbulkan permintaan kuat terhadapnya sehingg harganya cenderung tinggi. Barang-barang
seperti ini berarti t substitusinya rendah.

Pernyataan pada poin (d) menunjukkan analisis Ibn Taimiyah pada transaksi kredit. Jika
konsumen kaya dan kredibel, kepastian pembayara akan lebih tinggi sehingga harga akan lebih
rendah jika keadaan konsume adalah sebaliknya. Jika konsumen miskin dan tidak kredibel,
kemungkinan ia menunda atau mengingkari pembayaran akan lebih besar terjadi. Jad di sini
secara implisit, Ibn Taimiyah memasukkan premi risiko (risk premium dalam komponen
pembentuk harga. Semakin kredibel seorang konsumen semakin rendah premi risikonya
sehingga harganya jauh lebih rendah Demikian pula, sebaliknya, Pembahasannya tentang premi
risiko Ini jug tampak jelas dalam poin (f), saat menyebutkan soal kapasitas fisikal da barang yang
diperjualbelikan sebagai pembentuk harga. Jika harga yang ditransaksikan tidak jelas wujud
fisiknya, harga juga akan lebih tinggi sebab harus ada premi risiko yang lebih besar pula.

4) Mekanisme Pasar Menurut Ibn Khaldun (1332-1406 M)

Pemikiran Ibn Khaldun tentang pasar termuat dalam buku yang monumental, Al-
Muqadimah, terutama dalam bab "Harga-harga di kota kota (Price in Towns). la membagi
barang-barang menjadi dua kategori, yaitu barang pokok dan barang mewah. Menurutnya, jika
suatu kota berkembang dan jumlah penduduknya semakin banyak, harga barang barang pokok
akan menurun, sedangkan harga barang mewah akan menaik. Hal ini disebabkan oleh
meningkatnya penawaran bahan pangan dan barang pokok lainnya sebab barang ini sangat
penting dan dibutuhkan oleh setiap orang sehingga pengadaannya akan dipioritaskan. Adapun,
harga barang mewah akan naik sejalan dengan meningkatnya gaya hidup yang mengakibatkan
peningkatan permintaan barang mewah.

Ibn Khaldun menjelaskan pengaruh permintaan dan penawaran terhadap tingkat harga.
Secara lebih terperinci ia juga menjelaskan pengaruh persaingan di antara para konsumen dan
meningkatnya biaya biaya akibat perpajakan dan pungutan lain terhadap tingkat harga. Dalam
buku tersebut Ibn Khaldun mendeskripsikan pengaruh kenaikan dan penurunan penawaran
terhadap tingkat harga.
Pengaruh tinggi-rendahnya tingkat keuntungan terhadap perilaku pasar, khususnya
produsen, juga mendapat perhatian dari Ibn Taimiyah. Menurutnya, tingkat keuntungan yang
wajar akan mendorong tumbuhnya perdagangani, sementara tingkat keuntungan yang terlalu
rendah akan membuat lesu perdagangan. Para pedagang dan produsen lainnya akankehilangan
motivasi bertransaks. Sebaliknya, jika tingkat keuntungan terlal tinggi, perdagangan juga akan
melemah sebab akan menurunkan tingka permintaan konsumen.

Ibn Khaldun sangat menghargai harga yang terjadi dalam pasar bebas tetapi ia tidak
mengajukan saran-saran kebijakan pemerintah untuk mengelola harga, la lebih banyak
memfokuskan pada faktor-faktor yang memengaruhi harga. Hal ini berbeda dengan Ibn
Taimiyah, yang dengan tegas menentang intervensi pemerintah selama pasar berjalan dengan
bebas dan normal.

D. PERANAN PEMERINTAH DALAM MENGAWASI PASAR

Untuk lebih menjamin berjalannya mekanisme pasar secara sempuma peran pemerintah
sangat penting. Rasulullah SAW. pun telah menjalankan fungsi sebagai market supervisor atau
Al-Hisbah, yang kemudian banyak dijadikan acuan untuk peran negara terhadap pasar. Dalam
bukunya, A Hisbah fi'l Islam, Ibn Taimiyah banyak mengungkap tentang peranan hisbah pada
masa Rasulullah SAW. Rasulullah SAW, sering melakuka inspeksi ke pasar untuk mengecek
harga dan mekanisme pasar. Dalam inspeksinya beliau sering menemukan praktik bisnis yang
tidak jujur sehingga beliau menegurnya. Rasulullah SAW. juga telah memberikan banyak
pendapat, perintah, ataupun larangan demi sebuah pasar yang Islami (telah dijelaskan
sebelumnya). Semua ini mengindikasikan secara jelas bahwa al-hisbah telah ada sejak masa
Rasulullah SAW. meskipun nama a hisbah baru datang pada masa kemudian.

Al-hisbah merupakan lembaga yang berfungsi untuk memerintahkan kebaikan sehingga


menjadi kebiasaan dan melarang hal yang buruk ketika hal itu telah menjadi kebiasaan umum.
Tujuan al-hisbah menurut Ibn Taimiyah adalah memerintahkan kebaikan (al-ma'ruf) dan
mencegah keburukan (al-munkar) dalam wilayah yang menjadi kewenangan pemerintah untuk
mengaturnya, mengadili dalam wilayah umum-khusus lainnya, yang tidak dapat dijangkau oleh
institusi biasa.
Al-hisbah tetap banyak didirikan sepanjang bagian terbesar dunia Islam, bahkan di
beberapa negara, institusi ini tetap bertahan hingga awal abad ke-20 M. Selama periode dinasti
Mamluk al-hisbah memiliki peran penting. terbukti dengan sejumlah kemajuan ekonomi yang
dicapai pada masa itu. Di Mesir, al-hisbah tetap bertahan sampai masa pemerintahan Muhammad
Ali (1805-1849 M). Bahkan, di Maroko hingga awal abad ke-20, institusi ini masih dapat
dijumpai. Di Romawi Timur, yang telah melakukan kontak dengan dunia Islam melalui perang
Salib, lembaga serupa juga telah diadopsi. Adopsi lembaga ini tampak jelas dengan nama yang
mirip, yaitu mathessep yang kemungkinan berasal dari kata muhtasib.

Pada pemikiran ekonomi Islam kontemporer, eksistensi al-hisbah sering dijadikan acuan
bagi fungsi negara terhadap perekonomian, khususnya dalam pasar. Akan tetapi, elaborasi al-
hisbah dalam kebijakan praktis terdapat berbagai bentuk. Beberapa ekonomi berpendapat bahwa
al-hisbah akan diperankan oleh negara secara umum melalui berbagai institusinya. Dengan
demikian al-hisbah melekat pada fungsi negara dalam pasar dan tidak perlu membentuk lembaga
khusus. Sementara itu, sebagian lainnya berpendapat perlunya dibentuk lembaga khusus yang
bernama al-hisbah ini. Jadi, al-husbah semacam polisi khusus ekonomi. Bahkan, lembaga ini
merupakan agen independen yang terlepas dari kepentingan kelompok tertentu atau pemerintah.
Akan tetapi, dengan melihat fungsi al-hisbah yang luas dan strategis, adanya suatu independent
agency al-hisbah, tampak al hisbah akan melekat pada fungsi pemerintah secara keseluruhan,
yang dalam teknis operasionalnya akan dijalankan oleh kementerian, departemen, dinas atau
lembaga lain yang berkaitan.

Pertanyaan selanjutnya, apakah mungkin lembaga seperti hisbah ini kembali dipraktikkan
pada perekonomian modern saat ini? Indonesia sebenarnya telah memiliki lembaga seperti al-
hisbah, yaitu Bulog Akan tetapi, peran dan fungsi Bulog pasca-perikatan komitmen antara
Indonesia dan IMF mengakibatkan banyak peran Bulog yang ditiadakan karena IMF selalu
mendorong Indonesia masuk ke dalam jebakan perekonomian pasar yang notabenenya telah
dikooptasi dan dimonopoli oleh negara-negara maju.

Pemerintah harus berani mengambil langkah berani dengan melakukan revitalisasi fungsi
dan peran Bulog agar mampu mengambil peranan seperti layaknya lembaga hisbah pada masa
Rasulullah SAW yang menjamin terciptanya mekanisme pasar yang adil. Hal ini bertujuan agar
produsen ataupun konsumen tidak dirugikan karena sering kenaikan harga yang terjadi akibat
"permainan" di pasar tidak dinikmati hasilnya oleh produsen dan konsumen, sebab dinikmati
hanya oleh spekulan di pasar. H ini dikarenakan spekulan membeli komoditas dari petani dengan
harga murah, kemudian dengan permainan yang dilakukannya, ia mamp menaikkan harga
kepada konsumen dengan harga yang berlipat Permainan yang dapat dilakukan oleh spekulan
bisa dengan melakukan distorsi pada permintaan (barnajasy) ataupun melakukan permainan dan
sisi penawaran (ikhtikar).

4. Mata Uang

Pada masa nabi dan sepanjang masa pemerintahan al-Khulafa ar-Rasyidun, koin mata
uang asing dengan berbagai bobot telah dikenal di Jazirah Arab, seperti dinar, sebuah koin emas,
dan dirham, sebuah koin perak. Bobot Dinar adalah sama dengan satu mitsqal atau sama dengan
dua puluh qirat atau seratus grains of barley. Oleh karena itu, rasio antara satu dirham dan satu
mitsqal adalah tujuh per sepuluh.

E.SISTEM EKONOMI PADA MASA RASULULLAH

Seperti yang telah disinggung di muka, Madinah meru pakan negara yang baru terbentuk dengan
kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi. Oleh karena itu, peletakan
dasar-dasar Sistem Keuangan Negara yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. merupakan langkah
yang sangat signifikan, sekaligus brilian dan spektakuler pada masa itu, sehingga Islam sebagai
sebuah agama dan negara dapat berkembang dengan pesat dalam jangka waku yang relatif
singkat.

Sistem ekonomi yang diterapkan oleh Rasulullah Saw berakar dari prinsip-prinsip Qur'ani.
Alquran yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai
hidayah (petunjuk) bagi umat manusia dalam melakukan aktivitas di setiap aspek kehidupannya,
termasuk di bidang ekonomi. Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasaan tertinggi
hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi.³ Sebagai
khalifatullah fi al ardh, manusia telah diciptakan dalam bentuk yang paling baik dan seluruh
ciptaan lainnya, seperti matahari, bulan, dan langit, telah ditakdirkan untuk dimanfaatkan oleh
manusia. Hal ini merupakan suatu anugerah, rahmat serta kasih sayang Allah Swt yang sangat
besar terhadap umat manusia.
Dalam pandangan Islam, kehidupan manusia tidak bisa dipisah-pisahkan menjadi kehidupan
ruhiyah dan jasmaniyah, melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisahkan,
bahkan setelah kehidupan di dunia ini. Dengan kata lain, Islam tidak mengenal kehidupan yang
hanya berorientasi pada akhirat tanpa memikirkan kehidupan duniawi ataupun sebaliknya hanya
memikirkan materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat. Kita diingatkan agar tidak
melupakan bagian kenikmatan duniawi karena kenikmatan duniawi merupakan anugerah Allah
Swt. dan seseorang dapat mencapai keselamatan di akhirat kelak dengan memanfaatkannya
secara tepat demi kebaikan orang lain. Allah Swt. berfirman,

Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan
janganlah kamu melupakan bagianmu dari kenikmatan duniawi dan berbuat baiklah kepada
orang lain sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu (QS Al Qashash [28]:77)

Dalam rangka mengemban amanah sebagai Khalifah-Nya, manusia diberi kebebasan untuk
mencari nafkah sesuai dengan hukum. yang berlaku serta dengan cara yang adil. Hal ini
merupakan salah satu kewajiban asasi dalam Islam. Dengan demikian, pada dasarnya, Islam
mengakui kepemilikan pribadi. Islam tidak membatasi kepemilikan pribadi, alat-alat produksi,
barang dagangan ataupun perdagangan, tetapi hanya melarang perolehan kekayaan melalui cara-
cara yang ilegal atau tidak bermoral. Islam sangat menentang setiap aktivitas ekonomi yang
bertujuan melakukan penimbunan kekayaan atau pengambilan keuntungan yang tidak layak dari
kesulitan orang lain atau penyalahgunaannya.

Allah Swt. telah menetapkan melalui sunnah-Nya bahwa jenis pekerjaan atau usaha apa pun
yang dijalankan berdasarkan prinsip-prinsip Qur'ani tidak akan pernah menjadikan seseorang
kaya raya dalam jangka waktu yang singkat. Kesuksesan sese orang dalam berusaha baru akan
terwujud jika dilalui dengan kerja keras, ketekunan dan kesabaran disertai dengan doa yang tidak
pernah terputus. Oleh karena itu, setiap aktivitas ekonomi dapat mendatangkan uang dalam
jangka waktu yang singkat, seperti perjudian, penimbunan kekayaan, penyelun dupan, pasar
gelap, spekulasi, korupsi, bunga, dan riba, bukan saja tidak sesuai dengan hukum alam dan
dilarang, tetapi juga para pelakunya layak dihukum. Berkaitan dengan hal ini, Allah Swt.
mengutuk mereka secara tegas melalui firman-Nya,
Celakalah semua pedagang jahat dan suka menjatuhkan orang lain yang menumpuk hartanya dan
memperbanyak dengan harapan hartanya tersebut dapat menjadikannya hebat dan selalu bertahan
selamanya (QS Al-Humazah [104]:1-3)

Dengan demikian, menumpuk harta serta tidak menggu nakannya untuk berbagai tujuan yang
bermanfaat bagi umat manusia merupakan perbuatan yang tidak diperkenankan dalam Islam,
karena menjadikan seseorang kaya raya sementara kepentingan dan kesejahteraan orang lain dan
masyarakat terampas. Dalam kerangka yang sama, penimbunan barang barang kebutuhan pokok
juga dilarang. Orang yang melakukan penimbunan kekayaan atau barang merupakan sebuah
tindakan kriminal terhadap masyarakat dan layak menerima hukuman, baik di dunia maupun di
akhirat.

Islam memandang bahwa setiap orang mempunyai hak penuh untuk dapat memiliki penghasilan
atau memperoleh harta kekayaan secara legal sehingga dapat menunaikan kewajiban agamanya
dengan baik. Oleh karena itu pula, setelah ia meninggal dunia, semua harta miliknya yang telah
diber sihkan dari seluruh kewajiban dan utang harus dibagikan kepada para ahli warisnya, yakni
istri atau suami, anak-laki-laki, anak perempuan, ayah, ibu, kakak, adik, dan seterusnya. Alquran
secara tegas telah menetapkan besarnya bagian untuk setiap ahli waris, termasuk bagian dari
kalalah, yakni orang yang tidak mempunyai anak dan orang tua atau sebatang kara.' Alquran juga
telah menetapkan bahwa seorang janda harus diberikan nafkah untuk penghidupan selama
setahun beserta tempat tinggal dan seorang wanita yang bercerai karena suaminya meninggal
dunia berhak atas nafkah penghidupan yang layak.6 Ide yang mendasari keseluruhan sistem
warisan ini adalah untuk pendistribusian kepemilikan atau kekayaan seseorang kepada orang
lainnya, semakin banyak orang yang menerimanya akan semakin baik pula implikasinya bagi
kehidupan manusia secara keseluruhan.

Di samping itu, Alquran memerintahkan kepada seseorang yang memiliki harta berlimpah agar
berwasiat sebelum meninggal dunia. Dari keseluruhan jumlah harta kekayaannya, seseorang
hanya diperkenankan berwasiat sebanyak sepertiga dan sisanya yang berjumlah dua pertiga harus
dibagi-bagikan kepada para ahli warisnya sesuai dengan syariah Islam. Hadis yang menjelaskan
hal ini antara lain:
Dalam suatu riwayat dinyatakan bahwa Saad bin Abi Waqqash sedang sakit parah ketika
Rasulullah Saw. datang untuk menjenguknya. Ia bertanya kepada Rasulullah Saw., "Aku
memiliki harta yang melimpah dan tidak ada orang lain yang berhak menerima harta warisan ini
kecuali anak perempuanku satu-satunya. Bolehkah aku memberikan dua pertiga dari kekayaanku
ini sebagai sedekah? Rasulullah Saw. mengatakan, "tidak boleh". Lalu Saad kembali bertanya,
Bagaimana jika setengahnya? Sekali lagi Rasulullah menjawabnya, "Tidak boleh" Kemudian
Saad bertanya lagi, Ba gaimana jika sepertiganya? Rasulullah bersabda "Yang demikian itu
diperbolehkan sekalipun jumlah sepertiga itu masih terlalu banyak, karena akan lebih baik bagi
kamu meninggalkan keturunan dalam keadaan kaya daripada meninggalkannya dalam keadaan
miskin, sehingga mereka terpaksa memohon pertolongan dari orang lain. Dan apa pun yang
kamu belanjakan untuk kepentingan-Nya, kamu akan mendapatkan balasannya meskipun itu
hanya sepotong kecil makanan yang kamu letakkan di dalam mulut istrimu.

Berkaitan dengan hukum warisan ini, Islam memandang bahwa anak hasil adopsi bukan
termasuk ahli waris yang sah. Dengan demikian, prinsip Islam bertentangan dengan hukum
primoyeniture yang menetapkan hanya anak laki-laki tertua yang berhak mendapatkan seluruh
harta warisan ayahnya atau sistem pengadopsian anak yang dikenal dalam masyarakat tertentu
yang bertujuan untuk mengumpulkan kekayaan di tangan seseorang saja tanpa dibagi-bagikan
kepada anggota keluarga lainnya.

Di sisi lain, Islam memandang bahwa wanita memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam
memperoleh kekayaan. Se orang wanita dapat memperoleh kekayaannya melalui warisan, mas
kawin, hadiah, ataupun melalui pendapatan dari hasil kerja keras dan usahanya sendiri. Dalam
catatan sejarah, adalah hal yang mungkin bagi wanita untuk terjun ke dunia perdagangan, seperti
yang dilakukan oleh Ummul Mukminin Khadijah r.a. pada saat sebelum Islam hadir sebagai
sebuah kekuatan politik dan Hindun, istri Abu Sofyan, pada masa pemerintahan Khalifah Umar
ibn al-Khattab. Bahkan para budak bisa memperoleh dan memiliki kekayaan serta
menggunakannya untuk membebaskan diri mereka sendiri.

Berdasarkan pandangannya yang paling prinsip tentang status manusia di muka bumi, Islam
dengan tegas dan keras melarang segala bentuk praktik ribawi atau bunga uang. Ber bagai
pemikiran yang menyatakan bahwa pendapatan yang diperoleh dengan cara-cara ribawi adalah
sah jelas merupakan pendapat yang keliru dan menyesatkan karena praktik-praktik ribawi
merupakan bentuk eksploitasi yang nyata. Islam melarangeksploitasi dalam bentuk apa pun,
apakah itu dilakukan oleh orang-orang kaya terhadap orang-orang miskin, oleh penjual terhadap
pembeli, oleh majikan terhadap budaknya, oleh laki laki terhadap wanita, atau oleh atasan
terhadap bawahannya .

Ketika melarang segala bentuk praktik ribawi, di sisi lain, Islam memperkenalkan sebuah konsep
baru yang telah dapat mengubah seluruh cara pandang kaum Muslimin. Konsep ter sebut berupa
perintah mengeluarkan sedekah, baik yang ber sifat wajib ataupun sunnah. Rasulullah Saw.
memerintahkan kepada kaum Muslimin yang memiliki kelebihan harta untuk membelanjakan
sebagian pendapatannya di jalan Allah, yakni jalan yang tidak mengharapkan imbalan materi
duniawi, tetapi hanya mengharapkan keridhaan Allah semata. Yang termasuk membelanjakan
harta di jalan ini antara lain: tolong-menolong,pemberian makanan dan pemberian pinjaman
kepada sanak saudara yang miskin, anak-anak yatim, para janda, orang-orang miskin, para
tawanan, musafir, muhajirin yang miskin, para pengutang, para budak dan bahkan para tetangga
dan lembaga. Dalam Alquran, pinjaman yang demikian disebut Allah sebagai pinjaman yang
ditujukan kepada Allah dan niscaya Allah akan melipatgandakannya dalam jumlah yang sangat
besar jika dikeluarkan dengan niat karena Allah semata tanpa ada maksud untuk keuntungan
pribadi ataupun duniawi."

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan beberapa prinsip pokok tentang kebijakan ekonomi
Islam yang dijelaskan Alquran sebagai berikut:

a. Allah Swt. adalah penguasa tertinggi sekaligus pemilik absolut seluruh alam semesta.
b. Manusia hanyalah khalifah Allah Swt. di muka bumi, bukan pemilik yang sebenarnya.
c. Semua yang dimiliki dan didapatkan manusia adalah atas rahmat Allah Swt. Oleh karena
itu, manusia yang kurang beruntung mempunyai hak atas sebagian kekayaan yang
dimiliki saudaranya.
d. Kekayaan harus berputar dan tidak boleh ditimbun.
e. Eksploitasi ekonomi dalam segala bentuknya, termasuk riba, harus dihilangkan.
f. Menerapkan sistem warisan sebagai media redistribusi kekayaan yang dapat
mengeliminasi berbagai konflik individu.
g. Menetapkan berbagai bentuk sedekah, baik yang bersifat wajib maupun sukarela,
terhadap para individu yang me miliki harta kekayaan yang banyak untuk membantu para
anggota masyarakat yang tidak mampu.

SUMBER HUKUM EKONOMI ISLAM

Ada berbagai metode pengambilan hukum (istinbath) dalam Islam, yang secara garis
besar disepakati oleh seluruh ulama dan yang masih menjadi perbedaan pendapat, yang secara
khusus dipelajari dalam disiplin ilmu ushl fiqh. Akan tetapi, disini akan menjelaskan metode
pengambilan hukum yang telah disepakati oleh seluruh ulama, yang terdiri atas Al-Qur'an, hadis
dan sunnah, ijma', dan qiyas.

Perbandingan ekonomi Islam dan ekonomi konvensional

1. sistem ekonomi konvensional

Sistem ekonomi konvensional boleh dikatakan sebagai sistem ekonomi yang sudah
dibpraktikkan secara meluas dalam sebuah masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dikatakan bahwa sistem konvensional dapat ditentukan oleh manusia dalam sebuah masyarakat
yang tidak mempunyai kepintaran dan boleh berubah mengikuti ketentuan masyarakat. Sistem
ini merupakab sistem manusia yang tidak tetap dan berbeda dengan sistem Islam yang
mempunyai kepiawaian yang tetap, yaitu bersumber pada wahyu dalam semua bidang termasuk
ekonomi.

2. Sistem ekonomi kapitalis

Menurut Rivai dan Buchari, ciri-ciri sistem ekonomi kapitalis adalah sebagai berikut:

a. Kebebasan memiliki harta secara perseorangan


b. Persaingan bebas / free competition
c. Kebebasan penuh
d. Mementingkan diri sendiri
e. Mekanisme harga sebagai penentu
f. Campur tangan pemerintah yang minimu
3. Sistem ekonomi sosialis
Menurut Rivai dan Buchari, sistem ekonomi sosialis mempunyai ciri-ciri berikut:

a. Kepemilikan harta dikuasai sepenuhnya oleh negara


b. Setiap individu memiliki kesamaan kesempatan dalam melakukan aktivitas ekonomi
c. Disiplin politik yang tegas dan keras
d. Setiap warga negara dipenuhi kebutuhan pokoknya
e. Proyek pembangunan dilaksanakan oleh negara, tanpa memberikan kesempatan
kepada swasta untuk mengolahnya
f. Posisi tawar-menawar individu dalam sistem sosialis sangat terbatas karena negara
merupakan kunci utama dalam perekonomian.
4. Sistem ekonomu Islam

Gagalnya kapitalisme ataupun sosialisme menciptakan kesejahteraan masyarakat mendorong


negara-negara Muslim untuk mencari sistem yang lebih baik yang mampu memberikan peran
pada semua elemen untuk mencapai kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia sejati. Sistem
ekonomi Islam bukanlah sistem ekonomi alternatif ataupun sistem ekonomi pertengahan,
melainkan merupakan sistem ekonomi solutif atas berbagai permasalahan yang selama ini
muncul. Ekonomi Islam ini adalah sistem ekonomi yang didasarkan pada ajaran dan nilai-nilai
Islam, yang keseluruhan nilai tersebut sudah tentu Al-Qur'an, As-Sunnah, ijma' dam qiyas.

Anda mungkin juga menyukai