Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH

KOMUNIKASI DALAM PRAKTIK KEBIDANAN

Komunikasi Efektif

Dosen Pengajar: Elsa Noftalina, M. Keb

Kelompok II

Adha Fahriani (20011216)

Ayu Nur Iftitah (20011219)

Dhia Wafa Nabilla (20011223)

Fina Khoiriyatuzzulfa (20011227)

PROGRAM STUDI DII KEBIDANAN

POLITEKNIK ‘AISYIYAH PONTIANAK

2020

1
Kata Pengantar

Assalamualaikum wr.wb

Puji syukur kehadirat Allah SWT senantiasa kita ucapkan atas karunianya kami dapat

menyelesaikan tugas penulisan makalah mata kuliah Komunikasi dalam Praktik Kebidanan.

Tidak lupa shalawat serta salam tercurahkan bagi baginda agung Rasulullah SAW yang

syafaatnya akan kita nantikan kelak.

Adapun penulisan makalah bertema komunikasi dalam kebidanan ini dibuat untuk memenuhi

tugas mata kuliah Komunikasi dalam Praktik Kebidanan.Semoga makalah ini mendapatkan

manfaat serta bisa memberikan ilmu pembelajaran untuk mahasiswa.

Dengan kerendahan hati,penulis mememohon maaf apabila ada ketidaksesuaian kalimat dan

kesalahan. Meskipun demikian, penulis terbuka pada kritik dan saran dari pembaca demi

kesempurnaan makalah.

Wassalamualaikum wr.wb

2
Table of Contents
Kata Pengantar......................................................................................................................................1
BAB I....................................................................................................................................................2
PENDAHULUAN.................................................................................................................................2
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................................2
1.2 Tujuan....................................................................................................................................3
BAB II...................................................................................................................................................4
LANDASAN TEORI............................................................................................................................4
2.1 Pengertian Komunikasi Efektif....................................................................................................4
2.1.1 Komunikasi verbal................................................................................................................5
2.1.2 Komunikasi non verbal.........................................................................................................6
2.2 Proses Komunikasi Efektif..........................................................................................................7
2.3 Unsur-Unsur Dalam Membangun Komunikasi Efektif................................................................8
BAB III................................................................................................................................................22
KESIMPULAN & SARAN.................................................................................................................22
3.1 Kesimpulan................................................................................................................................22
3.2 Saran..........................................................................................................................................22
Bibliography........................................................................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelancaran dalam komunikasi dengan pasien merupakan sesuatu yang harus dicapai oleh

tiap tenaga kesehatan. Hal ini dikarenakan informasi yang didapatkan dari hasil

komunikasi dengan pasien sangat penting untuk melakukan tidakan asuhan. Oleh karena

itu, penerapan komunikasi efektif merupakan hal penting yang harus dilakukan oleh

setiap bidan dalam memberikan asuhan kebidanan. Handajani (2016) menyebutkan

beberapa pendapat para ahli mengenai arti dari komunikasi yaitu proses pertukaran

informasi atau proses yang menimbulkan dan meneruskan makna atau arti dan

pemahaman dari pengirim kepada penerima pesan (Burgess, 1988, Taylor,1993).

Selanjutnya Knapp (2003) mengemukakan bahwa komunikasi merupakan interaksi antar

pribadi yang menggunakan simbol linguistik.

Sesuai dengan pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa komunikasi merupakan

seni penyampaian komunikasi dari penyampai berita untuk mengubah serta membentuk

perilaku penerima berita pada pemahaman yang dikehendaki bersama. Oleh karena itu,

sangat penting untuk membangun komunikasi yang efektif di awal kontak dengan pasien.

Adapun mengenai pengertian, unsur, serta upaya yang dapat dilakukan dalam

membangun komunikasi yang efektif akan dibahas di bab kedua pada makalah ini.

4
1.2 Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini sebagai berikut

1. Menjelaskan tentang pengertian komunikasi efektif

2. Menjelaskan proses komunikasi efektif

3. Menjelaskan unsur-unsur dalam membangun komunikasi efektif

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari dibuatnya makalah ini sesuai dengan tujuan di atas yaitu

1. Mengetahui komunikasi efektif

2. Mengetahui proses komunikasi efektif

3. Menegtahui unsur-unsur dalam membangun komunikasi efektif

5
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Pengertian Komunikasi Efektif

Hubungan antar manusia dan manusia lainnya di pengaruhi oleh komunikasi. Dalam

hal ini, komunikasi memegang peranma penting dalam kelancaran hubungan antar satu

manusia dan lainnya. Komunikasi yang berasal dari bahasa latin yaitu communicatio

memiliki arti pemberitahuan atau pertukaran pikiran sehingga orang-orang yang terlibat harus

memiliki kesamaan. Namun apabila sekelompok orang tadi tidak memiliki kesamaan dalam

pikiran maka komunikasi tidak dapat terjalin. Sebagai contoh ketika ada orang yang bercerita

tentang apa yang dialaminya namun pendemgar tidak mengerti apa yang disampaikan olh si

pencerita maka komunikasi tadi dapat berlanjut. Dengan demikian pertukaran ide, fikiran dan

perasaan atau keterangan dalam rangka menciptakan rasa saling mengerti, saling percaya

besar sekali perannya dalam mewujudkan hubungan yang baik antara seseorang dengan

lainnya (Yusuf, 2017).

Selain itu, Knapp (2003) menambahkan deskripsi komunikasi sebagai interaksi antar

pribadi yang menggunakan symbol linguistic seperti system symbol verbal maupun

nonverbal. Dalam hal ini komunikasi terbagi menjadi dua jenis yaitu komunikasi verbal dan

komunikasi non verbal yang masing-masin akan dijelaskan di bawah ini.

2.1.1 Komunikasi verbal

Komunikasi verbal adalah komunikasi yang dilakukan melalui ucapan lisan, termasuk

penggunaan tulisan. Pengiriman informasi atau pesan dalam komunikasi menggunakan

simbul-simbul. Tetapi simbul-simbul yang dominan adalah kata-kata. Kata-kata yang

6
digunakan oleh setiap individu dalam komunikasi verbal sangat bervariasi sesuai

kebudayaan, sosial, ekonomi, latar belakang, umur dan pendidikan. Keluasan variasi perasaan

dapat disampaikan sewaktu seseorang berbicara. Intonasi suara dapat mengekspresikan

semangat, antusias, kesedihan, gangguan atau godaan, lawakan dan lain-lain. Dengan kata-

kata seseorang menyampaikan pesan, ide, pikiran, dan perasaannya kepada orang lain. Cara

ini dapat dilakukan secara langsung, menggunakan telepon atau media-media lain.

Dalam komunikasi verbal informasi yang disampaikan bersifat faktual, akurat, dan efisien.

Untuk memvalidasi interpretasi bisa menggunakan komunikasi verbal dan non verbal.

2.1.2 Komunikasi non verbal

Komunikasi nonverbal kadang-kadang disebut juga bahasa tubuh. Pesan yang dapat

disampaikan melalui komunikasi jenis ini adalah sama halnya dengan simbul-simbul yang

digunakan secara sadar atau tidak sadar melalui:

a. Roman muka / ekspresi wajah , gerak dan sikap Ekspresi wajah, sangat mendukung

situasi psikologis individu yang melakukan komunikasi, apakah dalam kondisi marah,

senang, sedih, kecewa, peduli atau perhatian. Beberapa orang menampakkan ekspresi

wajah, gerak, atau sikap yang ekstrim saat berkomunikasi.

b. Tekanan suara, irama dan getaran Suara keras, menunjukkan seseorang dalam kondisi

marah, sebaliknya suara lirih bisa diartikan seseorang sedang tidak berdaya, atau

dalam kondisi ketakutan untuk bicara keras. Irama dan getaran suara juga

menunjukkan komunikasi tersendiri. Seseorang yang berbicara dengan irama yang

merdu, enak didengar, akan membuat seseorang merasa nyaman untuk terus

mendengarkan. Sebaliknya irama yang meledak-ledak, atau cempreng sangat tidak

enak untuk didengarkan, dengan sendirinya orang akan berusaha untuk segera

mengakhiri suatu komunikasi.

7
c. Rabaan dan sentuhan ( touch ) Memberikan sentuhan, juga merupakan komunikasi

nonverbal. Media sentuhan sangat pribadi sifatnya, dan pemahaman antara satu orang

dengan orang lain bisa berbeda.

d. Kerlingan mata, air mata

e. Debaran dan detak jantung

f. Gelisah, menggigil, disorientasi dan sebagainya

Saluran yang digunakan dalam melangsungkan komunikasi non verbal adalah

panca indera. Komunikasi non verbal ini meliputi gerak dan isyarat, gerakan tubuh,

penampilan fisik termasuk perhiasan. Komunikasi non verbal digunakan sebagai penguat

atau sebaliknya komunikasi secara verbal. Komunikasi nonverbal lebih mengindikasikan

secara akurat dan sebenarnya proses pertukaran informasi antara pemberi pesan dan

penerima pesan. Adapun yang dimaksudkan sebagai komunikasi verbal yaitu komunikasi

dengan menggunakan lisan. Sementara itu, komunikasi nonverbal adalah komunikasi

yang tidak menggunakan lisan seperti ekspresi wajah, gerak-gerik, maupun sikap.

Dalam dunia kesehatan sering kita jumpai tenaga kesehatan termasuk bidan

berkomunikasi dengan pasien. Namun, tidak semua komunikasi berjalan lancar. Hal ini

disebabkan oleh tidak terjadinya komunikasi yang efektif antara pemberi pesan maupun

penerima pesan yang bisa jadi dikarenakan salah satu pihak ada yang tidak komunikatif

atau tidak memberikan respon yang baik seperti berbicara dengan nada ketus, tidak focus

dan lain-lain.

Komunikasi efektif adalah pengembangan hubungan antara tenaga kesehatan

dengan pasien secara efektif dalam kontak sosial yang berlangsung secara baik

menghargai kemampuan dan keunikan masing – masing.

8
2.2 Proses Komunikasi Efektif

Oleh karena komunikasi merupakan proses pertukaran informasi maka di bawah ini

akan dijelaskan bagaimana komunikasi terjadi.

1. Komunikator (sender) yang mempunyai maksud berkomunikasi dengan orang lain

mengirimkan suatu pesan kepada orang tertentu. Pesan yang disampaikan itu bisa

berupa informasi dalam bentuk bahasa ataupun lewat simbol-simbol yang bisa

dimengerti kedua pihak.

2. Pesan (message) itu disampaikan atau dibawa melalui suatu media atau saluran, baik

secara langsung maupun tidak langsung. Contohnya berbicara langsung melalui

telepon, surat, e-mail, atau media lainnya.

3. Komunikan (receiver) menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan isi

pesan yang diterimanya ke dalam bahasa yang dimengerti kedua pihak.

4. Komunikan (receiver) memberikan umpan balik (feedback) atau tanggapan atas pesan

yang dikirimkan kepadanya, apakah dia mengerti atau memahami pesan yang

dimaksud oleh si pengirim.

2.3 Unsur-Unsur Dalam Membangun Komunikasi Efektif

Secara umum dalam terdapat berbagai unsur yang membangun komunikasi yaitu :

a. Komunikator ialah seseorang yang menyampaikan pesan.

b. Pesan merupakan alat atau bahan yang menjadi penghubung komunikasi antara

komunikator maupun komunikan

c. Komunikan adalah menerima pesan yang disampaikan dan menerjemahkan pesan

yang diterima

9
d. Media merupakan sarana atau alat dalam penyampaian pesan. Media dapat berupa

buku, brosur, laptop, lembar catatan klien, rekam medik dan lain-lain.

5. Umpan balik adalah respon yang diberikan oleh komunikan terhadap pesan yang

diterima. Adapun empat jenis umpan balik yang terdapat dalam komunikasi yaitu

zero umpan balik, umpan balik positif, umpan balik netral, dan umpan balik negative.

Komunikasi efektif diharapkan dapat mengatasi permasalahan yang

kemungkinan timbul akibat hubungan antara dokter/tenaga kesehatan dengan pasien.

Keberhasilan komunikasi antara dokter dan pasien pada umumnya akan menimbulkan

rasa nyaman dan puas bagi kedua belah pihak. Untuk mencapai komunikasi yang

efektif, diperlukan beberapa hal sebagai berikut:

a. Respect

Unsur pertama dalam mengambangkan komunikasi yang efektif yaitu respect atau

rasa hormat. Hal ini diperlukan agar baik komunikator maupun komunikan bisa saling

menghargai satu sama lain agar bisa terjalin sinergi yang baik

b. Empathy

Mampu untuk menempatkan diri kita pada situasi atau kondisi orang lain merupakan

salah satu unsur penting dalam komunikasi efektif. Hal ini karena dengan memahami

dan mendengar orang lain terlebih dahulu kita dapat membangun keterbukaan dan

kepercayaan yang kita perlukan dalam membangun kerja sama dengan orang lain.

c. Audible

Audible bermakna dapat didengarkan. Maksudnya adalah pesan yang kita sampaikan

dapat diterima oleh penerima pesan dengan baik melalui sikap atau cara yang dapat

diterima oleh penerima pesan.

d. Clarity

10
Selain harus dapat dimengerti dengan baik sebuah pesan yang disampaikan harus

memiliki kejelasan atau dalam arti lain pesan tersebut tidak bersifat multi tafsir yang

bisa menyebabkan penafsiran yang berbeda dari apa yang disampaikan. Clarity dapat

juga berarti keterbukaan atau tidak ada yang ditutpi sehingga penerima pesan akan

memberikan rasa percaya pada komunikator.

e. Humble

Unsur kelima dalam membangun komunikasi yang efektif adalah sikap rendah hati.

Sikap ini dapat tercermin pada saat menerima kritik seseorang tidak bersikap

sombong, mau mendengar, serta ,menghargai perbedaan yang ada.

Selain unsur -unsur di atas, terdapat beberapa teknik yang dapat dilakukan sebagai

penyokong untuk mencapai komunikasi yang efektif sebagai berikut:

1. Ciptakan Lingkungan yang Kondusif

Langkah pertama yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan pada saat

berkomunikasi dengan pasien adalah menciptakan lingkungan yang membuat nyaman

pasien untuk menjalin suatu hubungan profesional. Sebagai contoh ruangan dokter

praktek, apabila ruangan tersebut didominasi warna putih yang monoton, maka akan

menimbulkan image tersendiri bagi pasien yaitu formal dan jagalah kebersihan,

sehingga pasien sudah terbelenggu oleh warna yang menghakiminya, bahwa dia harus

sopan karena berhadapan dengan orang yang ahli di bidang kesehatan, serta hati -

hati agar jangan mengotori ruangan ini. Alangkah indahnya jika kesan formal tersebut

sedikit dirubah menjadi lebih welcome atau dinamis, menggunakan permainan warna

yang lembut, serta dekorasi yang indah, dengan tetap mengedepankan konsep bersih.

Pasien akan merasa lebih nyaman berada di lingkungan yang hangat, sehingga akan

11
lebih dapat membuka diri untuk mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya.

Efek ruangan yang dinamis dan welcome tersebut juga dengan sendirinya akan

mempengaruhi psikologis dokter, sehingga tidak terlalu memposisikan diri sebagai

orang yang ahli di bidang kesehatan. Demikian juga dengan tenaga kesehatan lain,

perawat atau bidan harus memperhatikan ruangan perawatan apakah nyaman bagi

pasien. Pasien tidak akan dapat berkomunikasi dengan baik jika ruangan gaduh, kotor,

atau privacy-nya tidak terjamin. Bagaimana pasien bisa terbuka menceritakan tentang

masalah-masalah yang dihadapi, apabila orang lain bisa mendengarkan

pembicaraannya. Hal tersebut sering dijumpai pada pasien yang harus menjalani

perawatan di bangsal dengan kapasitas tempat tidur yang banyak. Perawat, bidan, atau

fisioterapis, harus pintar membaca kebutuhan pasien akan lingkungan yang

dikehendaki, dan dapat meminimalkan faktor lingkungan yang menghambat proses

komunikasi efektif. Sebagai contoh apabila pasien bisa berjalan atau mobilisasi, maka

perawat atau bidan bisa mengajak pasien berbicara di ruang perawat, taman, atau

ruangan lain yang bisa dimanfaatkan.

2. Hargai penampilan dan harga diri pasien

Bagaimanapun buruknya penampilan seorang pasien, petugas kesehatan baik dokter

atau perawat, sama sekali tidak diperkenankan untuk mengaggap bahwa kepribadian

pasien juga buruk. Penampilan-penampilan tersebut hendaknya tidak menghalangi

petugas kesehatan untuk mengangkat harga diri pasien, dan memberikan pelayanan

kesehatan sebaik mungkin. Terkadang dijumpai pasien dengan kondisi yang kotor dan

bau, akibat kondisi/penyakitnya. Dokter atau perawat tidak boleh menunjukkan rekasi

baik verbal maupun nonverbal yang dapat menyebabkan pasien malu atau

menyinggung harga diri pasien. Harga diri pasien harus kita jaga dan lindungi.

12
Petugas kesehatan hendaknya tidak sekali-kali merendahkan harga diri pasien,

meskipun tidak di depan umum. Apabila pasien merasa dipermalukan dan harga

dirinya jatuh, maka dipastikan pasien tidak akan mau menjalin hubungan dengan

dokter atau perawat, sehingga komunikasi efektif tidak akan berlangsung, bahkan

pasien bisa mengakhiri suatu hubungan.

Agar harga diri pasien tetap terjaga, petugas kesehatan harus siap menerima kondisi

pasien apa adanya, dan terus membina hubungan yang baik dan harmonis, siap

membatu mengatasi permasalah kesehatan yang dihadapi oleh pasien, dengan penuh

perhatian dan penghargaan.

3. Posisi Petugas Kesehatan (dokter/perawat/nakes lain) Dengan Pasien

Posisi seseorang dalam berkomunikasi, akan mempengaruhi proses interaksi

selanjutnya. Pasien akan merasa tidak nyaman apabila posisi antara dokter dan pasien

tidak sejajar, sebagai contoh pada saat komunikasi berlangsung pasien dalam posisi

duduk, sedangkan dokter berdiri. Situasi ini sangat tidak menyenangkan, pasien akan

merasa berada di posisi yang lebih rendah, atau akan timbul perasaan digurui atau

dihakimi. Sedangkan dokter akan merasa superior atau keberadaannya lebih tinggi

dari pasien. Keberadaan psikologis antara kedua belah pihak sangat berbeda, dan sifat

hubungan ini antara “aku dan dia”. Demikian juga sebaliknya, apabila petugas

kesehatan duduk sedangkan pasien berdiri, maka pasien akan merasa tidak nyaman,

apakah kehadirannya tidak dikehendaki, sehingga pasien akan membatasi komunikasi

atau tidak berani terbuka. Agar komunikasi dapat efektif, maka dalam berkomunikasi

usahakan posisi petugas kesehatan (dokter / perawat) dengan pasien sejajar, saling

berhadapan, dengan jarak personal (1,5 – 4 meter). Apabila kedua belah pihak dalam

13
posisi yang sama, maka sifat hubungan menjadi “kami / kita,” tidak ada pihak yang

lebih rendah atau tinggi.

4. Menyamakan Tujuan Perlunya Komunikasi Berlangsung

Sebelum komunikasi berlangsung, dokter dan pasien harus sama-sama meyakinkan

diri, bahwa mereka menghendaki komunikasi tersebut harus berlangsung, sehingga

mereka merasa perlu untuk menjalin suatu hubungan. Apabila salah satu dari kedua

belah pihak tidak menghendaki, maka komunikasi efektif tidak akan tercapai. Masing-

masing pribadi mempersiapkan diri untuk memulai suatu hubungan yang baik, dengan

tetap menghargai keunikan masing-masing. Seorang bidan akan merasa perlu

menjalin hubungan baik dengan pasien, dengan harapan dapat memperoleh informasi

yang berkaitan dengan penyakit pasien selengkap mungkin, timbulnya kepercayaan

pasien terhadap bidan, pasien kooperatif dalam semua tindakan yang dilaksanakan,

serta mau menjalankan saransaran yang diberikan oleh bidan untuk mengatasi

permasalahan kesehatannya.

Pelayanan kesehatan merupakan industri jasa, oleh karena itu petugas

kesehatan harus mengetahui dasar-dasar pelayanan terhadap pelanggan atau pasien,

hal tersebut bertujuan untuk menghindari kesalahan atau hal-hal yang tidak

diinginkan selama proses pemberian pelayanan kesehatan. Menurut Endar Sugiarto,

ada 8 (delapan) teknik keterampilan dasar yang dapat diterapkan pada semua situasi

pelayanan. Dan kedelapan teknik ketrampilan dasar tersebut dapat diaplikasikan

dalam pelayanan kesehatan, guna menciptakan komunikasi efektif antara petugas

kesehatan dengan pasien kedelapan teknik komunikasi efetif tersebut adalah:

1. Pusatkan perhatian pada pasien

14
Semua pasien ingin mendapat pelayanan yang terbaik bagi dirinya, pasien ingin

mendapat perhatian penuh dari dokter atau perawat yang menanganinya. Oleh

karena itu petugas kesahatan pada saat memberikan pelayanan kesehatan pada

pasien hendaknya tidak memecah perhatiannya pada orang atau obyek lain. Pasien

akan marah jika merasa diabaikan atau dilayani separuh hati. Dengan memberikan

perhatian penuh kepada pasien, berarti petugas kesahatan telah memberikan

pelayanan yang sopan, bermartabat, dan menyenangkan.

2. Berikan pelayanan kesehatan yang efisien

Memberikan pelayanan yang efisien adalah menggunakan waktu sewajarnya

untuk memenuhi harapan dan keinginan pasien. Fokus dari prinsip ini adalah

petugas kesehatan harus bisa membaca apa kebutuhan pasien. Beberapa pasien

membutuhkan waktu pelayanan kesehatan yang lebih lama, apabila pasien ingin

mencurahkan perasaannya, berkaitan dengan respon psikologis akibat

penyakitnya. Pasien yang mengalami kecemasan, depresi, atau gangguan jiwa,

sangat sulit untuk memulai suatu komunikasi, dengan sendirinya waktu yang

dibutuhkan lebih banyak, dibandingkan dengan pasien yang tidak mengalami

gangguan psikologis. Kalau petugas kesehatan terburu-buru dalam melayani

pasien, dengan sendirinya pasien tidak berani untuk menyampaikan semua

keluhannya. Dan sebaliknya petugas kesehatan tidak memperoleh informasi atau

data yang lengkap tentang penyakit pasien. Apabila petugas kesehatan melakukan

tindakan medis secara terburu-buru, maka dikhawatirkan akan terjadi kelalaian

pada pasien. Tetapi jika petugas kesehatan terlalu lama melayani pasien, juga akan

menimbulkan kesan negatif, yaitu terlalu lambat dalam memberikan pelayanan,

membosankan, dan tidak profesional atau terampil.

15
3. Naikkan harga diri pasien Harga diri adalah segala-galanya bagi pasien. Dalam

kondisi apapun pasien akan berusaha untuk tetap mempertahankan harga dirinya.

Baginya tidak masalah mengeluarkan uang banyak, asal harga dirinya tetap

terjaga. Sering dijumpai keluhan pasien akan pelayan tenaga kesehatan yang tidak

menyenangkan, bahkan menyinggung harga diri, sehingga pasien marah dan

memutuskan untuk pindah ke rumah sakit yang lebih mahal, bahkan bila perlu

berobat ke luar negeri. Pada suatu sore ada pasien baru anak-anak, dirawat di

ruang paviliun salah satu rumah sakit, secara fisik pasien tersebut tampak tidak

rapi dan seperti kalangan ekonomi lemah demikian juga dengan ibu dan keluarga

yang mengantar. Karena pasien masuk ruang paviliun otomatis dokter yang

menangani adalah dokter senior. Pada saat dokter senior datang, ibu pasien

bertanya berapa hari anaknya harus di rawat di rumah sakit. Dokter tersebut tidak

langsung menjawab tetapi dia sibuk membolak-balik status pasien yang ditulis

oleh dokter yuniornya. Si ibu pasien tampak tidak puas, tetapi dia tidak tampak

marah, sehingga dia mengulang pertanyaannya, berapa lama anaknya harus

diopname di rumah sakit, karena dia harus mengatur jadwal kerjanya. Entah

karena capai atau ada masalah, si dokter ini menjawab “saya tidak tahu, tetapi

kalau ibu tidak niat anaknya dirawat di ruang paviliun rumah sakit ini, kenapa ibu

bawa kesini? Kalau niat berobat ya..serahkan semua kepada dokter, kalau anak

sakit jangan mikir pekerjaan, tetapi utamakan dulu anaknya.” Si ibu ini diam,

tetapi tidak selang lama, wajah ibu tersebut mulai memerah, si ibu tampak marah,

lalu muncul ucapan yang tidak mengenakkan “ Saya..minta ganti dokter!..., dokter

saya datangkan ke sini, karena saya bayar....kalau saya tidak niat merawat anak

saya, tidak mungkin saya bawah ke rumah sakit ini, dan saya memilih ruang

16
paviliun.” Dokter senior tersebut juga tidak terima, dengan sikap acuh dia

tinggalkan ibu yang marah tersebut. Si ibu lebih marah lagi dan dia langsung

memutuskan untuk pindah ke rumah sakit lain. Ibu tersebut merasa tersinggung

dengan pernyataan dokter tersebut, yang seolah-olah menganggap dia tidak

mampu membayar biaya perawatan di ruang paviliun. Dan kenapa ibu tersebut

memutuskan pindah rumah sakit, karena dia merasa tidak bisa menjalin hubungan

dengan dokter yang dianggap arogan, dengan alasan bagaimana dia harus

berhadapan dengan dokter tersebut setiap harinya, pada saat anaknya menjalani

perawatan. Permasalahan ini menjadi rumit, karena ibu tersebut merasa sakit hati

dan harga dirinya dilecehkan, mungkin menurut sang dokter kata-katanya tidak

menyinggung, tetapi bagi si ibu kata-kata sang dokter merupakan penghinaan.

Mari kita analisis contoh permasalahan di atas. Kalimat “tidak niat merawat anak

di rumah sakit,” sangat menyinggung harga diri pasien. Siapapun orangnya jika

sudah datang ke rumah sakit, berarti orang tersebut meminta perolongan, dan ada

niat untuk mengatasi masalah kesehatan yang di hadapi. Kalimat “serahkan

semua pada dokter,” ini juga sangat tidak menyenangkan bagi pasien atau

keluarga, kalimat ini menunjukkan bahwa dokter mempunyai peran yang sangat

besar atau dominan. Kalimat ini juga merendahkan peran dari keluarga pasien,

seolah- olah keluarga tidak mempunyai kemampuan dalam merawat anggota

keluarga yang sakit. Kalimat ini juga sangat membahayakan posisi dokter itu

sendiri, karena jika ada kejadian yang fatal, maka keluarga dapat menuntut, karena

dokter mengambil semua tanggung jawab yang berkaitan dengan pasien tersebut.

Kalimat “kalau anak sakit, jangan mikir pekerjaan,” kalimat ini juga sangat tidak

etis, seolah-olah keluarga tidak memprioritaskan si pasien. Keluarga mempunyai

pertimbangan sendiri, karena mereka mempunyai pekerjaan, anggota keluarga lain

17
yang juga perlu mendapat perhatian, atau urusan lain. Dengan sendirinya keluarga

berusaha untuk mengatur agar semua urusannya dapat tertangani tanpa harus

menimbulkan masalah baru. Jasa pelayanan kesehatan juga menghadapi berbagai

permasalahan yang kompleks, khususnya penyakit-penyakit yang akan berdampak

kepada harga diri si pasien. Sebagai contoh, pasien yang menderita penyakit

kelamin akan malu datang ke tempat pelayanan kesehatan, dan biasanya pada

awal komunikasi pasien cenderung tertutup atau bertele-tele saat menjelaskan

riwayat penyakitnya. Demikian juga dengan pasien / penderita kusta atau penyakit

lepra, sebagian besar dari mereka mengalami gangguan konsep diri, yaitu timbul

perasaaan malu dan rendah diri, terutama berkaitan dengan perubahan fisik atau

anatomi tubuh. Karena penyakit khusta dapat menimbulkan kecacatan. Pada

kondisi tersebut penderita sangat sensitif perasaannya, karena sebagian besar

masyarakat menganggap penyakit kelamin dan penyakit kusta adalah penyakit

yang memalukan, menjijikkan, dan masih banyak stigma negatif lain tentang

penyakit ini. Dokter atau perawat harus berusaha agar harga diri pasien tidak

jatuh, dan selalu menjaganya, terutama jika menghadapi pasien-paien dengan

masalah penyakit yang sensitif tersebut.

4. Bina hubungan baik dan harmonis dengan pasien

Seseorang akan terus melanjutkan interaksi dengan orang lain, apabila merasa

nyaman selama hubungan berlangsung, dan seseorang akan segera mengakhiri

suatu hubungan, apabila merasa dirinya terancam, tidak nyaman atau dilecehkan.

Membina hubungan yang baik antara dokter / petugas kesehatan dengan pasien

sangat diperlukan , tanpa ini niscaya pasien tidak akan mau melanjutkan

18
pemeriksaan atau pengobatan berikutnya, apabila masing terus melanjutkan

hubungan hal tersebut terjadi karena keterpaksaan semata. Dengan membina

hubungan baik dengan pasien, dokter/tenaga kesehatan setidaknya dapat mengerti

apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh pasien. Coba anda bayangkan

bagaimana seseorang menjalani saat-saat bersama dengan orang lain, padahal

bubungan antara kedua belah pihak sangat buruk. Bagaimana pasien akan tenang

di rawat jika dia merasa perawat tidak ramah terhadap dirinya, pasti pasien akan

malas untuk berbicara , curhat tentang penyakitnya, atau minta tolong pada

perawat tersebut. Apabila respon pasien demikian dengan sendirinya akan

menghambat proses perawatan, pasien tidak akan terbuka tetang riwayat penyakti

atau permasalahan yang dihadapi.

5. Berikan penjelasan dan informasi sebaik mungkin

Salah satu prinsip dasar dalam memberikan pelayanan jasa adalah menjaga

kepercayaan pelanggan. Di dalam pelayanan kesehatan, kepercayaan pasien

terhadap tenaga kesehatan khususnya dokter dan perawat, mempunyai peran

penting untuk kegiatan tersebut. Seseorang yang menderita sakit, tidak hanya

fisiknya saja, tetapi secara psikologis dan sosial juga sakit. Pasien akan menjadi

lebih sensitif, karena dihadapkan pada kondisi tidak nyaman, dan situasi

lingkungan yang baru. Dokter tidak akan bisa memeriksa pasien, apabila pasien

tidak percaya terhadap kredibilitas sang dokter, dengan sendirinya dokter juga

akan kesulitan dalam memberikan pengobatan. Demikian juga dengan

keperawatan, asuhan keperawatan akan sulit dilaksanakan, jika pasien tidak

kooperatif. Pasien akan kooperatif terhadap keperawatan, apabila sudah ada trust

19
atau hubungan saling percaya antara pasien dengan perawat. Salah satu cara untuk

menjaga kepercayaan pasien, adalah memberikan penjelasan dan informasi sebaik

mungkin, mengenai penyakitnya, maupun tindakan yang akan diberikan. Dari

pengamatan sering terjadi miskomunikasi. Timbul perasaan curiga karena

ketidaktahuan, akibat minimnya informasi yang diterima oleh pasien. Karena itu,

penjelasan dan informasi yang diberikan kepada pasien/keluarga tidak boleh

dilebihkan atau dikiurangi. Hal tersebut penting untuk meyakinkan, dan menjaga

kepercayaan pasien. Pelayanan kesehatan juga memiliki tingkat resiko yang cukup

besar bagi pasien, apabila salah dalam memberikan informasi. Sebagai contoh,

apabila dokter salah memberikan informasi tentang obat yang harus di minum,

entah itu dosis, cara dan waktu minum obat, maka akan bisa berakibat fatal bagi

pasien. Pernah ada kejadian di salah satu rumah sakit, seorang pasien dengan

infark miokart akut (IMA), kurang lengkap diberikan informasi secara rinci dan

jelas oleh petugas kesehatan baik dokter atau perawat, bahwa pasien harus bedtres

atau tinggal di tempat tidur selama kondisi serangan. Saat itu pasien ingin buang

air besar (BAB), karena tidak terbiasa BAB dengan menggunakan pispot di atas

tempat tidur, maka pasien mencoba turun dan BAB di kamar mandi. Akibatnya

cukup fatal, pasien terjatuh dan kondisi pasien semakin buruk. Salah satu kontra

indikasi pasien dengan serangan IMA adalah melakukan aktifitas fisik dan

mengejan, karena kegiatan ini dapat memacu kerja jantung. Oleh karena itu

memberikan informasi sejelas mungkin kepada pasien, sangat diperlukan, agar

pasien dapat mengerti tentang tindakan apa yang harus dilakukan agar mendukung

proses kesembuhannya, dan tidak berakibat fatal bagi dirinya.

20
6. Ketahuilah apa yang diinginkan pasien

Memang sulit sekali mengetahui apa yang diinginkan orang lain, tetapi tenaga

kesehatan harus belajar dan terus mengasah ketrampilan perasaan atau insting,

untuk menerka dan mengantisipasi kebutuhan pasien. Tenaga kesehatan harus

“care” dan “peka” terhadap keinginan pasien, hal tersebut penting agar pasien

merasa diperhatikan. Alangkah sedihnya pasien apabila dia membutuhkan

pertolongan, tetapi petugas kesehatan tidak peduli. Apabila tenaga kesehatan

masih mengerti pasiennya dalam keadaan sedih, hal tersebut sangat bagus. Berarti

petugas kesepatan masih peka terhadap respon psikologis pasien.Tenaga

kesehatan akan dianggap tidak punya hati nurani, apabila mereka tidak tahu pasien

dalam kondisi sedih atau tidak. Mengetahui apa yang diinginkan oleh pasien, dan

melatih kepekaan untuk memahami perasaan pasien, sangat diperlukan untuk

kelangsungan hubungan komunikasi efektif. Untuk mengetahui apa yang

diinginkan oleh pasien, petugas kesehatan dapat melihat respon pasien baik secara

verbal maupun non verbal. Sebagai contoh, pasien yang hilir mudik di ruang

tunggu dokter, menunjukkan dirinya sedang cemas atau gelisah. Pasien yang

sering menatap keluar jendela ruang perawatan, menunjukkan ada sesuatu yang

sedang dipikirkan atau kegalauan. Pasien yang sering marah-marah, menunjukkan

adanya ketakutan di dalam dirinya.

7. Jelaskan pelayanan atau tindakan medis yang akan dilakukan pada pasien

Tindakan medis di pelayanan kesehatan banyak mengandung resiko, baik secara

fisik, psikologis, sosial, maupun ekonomi. Oleh karena itu sebelum melakukan

21
tindakan medis, petugas kesehatan harus menginformasikan secara jelas tentang

penyakit yang diderita, atau tindakan yang akan dilakukan, alasan atau

keuntungan tindakan tersebut perlu untuk dilakukan, akibat atau kerugian yang

kemungkinan timbul dari tindakan tersebut baik secara fisik, psikologis,sosial

maupun ekonomi, serta alternatif lain yang memungkinkan untuk mengatasi

penyakitnya. Setelah pasien mendapat informasi secara jelas, pasien perlu

menandatangani informet consent. Informet consent bisa berupa persetujuan atau

penolakan pasien / keluarga terhadap tindakan yang akan dilakukan setelah yang

bersangkutan memperoleh informasi secara jelas. Tindakan ini perlu dilakukan

untuk menghindari salah pengertian, dan meminimalkan kekecewaan di belakang

hari. Di samping itu dengan memberikan penjelasan kepada pasien sebelum

melakukan tindakan medis, berarti tenaga kesehatan menghargai pasien, sebagi

orang yang mempunyai otonomi terhadap dirinya.

8. Apabila dokter atau perawat tidak mampu melayani alihkan pada tenaga kesehatan

lain yang lebih mampu.

Kemampuan seseorang sangat terbatas, demikian juga dengan keahliannya.

Terkadang dokter yang ahli di penyakit tertentu, perlu meminta bantuan tenaga

kesehatan lain untuk mengatasi permasalahan pasien, yang terkadang kompleks

atau di luar kemampuannya. Tenaga kesehatan harus berperilaku profesional,

apabila tidak tahu atau tidak mampu, maka lebih baik mengatakan tidak tahu.

Dokter atau perawat tidak boleh melakukan tindakan medis, apabila yang

bersangkutan ragu-ragu untuk melakukan tindakan tersebut. Tindakan medis tidak

boleh dilakukan dengan dasar coba-mencoba, tetapi harus didasari oleh keahlian

22
dan ketrampilan. Lebih baik dokter atau perawat merujuk pasien kepada dokter

atau perawat lain yang lebih ahli. Hal ini penting, agar pasien bisa tertangani

secara baik.

23
BAB III

KESIMPULAN & SARAN

3.1 Kesimpulan

Komunikasi efektif merupakan suatu keterampilan yang harus dimiliki oleh setiap

tenaga kesehatan khususnya bidan agar pasien merasa nyaman dalam berbagi apa yang ia

alami. Adapun hal yang perlu diperhatikan dan dilakukan untuk membangun komunikasi

efektif ialah memiliki empati, rasa menghormati, sikap rendah diri, sikap transparan atau

terbuka, serta sikap audible.

3.2 Saran

Penulis berharap makalah ini dapat memeberikan ilmu yang bermanfaat untuk para

pembaca makalah ini.Apabila terdapat kekeliruan dalam informasi yang disajikan pada

makalah ini mohon untuk dikoreksi.Terimaksih

Bibliography

24
Handajani, S. R. (2016). Komunikasi dalam Praktik Kebidanan. PUSDIK SDM
KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN INDONESIA.

Yusuf, A. (2017). konsep komunikasi efektif dalam keperawatan. Seminar, jawa timur.

25

Anda mungkin juga menyukai