Anda di halaman 1dari 3

TINJAUAN PUSTAKA

Menurut UU No.1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau
Kecil mendefinisikan wilayah pesisir sebagai daerah peralihan antara ekosistem darat dan laut
yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut. Transisi antara daratan dan lautan di daerah
pesisir telah membentuk ekosistem yang beragam dan sangat produktif serta memberikan nilai
ekonomi yang luar biasa terhadap manusia. Konsekuensi dari tekanan terhadap pesisir ini adalah
masalah pengelolaan yang berasal dari konflik pemanfaatan yang timbul akibat berbagai
kepentingan yang ada di wilayah pesisir.

Daerah pesisir dan laut merupakan salah satu dari lingkungan perairan yang mudah
terpengaruh dengan adanya buangan limbah dari darat. Wilayah pesisir yang meliputi daratan
dan perairan pesisir sangat penting artinya bagi bangsa dan ekonomi Indonesia. Wilayah ini
bukan hanya merupakan sumber pangan yang diusahakan melalui kegiatan perikanan dan
pertanian, tetapi merupakan pula lokasi bermacam sumber daya alam, seperti mineral, gas dan
minyak bumi serta pemandangan alam yang indah, yang dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan
manusia, perairan pesisir juga penting artinya sebagai alur pelayaran.

Apabila ditinjau dari garis pantai (coastline) maka suatu wilayah pesisir mempunyai 2
macam batas (boundaries), yaitu batas sejajar garis pantai (longshore) dan batas tegak lurus
terhadap garis pantai (crossshore). Batas wilayah pesisir kearah laut mencakup bagian atau batas
terluar daripada daerah paparan benua (continental shelf) dimana cirri-ciri perairan ini masih
dipengaruhi oleh prose salami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun proses yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran.

Klasifikasi wilayah pesisir menurut komunitas hayati yaitu:

1. ekosistem litoral yang terdiri dari pantai pasir dangkal, pantai batu, pantai
karang, pantai lumpur

2. hutan payau

3. vegetasi terna rawa payau\

4. hutan rawa air tawar


5. hutan rawa gambut

Secara garis besar gejala kerusakan lingkungan yang mengancam kelestarian sumber
daya pesisir dan lautan di Indonesia yaitu : pencemaran, degradasi fisik habitat, over eksploitasi
sumber daya alam, abrasi pantai, konservasi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan
lainnya dan bencana alam. Permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan wilayah pesisir dan
laut, khususnya di Indonesia yaitu :

1. Pemanfaatan ganda

2. Pemanfaatan tak seimbang

3. Pengaruh kegiatan manusia

4. Pencemaran wilayah pesisir.

Wilayah pesisir dan laut Indonesia sangat rentan terhadap berbagai ancaman pencemaran
baik yang berasal dari aktivitas domestik manusia (marine debris), industri (pengolahan
perikanan), perhubungan laut seperti tumpahan minyak (oil spill), maupun aktivitas lainnya.
Perairan wilayah pesisir umumnya merupakan perangkap zat-zat hara maupun bahan-bahan
buangan.  Oleh karena itu pemanfaatan ganda yang tidak direncanakan dengan
cermat akan menimbulkan masalah lingkungan yang berhubungan dengan bahan buangan.
Sampah organiK dari kota, sisa-sisa pestisida dan pupuk pertanian, bahan buangan industri dan
sebagainya, akan terbawa aliran air sungai dan pada akhirnya akan mencapai perairan wilayah
pesisir. 

Jika dilihat dari sumber (asal) kejadiaanya, jenis kerusakan lingkungan ada yang dari luar
sistem wilayah pesisir dan juga dari dalam wilayah pesisir itu sendiri.  Pencemaran berasal dari
limbah yang dibuang oleh berbagai kegiatan pembangunan (seperti tambak, perhotelan,
pemukiman dan industri) yang terdapat di dalam wilayah pesisir, dan juga berupa kiriman dari
berbagai kegiatan pembangunan di daerah lahan atas.

 Sumber  pencemaran perairan pesisir biasa terdiri dari :

1. Limbah industri
2. Limbah cair pemukinan (sewage)

3. Limbah cair perkotaan (urban stormwater)

4. Pelayaran (shipping)

5. Pertanian

6. Perikanan budidaya. 

 Bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah tersebut berupa:
sediment, unsure hara (nutriens), logam beracun (toxic metals), pestisida, organisme eksotik,
organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substances (bahan-bahan yang menyebabkan
oksigen yang terlarut dalam air laut berkurang).

Daftar Pustaka :

apedal, 1997.  Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan


Lingkungan Hidup.  Badan Pengendali Dampak Lingkungan. Jakarta.

Dahuri R, Ginting Sp, Rais J, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan
Lautan Secara Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita.

Bengen DG. 2001. Pedoman Teknik Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Bogor:
Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Laut IPB.

Direktorat Jenderal Pengelolaan Ruang Laut. Pencemaran Laut. 2 Oktober 2020. 19.30 [Diakses
3 April 2023]. Diakses dari https://kkp.go.id/djprl/artikel/23631-pencemaran-laut#

Anda mungkin juga menyukai