Anda di halaman 1dari 13

1

"Tindak pidana korupsi dalam

Peraturan perundang-undangan di Indonesia"


Makalah ini Dibuat untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah
“pendidikan pancasila”
Dosen Pengampu : Tri shandra abridinata W, MA

Di Susun Oleh Kelompok 3 :


1. Rika damayanti ( 2286232075 )

2. Ririn Fahera Juliati ( 2286232012 )


3.Pika Saputri (2296232050)

4. Amahidayatul Nufus (2286232091)

UNIVERSITAS NURUL HUDA


FAKULTAS AGAMA ISLAM

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

OKU TIMUR 2022

COVER................................................................................................... Error! Bookmark not

1
2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................2

KATA PENGANTAR ................................................................Error! Bookmark not defined

BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang Masalah.........................................................................................4

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................4

1.3 Tujuan .....................................................................................................................5

BAB 2 PEMBAHASAN ............................................................................................................6


1.Undang undang Tindak pidana korupsi.........................................................................6
2.Isi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia..........................................................6

3.Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi........................................................................6

BAB 3 PENUTUPAN.............................................................................................................. 11

1.Kesimpulan..................................................................................................................11

2.Saran........................................................................................................................... 12

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah Tuhan seluruh alam. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurah limpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw, sertkepada keluarganya, para

2
3

sahabatnya, para tabi’in-tabi’at, dan In Sha Allah akan sampaikepada kita selaku umatnya Nabi
Muhammad Saw.

Dan tak lupa juga kami ucapkan terimakasih kepada Tri shandra abridinata W, MA selaku dosen
Pengantar Pendidikan pancasila yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini,
kepada teman-teman juga yang ikut serta mendukung dalam penyusunan makalah yang kami
lakukan, dan tak lupa juga kepada orangtua kami yang selalu memberikan do’a kepada kami,
sehingga kami mendapatkan kemudahan dalam penyusunan makalah ini.

Kami sadar dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan, untuk itu kami harap
kepada pembaca yang budiman untuk memberikan kritik dan saran mengenai makalah yang
kami susun.Mudah-mudahan Allah Swt melimpahkan Rahmat dan Inayah-Nya kepada kita
semua sehingga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua terutama bagi pembaca dan
penyusun makalah ini. Aamiin.......

BAB1
PENDAHULUAN

3
4

1.Latar Belakang masalah

Saat ini, kewenangan untuk merumuskan peraturan perundang undangan, dimiliki oleh
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Dewan Perwakilan
Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat merupakan lembaga dengan fungsi utamanya
pengawasan dan legislasi ataupun ditambah dengan fungsi anggaran sebagai instrumen yang
penting dalam rangka fungsi pengawasan lembaga terhadap pemerintah.Di Indonesia sendiri
praktik korupsi sudah sedemikian parah dan akut. Telah banyak gambaran tentang praktik
korupsi yang terekspos ke permukaan. Di negeri ini sendiri, korupsi sudah seperti sebuah
penyakit kanker ganas yang menjalar ke sel-sel organ publik, menjangkit ke lembaga-lembaga
tinggi Negara seperti legislatif, eksekutif dan yudikatif hingga ke BUMN.

Peraturan perundang-undangan yang khusus mengatur tentang tindak pidana korupsi sudah
ada. Di Indonesia sendiri, undang-undang tentang tindak pidana korupsi sudah 4 (empat) kali
mengalami perubahan. Adapun peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
korupsi, yakni Undang-undang nomor 24 Tahun 1960 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi, Undang-undang nomor 3 Tahun 1971 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi,
Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, Undang-
undang nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang pemberantasan tindak
pidana korupsi. Fenomena korupsi sudah ada di masyarakat sejak lama, tetapi baru menarik
perhatian dunia sejak perang dunia kedua berakhir. Di Indonesia sendiri fenomena korupsi ini
sudah ada sejak Indonesia belum merdeka. Salah satu bukti yang menunjukkan bahwa korupsi
sudah ada dalam masyarakat Indonesia jaman penjjajahan yaitu dengan adanya tradisi
memberikan upeti oleh beberapa golongan masyarakat kepada penguasa setempat.

.2 Rumusan Masalah
Kurangnya memaknai arti sesungguhnya dari Pancasila terutama Pancasila merupakan
sumber dari segala sumber hukum. Maka perlu pendalaman agar lebih mengerti bahwa
Pancasila merupakan pedoman dan anutan daripada hukum bangsaIndonesia.Adapun rumusan
masalahnya sebagai berikut:

1.Bagaimana Penjelasan undang undang tindak pidana korupsi di Indonesia?

2.Apa saja isi perundang-undangan tentang tindak pidana korupsi di Indonesia?

3.Bagaimana cara pemberantasan tindak pidana korupsi di Indonesia?

3.Tujuan

4
5

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini antar lain:

1.Dapat mengetahui dan memahami Tentang tindak pidana korupsi yang ada di Indonesia

2.Dapat mengetahui dan memahami Isi di dalam perundang-undangan tentang tindak pidana
korupsi di Indonesia
3.Dapat mengetahui dan memahami Cara memberantas tindak pidana korupsi

Jimly Asshiddiqie, Format Kelembagaan Negara dan Pergeseran Keuangan dalam UUD 1945,FH UII Press, Yogyakarta, 2005, hal 17

BAB 2
PEMBAHASAN

A. Undang-Undang Tindak pidana korupsi

1.Isi Peraturan Perundang-undangan di Indonesia

5
6

Undang-undang di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana korupsi adalah UU No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah
dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Orang yang membantu pelaku tindak pidana korupsi
dikenakan ancaman pidana yang sama dengan yang dikenakan kepada pelaku korupsi (lihat
Pasal 15 UU Tipikor). Baharuddin Lopa mengutip pendapat dari David M. Chalmers,
menguraikan arti istilah korupsi dalam berbagai bidang, yakni yang menyangkut masalah
penyuapann yang berhubungan dengan manipulasi di bidang ekonomi, dan yang menyangkut
bidang kepentingan umum.Ketentuan ini juga berlaku untuk setiap orang yang berada di luar
wilayah Indonesia yang membantu pelaku tindak pidana korupsi (Pasal 16 UU Tipikor).Ancaman
pidana untuk orang yang turut serta melakukan tindak pidana korupsi, kita perlu perlu merujuk
pada ketentuan umum hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana .Pasal 55 ayat (1) KUHP, orang yang turut serta melakukan perbuatan pidana, dipidana
sebagai pelaku tindak pidana. Jadi, berdasarkan Pasal 55 ayat (1) KUHP orang yang turut serta
melakukan tindak pidana korupsi juga dipidana dengan ancaman pidana yang sama dengan
pelaku tindak pidana korupsi.

2. Pasal Tindak Pidana Korupsi

Peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mengatur mengenai tindak pidana


korupsi, saat ini sudah lebih baik dibandingkan sebelumnya dengan dikeluarkannya UU No. 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas Dari KKN, UU No. 31
Tahun 1999 jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.
30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta terakhir dengan
diratifikasinya United Nations Convention Against Corruption, 2003 (Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa Anti Korupsi, 2003) dengan UU No. 7 Tahun 2006. Menurut UU No. 31 Tahun
1999 UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang termasuk
dalam Tindak Pidana Korupsi adalah sebagai berikut :

1. (Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999)

Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian
negara.

2. (Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999)

Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu
korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena
jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara

6
7

3. (Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2001)

Setiap orang atau pegawai negeri sipil/penyelenggara negara yang memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud
supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu
dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya; atau memberi sesuatu kepada
pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang
bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya.

4.(Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001)

Setiap orang yang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada hakim dengan maksud untuk
mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili; atau. memberi atau
menjanjikan sesuatu kepada seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri sidang pengadilan dengan maksud
untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan berhubung dengan perkara
yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili. (Pasal 6 UU No. 20 Tahun 2001).
5. Pasal 7 UU No. 20 Tahun 2001:

a.) pemborong, ahli bangunan yang pada waktu membuat bangunan, atau penjual bahan
bangunan yang pada waktu menyerahkan bahan bangunan, melakukan perbuatan curang yang
dapat membahayakan keamanan orang atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan
perang

b.)setiap orang yang bertugas mengawasi pembangunan atau penyerahan bahan bangunan,
sengaja membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang atau
barang, atau keselamatan Negara dalam keadaan perang

c.)setiap orang yang pada waktu menyerahkan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia
dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan perbuatan curang yang dapat
membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang; atau

d.)setiap orang yang bertugas mengawasi penyerahan barang keperluan Tentara Nasional
Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan sengaja Membiarkan
perbuatan curang yang dapat membahayakan keselamatan negara dalam keadaan perang.

e.)Bagi orang yang menerima penyerahan bahan bangunan atau orang yang menerima
penyerahan barang keperluan Tentara Nasional Indonesia dan atau Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan membiarkan perbuatan curang yang dapat membahayakan keamanan orang
atau barang, atau keselamatan negara dalam keadaan perang atau yang dapat membahayakan

7
8

keselamatan negara dalam keadaan perang.


6. t (Pasal 8 UU No. 20 tahun 2001)

Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja menggelapkan uang
atau surat berharga yang disimpan karena jabatannya, atau membiarkan uang atau surat
berharga tersebut diambil atau digelapkan oleh orang lain, atau membantu dalam melakukan
perbuatan tersebut

7. (Pasal 9 UU No. 20 tahun 2001

Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu jabatan
umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja memalsu buku-buku
atau daftar-daftar yang khusus untuk pemeriksaan administrasi

8.(Pasal 10 UU No. 20 Tahun 2001)

Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang diberi tugas menjalankan suatu
jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, dengan sengaja contohnya
sebagai berikut :

a.)menggelapkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai barang,


akta, surat, atau daftar yang digunakan untuk meyakinkan atau membuktikan di muka pejabat
yang berwenang, yang dikuasai karena jabatannya; atau

b.) membiarkan orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak
dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut; atau

c.)membantu orang lain menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau membuat tidak


dapat dipakai barang, akta, surat, atau daftar tersebut.
9. (Pasal 11 UU No. 20 Tahun 2001)

Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui
atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau
kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang
memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

10. Pasal 12 UU No. 20 Tahun 2001 :


a.)pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan

8
9

agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan
kewajibannya;

b.)pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau
patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah
melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan
kewajibannya;

c.)hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya
untuk diadili;

d.)seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan ditentukan menjadi


advokat untuk menghadiri sidang pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau
pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan
untuk diadili;

e.)pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya
memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan
potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;

f.)pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta,
menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara
yang lain atau kepada kas umum, seolaholah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang
lain atau kas umum tersebut mempunyai utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal
tersebut bukan merupakan utang;

g.)pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta
atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolaholah merupakan utang kepada
dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;

h.) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah
menggunakan tanah negara yang di atasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan
peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya
bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau

i. pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan
sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat

9
10

dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau
mengawasinya.

11.(Pasal 12B UU No. 20 Tahun 2001)

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap,
apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau
tugasnya.

12.(Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999

Setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat
kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya, atau oleh pemberi
hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan (Pasal 13 UU No. 31 Tahun
1999).

13. (Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999)

Setiap orang yang melanggar ketentuan Undang-undang yang secara tegas menyatakan bahwa
pelanggaran terhadap ketentuan Undang-undang tersebut sebagai tindak pidana korupsi
berlaku ketentuan yang diatur dalam Undangundang ini

10
11

BAB 2
PENUTUPAN
1.Kesimpulan
Dalam KUH Pidana terdapat pasal-pasal tertentu yang secara substansial terkandung makna
dari pengertian korupsi. Ketentuan-ketentuan KUH Pidana dalam pengertian sempit sebenarnya
sudah cukup mampu menampung dan mewadahi berbagai bentuk perilaku menyimpang yang
di dalam kepustakaan dipahami sebagai korupsi. Misalnya kejahatan jabatan, kejahatan
penyuapan, penggelapan dan sebagainya. Dalam perspektif perundang-undangan pidana
diambil alih pengaturannya dan dikualifikasikan sebagai jenis tindak pidana korupsi. Kebijakan
perundang-undangan, khususnya di bidang hukum pidana telah mengalami dinamika yang luar
biasa sebagai respon dan wujud kegalauan masyarakat terhadap masalah korupsi yang telah
menyengsarakan rakyat Indonesia. Hampir tidak ada satupun tindak pidana yang mendapatkan
respons dan perhatian yang sangat luar biasa dari kebijakan perundang-undangan, selain tindak
pidana korupsi. Sampai hari ini saja tercatat paling sedikit ada tujuh UU khusus yang secara
normatif masih berlaku dan dapat dipergunakan untuk mencegah dan memberantas tindak
pidana korupsi. UU tersebut meliputi :

11
12

1. UU No. 31 Tahun 1999 mengenai Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah
diubah dengan UU No. 20 tahun 2001.

2. UU No. 30 Tahun 2002 mengenai Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


3. UU No. 46 Tahun 2009 mengenai Pengadilan Tindak Pidan Korupsi.
4. UU No. 28 Tahun 1999 mengenai Penyelenggaraan Negara yang bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

5. UU No. 8 Tahun 2010 mengenai Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang.

6. UU No. 13 Tahun 2006 mengenai Perlindungan Saksi dan Korban.


7. UU No. 7 Tahun 2006 mengenai Pengesahan Konvensi Perserikatan BangsaBangsa Anti
Korupsi, 2003.

2.Saran

Semoga dengan penjabaran tadi mengenai tindak pidana korupsi dalam Peraturan
perundang-undangan Di Indonesia menjadi suatu langkah awal kita untuk menumbuhksn rasa
dan jiwa kita untuk senantiasa menjauhi tindak pidana korupsi dan selalu memberantas adanya
korupsi karena seperti yang kita ketahui bahwa tindak pidana korupsi adalah salah satu
perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan

12
13

Daftar Pustaka
Tindak Pidana Korupsi. Sinar Grafika : Jakarta Jimly Asshiddiqie. 2005. Format Kelembagaan
Negara dan Pergeseran Keuangan dalam UUD 1945,FH UII Press, Yogyakarta
http://stiebanten.blogspot.com/2011/06/hambatan-dan-tantangan-dalam.html
http://dianhardiantii.blogspot.com/2014/12/makalah-pkn-pancasila-sebagaisumber.html
https://luk.staff.ugm.ac.id/atur/mkwu/8-PendidikanPancasila.pdf
http://andisarai.blogspot.com/2016/10/makalah-pendidikan-pancasilatantangan.htm

13

Anda mungkin juga menyukai