Anda di halaman 1dari 7

Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.

com

Lihat diskusi, statistik, dan profil penulis untuk publikasi ini di:https://www.researchgate.net/publication/357323258

TRANSAKSI TEKNIK KIMIA Aplikasi Life Cycle Assessment untuk Peningkatan


Strategi Pengelolaan Energi dan Limbah: Studi Kasus Pabrik Pupuk di Indonesia

Artikeldi dalamTransaksi Teknik Kimia · Desember 2021


DOI: 10.3303/CET2189025

KUTIPAN BACA
3 170

3 penulis, termasuk:

Joni Adiansyah H. Hadiyanto


UniversitasMuhammadiyah Mataram, Indonesia Universitas Diponegoro

32PUBLIKASI361KUTIPAN 365PUBLIKASI3.163KUTIPAN

LIHAT PROFIL LIHAT PROFIL

Beberapa penulis publikasi ini juga mengerjakan proyek terkait berikut:

Proyek Eksplorasi Panas BumiLihat proyek

Dasar 2014Lihat proyek

Semua konten yang mengikuti halaman ini diunggah olehJoni Adiansyahpada 25 Desember 2021.

Pengguna telah meminta peningkatan file yang diunduh.


145

Sebuah publikasi dari

TEKNIK KIMIATRANSAKSI
VOL. 89, 2021 Asosiasi Teknik Kimia
Italia
Online di www.cetjournal.it

Editor Tamu:Jeng Shiun Lim, Nor Alafiza Yunus, Jiří Jaromír Klemeš Hak
Cipta © 2021, AIDIC Servizi Srl ISBN978-88-95608-87-7;ISSN2283-9216
DOI: 10.3303/CET2189025

Penerapan Penilaian Siklus Hidup untuk Meningkatkan


Energi dan Strategi Pengelolaan Limbah: Studi Kasus
Pabrik Pupuk di Indonesia
Joni S.AdiansyahA,*, Hadiyanto HadiyantoC, Naliawati NingrumB
AJurusan Teknik Pertambangan, Universitas Muhammadiyah Mataram, Indonesia
BDepartemen Keselamatan dan Lingkungan, PT Pupuk Kujang, Indonesia
CSekolah Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Indonesia
joni.adiansyah@ummat.ac.id

Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang banyak mengkonsumsi pupuk untuk kegiatan
pertanian. Sebanyak 6,27 Mt pupuk urea per tahun dikonsumsi. Oleh karena itu, beberapa pabrik pupuk
beroperasi di Indonesia dan salah satunya dikelola oleh PT Pupuk Kujang. Pabrik tersebut berlokasi di
Cikampek Jawa Barat dan memiliki dua jalur produksi dimana masing-masing jalur memiliki kapasitas
produksi sebesar 570.000 ton urea per tahun. Studi ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi dampak dan
hotspot lingkungan dari pabrik pupuk. Metode Life Cycle Assessment (LCA) diterapkan dan menggunakan
analisis Centrum Voor Milieuwetenschappen Impact Assessment (CML-IA) untuk life cycle impact assessment
(LCIA). Tiga kategori utama dianalisis, yaitu perubahan iklim, pengasaman, dan eutrofikasi. Satuan fungsional
adalah potensi dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh produksi pupuk urea sebanyak 50 kg. Proses
produksi (amonia, dan urea) dan distribusi dianggap sebagai batas sistem. Tujuh proses produksi terjadi di
pabrik urea meliputi sintesis, pemurnian, pemekatan, prilling, recovery, proses kondensat, dan proses
bagging. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 50 kg pupuk urea mengeluarkan 4,73 kg CO2-eq, 0,03 kg SO2
-eq, dan 0,015 kg PO4-eq dan titik panas lingkungan disebabkan oleh konsumsi listrik dari BUMN (31,5 %),
kandungan polypropylene dalam kemasan pupuk (0,74 %), dan transportasi (1,48 %). Hotspot lingkungan ini
memberikan peluang untuk pengenalan energi terbarukan dan penerapan program penggunaan kembali
kemasan untuk mengurangi potensi dampak lingkungan tersebut. Strategi tersebut meningkatkan kinerja
lingkungan PT Pupuk Kujang sebagai produsen pupuk urea.

1. Perkenalan
Pupuk merupakan salah satu unsur hara tanaman kritis yang biasa digunakan oleh petani untuk meningkatkan produksi hasil. Ada
tiga unsur hara utama, yaitu Nitrogen (N), Fosfor (P), dan Kalium (P), yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Ketiga nutrisi ini memiliki tujuan penggunaannya masing-masing. Penggunaan Nitrogen membantu pertumbuhan
tanaman, vigor, warna, dan hasil sedangkan unsur hara Fosfor berkontribusi pada perkembangan tanaman termasuk pemasakan biji
dan buah (Firmansyah et al., 2017). Selain itu, Kalium akan meningkatkan tingkat ketahanan tanaman terhadap faktor eksternal
termasuk penyakit dan kekeringan.
Ada dua jenis pupuk yang umum di dunia, yaitu pupuk organik dan pupuk mineral. Pupuk organik dihasilkan
dari bahan organik seperti sisa makanan, hewan, dan sisa tanaman. Di sisi lain, bahan baku pupuk mineral
(umumnya dikenal sebagai pupuk anorganik) meliputi gas alam, dan udara. Perbandingan kedua jenis pupuk
tersebut disajikan pada Tabel 1.
Konsumsi pupuk mineral di seluruh dunia cenderung meningkat setiap tahun seperti yang disajikan pada
Gambar 1 dimana rata-rata total persentase kenaikan tiga pupuk utama selama tahun 2010-2018 adalah
sekitar 15%. Konsumsi tertinggi adalah pupuk Nitrogen (N) yang mencapai 107 Mt dan diikuti pupuk Fosfor (P)
dengan total konsumsi sekitar 47 Mt.

Kertas Diterima: 27 Juni 2021; Revisi: 3 September 2021; Diterima: 7 November 2021
Silakan mengutip artikel ini sebagai: Adiansyah JS, Hadiyanto H., Ningrum N., 2021, Penerapan Penilaian Siklus Hidup untuk Meningkatkan
Strategi Pengelolaan Energi dan Limbah: Studi Kasus Pabrik Pupuk di Indonesia, Transaksi Teknik Kimia, 89, 145- 150 DOI:10.3303/CET2189025
146

Tabel 1 Perbandingan Pupuk Organik dan Anorganik (Yara, 2018)


Karakteristik Pupuk organik Pupuk Mineral
Sumber kotoran hewan, sisa makanan, sisa gas alam, udara, tambang
tanaman
Kombinasi Nutrisi dan kandungan gizi tinggi, kandungan gizi rendah,
Aplikasi konsumsi rendah per area konsumsi tinggi per area
Produksi deviasi tinggi skala kecil skala industri
Kualitas dan menengah standardisasi produk

Gambar 1: Konsumsi pupuk di seluruh dunia (IFA, 2019)

Kedua pupuk (N dan P) ini terutama tersebar di dua kawasan Asia, yaitu Asia Timur dan Asia Selatan, seperti disajikan
pada Gambar 2. Menurut FAO (2019) klasifikasi kawasan Asia Timur meliputi beberapa negara antara lain Brunei
Darussalam, Kamboja, Cina, Indonesia, Jepang, Republik Demokratik Rakyat Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar,
Filipina, Republik Korea, Singapura, Thailand, Timor-Leste, dan Vietnam. Negara-negara Asia Timur mengkonsumsi
sekitar 31% Nitrogen dan 33% pupuk Fosfor seperti yang disajikan pada Gambar 2. Sebagai bagian dari wilayah Asia
Timur, Indonesia mengkonsumsi sekitar 6,27 Mt pupuk Nitrogen sebagai Urea pada tahun 2018 dimana tingkat
konsumsi meningkat 5% dibandingkan dengan tahun sebelumnya (Kemenperin, 2019).

(A) (B)

Gambar 2: Persentase konsumsi (a) Nitrogen, dan (b) Fosfor (diadaptasi dari IFA, 2019)

Produksi dan konsumsi pupuk secara massal berkontribusi terhadap degradasi lingkungan (Kytta et al., 2020).
Kontribusi dampak umumnya dihasilkan dari proses produksi, distribusi, dan tahap aplikasi. Beberapa
dampak lingkungan yang mungkin terjadi dari tahap produksi, distribusi, dan aplikasi antara lain pemanasan
global (Chen et al., 2018), pencemaran air, dan pengasaman tanah (Quiros et al., 2015). Isu lingkungan lain
yang terkait dengan industri pupuk adalah konsumsi energi dan limbah yang dihasilkan. Total konsumsi
energi untuk produksi pupuk setiap tahunnya diperkirakan sebesar 1,2% dari total energi dunia (IFA, 2014).
Selain itu, DEN (2019) dan EIA (2016) mencatat industri pupuk masuk dalam tiga besar
147

sektor industri untuk konsumen energi di Indonesia dan China. Oleh karena itu, industri pupuk juga dikenal sebagai industri
yang padat energi. Beberapa penelitian juga mencatat bahwa kantong pupuk bekas merupakan salah satu sampah plastik
kota yang banyak ditemukan di TPA (Hidayah dan Syafrudin, 2018). Kedua fakta ini menyimpulkan mengapa pengelolaan
energi dan limbah merupakan dua elemen penting yang harus diperhatikan dalam meningkatkan kinerja lingkungan sebuah
pabrik pupuk.
Salah satu strategi yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kinerja lingkungan industri adalah dengan menerapkan pengelolaan lingkungan yang efektif. Kinerja lingkungan dapat ditingkatkan dengan mengelola hotspot lingkungan yang terjadi. Saat ini,

pengelolaan lingkungan memiliki berbagai alat yang akan membantu menemukan hotspot lingkungan termasuk Life Cycle Assessment (LCA). Selain itu, LCA juga merupakan alat yang berguna untuk mengidentifikasi potensi dampak lingkungan dari suatu proses

produksi seperti panas bumi (Adiansyah, et al., 2021), pupuk (Adiansyah et al., 2019), pengelolaan tailing tambang (Adiansyah et al. , 2017). Hasler dkk. (2015) melakukan penelitian untuk membandingkan lima dampak lingkungan (perubahan iklim, pengasaman,

eutrofikasi, penipisan bahan bakar fosil, dan penipisan sumber daya) dari berbagai jenis pupuk. Studi tersebut mengungkapkan bahwa penyumbang terbesar untuk kategori dampak perubahan iklim, pengasaman, dan bahan bakar fosil adalah produksi proses pupuk.

Penelitian lain tentang pemupukan juga ditemukan seperti pemupukan pada kopi (Vera-Acevedo et al., 2016), jagung dan kedelai (Romeiko, 2019), kembang kol dan tomat (Quiros et al., 2015). Penulis menemukan bahwa hanya satu studi yang terkait dengan produksi

pupuk di Indonesia (Adiansyah et al., 2019). Literatur saat ini, bagaimanapun, belum membahas skenario untuk mengurangi titik panas lingkungan karena produksi pupuk. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengisi kesenjangan dan menemukan kebaruan

dampak lingkungan dari produksi dan distribusi pupuk di Indonesia. dan kategori dampak bahan bakar fosil adalah proses produksi pupuk. Penelitian lain tentang pemupukan juga ditemukan seperti pemupukan pada kopi (Vera-Acevedo et al., 2016), jagung dan

kedelai (Romeiko, 2019), kembang kol dan tomat (Quiros et al., 2015). Penulis menemukan bahwa hanya satu studi yang terkait dengan produksi pupuk di Indonesia (Adiansyah et al., 2019). Literatur saat ini, bagaimanapun, belum membahas skenario untuk

mengurangi titik panas lingkungan karena produksi pupuk. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengisi kesenjangan dan menemukan kebaruan dampak lingkungan dari produksi dan distribusi pupuk di Indonesia. dan kategori dampak bahan bakar fosil

adalah proses produksi pupuk. Penelitian lain tentang pemupukan juga ditemukan seperti pemupukan pada kopi (Vera-Acevedo et al., 2016), jagung dan kedelai (Romeiko, 2019), kembang kol dan tomat (Quiros et al., 2015). Penulis menemukan bahwa hanya satu studi

yang terkait dengan produksi pupuk di Indonesia (Adiansyah et al., 2019). Literatur saat ini, bagaimanapun, belum membahas skenario untuk mengurangi titik panas lingkungan karena produksi pupuk. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengisi

kesenjangan dan menemukan kebaruan dampak lingkungan dari produksi dan distribusi pupuk di Indonesia. kembang kol dan tomat (Quiros et al., 2015). Penulis menemukan bahwa hanya satu studi yang terkait dengan produksi pupuk di Indonesia (Adiansyah et al.,

2019). Literatur saat ini, bagaimanapun, belum membahas skenario untuk mengurangi titik panas lingkungan karena produksi pupuk. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengisi kesenjangan dan menemukan kebaruan dampak lingkungan dari produksi

dan distribusi pupuk di Indonesia. kembang kol dan tomat (Quiros et al., 2015). Penulis menemukan bahwa hanya satu studi yang terkait dengan produksi pupuk di Indonesia (Adiansyah et al., 2019). Literatur saat ini, bagaimanapun, belum membahas skenario untuk

mengurangi titik panas lingkungan karena produksi pupuk. Oleh karena itu, penelitian ini mencoba untuk mengisi kesenjangan dan menemukan kebaruan dampak lingkungan dari produksi dan distribusi pupuk di Indonesia.

Makalah ini bertujuan untuk mengkaji potensi dampak lingkungan dan hotspot lingkungan dari produksi pupuk di
PT Pupuk Kujang, Jawa Barat, Indonesia.

2. Metode
PT Pupuk Kujang memiliki dua pabrik pupuk yang dikenal dengan Pupuk Kujang 1A dan Pupuk Kujang 1B. Kajian LCA ini
difokuskan pada Pabrik Pupuk Kujang 1B yang memiliki kapasitas produksi 570.000 urea per tahun. Metode LCA mengacu
pada ISO 14040:2006 yang terbagi menjadi empat tahapan utama, yaitu tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis
dampak siklus hidup, dan interpretasi (ISO, 2006). Konsumsi energi dan pengelolaan limbah kemasan bekas pupuk dipilih
sebagai dua parameter utama dalam penelitian ini. Potensi dampak lingkungan dianalisis menggunakan SimaPro dengan
faktor karakterisasi CML-IA.
Analisis skenario yang disajikan pada bagian 3.3 diterapkan dengan memperkenalkan beberapa strategi untuk mengurangi
hotspot lingkungan yang teridentifikasi. Dua skenario utama yang mungkin adalah sebagian mengganti energi bahan bakar
fosil dengan energi terbarukan, dan memperkenalkan program penggunaan kembali kemasan pupuk urea. PV surya
diusulkan untuk menggantikan energi bahan bakar fosil di fasilitas pabrik bagging yang saat ini mengkonsumsi listrik
538.000 kWh/y. Dua skenario pengurangan diterapkan, yaitu 10% energi terbarukan, dan 100% energi terbarukan. Selain itu,
kontribusi skenario reuse kemasan pupuk terhadap pengurangan dampak lingkungan hanya dihitung dari persen kontribusi
dampak bahan propylene.

2.1 Unit fungsional dan batas sistem


Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis dampak lingkungan dari produksi urea di Pabrik Pupuk Kujang
1B. Selain itu, satuan fungsional yang digunakan dikaitkan dengan potensi dampak lingkungan dari produksi
urea 50 kg. Ada tiga kategori dampak lingkungan potensial kritis terkait dengan pabrik pupuk yang dianalisis:
perubahan iklim, pengasaman, dan eutrofikasi (Hasler et al., 2015).
Ruang lingkup penelitian ini dijelaskan oleh batas sistemnya. Batas sistem yang didefinisikan sebagai batas
sistem cradle to gate dibagi menjadi tiga tahap utama, seperti yang disajikan pada Gambar 3. Proses hulu
mencakup pasokan bahan baku termasuk gas alam, kimia, dan air. Dua proses produksi utama yang terlibat
dalam tahap inti adalah produksi amoniak dan urea. Produk akhir berupa 50 kg urea diangkut ke fasilitas
penyimpanan urea, dan tahap ini diklasifikasikan sebagai proses hilir.

2.2 Persediaan siklus hidup

Inventarisasi siklus hidup bertujuan untuk mengumpulkan semua bahan dan konsumsi energi untuk menghasilkan
pupuk urea sesuai unit fungsionalnya. Bahan-bahan yang dibutuhkan antara lain gas alam, air, bahan kimia, dan
solar. PT Pupuk Kujang Indonesia menyediakan data operasional pabrik amoniak, pabrik urea, dan proses distribusi.
Total konsumsi gas alam (bahan baku) yang diinjeksikan ke Pabrik Amoniak adalah sekitar 7.589.577 MBTU/y untuk
menghasilkan 307.422 t Amoniak panas dan 7.985 t Amoniak dingin seperti disajikan pada Tabel 2. Pabrik Amoniak
memasok amoniak panas ke pabrik urea untuk menghasilkan 528.350 t urea. Penyaluran pupuk urea ke penjual
(distributor pupuk) menggunakan truk berkapasitas total 8 ton.
148

Pembangkit Uap Instrumen Udara dan Pabrik Udara

KE HULU PROSES INTI HILIR

Bahan baku Amonia Urea


Gas alam Angkutan 1. Unit Pengolah Pakan 1. Unit Sintesis
Bahan kimia 2. Unit Reformasi 2. Unit Pemurnian Distribusi
3. Unit Pemurnian Syngas 3. Satuan Konsentrasi
Air (sungai) Listrik 4. Unit Sintesis Ammonia 4. Unit Pemisahan

5. Unit Pemurnian Amonia 5. Unit Pemulihan


6. Proses Pengupasan Kondensat 6. Proses Perawatan Kondensat
7. Pabrik Pengantongan

Pabrik pengolahan air limbah Emisi Langsung ke Lingkungan

Gambar 3: Batas sistem

Tabel 2: Inventaris siklus hidup

Proses Produk/Keluaran Jumlah/tahun Satuan

Pabrik Amonia Produk – Produk Amonia Panas – Keluaran 307.422 T


Amonia Dingin – Keluaran Gas Alam Terolah 7.985 T
Unit pengolah pakan – Keluaran Gas Sintesis – Keluaran Gas 210.427.873 Nm3
Satuan reformasi Sintesis Terolah – Amonia (konsentrasi 13 %) 1.108.943.022 Nm3
Unit pemurnian syngas Keluaran – Amonia (konsentrasi 99,8 %) 984.096.347 Nm3
Unit sintesis amonia Keluaran – Kondensat 312.942 M3
Unit Pemurnian Ammonia 315.407 T
Process Condensate Stripper 388.396 T
Pabrik Urea Produk – Urea 528.350 T
Satuan sintesis Keluaran – Larutan Urea (konsentrasi 49 %) 1.109.454 T
Satuan pemurnian Keluaran – Larutan Urea (konsentrasi 64 %) 798.955 T
Satuan konsentrasi Keluaran – Larutan Urea (konsentrasi 99,8 %) 536.112 T
Satuan priling Keluaran – Urea Prilled 533.829 T
Satuan pemulihan Keluaran – Solusi Karbamat 415.354 T
Proses pengolahan kondensat Output – Off Gas 71.288 T
Keluaran – Kondensat terolah menjadi Keluaran 3.240 T
Prilling – Terolah Kondensat menjadi Keluaran 7.315 T
Pabrik Pengemasan Utilitas – Paket Urea 50 Kg 528.350 T
Distribusi Produk – Mengangkut Urea 63.917 T
Sumber: PT Pupuk Kujang (2019)

3. Hasil dan Pembahasan


3.1 Penilaian dampak
Inventarisasi data yang disajikan pada Tabel 2 dianalisis dengan menggunakan SimaPro (versi 8.5.2) dan difokuskan pada tiga
kategori dampak titik tengah: perubahan iklim, pengasaman, dan eutrofikasi. Secara umum, Life Cycle Assessment Impact (LCIA)
menunjukkan bahwa proses produksi pupuk urea memberikan kontribusi sekitar 70 % dari total dampak lingkungan, sebagaimana
disajikan pada Tabel 3. Hasil tersebut juga menunjukkan bahwa kontribusi proses produksi pupuk urea 50 kg terhadap pemanasan
global, pengasaman, dan eutrofikasi yang dihasilkan sebesar 4,73 kg CO2-eq, 0,03 kg SO2- eq, dan 0,015 kg PO4-eq seperti yang
disajikan pada Tabel 3.
Konsumsi bahan, energi dan air dalam produksi pupuk urea yang lebih tinggi dibandingkan dengan proses distribusi
mengakibatkan dampak lingkungan yang lebih tinggi. Misalnya, proses produksi membutuhkan molibdenum sebagai katalis
untuk mengubah senyawa belerang menjadi hidrogen sulfida, seperti yang disajikan dalam Persamaan (1).

R-SH + H2 → RH + H2S (1)


Di sisi lain, tidak ada input bahan kimia yang dibutuhkan pada tahap distribusi, listrik dan solar adalah dua
input utama yang dikonsumsi. Total listrik yang dikonsumsi setiap tahun oleh dua gudang pupuk (35.475 m2)
adalah sekitar 194.034 KWh. Rincian dampak lingkungan dari ketiga kategori dampak titik tengah tersebut
dibahas dalam sub-bagian 3.1.1 – 3.1.3.
149

Tabel 3: Penilaian dampak siklus hidup


Kategori dampak Satuan Tahapan Total
Persentase Distribusi Produk Urea Dampak Persentase –
sistem
batas
Pemanasan global kg CO2-persamaan 4.73 71.12 1.92 28.88 6.65
Pengasaman kg SO2-persamaan 0,0302 76.14 0,0095 23.86 0,0397
Eutrofikasi kgPO4-persamaan 0,0153 70.16 0,0065 29.84 0,0218

3.1.1 Potensi Pemanasan Global (GWP)

Emisi gas rumah kaca (GRK) memainkan peran penting dalam produksi pupuk. Produksi amoniak sebagai input utama pabrik
pupuk urea membutuhkan bahan bakar fosil berupa listrik. Oleh karena itu, pemanasan global merupakan salah satu
parameter yang paling kritis dalam penelitian ini. Analisis jaringan dengan cut-off 0,5% menunjukkan bahwa Potensi
Pemanasan Global (GWP-100) terutama disumbangkan oleh proses produksi dimana 31,5% tercatat sebagai penggunaan
listrik. Selain itu, penggunaan bahan propylene sebagai kemasan pupuk urea juga memberikan dampak lingkungan sebesar
0,74%. Sharing ini menunjukkan bahwa penggunaan kemasan pupuk yang efektif yaitu penggunaan kembali harus
dipertimbangkan dan akan membantu pengurangan emisi gas rumah kaca yang dikeluarkan oleh PT Pupuk Kujang. BUMN
Indonesia menyuplai kebutuhan listrik PT Pupuk Kujang dan PLTU merupakan sumber energi utama dalam bauran energi
Indonesia saat ini dimana energi terbarukan hanya menyumbang 14% dari total kapasitas terpasang pembangkit listrik
sebesar 64,5 GW (DEN, 2019) . Dengan kata lain, konsumsi energi dan bauran energi merupakan dua parameter utama yang
dapat mempengaruhi indikator pemanasan global.

3.1.2 Pengasaman

Belerang (S) dan Nitrogen (N) adalah dua senyawa yang mempengaruhi pengasaman dan salah satu sumber emisi
potensial dari senyawa ini adalah pembangkit listrik. Di Indonesia, bauran energi didominasi oleh dua pembangkit
berbahan bakar fosil, yaitu pembangkit listrik berbahan bakar batu bara, dan pembangkit listrik tenaga diesel.
Sumber lain senyawa Sulfur dan Nitrogen berupa SOX(Sulfur Oksida) dan NOXGas (Nitrogen Oksida) dihasilkan dari
proses produksi pupuk urea. Proses produksi ini membutuhkan gas alam dan mengeluarkan Sulfur Oksida dan
Nitrogen Oksida. LCIA menunjukkan kontribusi penggunaan gas alam dan listrik sebesar 71 % dan 22,3 % untuk
kategori dampak pengasaman. Kontribusi penggunaan gas bumi yang tinggi terkait dengan kategori dampak
pengasaman karena konsumsi gas bumi yang tinggi untuk mendukung operasi Pabrik Amoniak. Konsumsi gas alam
selama proses produksi Amoniak adalah sekitar 7.589.577 MBTU/tahun.

3.1.3 Eutrofikasi
Penyebab paling umum dari eutrofikasi berasal dari dua nutrisi, yaitu nitrogen dan fosfor. Sumber utama
polutan nitrogen adalah penggunaan pupuk untuk tujuan pertanian dan beberapa kegiatan termasuk
pembangkit listrik akan menghasilkan polutan fosfor. LCIA menunjukkan bahwa proses produksi pupuk
menyumbang 95,1% dari total kategori dampak eutrofikasi. Salah satu input penting yang berperan dalam
terciptanya eutrofikasi adalah konsumsi listrik yang dipasok oleh perusahaan milik negara Indonesia (45,4 %).
Jumlah PO4-eq yang dihasilkan oleh dua proses utama adalah 0,0153 kg untuk produksi urea dan 0,0065 kg
untuk proses distribusi.

3.2 Skenario peningkatan


Skenario Business as Usual (BAU) sebagaimana dibahas pada Bagian 3.1.1 - 3.1.3, mengungkapkan bahwa
konsumsi energi dan bahan kemasan berkontribusi pada kategori dampak lingkungan (perubahan iklim,
pengasaman, dan eutrofikasi) dan dikategorikan sebagai hotspot lingkungan. Oleh karena itu, kedua hotspot
lingkungan ini harus dikelola dengan baik untuk meningkatkan kinerja lingkungan PT Pupuk Kujang. Strategi
pengelolaan energi dan limbah harus diterapkan untuk mengurangi nilai kategori dampak lingkungan.
Pengenalan solar PV di salah satu fasilitas Pabrik Pupuk (baging plant) dipilih sebagai skenario dimana total
listrik yang dikonsumsi oleh fasilitas bagging plant sekitar 538.000 kWh/y. Dua skenario pengurangan
diterapkan, yaitu 10% energi terbarukan, dan 100% energi terbarukan.2-setara dengan 3,6 t CO2-eq per tahun
dan penurunan terendah adalah kategori dampak eutrofikasi. Pelaksanaan program daur ulang kemasan
pupuk harus diterapkan secara intensif untuk meningkatkan masa pakai pupuk kemasan. Seperti yang telah
dibahas pada Sub Bagian 3.1.1 bahwa propilena (bahan kemasan pupuk) memberikan kontribusi sekitar 0,74
% dari total dampak lingkungan. Dengan kata lain, penggunaan kembali kemasan pupuk akan memberikan
kontribusi pengurangan dampak pemanasan global kategori kurang
150

dari satu persen. Selain itu, program ini akan mengurangi produksi kemasan pupuk dan jumlah kemasan
yang dibuang ke TPA.

4. Kesimpulan
Salah satu sumber utama dampak lingkungan dalam operasional PT Pupuk Kujang adalah kontribusi dari konsumsi
listrik dari pembangkit berbahan bakar fosil dan penerapan energi terbarukan serta program penggunaan kembali
kemasan pupuk jelas dapat mengurangi tiga dampak lingkungan utama berikut, yaitu iklim perubahan,
pengasaman, dan eutrofikasi. Pengurangan emisi tertinggi akan menjadi kategori dampak perubahan iklim dengan
pengurangan 6,7% dengan mengganti sumber listrik bahan bakar fosil dengan PV surya. Selain itu, program
penggunaan kembali kemasan pupuk akan memberikan kontribusi sekitar 0,74% dari total emisi. Namun, untuk
mendapatkan hasil yang komprehensif, analisis kelayakan ekonomi harus dilakukan sebagai studi tambahan.

Secara umum, beberapa continuous improvement yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kinerja lingkungan PT
Pupuk Kujang saat ini adalah melakukan audit energi, dan program pengelolaan limbah.

Referensi
Adiansyah JS, Biswas W., Haque H., 2021, Kajian Jejak Karbon Berbasis Daur Hidup Indonesia
Proyek Eksplorasi Energi Panas Bumi, Transaksi Rekayasa Kimia, 83, 61-66,
Adiansyah JS, Ningrum NP, Pratiwi D., Hadiyanto H., 2019, Life Cycle Assessment in Urea Fertilizer
Produksi: Studi Kasus PT Pupuk Kujang, Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(3), 522–527.
Adiansyah JS, Haque, N., Rosano, M., Biswas, W., 2017, Penerapan penilaian siklus hidup untuk membandingkan
kinerja lingkungan dalam pengelolaan tailing tambang batubara, Journal of Environmental Management, 199,
181-191.
Chen W., Geng Y., Hong J., Yang D., Ma X., 2018, Penilaian Siklus Hidup Produksi Pupuk Potash di
Cina, Sumber Daya, Konservasi dan Daur Ulang, 138, 238–245.
DEN, 2019, Outlook Energi Indonesia 2019, Dewan Energi Nasional, Jakarta.
EIA, 2016, Konsumsi energi sektor industri, Departemen Energi AS, Washington DC.
FAO, 2019, World Fertilizer Trends and Outlook to 2022, Food and Agriculture Organization of The United
Bangsa, Roma.
Firmansyah I., Syakir M., Lukman L., 2017, Pengaruh Dosis Kombinasi Pupuk N , P , dan K terhadap Pertumbuhan
dan Hasil Tanaman Terong (Solanum melongena L.), Jurnal Hortikultura, 27(1), 69–78.
Hasler K., Broering S., Omta SW, Olfs HW, 2015, Life Cycle Assessment (LCA) Berbagai Produk Pupuk
Jenis, Jurnal Agronomi Eropa, 69, 41–51.
Hidayah, N., Syafrudin., 2018, Kajian Pengelolaan TPA Dalam Pemanfaatan Sampah Plastik Sebagai
Bahan Bakar Alternatif, The 2nd International Conference on Energy, Environmental and Information System, 15–16
Agustus, Semarang, Indonesia, 1-6.
JIKA SEBUAH, 2014, Pupuk fakta, Internasional Pupuk Asosiasi
<www.fertilizer.org/Public/About_Fertilizers/Fertilizer_Facts.aspx> diakses 01.02.2021.
IFA, 2019, Konsumsi Pupuk - Tren Historis berdasarkan Negara atau Wilayah, International Fertilizer Association
<www.ifastat.org/databases/plant-nutrition> diakses 01.02.2021.
IFA, 2019, Konsumsi Pupuk - Perincian Nutrisi Berdasarkan Produk, International Fertilizer Association
<www.ifastat.org/databases/plant-nutrition> diakses 01.02.2021.
Kemenperin 2019, Konsumsi Pupuk Kian Menanjak, Kementerian Perindustrian
<kemenperin.go.id/artikel/20500/Konsumsi-Pupuk-Kian-Menanjak> diakses 22-12-2019.
Kytta V., Helenius J., Tuomisto HL, 2020, Jejak karbon dan penggunaan energi dari pupuk daur ulang di garapan
pertanian, Jurnal Produksi Bersih, 287.
Quiros R., Villalba G., Gabarrell X., Munoz P., 2015, Penilaian siklus hidup pupuk organik dan mineral di
rangkaian tanaman kembang kol dan tomat, International Journal of Environmental Science Technology, 12,
3299–3316.
Romeiko XX, 2019, Kajian Siklus Hidup Komparatif Sistem Tanaman yang Diirigasi dengan Air Tanah
dan Reclaimed Water di Cina Utara. Keberlanjutan, 11(2743), 1–17.
Vera-Acevedo LD, Vélez-Henao JA, Marulanda-Grisales N., 2016, Penilaian lingkungan
dampak dari tiga jenis pupuk pada penanaman kopi di cagar alam Las Delicias (Cauca), Revista
Facultad de Ingeniería, (80), 93–101.
Yara, 2018, Buku Pegangan Industri Pupuk Yara, Yara International ASA, Oslo, Norwegia.

Lihat statistik publikasi

Anda mungkin juga menyukai