Anda di halaman 1dari 6

HUKUM ACARA KEPAILITAN

A. Syarat dan Tata Cara Pengajuan Permohonan Kepailitan.


Permohonan kepailitan diajukan ke Pengadilan Niaga melaiui panitera Pengadilan
Niaga tersebut. Adapun yang dapat mengajukan permohonan kePailitan adalah:
1. Debitor
2. Kreditor
3. Kejaksaan, dalam hal untuk kepentingan umum
4. Bank Indonesia, dalam hal debitornya menrpakan bank
5. Badan Pengawas Pasar modal (Bapepam), dalam hal debitornya perusahaan efek,
bursa efek, atau lembaga kliring dan penjaminan
6. Menteri Keuangan, dalam hal debitornya adalah perusahaan asuransi, perusahaan
reasuransi, dana pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang
berkecimpung di bidang kepentingan publik.
Permohonan kepailital tersebut wajib diajukan melalui advokat kecuali jika
pemohonnya adalah kejaksaan, Bank Indonesia, Bapepam, atau Menteri Keuangan.
Kelengkapan yang harus dipenuhi datam pengajuan kepailitan sesuai dengan
formulir yang disediakan oleh Pengadilan Niaga adalah antara lain:
1. surat permohonan bermaterai dari advokat yang ditujukan kepada Ketua Pengadilan
Niaga setempat.
2. izin/kartu advokat yang dilegalisir pada kepaniteraan Pengadilan Niaga setempat
3. surat kuasa khusus
4. surat tanda bukti diri/KTPsuami/sitri yang masih berlaku (bagi debitor perorangan),
akta pendirian dan tanda daftar perusahaan/TDP yang dilegalisir (bagi debitor
Perseroan terbatas)' akta pendaftaran yayasan/asosiasi yang dilegalisir (bagi debitor
yayasan/partner), suiat pendaftaran perusahaan/bank/perusahaan efek yang
dilegalisir (bagi pemohon kejaksaan / BI / Bapepam)
5. surat persetujuan suami/istri (bagi debitor perorallgan), Berita Acara RUPS tentang
permohonan Pailit (bagi debitor perseroan terbatas), putusan dewan pengurus (bagi
yayasan/ partner)
6. daftar aset dan kewajiban (bagi debitor Perorangan), neraca keuangan terakhir (bagi
perseroan terbatas /yayasan / partner)
7. narna serta alamat kreditor dan debitor.
Jika yang mengajukal kreditor, maka ditambah dengan beberapa kelengkapan, antara
lain surat perjanjian utang dan perincian utang yang tidak dibayar.
Setelah permohonan dimasukkan ke kepaniteraan Pengadilan Niaga, maka pada
taaggal hari itu juga panitera Pengadilan Niaga mendaftarkan permohonan tersebut dan
dalam waktu paling lambat I x 24 jam terhitung sejak tanggal pendaftaran, panitera harus
menyampaikan permohonan itu kepada ketua Pengadilan Niaga. Selanjutnya dalam waktu
paling lambat 3 x24 jam sejak tanggal pendaftaran, Pengadilan Niaga hams menetapkan
hari sidang yang penyelenggaraannya paling lambat 20 hari terhitung sejak tanggal
permohonan didaftarkan, dan hanya atas permohonan debitor berdasarkan alasan yang
cukup saja Pengadilan Niaga dapat menunda penyelenggaraan sidang paling lama 25 hari
terhitung sejak tanggal permohonan pendaftaran.
Dalam Undang-Undang Kepailitan 2004 ada ketentuan yang cukup krusial mengenai
Proses permohonan kepailitan di tingkat kepaniteraan Pengadilan Niaga, yakni ketentuan
yang menyatakan bahwa panitera wajib menolak pendaftaran Perrnohonan pernyataan
pailit bagi institusi bank, perusahaan efek, bursa efek, lembaga kliring dan penjaminan,
perusahaan asuransi, perusahaal reasuransi' dana pension dan BUMN yang bergerak di
bidang kepentingan publik yang diajukan tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Ayat (3),
(4), dan (5) Undang-Undang Kepailitan.
Setelah proses pendaftaran selesai, selanjutnya pengadilan memanggil debitor untuk
menghadiri sidang. Pengadilan wajib memanggil debitor, dalam hal permohonan
pernyataan pailit diajukan oleh kreditor, kejaksaan, Bank Indonesia, Badan Pengawas
Pasar Modal, atau Menteri Keuangan. Ratio legis dari ketentuan yang mewajibkan untuk
memanggil debitor adalah untuk melakukan konfrontir terhadap apa yang didalilkan oleh
pihak kreditor mengenai hubungan hukumnya dan mengenai jumlah utang piutangnya.
Selanjutnya pengadilan dapat memanggil kreditor dalam hal permohonan pernyataan pailit
diajukan oleh debitor serta terdapat keraguan bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit
telah terpenuhi.
Pemanggilan selambat-lambatnya 7 hari sebelum sidang pemeriksaan pertama
diselenggarakan. Adapun putusan Pengadilan Niaga selambat-lambatnya 60 hari terhitung
sejak tanggal permohonan pernya- taan pailit didaftarkan. Pembatasan waktu ketentuan
acara dalam Pengadilan Niaga adalah sangat positif karena dengan pembatasan ini tidak
akan terjadi penumpukan perkara sebagaimana di pengadilan negeri. Dari penelitian saya,
tidak ada satu perkara kepailitan pun yang putusannya sampai berlarut-larut melewati
jangka waktu yang diten- tukan oleh Undang-Undang Kepailitan, kalaupun ada yang
melampaui waktu tidak sampai berlamt-larut dan biasanya yang melampaui waktu tersebut
adalah perkara-perkara kepailitan yang cukup kompleks di mana hakim memerlukan
waktu untuk mengkaji secara lebih komprehensif sehingga putusannya berkualitas' Pola
acara seperti ini sepatutnya diberlakukan juga dalam acara pengadilan negeri maupun
pengadilan-pengadilan lainnya, sehingga masalah klasik terjadinya penumpukan perkara
di pengadilan khususnya Mahkamah Agung tidak terjadi lagi.
B. Proses Persidangan.
Setelah pemanggilan para pihak untuk bersidang pada waktu yang telah ditetapkan,
maka proses persidangan permohonan penetapan pailit dimulai oleh majelis hakim
Pengadilan Niaga. Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terbukti secara
sumir bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana yang syaratkan dalam Pasal
I Ayat (1) UUK terpenuhi. yakni syarat adanya utang yang telah jatuh tempo dan adanya
minimal dua kreditor. Adapun yang menjadi perdebatan adalah batasan konsep dari
pembuktian sederhana tersebut. Dalam penjelasan Pasal 8 Ayat (4) UUK hanya dijelaskan
bahwa yang dimaksud dengan "fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana" adatah
adanya fakta dua atau lebih kreditor dan fakta utang yang telah jatuh waktu dan tidak
dibayar, sedangkan perbedaan besarnya jumlah utang yang didalihkan oleh pemohon pailit
dan termohon pailit tidak menghalangi dijatuhkannya putusan pernyataan pailit.
Dalam praktiknya ada pembuktian yang cukup rumit akal tetapi dianggap sederhana
serta diputuskan di Peradilan Niaga, Tetapi, ada pula pembuktian yang cukup sederhana
ditolak dengan alasan memerlukan pembuktian yang mendalam dan dianggap sebagai
pembuktian yang cukup rumit.
Dalam proses persidangan kepailitan tidak dikenal adanya replik dan duplik
sebagaimana yang dikenal dalam hukum acara perdata biasa yang diatur dalam HIR. Inti
persidangan dalam kepailitan adalah hanya pembuktian apakah debitor mempunyai utang
yang telah jatuh tempo dan tidak dibayar serta adanya minimal dua kreditor. Namun
demikian, dalam praktiknya tidak demikian. Dalam persidangan, sering terlihat adanya
proses replik, duplik, dan yang semacamnya sehingga mirip pada hukum acara perdata
biasa.
Selama putusan atas permohonan pernyataan pailit belum ditetapkan, maka kreditor
atau pemohon lainnya dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk
meletakkan sita jaminan terhadap sebagian atau seluruh kekayaan debitor dan menunjuk
kurator sementara untuk mengawasi pengelolaan usaha debitor dan mengawasi
pembayaran kepada kreditor, pengalihan, atau penjaminan kekayaan debi- tor yang dalam
rangka kepailitan memerlukan persetujuan kurator.
Apabila setelah penyitaan barang jaminan dilakukan dan ada pihak ketiga yang
mengaku sebagai pemilik barang sitaan tersebut, maka keberatan tersebut harus diajukan
ke Pengadilan Niaga.
Setelah proses pemeriksaan terhadap permohonan dilakukan, ma- ka hakim
Pengadilan Niaga harus menetapkan putusannya paling lam bat 60 hari sejak permohonan
tersebut didaftarkan di pengadilan. Dalam Undang-undang tidak diatur konsekuensi
yuridis jika waktu 60 hari tersebut dilampaui. Cukup disesalkan dalam Undang-Undang
Kepailitan 2004 tidak diatur tentang konsekuensi tersebut. UUK hanya mengubah waktu
dari 30 hari menjadi 60 hari. Apakah terlewatinya batas waktu ini dapat dijadikan salah
satu alasan untuk upaya hukum dengan dasar Pengadilan Niaga telah salah menerapkan
hukum khu- susnya mengenai tenggang waktu ini. Dalam praktiknya, terdapat be- berapa
upaya hukum yang mendalilkan bahwa putusan telah melewati batas waktu yang
ditentukan oleh undang-undang, namun dalil ini tidak pernah ada yang diterima oleh
hakim, sehingga bisa dikatakan terlewatinya waktu ini tidak memiliki konsekuensi yuridis.
Di dalam putusan pailit harus ditunjuk hakim pengawas dan ku- rator. Hakim
pengawas yang ditunjuk biasanya adalah hakim niaga lain yang tidak menjadi hakim
dalam perkara kepailitan yang bersang- kutan. Sedangkan kurator yang ditunjuk adalah
kurator yang diusul- kan oleh pihak yang mengajukan permohonan pailit. Jika pemohon
tidak mengusulkan kurator, maka biasanya hakim akan menunjuk Balai Harta Peninggalan
(BHP) sebagai kuratornya. Kendatipun kura- tor yang akan ditetapkan oleh hakim adalah
kurator yang diusulkan oleh pemohon, namun undang-undang membatasi bahwa seorang
ku- rator hanya dapat menangani kepailitan maksimal 3 kepailitan dalam waktu yang
sama.
C. Upaya Hukum dalam Acara Kepailitan.
Upaya hukum yang diatur dalam hukum acara kepailitan berbeda dengan upaya
hukum yang diatur dalam hukum acara perdata biasa. Jika upaya hukum dalam hukum
acara perdata diatur bertingkat, yakni, upaya hukum banding, upaya hukum kasasi, dan
upaya hukum peninjauan kembali (sebagai upaya hukum luar biasa), maka dalam hukum
acara kepailitan upaya hukum yang dikenal adalah upaya hukum perlawanan kasasi dan
upaya hukum peninjauan kembali dan tidak dikenal upaya banding.
1. Perlawanan.
Perlawanan dalam kepailitan diajukan kepada pengadilan yang menetapkan
putusan pernyataan pailit.
2. Kasasi
Upaya hukum lain yang dapat dilakukan terhadap putusan atas permohonan
pernyataan pailit adalah kasasi ke Mahkamah Agung. Dengan demikian, terhadap
keputusan pengadilan ditingkat pertama tidak dapat diajukan upaya hukum banding
tetapi langsung dapat dilakukan upaya kasasi.
Pihak pihak yang dapat mengajukan upaya hukum, pada prinsipnya adalah
sama dengan pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit, yaitu:
Debitor, Kreditur, termasuk kreditor lain yang bukan pihak dalam persidangan
tingkat pertama namun tidak puas atas putusan pernyataan pailit yang ditetapkan,
Kejaksaan,Bank Indonesia, Badan Pengawan Pasar Modal ( BAPEPAM) dan
Menteri Keuangan.
Permohonan kasasi diajukan diajukan dalam jangka waktu paling lambat
delapan hari terhitung sejak tanggal putusan yang dimohonkan kasasi ditetapkan,
kemudian didaftarkan melalui panitera pengadilan niaga yang telah menetapkan
putusan atas permohonan pernyataan pailit tersebut. Selanjutnya panitera akan
mendaftar permohonan kasasi pada tanggal permohonan tersebut diajukan, dan
kemudian kepada pemohon akan diberikan tanda terima tertulis yang ditanda tangani
penitera dengan tanggal yang sama dengan tanggal penerimaan pendaftaran tersebut.
Permohonan kasasi yang diajukan melebihi jangka waktu yang telah ditetapkan oleh
undang undang (lebih dari delapan hari) bias berakibat pada “ dibatalkannya putusan
kasasi”.
3. Peninjauan Kembali.
Upaya hukum lainnya adalah peninjauan kembali oleh Mahkamah Agung
terghadap putusan atas permohonan kepailitan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.
Permohonan peninjauan kembali dapat dilkukan apabila :
a. Setelah perkara diputus ditemukan bukti baru yang bersifat menentukan yang
pada waktu diperiksa di pengadilan sudah ada, tetapi belum ditemukan.
b. Dalam putusan hakim yang bersangkutan terdapat kekeliruan yang nyata.
Pengajuan permohonan peninjauan kembali dengan alasan tersebut, dilakukan
dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal putusan yang
dimohonkan peninjauan kembali memperoleh kekuatan yang tetap. Permohonan
peninjauan kembali bias disampaikan kepada panitera pengadilan niaga yang
memutus perkara pada tingkat pertama. Panitera yang menerima permohonan PK
akan mendaftar permohonan tersebut kepadfa pemohon diberikan tanda terima
tertulis yang ditanda tangani panitera dengan tanggal yang sama dengan tnggal
permohonan didaftarkan. Selanjutnya pihak termohon dapat mengajukan jawaban
terhadap permohonan PK yang diajukan, dalam waktu 10 hari terhitung sejak
tanggal permohonan didaftarkan dan panitera wajib menyampaikan jawaban tersebut
kepada panitera Mahkamah Agung, dalam jangka waktu paling lambat 12 hari
terhitung sejak tanggal permohonan didaftarkan.

DAFTAR PUSTAKA

Niru Anita Sinaga, N. S. (2016). Hukum Kepailitan dan Permasalahannya di Indonesia. Jurnal Ilmiah
Hukum Dirgantara Volume 1 Nomor 1, 164.
Rohmawanto, M. (2019). Upaya Hukum dalam Perkara Kepailitan. Jurnal Independent Vol 3
Nomor 2, 32-34.
Shubhan, H. (2008). Hukum Kepailitan : Prinsip, Norma, dan Praktik di Peradilan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Sidabutar, L. M. (2018). Hukum Kepailitan dalam Eksekusi Harta Benda Korporasi Sebagai
Pembayaran Uang Pengganti. Jurnal Antikorupsi Integritas Volume 5 Nomor 2, 77-78.
Yuhelson. (2019). Hukum Kepailitan di Indonesia. Gorontalo: Ideas Publishing.

Anda mungkin juga menyukai