Anda di halaman 1dari 18

Muntah darah

Pasien wanita 35 tahun dibawa ke igd RS karena penurunan kesadaran dan gelisah sejak 2 jam
sebelum masuk RS. Os sebelumnya mengalami muntah darah sebanyak 2 gelas belimbing . Selama
2 hari berturut-turut sebelumnya juga mengeluh tiap BAB berwarna hitam seperti kecap . Saat
diperiksa keadaan umum tampak lemah, somnolen, TD 80/60 mmHg, N 120x/menit, RR 26
x/menit . Pemeriksaan patologis yg ditemukan ikterik (+), shifting dullness (+), udem pretibial +/+.
Dokter jaga melakukan pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan serologis hepatitis. Pasien
dirawat inap untuk penanganan lanjutan.
1. Berapa Volume gelas belimbing?
= Volume sekitar 200 ml.
2. Somnolen
= tingkat kesadaran kualitatif dibawah compos mentis, yaitu keadaan mengantuk, kesadaran
dpt pulih jika diberi rangsangan
3. Ikterik
= Ikterus (jaundice) adalah kondisi di mana tubuh memiliki terlalu banyak bilirubin sehingga
kulit dan putih mata Anda menjadi kuning.
4. shifting dullness
= suara redup yg berpindah (shifting dullness)
5. Udem pretibial
= Edema of the lower leg anterior to the shin (the tibia).
6. serologis hepatitis
= marker serologi hepatitis B dapat digunakan untuk melihat infeksi akut, window period,
dan infeksi kronik.

LO 2
a. perdarahan saluran cerna
Perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA) adalah perdarahan saluran makanan proksimal dari
ligamentum Treitz. Untuk keperluan klinik dibedakan perdarahan varises esofagus dan non-
varises, karena antara keduanya terdapat ketidaksamaan dalam pengelolaan dan prognosisnya.
Pendarahan GI bagian atas (UGIB) mengacu pada pendarahan yang berasal dari esofagus, lambung,
atau duodenum.
manifestasi UGIB yang nyata, yang meliputi hematemesis (muntah darah merah atau bahan ampas
kopi), melena (tinja hitam seperti tar), atau hematokezia (pengeluaran bahan merah atau merah
marun per rektum).

EPIDEMIOLOGI
Kejadian perdarahan SCBA menunjukkan adanya variasi geografis yang besar mulai dari 48-160
kasus per 100.000 penduduk, dengan kejadian lebih tinggi pada pria dan usia lanjut.
ETIOLOGI
Data luar negeri
Perdarahan ulkus peptikum (PUP) merupakan penyebab tersering perdarahan SCBA, berkisar
antara 31% sampai 67% dari semua kasus, diikuti oleh gastritis erosif, perdarahan variceal,
esofagitis, keganasan dan robekan Mallory-Weiss. Pada subgrup pasien dengan PUP, perdarahan
oleh karena ulkus duodenum sedikit lebih banyak dibandingkan ulkus gaster.
Data indonesia
Di Indonesia sendiri, terdapat perbedaan distribusi, data lama mendapatkan bahwa lebih kurang
70% penyebab dari perdarahan SCBA adalah karena varises esofagus yang pecah.

1. non variceal (tukak peptik & robekan mallory weiss, gastritis, duodenitis erosif, neoplasma)
Robekan Mallory-Weiss
Sindrom Mallory-Weiss adalah salah satu penyebab umum perdarahan saluran cerna atas
akut dan ditandai dengan adanya laserasi mukosa superfisial longitudinal. Robekan ini
terjadi terutama pada gastroesophageal junction dan dapat meluas ke proksimal hingga
melibatkan esofagus bagian bawah hingga tengah atau ke distal hingga melibatkan bagian
proksimal lambung.

Patofisiologi
Mekanisme pasti terjadinya robekan Mallory-Weiss masih belum diketahui. Teori yang
disarankan adalah bahwa ketika tekanan intraabdominal tiba-tiba dan sangat meningkat
(seperti dalam kasus muntah dan muntah yang kuat), isi lambung mengalir ke proksimal di
bawah tekanan ke kerongkongan. Tekanan berlebih dari isi lambung ini menyebabkan
robekan mukosa longitudinal yang dapat mencapai jauh ke dalam arteri dan vena
submukosa, mengakibatkan perdarahan saluran cerna bagian atas. Robekan ini cenderung
memanjang, dan tidak melingkar, mungkin karena bentuk silindris dari esofagus dan
lambung.[6]
Manfestasi Klinis
Riwayat khas berupa muntah-muntah, muntah tanpa isi (retching), atau batuk mendahului
hematemesis, khususnya pada pasien pecandu alkohol. Perdarahan akibat robekan ini, yang
biasanya di sisi lambung pada pertemuan gastroesofagus (gastroesophageal junction),
berhenti spontan pada 80-90% pasien dan kambuh hanya pada 0-7%. Terapi endoskopik di
indikasikan untuk robekan Mallory-Weiss dengan perdarahan aktif. Terapi angiografik
dengan embolisasi dan terapi operatif dengan penjahitan pada robekan jarang diperlukan.
Mallory Weiss Syndrome - StatPearls - NCBI Bookshelf (nih.gov)
2. variceal (varises esofagus)
Pasien dengan perdarahan varises memiliki prognosis lebih buruk daripada pasien dengan
PGIA karena sumber lain. Terapi endoskopik untuk perdarahan akut serta terapi endoskopik
ulangan untuk menghilangkan varises esofagus secara signifikan mengurangi perdarahan
ulang dan angka kematian. Ligasi (pengikatan) adalah terapi endoskopik pilihan untuk
varises esofagus karena lebih jarang menyebabkan kekambuhan perdarahan, menurunkan
angka ke matian, lebih jarang menyebabkan komplikasi, dan me merlukan sesi terapi yang
lebih sedikit untuk mencapai eradikasi varises daripada skleroterapi.

Octreotide (50 ug bolus dan 50 ug/j infus IV selama 2-5 hari) juga membantu mengontrol
perdarahan akut jika diberikan. bersama dengan terapi endoskopik. Obat vasoaktif lain
misalnya somatostatin dan terlipressin, yang tersedia di luar Amerika Serikat, juga efektif.
Terapi antibiotik (mis., kuinolon) juga dianjurkan untuk pasien dengan sirosis yang datang
dengan PGIA, karena antibiotik menurunkan infeksi bakteri dan angka kematian pada
populasi ini. Dalam jangka panjang, terapi dengan penghambat beta non-selektif
menurunkan kekambuhan perdarahan dari varises esofagus. Terapi kronik dengan
penghambat beta plus ligasi endoskopik dianjurkan untuk mencegah perdarahan varises
esofagus yang berulang.

pengelolaan perdarahan SCBA adalah sebagai berikut:


1. pemeriksaan awal, penekanan pada evaluasi status hemodinamik;
1) tekanan darah dan nadi posisi baring,
2) perubahan ortostatik tekanan darah dan nadi,
3) ada tidaknya vasokonstriksi perifer (akral dingin),
4) kelayakan napas,
5) tingkat kesadaran,
6) produksi urin.

Perdarahan akut dalam jumlah besar melebihi 20% volume intravaskular akan
mengakibatkan kondisi hemodinamik tidak stabil, dengan tanda-tanda sebagai
berikut:
1). hipotensi (<90/60 mm Hg atau MAP <70 mmHg) dengan frekuensi nadi >100/menit;
2). tekanan diastolik ortostatik turun >10 mm Hg atau sistolik turun >20 mm Hg;
3). frekuensi nadi ortostatik meningkat > 15/ menit;
4). akral dingin;
5). kesadaran menurun;
6). anuria atau oliguria (produksi urin <30 ml/jam).

Kecurigaan perdarahan akut dalam jumlah besar selain ditandai kondisi hemodinamik
tidak stabil iaiah bila ditemukan:
1). hematemesis,
2). hematokesia (berak darah segar),
3). darah segar pada aspirasi pipa nasogastrik dan dengan lavase tidak segera jernih , 4).
hipotens i persisten,
5). dalam 24 jam menghabiskan tranfusi darah melebihi 800-1000 ml .

2. resusitasi, terutama untuk stabilisasi hemodinamik;


• Pada kondisi hemodinamik tidak stabil , berikan infus cairan kristaloid (misalnya
cairan garam fisiologis dengan tetesan cepat dan pasang monitor CVP (central
venous pressure); tujuannya memulihkan tanda-tanda vital dan mempertahankan
tetap stabil.
• Biasanya tidak sampai memerlukan cairan koloid (misalnya dekstran) kecuali pada
kondisi hipoalbuminemia berat.
• Secepatny a kirim pemeriksaa n darah untuk menentuka n golonga n darah , kadar
hemoglobin , hematokrit, trombosit, lekosit.
• Kapa n transfus i dara h diberika n sifatny a sanga t individual , tergantun g jumla h
dara h yan g hilang, perdaraha n masi h aktif ata u suda h berhenti , lamany a
perdaraha n berlangsung , da n akiba t klinik perdarahan tersebut. Pemberia n
transfusi darah pada perdaraha n salura n cern a dipertimbangka n pada keadaan
berikut ini :
1). Perdaraha n dala m kondis i hemodinami k tidak stabil,
2).Perdarahan baru atau masih berlangsung dan diperkirakan jumlahnya 1 liter
atau lebih,
3).Perdarahan baru atau masih berlangsung denga n hemoglobi n <10 g % ata u
hematokrit <30%
4) Terdapat tanda-tanda oksigenasi jaringa n yan g menurun .
Perlu dipahami bahwa nilai hematokrit untuk memperkiraka n jumla h perdarahan
kurang akurat bila perdarahan sedang atau baru berlangsung. Proses hemodilus i
dari cairan ekstravaskula r selesa i 24-7 2 ja m setela h onse t perdarahan . Target
pencapaian hematokrit setelah tranfus i dara h tergantung kasus yan g dihadapi ,
untuk usia mud a denga n kondis i seha t cuku p 20-25% , usia lanjut 30% , sedangka
n pada hipertens i portal janga n melebihi 27-28% .
3. melanjutkan anamnesis,
Dala m anamnesi s yan g perlu ditekankan :
1). Sejak kapa n terjadiny a perdaraha n da n berap a perkiraa n dara h yan g keluar,
2). Riwaya t perdaraha n sebelumnya ,
3). Riwaya t perdaraha n dala m keluarga ,
4). Ad a tidaknya perdaraha n di bagian tubu h lain,
5). Penggunaa n obat -obata n terutam a anti inflammas i non-steroid da n anti
koagulan ,
6). Kebiasaa n minu m alkohol ,
7). Mencari kemungkina n adany a penyaki t hati kronik , demam berdarah , dema m tifoid,
gaga l ginjal kronik , diabete s melitus, hipertensi, alergi obat-obatan,
8). Riwayat transfusi sebelumnya.
Pemeriksaan fisis yang perlu diperhatikan:
1). Stigmata penyakit hati kronik,
2). Suh u badan da n perdaraha n di tempa t lain,
3). Tanda-tanda kulit dan mukos a penyakit sistematikyan g bisa disertai perdarahan
saluran makanan , misalny a pigmentas i mukokutaneu s pada sindro m Peutz -
Jegher.
Kelengkapa n pemeriksaa n yan g perlu diperhatikan:
1). Elektro kardiogram ; terutam a pasie n berusi a >40 tahun ,
2).BUN, kreatinin serum ; pada perdaraha n SCBA pemecaha n dara h oleh kuma n usus
akan mengakibatkan kenaikan BUN , sedangka n kreatinin seru m tetap norma l
atau sedikit meningkat,
3). Elektrolit (Na , K, CI); perubahan elektrolit bisa terjadi karena perdarahan , transfusi ,
atau kumba h lambung ,
4). Pemeriksaa n lainny a tergantung maca m kasus yan g dihadapi .

4. memastikan perdarahan saluran cerna bagian atas atau bagian bawah;

Pad a semu a kasu s perdaraha n salura n makana n disarankan untuk pemasanga n pipa
nasogastrik , kecuali pada perdaraha n kronik denga n hemodinami k stabil atau yang
sudah jela s perdarahan SCBB. Pada perdarahan SCBA akan keluar cairan seperti kopi atau
cairan dara h sega r sebaga i tanda bahw a perdarahan masih aktif. Selanjutny a dilakuka
n kumba h lambun g denga n air suh u kamar. Sekirany a sejak awa l tidak ditemuka n
darah pada cairan aspirasi , dianjurka n pipa nasogastri k tetap terpasan g sampa i 12 atau
24 jam . Bila selama kurun wakt u tersebut hany a ditemuka n cairan emped u dapa t
diangga p buka n perdaraha n SCBA.

5. menegakkan diagnosis pasti penyebab pedarahan;


Saran a diagnosti k yan g bis a digunaka n pad a kasu s perdaraha n salura n makana n
iaIah endoskop i gastrointestinal , radiografi denga n barium, radionuklid, d an angiografi
. Pada semu a pasien denga n tanda-tand a perdaraha n SCBA atau yan g asal
perdarahanny a masih meraguka n pemeriksaa n endoskop i SCB A merupaka n prosedur
pilihan

6. terapi untuk menghentikan perdarahan, penyembuhan penyebab perdarahan, mencegah


perdarahan ulang.
Non-Endoskopis Sala h sat u usah a menghentika n perdaraha n yan g suda h lama dilakuka
n adala h kumba h lambun g lewa t pip a nasogastri k denga n air suh u kamar. Prosedu r ini
diharapka n mengurang i distens i lambun g da n memperbaik i prose s hemostatik , namu n
demikia n manfaatny a dala m menghentika n perdaraha n tida k terbukti . Kumba h lambun
g ini sanga t diperlukan untuk persiapa n pemeriksaa n endoskoop i da n dapa t dipaka i untu
k membua t perkiraa n kasa r jumla h perdarahan . Berdasa r percobaa n hewan , kumba h
lambun g denga n air es kuran g menguntungkan , wakt u perdaraha n jad i memanjang ,
perfus i dinding lambun g menurun , da n bisa timbul ulseras i pada mukos a lambung .
Pemberian vitamin K pada pasien dengan penyakit hati kroni s yang mengalami perdarahan
SCBA diperbolehkan, denga n pertimbanga n pemberia n tersebu t tida k merugika n da n
relatif murah. Vasopressin dapa t menghentika n perdarahan SCBA lewa t efe k vasokonstriks
i pembulu h darah splangnik , menyebabka n alira n dara h da n tekana n ven a port a
menurun . Digunaka n di klinik untuk perdaraha n aku t varises esofagus sejak tahun 1953.
Pernah dicobakan pada perdaraha n nonvarises , namu n berhentiny a perdarahan tida k
berbed a denga n plasebo . Terdapa t du a bentu k sediaan , yakn i pitresin yan g mengandun
g vasopressi n murni da n prepara t pituitar y gland yan g mengandun g vasopressi n da n
oxcytocin . Pemberia n vasopressi n dilakuka n denga n mengencerka n sediaa n vasopressin

Vasopressin dapa t menghentika n perdarahan SCBA lewa t efe k vasokonstriks i pembulu h


dara h splangnik , menyebabka n alira n dara h da n tekana n ven a port a menurun . Digunaka
n di klinik untuk perdaraha n aku t varises esofagus sejak tahun 1953. Pernah dicobakan
pada perdaraha n nonvarises , namu n berhentiny a perdarahan tida k berbed a denga n
plasebo . Terdapa t du a bentu k sediaan , yakn i pitresin yan g mengandun g vasopressi n
murni da n prepara t pituitar y gland yan g mengandun g vasopressi n da n oxcytocin .
Pemberia n vasopressi n dilakuka n denga n mengencerka n sediaa n vasopressiN

SIROSIS HEPAR
DEFINISI
Sirosis hati atau SH ("liver cirrhosis") merupakan perjalanan akhir dari suatu kelainan
patologi dari berbagai macam penyakit hati. Istilah sirosis diperkenalkan pertama kali oleh
Laennec pada tahun 1826. Diambil dari bahasa Junani "scirrhus" atau "kirrhos" yang artinya
warna oranye dan dipakai untuk menunjukkan warna oranye atau warna kuning kecoklatan
dari permukaan hati yang tampak pada saat dilakukan otopsi.

WHO memberi batasan histologi dari sirosis sebagai proses kelainan hati yang bersifat
merata ("diffuse") yang ditandai dengan fibrosis dan perubahan bentuk atau arsitektur yang
normal dari hati ke bentuk struktur nodul-nodul yang abnormal. Progresivitas kerusakan
hati ini dapat berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai beberapa tahun.
EPIDEMIOLOGI
Sirosis merupakan penyebab kematian ke 12 di Amerika Serikat, Di Inggris, angka mortalitas
akibat sirosis adalah 6 per 100.000 penduduk pada tahun 1993 dan menjadi 12,7 per 100.000 pada
tahun 2000. Di Indonesia, prevalensi sirosis hati adalah 3,5% dari seluruh pasien yang dirawat di
ruang rawat Penyakit Dalam atau setara dengan 47,4% dari total pasien penyakit hati yang dirawat
inap. Usia rata rata pasien sirosis hati adalah 44 tahun dengan perbandingan laki-laki dan
perempuan adalah 2,1:1.
ETIOLOGI
MANIFESTASI KLINIS
GEJALA DAN TANDA
Sirosis kompensata
Pasien sirosis kompensata dapat asimtomatis atau dengan gejala tidak spesifik seperti malaise,
nafsu makan menurun, dll. Pemeriksaan biokimia hati umumnya normal atau ada sedikit
peningkatan transaminase atau y-glutamyl transpeptidase (GGT). Pencitraan hati atau biopsi
dapat menegakkan adanya perubahan struktural dari hati.
Sirosis dekompensata
Pasien dikatakan sirosis dekompensata jika sudah disertai oleh satu atau lebih manifestasi berikut:
a. asites (merupakan tanda yang biasanya muncul pertama kali),
b. ikterik,
c. ensefalopati hepatikum,
d. perdarahan varises,
e. sindrom hepatorenal,

Perbedaan sirosis kompensata dan dekompensata terletak pada klinis dan prognosis
mortalitasnya (Tabel 49.2).
PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium lain untuk mencari penyebabnya


a. Serologi virus hepatitis
- HBV : HbSAg, HBeAg, Anti HBc, HBV-DNA
- HCV : Anti HCV HCV-RNA
b. Auto antibodi (ANA, ASM, Anti-LKM) untuk autoimun hepatitis
c. Saturas i transferi n dan feritini n untu k hemokromatosis
d. Ceruloplasmin dan Copper untuk penyakit Wilson
e. Alpha 1-antitrypsin
f. AMA untuk sirosis bilier primer
g. Antibodi ANCA untuk kolangitis sklerosis primer

DIAGNOSIS
Baku emas untuk diagnosi s SH adalah biops i hati melalui perkutan, transjugular, laparoskopi atau
dengan biopsi jarum halus. Biopsi tidak diperlukan bila secara klinis, pemeriksaan laboratoris dan
radiologi menunjukkankecenderungan SH. Walaupun biopsi hati risikonya kecil tapi dapat
berakibat fatal misalnya perdarahan dan kematian.
KRITERIA RUJUKAN
Penegakkan diagnosis pasti sirosis atau manajemen definitif untuk sirosis hati dikerjakan oleh
dokter spesialis penyakit dalam.
HEPATITIS AKUT
DEFINISI
Hepatitis adalah proses keradangan atau inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan
perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas.
Hepatitis virus akut (HVA) adalah infeksi sistemik yang terutama mengenai hati. Sebagian besar
penyebabnya adalah virus (hepatitis A, B, C, D, and E). Infeksi virus lain kadang-kadang juga dapat
mengenai hati, misalnya cytomegalovirus (CMV), herpes simplex, coxsackievirus, dan adenovirus.
Sementara infeksi dengan hepatitis A dan E biasanya dapat sembuh sendiri (self-limiting), infeksi
dengan hepatitis C dan sebagian kecil hepatitis B biasanya dapat menjadi kronik.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit Hepatitis merupakan masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang di dunia,
termasuk di Indonesia. VHB telah menginfeksi sejumlah 2 milyar orang di dunia dan sekitar 240
juta merupakan pengidap virus Hepatitis B kronis, penderita Hepatitis C di dunia diperkirakan 170
juta orang dan sekitar 1.500.000 penduduk dunia meninggal setiap tahunnya disebabkan oleh
infeksi VHB dan VHC. Indonesia merupakan negara dengan pengidap Hepatitis B nomor 2 terbesar
sesudah Myanmar di antara negara-negara anggota WHO SEAR (South East Asian Region). Sekitar
23 juta penduduk Indonesia telah terinfeksi Hepatitis B dan 2 juta orang terinfeksi Hepatitis C.
Penyakit Hepatitis A sering muncul dalam bentuk KLB seperti yang terjadi di beberapa tempat di
Indonesia. Menurut hasil Riskesdas tahun 2007, hasil pemeriksaan Biomedis dari 10.391 sampel
serum yang diperiksa, prevalensi HbsAg positif 9.4% yang berarti bahwa di antara 10 penduduk di
Indonesia terdapat seorang penderita Hepatitis B virus.

ETIOLOGI
Berdasarkan penyebabnya, hepatitis dapat dibagi atas:
• Hepatitis oleh virus
• Hepatitis oleh bakteri
• Hepatitis oleh obat-obatan.
Sedangkan berdasarkan perjalanan penyakitnya,
hepatitis dapat dibagi atas:
• Hepatitis akut
• Hepatitis kronis
Hepatitis viral akut ialah inflamasi hati akibat infeksi virus hepatitis yang berlangsung selama
kurang dari 6 bulan. Sebagian hepatitis akan sembuh sempurna, tetapi sebagian lain akan
berkembang menjadi kronis, sirosis atau karsinoma hati.
Paling sedikit ada 5 jenis virus penyebab hepatitis yaitu virus hepatitis A, B, C, D, E Hepatitis A
umumnya mengenai anak dan dewasa muda sedangkan Hepatitis B sering mengenai dewasa muda,
bayi dan balita. Hepatitis C lebih sering mengenai orang dewasa. Hepatitis A lebih sering mengenai
penderita dengan status sosioekonomi yang buruk karena penularan virus ini terutama melalui
jalur faecal oral.
DIAGNOSIS BANDING
• Hepatitis Akibat Obat
• Hepatitis Alkoholik
• Penyakit Saluran Empedu
• Leptospirosis
1. Ikterus Prehepatik Ikterus prehepatik ini adalah akibat proses hemolisis eritrosit yang
berlebihan, gangguan konjungasi bilirubin dan gangguan up-take bilirubin. Didapatkan
keluhan mata (sklera) berwarna kuning. BAB dan BAK tak ada kelainan. Keluhan gatal dan
nyeri tekan tidak ada.
2. Ikterus Hepatik
3. Ikterus Posthepatik

Pada dasarnya, penatalaksanaan infeksi virus hepatitis A sama dengan hepatitis lainnya, yaitu
bersifat suportif, tidak ada yang spesifik, yaitu tirah baring, terutama pada fase awal dari
penyakitnya dan dalam keadaan penderita merasa lemah. Diet: makanan tinggi protein dan
karbohidrat, rendah lemak untuk pasien yang dengan anoreksia dan nausea; simtomatik:
pemberian obatobatan terutama untuk mengurangi keluhan; misalnya tablet antipiretik
parasetamol untuk demam, sakit kepala, nyeri otot, nyeri sendi dan food suplement, serta
perawatan di rumah sakit, terutama pada pasien dengan sakit berat, muntah yang terus-menerus
sehingga memerlukan pemberian cairan parenteral dan pengawasan terhadap kemungkinan
timbul jenis hepatitis fulminan.

Belum ada terapi yang khusus untuk hepatitis E. Penatalaksanaan umumnya dengan beristirahat
dan diet serta penanganan simtomatis dan suportif. Dengan cara menghindari aktivitas yang
membutuhkan banyak tenaga energi selama fase akut serta diet, yaitu dengan diet tinggi kalori
atau karbohidrat, jika terjadi mual muntah, digunakan metoklopramid dan glukosa intravena serta
tidak perlu dilakukan pembatasan lemak. Indikasi telah terjadi perbaikan dan penyembuhan, yaitu
1. terjadi peningkatan nafsu makan dan hilangnya rasa mual dan muntah, 2. kadar serum bilirubin
dan transaminase yang menjadi normal, serta 3. ukuran hati yang menjadi normal kembali, serta
menghilangnya rasa nyeri akibat penekanan pada hati. Indikasi dilakukan rawat inap apabila
adanya danger signs seperti yang terdapat pada hepatitis fulminan yang mengancam kehidupan
dengan adanya ikterus tanpa adanya obstruksi.13

Prognosis penyakit ini baik dan sembuh sempurna. Angka kematian akibat hepatitis fulminan
berkisar antara 0,1 % 0,2% (Krugman, 1992). Laporan lain (John Ofrady, 1992) menunjukkan
bahwa gagal hati fulminan, hanya terjadi pada 0,13 %-0,35 % kasus-kasus hospitalisasi. Kematian
dikaitkan dengan umur penderita atau bila ada penyakit kronik lain, terutama hepatitis kronik

Anda mungkin juga menyukai