Anda di halaman 1dari 35

MEMBENTUK PERKEMBANGAN MORAL DAN AGAMA PADA

ANAK USIA DINI MELALUI LINGKUNGAN KELUARGA

Disusun untuk Memenuhi Tugas Artikel


Mata Kuliah Teori Pembelajaran dan
Perkembangan Peserta Didik

OLEH:
Mutia Sari (2230211001)
Siti Ayu Aisyah (2230211004)

DOSEN PENGAMPU:
Dr. Ermis Suryana, M. Pd. I.
Dr. Abdurrahmansyah, M.
Ag.

PROGRAM MAGISTER (S2)


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN
KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN FATAH
PALEMBANG
2023
ABSTRAK
Artikel ini membahas tentang pentingnya peran pendidikan moral-agama dalam pendidikan
keluarga, terutama pada anak usia dini. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk terlibat
secara aktif dalam menanamkan nilai-nilai moral dan agama kepada anak-anak mereka,
karena hal ini akan membentuk arah dan keyakinan anak-anak tersebut. Pada usia dini, anak-
anak memiliki potensi yang besar untuk berkembang pesat dan menjadi individu yang
tangguh dengan kepribadian kuat dan keterampilan yang berguna. Namun, seringkali kita
melihat adanya perilaku negatif pada anak-anak, yang dapat disebabkan oleh kurangnya
pendidikan agama yang diberikan oleh orang tua atau orang dewasa di sekitarnya. Anak-anak
sering meniru perilaku yang tidak tepat, yang pada akhirnya menghasilkan perilaku yang
tidak sesuai dengan norma dan aturan setempat. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk
terlibat secara aktif dalam pendidikan moral-agama pada anak-anak mereka. Metode
pembiasaan sebagai salah satu pendekatan efektif yang dapat digunakan dalam penanaman
nilai-nilai agama pada anak. Orang tua dapat membiasakan anak untuk berperilaku baik
melalui contoh dan mendorong pembiasaan perilaku positif. Selain itu, pendidikan agama
juga perlu disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan karakteristik anak agar agar tujuan
pendidikan tersebut dapat dicapai secara optimal. Dalam artikel ini, penelitian kepustakaan
digunakan sebagai metode untuk mengumpulkan informasi dan data melalui studi pustaka
dari berbagai sumber yang relevan. Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa masa awal
perkembangan anak sangat penting dalam membentuk perilaku, karakter, dan pemahaman
moral serta nilai agama mereka. Orang tua memainkan peran utama dalam membentuk
perkembangan ini melalui pendidikan yang sesuai dan lingkungan yang kondusif. Dengan
memperhatikan pemahaman anak pada masa dini, orang tua dapat memilih pendekatan yang
tepat dalam pendidikan agama mereka. Melalui metode pembelajaran yang tepat, seperti
indoktrinasi, klarifikasi nilai, memberikan teladan, dan kegiatan spontan, anak-anak dapat
mengembangkan pemahaman moral dan nilai agama yang baik.
Kata kunci: anak usia dini, lingkungan, pendidikan, peran orang tua, perkembangan agama,
perkembangan moral
ABSTRACT
The article discusses the importance of the role of moral and religious education in family
education, especially for young children. Parents have a responsibility to actively engage in
instilling moral and religious values in their children, as this will shape their direction and
beliefs. At a young age, children have great potential for rapid development and becoming
resilient individuals with strong personalities and useful skills. However, we often see
negative behavior in children, which can be attributed to a lack of religious education
provided by parents or adults around them. Children often imitate inappropriate behavior,
resulting in behavior that is not in line with local norms and rules. Therefore, it is important
for parents to actively participate in the moral and religious education of their children.
Habituation methods are one effective approach that can be used to instill religious values in
children. Parents can familiarize their children with good behavior through example and
encouraging positive behavior habits. Additionally, religious education should be tailored to
the developmental stages and characteristics of children to achieve optimal educational
goals. In this article, literature research is used as a method to gather information and data
through literature studies from various relevant sources. The research found that the early
stages of child development are crucial in shaping their behavior, character, moral
understanding, and religious values. Parents play a primary role in shaping this development
through appropriate education and a conducive environment. By considering children's
understanding at an early age, parents can choose the right approach in their religious
education. Through appropriate teaching methods, such as indoctrination, clarification of
values, setting an example, and spontaneous activities, children can develop a good
understanding of moral and religious values.
Keywords: early childhood, education, environment, moral development, parental role,
religious development.
PENDAHULUAN
Pendidikan keluarga memiliki peran penting, terutama pada pendidikan keagamaan.
Pendidikan agama Islam menjadi dasar bagi anak-anak dalam mempersiapkan kehidupan
mereka di masa depan. Orang tua sebagai pendidik diharapkan terlibat aktif dalam
menanamkan nilai-nilai pendidikan agama Islam kepada anak-anak. Rasulullah telah
menyatakan bahwa peran dan fungsi orang tua sangat penting dalam membentuk arah dan
keyakinan anak-anak mereka.1
Setiap anak yang lahir telah memiliki potensi untuk beragama, tetapi bentuk keyakinan
agama yang akan dianut sepenuhnya bergantung pada bimbingan, perawatan, dan pengaruh
dari kedua orang tua. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits Nabi Muhammad Saw:
‫َه ّ سا ِن ِه أ ِّص َرا ِن ِه‬ َ ‫ ْو ٍد عَلى ا‬7ُ‫ُكل م ْول‬
‫ َن‬7ُ‫ِ ْو ي‬ ‫ْل ِف ر‬ ‫ ْوَلد‬7ُ‫ي‬
‫ودَا ِن ِه أَ و ُي م ج‬ ،‫ِة‬
َ ْ ِ
‫ط‬
‫َأ َب َو ُاه ُي‬
Artinya: “setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan suci, maka ibu bapaknya yang
menajdikannya Yahudi, nasrani, dan Majusi” (HR. Bukhari)2
Anak harus mendapatkan pendidikan yang baik agar potensi mereka berkembang pesat
dan menjadi individu yang tangguh dengan kepribadian kuat dan keterampilan yang berguna.
Keluarga dan lembaga pendidikan memiliki peran penting dalam memberikan stimulasi dan
bimbingan yang tepat untuk menciptakan generasi penerus yang kuat.3
Sayangnya, kita sering melihat adanya perilaku negatif pada anak-anak sehari-hari,
seperti penggunaan bahasa kasar, meniru tindakan kekerasan, atau mencontoh perilaku tidak
pantas pada orang dewasa. Hal ini sangat mengkhawatirkan, mengingat masa kanak-kanak
seharusnya merupakan periode yang penuh dengan kegembiraan dan perkembangan, di mana
anak-anak belajar melalui bermain di lingkungan sekitar mereka.4 Salah satu faktor penyebab
perilaku negatif anak ketika berinteraksi dengan orang lain adalah kurangnya pendidikan yang
diberikan oleh orang tua atau orang dewasa di sekitarnya. Anak-anak sering meniru perilaku
yang tidak tepat, yang pada akhirnya menghasilkan perilaku yang tidak sesuai dengan norma
dan aturan setempat.5
Banyak pandangan masyarakat mengenai anak usia dini. Beberapa orang berpendapat,
bahwa anak usia dini terbentuk dari lingkungannya. Selain itu, terdapat pula pendapat bahwa

1
Zulhaini, “Peranan Keluarga dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam kepada Anak,”
Jurnal Al-Hikmah 1, no. 1 (2019): hlm. 1.
2
Ibid.
1
3
Farida Agus Setiawati, “Perkembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama pada Anak Usia Dini: Bukan
Sekedar Rutinitas,” Paradigma 1, no. 2 (2006): hlm. 41.
4
Ibid., hlm. 42.
5
Ibid.

2
anak usia dini adalah miniatur orang dewasa. Namun ada juga yang menganggap anak usia
dini sebagai masa usia pra sekolah yang mengalami masa perkembangan dan pertumbuhan
yang pesat 6.
Individu mengalami perkembangan sejak usia dini hingga dewasa, yang bersifat maju ke
depan, sistematis, dan berkesinambungan. Setiap individu mengalami perkembangan yang
sama, namun dengan kecepatan dan urutan yang berbeda-beda. Faktor-faktor seperti
stimulasi, nutrisi, kesehatan, dan lingkungan dapat mempengaruhi cepat atau lambatnya
perkembangan.7 Anak usia dini ialah anak yang berada dalam rentang usia 0-6 tahun sesuai
dengan pasal
28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 ayat 1.8 Sekitar 40% dari
perkembangan manusia terjadi pada usia dini, yang dipandang sebagai periode yang sangat
penting dan diistilahkan sebagai usia emas (golden age). Perkembangan pada masa tataran
usia dini terjadi sangat cepat dan merupakan periode yang penting dalam memberikan
rangsangan untuk mencapai perkembangan yang optimal.9
Pada masa usia dini, segala sesuatu mudah dibentuk dan akan mempengaruhi
perkembangan di masa yang akan datang. Hal itulah yang mendasari betapa pentingnya
melakukan penelaahan sehingga kita tidak akan melakukan kesalahan-kesalahan fatal dalam
membentuk karakter anak. Melalui pendidikan, bimbingan, pola asuh, pengalaman, dan
latihan-latihan pada masa kanak-kanak akan menentukan sikap dan kepribadian seseorang.
Seseorang yang pada masa kecilnya mendapatkan bimbingan, pola asuh, pendidikan,
pengalaman dan latihan-latihan hal-hal yang religius, santun dan ringan tangan (suka
membantu) terhadap sesama, empatik terhadap kesusahan dan segala masalah persoalan
sosial di lingkungan sekitarnya, maka setelah dewasa nanti si anak akan merasakan
pentingnya nilai- nilai agama di dalam hidupnya dan kepribadian menuju pada kematangan
keagamaan.10
Zakiah Daradjat mengatakan bahwa orang tua memiliki pengaruh yang besar dalam
mendidik atau memberikan pendidikan agama pada anak karena orang tua dalam mendidik
anak ada beberapa hal yang perlu dilakukan yaitu dengan melaksanakan petunjuk Allah dan
Rasul-Nya dalam mendidik anak. Yang mana pengaruh yang berdampak positif tersebut
dapat

Nur Tanfidiyah, Dasar-dasar PAUD (Mengkaji Pendidikan Anak Usia Dini dan Akarnya) (Jakarta:
6

Guepedia Group, 2021), hlm. 44.


7
Mulianah Khaironi, “Perkembangan Anak Usia Dini,” Jurnal Golden Age Hamzanwadi University 3,

3
no. 1 (2018): hlm. 1, doi:10.54045/ecie.v1i1.35.
8
Fadlillah, Desain Pembelajaran PAUD (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014), hlm. 18.
9
Khaironi, op. cit., hlm. 2.
10
Windisyah Putra, “Perkembangan Anak Ditinjau dari Teori Mature Religion,” Nadwa: Jurnal
Pendidikan Islam 7, no. 1 (2013): hlm. 2, doi:10.21580/nw.2013.7.1.541.

4
menjadi faktor pendukung orang tua dalam proses penanaman nilai-nilai moral dan agama
pada anak.11
Dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada anak, terkadang orang tua memiliki
peran yang kurang karena mereka sibuk dengan pekerjaan. Anak seringkali dititipkan di
lembaga pendidikan Al-Qur'an, tanpa adanya keterlibatan penuh dari orangtua. Padahal,
orangtua seharusnya menjadi guru utama dalam pendidikan agama anak.12
Dalam mendampingi dan mengarahkan anak agar memahami konsep keimanan dengan
lebih baik, orangtua dapat mengajarkan nilai-nilai agama kepada mereka. Ada beberapa
metode yang dapat digunakan oleh orangtua dalam proses penanaman nilai-nilai agama pada
anak. Salah satu metode yang efektif adalah metode pembiasaan, di mana orangtua
membiasakan anak untuk berperilaku baik. Melalui metode ini, anak akan terbiasa
berperilaku yang baik dalam masyarakat. Selain itu, dalam menanamkan nilai moral,
orangtua juga memberikan contoh dan mendorong pembiasaan perilaku yang positif.13
Hal ini dapat dimengerti kerena anak sejak usia dini telah melihat dan mempelajari hal-
hal yang berada di luar diri mereka. Mereka telah melihat dan mengikuti apa yang dikerjakan
dan diajarkan orang tentang sesuatu yang berhubungan dengan kemaslahatan agama. Dengan
demikian, ketaatan terhadap ajaran agama merupakan kebiasaan yang menjadi milik mereka
yang mereka pelajari dari orang tua maupun guru mereka.14
Anak usia dini sedang ada di pusat perasaan bukan kepintaran. Sebagaimana yang
dilakukan oleh Rasulullah, beliau terlebih dahulu mempukuk iman (perasaan) anak cucunya
sebelum mengajarkan mereka Al-Qur’an (kepintaran). Pada usia 0-6 tahun jangan banyak
diberi perintah, tapi berilah ia keteladanan. Karena fitrah mereka baru tumbuh yang
memerlukan penguatan dan perawatan. Maka pada tahap ini disebut tahap pra latihan atau pra
disiplin dalam bentuk instruksional. Namun lebih banyak kebersamaan, keteladanan,
keseruan, suasana atau amosfer keshalihan. Ukurannya ialah melakukan kebaikan dengan
antusias dan kecintaan saja, bukan tertib dan disiplin. Maka di tahap ini anak lebih banyak
diberikan ruang kebebasan dan kebahagiaan untuk memperoleh gambaran yang positif atau
kecintaan tentang segala sesuatu misal kecintaan kepada Allah, kepada Rasulullah, kecintaan
ayah ibunya dan sebagainya.15

11
Ariffiana Zelvi, “Proses Pembentukan Nilai-Nilai Agama Pada Anak Usia Dini Dalam Keluarga Di
Kampung Gambiran Pandeyan Umbulharjo Yogyakarta,” Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 1, no. 1 (2017):
hlm. 31.
12
Ibid., hlm. 23.
13
Ibid., hlm. 22.
14
Putra, op. cit., hlm. 3.
15
Zulhaini, op. cit., hlm. 10.

5
Dalam kehidupan agama pada masa kanak-kanak, penting untuk memahami bahwa
agama memiliki kecenderungan yang sangat realistis. Pada periode ini, orang tua berupaya
untuk mewujudkan nilai-nilai Islam secara pribadi dalam diri anak, sehingga agama menjadi
bagian tak terpisahkan dari kehidupannya. Jika tidak dilakukan, anak akan merasa ada
kekurangan dalam dirinya. Oleh karena itu, nilai-nilai agama menjadi kebutuhan yang
penting dalam perkembangannya.16
Upaya orang tua dalam membentuk perilaku anak yang bercorak agama selain dari siklus
kehidupan secara Islami juga diperoleh dari melatih, membiasakan dan mengembangkan
nilai- nalai agama yang sesuai dengan dasar moral. Melatih, membiasakan dan
mengembangkan dalam berperilaku terhadap nilai-nilai agama, orang tua dituntut untuk
membantu agar anak dapat membaca perilakunya agar apakah anak tidak melakukan
penyimpangan terhadap nilai- nilai agama atau tidak. Kesadaran ini akan menghindarkan
anak dari mengulang kesalahan yang sama, serta dapat mengembangkan terhadap perilaku
yang bersesuaian dengan nilai-nilai agama.17
Untuk mengoptimalkan pencapaian tujuan pendidikan tersebut, proses pembelajaran
harus dirancang dan disesuaikan dengan tahapan perkembangan dan kerakteristik anak. Anak
mempunyai potensi yang sangat besar untuk mengoptimalkan segala aspek perkembangannya
terutama pada usia 2-6 tahun.18 Karna lingkungan keluarga sebagai lingkungan awal bagi
pertumbuhan dan perkembangan anak, hendaknya di isi dengan hal-hal positif sehingga
memberikan dampak baik bagi perkembangan awal anak. Salah satu potensi perkembangan
yang perlu diperhatikan yaitu dalam bidang bidang moral dan keagamaan. Oleh karena itu,
dalam artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang perkembangan nilai moral-agama serta
peran keluarga dalam metode pendidikan moral dan agama pada masa anak usia dini.

METODE PENELITIAN
Artikel ini dikaji menggunakan metode penelitian kepustakaan (library research) dengan
melakukan analisis kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan seperti
buku dan jurnal yang dapat dijadikan referensi. Penelitian kepustakaan menurut Miqzaqon T
dan Purwokoialah studi yang digunakan untuk mengumpulkan informasi dan data dengan

16
Djazuli Djazuli, “Sosialisasi Nilai-Nilai Agama Pada Anak Dalam Keluarga Muslim,” Jurnal El-
Harakah 6, no. 2 (2008): hlm. 7, doi:10.18860/el.v6i2.4675.
17
Ibid., hlm. 6.
18
Muhsinin, “Pengaruh Pendidikan Keagamaan Orang Tua Terhadap Perkembangan Nilai Agama dan
Moral Anak,” Modeling:Jurnal Prodi PGMI III, no. 1 (2015): hlm. 88,
http://ejournal.kopertais4.or.id/index.php/modeling/article/view/1657.

6
menggunakan berbagai macam material yang tersedia di perpustakaan seperti dokumen,
buku, majalah, kisah-kisah sejarah dan sebagainya.19
Apriyanti, Syarif, Ramadhan, Zaim dan Agustina juga menyatakan bahwa literature
review adalah bentuk pemberian teori baru dengan dukungan teknik pengumpulan data yang
sesuai. 20
dalam pengumpulan data untuk artikel ini, digunakan teknik pengumpulan data
sekunder dengan meneliti objek yang berkaitan. Setelah mengumpulkan beberapa jurnal dan
buku yang relevan dengan topik, dilakukan analisis materi melalui studi pustaka dengan hasil
analisis disajikan secara deskriptif.

PEMBAHASAN
A. Konsep Perkembangan Anak Usia Dini
1. Pengertian Perkembangan
Hamaris memandang perkembangan sebagai suatu proses yang bersifat kumulatif,
artinya perkembangan terdahulu akan menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya.
Oleh Sebab itu, apabila terjadi hambatan pada perkembangan terdahulu maka
perkembangan selanjutnya cenderung akan mendapat hambatan.21
Menurut Libert, Paulus, dan Strauss bahwa perkembangan adalah proses perubahan
dalam pertumbuhan pada suatu waktu sebagai fungsi kematangan dan interaksinya
dengan lingkungan. Istilah perkembangan lebih mencerminkan perubahan psikologis.22
Perkembangan juga diartikan sebagai bertambahnya kemampuan atau keterampilan
dalam struktur dan fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dan dapat
diramalkan sebagai hasil dari pengalaman dan proses pematangan. Perkembangan
berkaitan juga dengan kemampuan gerak, intelektual, sosial dan emosional.23
Berdasarkan statement di atas dapat dipahami bahwa perkembangan merupakan
proses perubahan yang terjadi pada individu seiring dengan waktu, dan dipengaruhi
oleh

19
Milya Sari dan Asmendri, “Penelitian Kepustakaan ( Library Research ) dalam Penelitian Pendidikan
IPA,” Natural Science : Jurnal Penelitian Bidang IPA dan Pendidikan IPA 6, no. 1 (2020): 41–53.
20
Rizaldy Fatha Pringgar dan Bambang Sujatmiko, “Penelitian Kepustakaan (Library Research) Modul
Pembelajaran Berbasis Augmented Reality pada Pembelajaran Siswa,” Jurnal IT-EDU 05, no. 01 (2020): 317–
29.
21
Yuliani Nurani Sujino, Konsep Dasar Pendidikan Anak usia Dini (Jakarta Barat: Indeks, 2013), hlm.
60, https://news.ddtc.co.id/strategi-pendidikan-pajak-untuk-anak-usia-dini-11555.
22
Elly Herliani dan Euis Heryati, “Pengembangan Potensi Peserta Didik,” Modul Pengembangan
Keprofesian Berkelanjutan Sekolah Dasar (SD), 2017, hlm. 151.
23
Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, Perkembangan Anak Usia Dini (Jakarta: Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan
Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan
7
Republik Indonesia, 2020), hlm. 8.

8
kematangan dan interaksi dengan lingkungan. Perkembangan ini melibatkan
peningkatakan kemampuan dan keterampilan dan fungsi dari berbagai aspek seperti
fisik, kognitif, sosial, dan emosional, dan bersifat kumulatif, sehingga perkembangan
terdahulu menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya.

2. Pengertian Anak Usia Dini


Anak usia dini adalah anak yang masuk pada rentang usia 0-6 tahun. Sesuai dengan
pasal 28 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20/2003 ayat 1 yang
menyatakan bahwa anak usia adalah anak yang masuk pada rentang usia 0-6 tahun. 24
Anak usia dini berdasarkan keunikan dan perkembangannya dikelompokkan dalam
tahapan: masa bayi lahir sampai 12 bulan, masa batita atau toddler 1 sampai 3 tahun,
masa prasekolah usia 3-6 tahun, dan masa kelas awal usia 6 sampai 8 tahun.25
Anak usia dini sebagaimana diungkapkan oleh Piaget berada pada tahapan pra
operasional yaitu tahapan ketika anak belum menguasai operasi mental logis. Periode
ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan menggunakan sesuatu untuk mewakili
sesuatu dengan menggunakan simbol-simbol. Melalui kemampuan tersebut anak
mampu berimajinasi atau berfantasi dengan berbagai hal. 26
Anak usia dini berada dalam masa keemasan di sepanjang rentang usia
perkembangan manusia. Montessori mengatakan bahwa masa ini merupakan periode
sensitif (sensitive periods), selama masa inilah anak secara khusus mudah menerima
stimulus-stimulus dari lingkungannya. Pada masa ini anak siap melakukan berbagai
kegiatan dalam rangka memahami dan menguasai lingkungannya. Selanjutnya
Montessori menyatakan bahwa usia keemasan merupakan masa di mana anak mulai
peka untuk menerima berbagai stimulasi dan berbagai upaya pendidikan dari
lingkungannya baik disengaja maupun tidak disengaja. Pada masa peka inilah terjadi
pematangan fungsi- fungsi fisik dan psikis sehingga anak siap merespons dan
mewujudkan semua tugas-tugas perkembangan yang diharapkan muncul pada pola
perilakunya sehari-hari.27
Hal ini sependapat dengan Richard D. Kellough mengatakan bahwa, NAEYC
mengemukakan bahwa masa-masa awal kehidupan tersebut sebagai masa-masanya
belajar dengan slogannya sebagai berikut: “early years are learning years”. Hal ini

24
Fadlillah, op. cit., hlm. 18.
25
Setiawati, op. cit., hlm. 42.
26
Musyarofah, “Pengembangan Aspek Sosial Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak Aba IV Mangli
Jember Tahun 2016,” INJECT: Interdisciplinary Journal of Communication 2, no. 1 (2017): hlm. 103.
9
27
Sujino, op. cit., hlm. 60.

10
disebabkan bahwa selama rentang waktu usia dini, anak mengalami berbagai
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat dan pesat pada berbagai aspek.
Pada periode ini hampir seluruh potensi anak mengalami masa peka untuk tumbuh dan
berkembang secara cepat dan hebat. Oleh karena itu, pada masa ini anak sangat
membutuhkan stimulasi dan rangsangan dari lingkungannya.28
Masa ini merupakan masa untuk meletakkan pondasi dasar dalam mengembangkan
kemampuan fisik dan motorik, kognitif, bahasa, sosio emosional, moral serta nilai-nilai
agama yang mana tercantum dalam Permen 58 tahun 2009 dijabarkan pada dua aspek
bidang pengembangan, yaitu: 1) bidang pengembangan prilaku atau pembiasaan yang
meliputi: Moral, Agama, Sosio Emosional dan Kemandirian; 2) bidang kemampuan
dasar, meliputi: Bahasa, Kognitif, dan Fisik Motorik. Pengembagan diberikan untuk
persiapan memasuki pendidikan dasar.29
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat dipahami bahwa usia anak usia dini
antara 0-6 tahun, dengan mengalami perkembangan tahap demi tahap: masa bayi,
batita, prasekolah, dan kelas awal. Pada tahap ini, anak belum menguasai operasi
mental logis dan cenderung berfantasi menggunakan simbol-simbol. Masa ini juga
menjadi periode sensitif di mana anak peka terhadap rangsangan lingkungan.
Perkembangan ini membantu membangun kemampuan fisik, motorik, kognitif, bahasa,
sosio-emosional, moral, dan nilai-nilai agama.
Perkembangan anak usia dini merujuk pada proses perubahan yang terjadi pada
individu dalam rentang usia 0-6 tahun. Perkembangan ini dipengaruhi oleh kematangan
dan interaksi dengan lingkungan. Melalui perkembangan ini, anak mengalami peningkatan
kemampuan dan keterampilan dalam berbagai aspek seperti fisik, kognitif, sosial, dan
emosional. Perkembangan anak usia dini bersifat kumulatif, di mana perkembangan
sebelumnya menjadi dasar bagi perkembangan selanjutnya. Anak usia dini mengalami
tahap-tahap perkembangan, yaitu masa bayi, batita, prasekolah, dan kelas awal. Pada tahap
ini, anak belum menguasai operasi mental logis dan cenderung menggunakan simbol-
simbol dalam berfantasi. Masa ini juga menjadi periode sensitif di mana anak sangat peka
terhadap rangsangan lingkungan. Perkembangan anak usia dini membantu membangun
kemampuan fisik, motorik, kognitif, bahasa, sosio-emosional, moral, dan nilai-nilai
agama.

28
Ariffiana Zelvi, op. cit., hlm. 26.
11
29
Muhsinin, op. cit., hlm. 88.

12
B. Perkembangan Moral pada Anak Usia Dini
Hurlock mendefinisikan perilaku moral sebagai perilaku yang sesuai dengan kode
moral kelompok sosial.30 Ouska dan Whellan mengemukakan moral sebagai prinsip baik-
buruk yang ada dan melekat dalam diri individu/seseorang. Walaupun moral itu berada
dalam diri individu, tetapi moral berada dalam suatu sistem yang berwujud aturan. Dalam
hal ini, pada pemikiran filosofi Michael Novak, ia berpendapat bahwa watak/karakter
seseorang dibentuk melalui tiga aspek yang satu sama lain saling berhubungan dan terkait,
sebagai berikut:31
1. Konsep moral (moral knowing) mencakup kesadaran moral (moral awarness),
pengetahuan nilai moral (knowing moral value), pandangan ke depan (perspective
talking), penalaran moral (reasoning), pengambilan keputusan (decision making), dan
pengetahuan diri (self knowledge).
2. Sikap moral (moral feeling) mencakup kata hati (conscience), rasa percaya diri (self
esteem), empati (emphaty), cinta kebaikan (loving the good), pengendalian diri (self
control), dan kerendahan hati (and huminity).
3. Perilaku moral (moral behavior) mencakup kemampuan (compalance), kemauan (will)
dan kebiasaan (habbit).
Perkembangan moral menurut Desmita merupakan suatu perkembangan yang
berhubungan dengan aturan dan konvensi tentang melakukan sesuatu sebagaimana
seharusnya dalam berkomunikasi dengan orang lain.32 Kohlberg mengelompokkan
perkembangan moral menjadi tiga tahap dengan masing-masing dua stadium, sebagai
berikut:33
1. Tahap moralitas prakonvensional, yang terjadi pada anak usia dini (sekitar 4 hingga 9
tahun). Pada tahap ini, perilaku anak masih tunduk pada peraturan luar. Stadium
pertama tahap ini ditandai kontrol perilaku anak yang bergantung pada konsekuensi
fisik seperti hadiah dan hukuman. Sebagai contoh, anak tidak memukul adiknya karena
takut mendapat hukuman dari orang tua. Pada stadium kedua, anak berperilaku moral
untuk mendapatkan penghargaan, seperti membantu orang tua agar mendapat pujian
atau perlakuan baik.

30
Setiawati, op. cit., hlm. 43.
31
Rizki Ananda, “Implementasi Nilai-nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini,” Jurnal Obsesi :
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 1, no. 1 (2017): hlm. 21, doi:10.31004/obsesi.v1i1.28.
32
Nurma dan Sigit Purnama, “Penanaman Nilai Agama dan Moral Pada Anak Usia Dini di TK Harapan
Bunda Woyla Barat,” Yaa Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 6, no. 1 (2022): hlm. 55.
33
Setiawati, op. cit., hlm. 44.

13
2. Tahap konvensional. Pada tahap ini, perilaku moral anak dikendalikan oleh peraturan
yang telah ditetapkan atau disepakati. Sebagai contoh, anak melakukan sesuatu agar
diterima dan menjadi sejalan dengan kelompok teman sebaya.
3. Tahap pascakonvensional, di mana perilaku anak dikendalikan oleh nilai-nilai atau
prinsip-prinsip yang mereka pegang. Pada tahap ini, mereka dapat mengikuti nilai dan
aturan dengan fleksibilitas.
Pengembangan nilai moral ini berfungsi untuk mencapai beberapa hal:34
1. Agar perilaku dan sikap anak didasari oleh nilai moral sehingga anak dapat hidup
sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat
2. Membantu anak agar tumbuh menjadi pribadi yang matang dan mandiri
3. Melatih anak untuk dapat membedakan sikap dan perilaku yang baik dan yang tidak
baik sehingga dengan sadar berusaha menghindarkan diri dari perbuatan tercela
Dapat di pahami bahwa perilaku moral merupakan tindakan yang sesuai dengan
norma- norma sosial. Moral sebagai prinsip mengenai baik dan buruk yang ada dalam diri
individu dan terkait dengan aturan yang berlaku. Perkembangan moral melibatkan konsep
moral, sikap moral, dan perilaku moral. Perkembangan moral dapat dikelompokkan
menjadi tiga tahapan, yaitu: prakonvensional, konvensional, dan pascakonvensional.
Pentingnya pengembangan nilai moral untuk memastikan bahwa perilaku dan sikap anak
didasarkan pada nilai yang baik, membantu mereka tumbuh menjadi individu yang matang
dan mandiri, serta melatih mereka untuk membedakan tindakan baik dan buruk.

C. Perkembangan Agama pada Anak Usia Dini


Agama secara definisi merupakan praktik perilaku yang terkait dengan sistem
kepercayaan yang diikuti oleh para pengikutnya. Semua tindakan atau perilaku yang
dilakukan oleh individu dipengaruhi oleh panduan dan ajaran dari agama yang mereka
anut. Perkembangan agama pada diri manusia merupakan serangkaian pemahaman tentang
cara berperilaku yang baik serta cara menjauhi perilaku yang dilarang oleh keyakinan yang
di anutnya.35
Pengembangan nilai keagamaan terhadap anak usia dini merupakan suatu upaya
pengembangan nilai-nilai keagamaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai
dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan
untuk

34
Ananda, op. cit., hlm. 23.
14
35
Nurma dan Purnama, op. cit., hlm. 55.

15
membantu pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki
kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih lanjut.36
Nilai agama dan moral meliputi kemampuan mengenal nilai agama yang dianut,
mengerjakan ibadah, berperilaku jujur, penolong, sopan, hormat, sportif, menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, mengetahui hari besar agama, menghormati, dan toleran
terhadap agama orang lain.37
Secara umum tujuan pengembangan nilai agama pada diri anak adalah meletakkan
dasar-dasar keimanan dengan pola takwa kepada-Nya dan keindahan akhlak, cakap,
percaya pada diri sendiri, serta memiliki kesiapan untuk hidup di tengah-tengah dan
bersama-sama dengan masyarakat untuk menempuh kehidupan yang diridhai-Nya.38
Adapun tujuan khusus pengembangan nilai agama pada anak-anak usia prasekolah
yaitu:39
1. Mengembangkan rasa iman dan cinta terhadap Tuhan
2. Membiasakan anak-anak agar melakukan ibadah kepada Tuhan
3. Membiasakan agar perilaku dan sikap anak didasari dengan nilai-nilai agama
4. Membantu anak agar tumbuh dan berkembang menjadi pribadi yang beriman dan
bertakwa terhadap Tuhan
Hidayat mengatakan bahwa dalam perkembangan nilai-nilai agama pada anak
terdapat tiga aspek utama, yaitu: aspek usia, aspek fisik, aspek psikis anak. Ernest Harms
juga menjelaskan bahwa pada tahap usia dini, khususnya antara 3-6 tahun, anak berada
pada tahap dongeng (The fairy tale stage) dalam perkembangan agamanya. Pada tahap ini,
anak memahami konsep tentang Tuhan melalui fantasi dan emosi, sesuai dengan tingkat
perkembangan inteleknya. Anak masih cenderung menggunakan konsep fantasi dan
dongeng yang kurang realistis dalam memahami agama. Oleh karena itu, penting untuk
memberikan pendidikan agama yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak pada tahap
ini, sehingga dapat mendukung pengembangan spiritual anak dengan baik.40
Sifat-sifat pemahaman anak usia dini terhadap nilai-nilai keagamaan di antaranya:

36
Ananda, op. cit., hlm. 28.
37
Kebudayaan, op. cit., hlm. 21.
38
Ananda, op. cit., hlm. 26.
39
Ani Oktarina dan Eva Latipah, “Perkembangan Agama Anak Usia Dini (Usia 0-6 Tahun) Beserta
Stimulasinya,” PAUDIA : Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan Anak Usia Dini 10, no. 1 (2021): hlm.
143, doi:10.26877/paudia.v10i1.7983.
40
Denok Dwi Anggraini, “Peningkatan Pengembangan Nilai Agama Dan Moral Melalui Metode
Bercerita,” Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Anak Usia Dini 2, no. 2 (2015):
140–49.

16
1. Unreflective: pemahaman dan kemampuan anak dalam mempelajari nilai-nilai agama
sering menampilkan suatu hal yang tidak serius. Mereka melakukan kegiatan ibadah
pun dengan sikap dan sifat dasar yang kekanak-kanakan. Tidak mampu memahami
konsep agama dengan mendalam.
2. Egocentris: dalam mempelajari nilai-nilai agama, anak usia Taman Kanak-kanak
terkadang belum mampu bersikap dan bertindak konsisten. Anak lebih terfokus pada
hal- hal yang menguntungkan dirinya.
3. Misunderstand: anak akan mengalami salah pengertian dalam memahami suatu ajaran
agama yang banyak bersifat abstrak.
4. Verbalis dan Ritualis: kondisi ini dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan nilai-nilai
agama pada diri mereka dengan cara memperkenalkan istilah, bacaan, dan ungkapan
yang bersifat agamis. Seperti memberi latihan menghafal, mengucapkan,
memperagakan, dan sebagainya
5. Imitative: anak banyak belajar dari apa yang mereka lihat secara langsung. Mereka
banyak meniru dari apa yang pernah dilihatnya sebagai sebuah pengalaman belajar.

Dapat di pahami bahwa agama memiliki pengaruh pada perilaku individu dan
perkembangan moralnya. Penting untuk mengembangkan nilai-nilai agama pada anak usia
dini agar mereka memiliki dasar keimanan dan akhlak yang baik. Tujuan pengembangan
nilai agama meliputi pengembangan iman dan cinta kepada Tuhan, pembiasaan beribadah,
pengarahan perilaku dan sikap berdasarkan nilai agama, serta pertumbuhan menjadi
individu yang beriman dan bertakwa. Dalam pengembangan nilai agama, perlu
memperhatikan aspek usia, fisik, dan psikis anak. Pada tahap usia dini, anak memasuki
tahap dongeng dalam pemahaman agama, di mana mereka memahami konsep Tuhan
melalui fantasi dan emosi. Pemahaman anak usia dini terhadap nilai-nilai agama masih
bersifat unreflektif, egosentris, dapat terjadi kesalahpahaman, cenderung bersifat verbal
dan ritualis, serta meniru apa yang mereka lihat.

17
D. Tingkat Pencapaian Perkembangan Agama dan Moral Pada Anak Usia Dini
Adapun standar isi tentang tingkat pencapaian perkembangan agama dan moral anak
usia dini berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia
nomor 137 tahun 2014 tentang standar nasional pendidikan anak usia dini, dapat diuraikan
sebagai berikut:41
Tabel 1
Tingkat Pencapaian Perkembangan Agama-Moral Anak Usia Dini

Usia Anak Tingkat Pencapaian Perkembangan pada lingkup


Nilai Agama dan Moral
Mulai meniru gerakan berdoa/sembahyang sesuai agamanya;
Mulai meniru doa pendek sesuai dengan agamanya
Usia 2-3 tahun
Mulai memahami kapan mengucapkan salam, terima kasih, maaf dan
sebagainya;
Mengetahui pengerian perilaku yang berlawanan meskipun belum
selalu dilakukan seperti pemahaman perilaku baik-buruk, benar-
Usia 3-4 tahun
salah, sopan tidak sopan;
Mengetahui arti kasih dan sayang kepada ciptaan Tuhan
Mengenal Tuhan melalui agama yang dianutnya;
Meniru gerakan beribadah dengan urutan yang benar;
Mengenal perilaku baik/sopan dan buruk;
Usia 4-5 tahun Mengucapkan doa sebelum dan/atau sesudah melakukan sesuatu;
Membiasakan diri berperilaku baik;
Mengucapkan salam dan membalas salam
Mengenal agama yang dianut;
Membasakan diri beribadah;
Berperilaku jujur, penolong, sopan, hormat, sportif, dan sebagainya;
Usia 5-6 tahun Menjaga kebersihan diri dan lingkungan;
Mengetahui hari besar agama;
Menghormati (toleransi) agama orang lain.

Pada usia 2-3 tahun, anak mulai meniru perilaku orang dewasa di sekitarnya. Oleh
karena itu, stimulasi perkembangan nilai-nilai agama dan moral pada anak usia ini
bertujuan untuk memberikan contoh yang baik secara berulang-ulang. Sementara itu,
pada usia 3-4 tahun, tujuan pembelajaran adalah membantu anak membedakan perilaku
yang bertentangan, seperti menyapa orang tua dengan mencium tangan dianggap baik,
sedangkan tidak mencium tangan dianggap buruk, meskipun mereka belum terbiasa
melakukannya. Pada fase ini sebagai pondasi untuk menumbuhkan kecintaa sholat pada
anak, dalam usia ini janagn sampai anak merasa terpaksa untuk sholat karena ia takut

41
Tritjahjo Danny Mozes Kurniawan, “Perkembangan Emosi Sosial Dan Moral Pada Anak Usia Dini,”
in Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini, vol. 5, 2018, hlm. 143-144.

18
terhadap orang tuanya, jadi biarkan ia melihat, meniru dan mencontoh karena usia ini
anak lebih banyak meniru.
Ketika anak mencapai usia 4-5 tahun, tujuan pembelajaran adalah memperkenalkan
anak dengan Tuhan sesuai dengan agama yang dianut oleh orang tua mereka. Anak juga
diajak untuk terbiasa beribadah seperti yang mereka lihat dalam keluarga. Saat anak
mencapai usia 5-6 tahun, tujuan pembelajaran adalah untuk memperdalam pemahaman
agama yang dianutnya. Mereka diajarkan untuk berperilaku terpuji saat berinteraksi
dengan siapa pun, mampu membedakan perilaku yang baik dan buruk dalam konteks
keluarga dan masyarakat, serta menghormati keragaman agama dan saling
menghormati satu sama lain.

E. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Moral dan Agama pada Anak


Usia Dini
Perkembangan moral dan agama pada anak usia dini dipengaruhi oleh berbagai
faktor. Berikut adalah beberapa faktor yang mempengaruhi perkembangan moral dan
agama pada anak usia dini:
1. Keluarga. Keluarga adalah lingkungan pertama bagi anak untuk belajar dan
berkembang secara sosial dan moral-agama. Pola asuh, nilai-nilai, dan norma yang
diterapkan di lingkungan keluarga akan memengaruhi perkembangan moral, norma
dan agama anak dengan baik.42
2. Pendidikan. Pendidikan formal maupun non-formal yang diterima oleh anak usia dini
juga memengaruhi perkembangan moral dan agama anak. Sekolah memiliki tujuan
untuk mengajarkan moralitas dan konsekuensi dari tindakan siswa.43
3. Teman Sebaya. Teman sebaya dapat membantu anak untuk menjadi lebih percaya
diri, menghormati orang lain, dan mampu merasakan perasaan orang lain. Namun,
terkadang teman sebaya juga dapat membawa pengaruh buruk bagi karakter anak.
Dengan bersama teman sebayanya, anak dapat bertambah pengetahuannya tentang
lingkungan sekitarnya, mengembangkan penalaran moral, dan lain sebagainya.44
4. Agama. Agama juga memainkan peran penting dalam perkembangan sosial dan
agama anak. Agama membantu membentuk moral dan etika anak serta memberikan
panduan

42
Oktarina dan Latipah, op. cit.
43
Ika Chastanti dan Indra Kumalasari Munthe, “Pendidikan Karakter Pada Aspek Moral Knowing
Tentang Narkotika Pada Siswa Menengah Pertama,” Sosial Horizon: Jurnal Pendidikan Sosial 6, no. 1 (2019):
hlm. 32, doi:10.31571/sosial.v6i1.994.
19
44
Ibid.

20
dalam bergaul dengan orang lain. Anak yang tumbuh dalam keluarga religius dan
bermoral tinggi akan cenderung religius dan bermoral juga, sebaliknya jika anak
tumbuh dalam keluarga yang kacau, ia juga akan menjadi anak yang liar atau tidak
terkontrol. Selain untuk kehidupannya di masa kini, kedua aspek perkembangan
menentukan kehidupan anak di masa yang akan datang.45
Dapat di simpulkan bahwa perkembangan moral dan agama pada anak usia dini
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keluarga, lingkungan pendidikan, teman sebaya, dan
agama. Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memengaruhi pertumbuhan moral
dan nilai agama anak, sementara pendidikan membantu dalam proses sosialisasi. Interaksi
dengan teman sebaya dan nilai-nilai agama juga memiliki peran penting dalam membentuk
perkembangan moral dan agama anak. Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan
lingkungan sekitar untuk memberikan dukungan dan arahan yang tepat guna mendukung
perkembangan moral dan agama anak.

F. Lingkungan Keluarga dalam Proses Penanaman Nilai Moral-Agama pada Anak Usia
Dini
Berdasarkan tinjauan aspek pedagogis, masa usia dini dianggap sebagai masa pondasi
awal bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya. Kondisi yang kondusif dalam
memberikan stimulasi dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan dan minat anak
sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal.
Pendidikan berperan penting dalam perkembangan diri anak yang mencakup
perkembangan fisik, moral, emosional, intelektual, dan spiritual.46 Pendidikan bagi anak
usia dini memiliki beberapa fungsi antara lain untuk mengembangkan seluruh kemampuan
yang dimiliki anak sesuai dengan tahapan perkembangannya, mengenalkan anak dengan
dunia sekitar, mengembangkan sosialisasi anak, mengenalkan peraturan dan menanamkan
disiplin pada anak dan memberikan kesempatan pada anak untuk menikmati masa
bermainnya.47 Pengembangan pada anak usia dini berkaitan dengan pengembangan
berbagai potensi yang dimiliki anak, yang membutuhkan situasi atau lingkungan yang
dapat mendukung perkembangan potensi tersebut.48

45
Willius Kogoya, Buku Ajar Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Widina Bhakti Persada Bandung,
2018), hlm. 63.
46
Munir Yusuf dan Jurniati, “Pengaruh Pendidikan Bagi Perkembangan Anak Usia Dini,” Jurnal Tunas
Cendekia 1, no. 1 (2018): hlm. 32, ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/tunascendekia.
47
Sujino, op. cit., hlm. 52.
48
Ibid., hlm. 53.

21
Pendidikan baik formal maupun non-formal memiliki pengaruh penting terhadap
perkembangan moral dan agama anak-anak. Melalui pendidikan ini, nilai-nilai agama dan
spiritualitas dapat diperkuat, serta membantu anak-anak membangun moralitas dan
karakter yang baik. Selain itu, pendidikan agama juga membantu anak-anak untuk
memahami dan menghargai perbedaan agama dan keyakinan, sehingga mereka dapat
menjadi individu yang toleran dan menghargai keberagaman dalam masyarakat. Dengan
demikian, pendidikan agama membantu anak-anak untuk menjadi lebih terbuka, sensitif,
dan peduli terhadap keberagaman agama dan budaya di sekitar mereka.49
Lingkungan memiliki dampak yang signifikan terhadap perkembangan anak, di mana
lingkungan keluarga berperan sebagai yang pertama dan paling berpengaruh. Keluarga
memiliki peranan utama dalam membentuk kepribadian anak dan mentransfer
pengetahuan serta nilai-nilai keimanan. Lingkungan keluarga memiliki peran krusial
dalam pendidikan agama dan moral anak, serta membentuk pola pikir dan jiwa yang sesuai
dengan prinsip- prinsip Islam. Orang tua memikul tanggung jawab untuk mendidik anak-
anak mereka sesuai dengan ajaran agama Islam, dan tidak hanya bergantung pada lembaga
pendidikan.50
Orang tua memiliki peran utama sebagai pendidik dalam keluarga, dimana mereka
diharapkan dapat memberikan bimbingan, pendidikan, pelatihan, dan pengajaran kepada
anak-anak mereka. Idealnya, orang tua membantu membentuk kepribadian dan
mendukung proses pembelajaran anak dalam berbagai hal. Pendidikan dalam keluarga
merupakan upaya orang tua untuk membina anak agar tumbuh dan berkembang sesuai
potensi mereka. Seluruh aspek potensi anak, baik jasmani, akal, maupun rohani, perlu
diperhatikan dan dibangun melalui pendidikan di lingkungan keluarga.51Agama seorang
anak pada umumnya ditentukan oleh pendidikan, pengalaman, dan latihan-latihan yang
dilaluinya sejak kecil terutama oleh orang tuanya di dalam keluarga. Dalam hal ini orang
tua dapat menanamkan, menumbuhkan, dan mengembangkan dasar-dasar keimanan
(keagamaan) pada diri anak- anaknya.52
Pertumbuhan agama tidak muncul dengan sendirinya, melainkan karena adanya
rangsangan (stimulus) yang sangat kuat dan berulang-ulang yang muncul dari luar diri
anak- anak. Pertama, pendengaran anak-anak terangsang dengan suara/bahasa yang
memuat nilai

49
Putra, op. cit., hlm. 11.
52
Ananda, op. cit., hlm.

2
50
Ramli Rasyid et al., “Implikasi Lingkungan Pendidikan Terhadap Perkembangan Anak Perspektif
Pendidikan Islam,” AULADUNA: Jurnal Pendidikan Dasar Islam 7, no. 2 (2020): hlm. 120,
doi:10.24252/auladuna.v7i2a1.2020.
51
Zulhaini, op. cit., hlm. 5.

52
Ananda, op. cit., hlm.

2
agama yang diucapkan berulang-ulang; Kedua, penglihatan (mata), anak-anak terangsang
dengan sikap dan perilaku keagamaan yang berulang-ulang; dan Ketiga, adanya pemicu
bagi anak berupa fasilitas yang tersedia untuk meniru dan melakukan praktek keagamaan,
sehingga proses peniruan (imitasi) terhadap perilaku keagamaan yang dilakukan oleh
orang tuanya berlangsung dengan mulus dan tanpa hambatan.53
Kemampuan berfantasi pada anak-anak merupakan tahap awal menuju kemampuan
berpikir abstrak, termasuk dalam hal hidup agama. Berfantasi memungkinkan mereka
untuk membayangkan dunia yang bersifat abstrak dan melahirkan ide-ide baru di luar
pemikiran konkrit mereka. Dengan berain peran dan meniru orang dewasa, anak-anak
dapat memindahkan segala bentuk ucapan, sikap, tindakan, atau perbuatan ke dalam
dirinya.54
Perkembangan moral dan etika pada diri anak usia dini dapat diarahkan pada
pengenalan kehidupan pribadi anak dalam kaitannya dengan orang lain. Misalnya,
mengenalkan dan menghargai perbedaan di lingkungan tempat anak hidup, mengenalkan
peran gender dengan orang lain, serta mengembangkan kesadaran anak akan hak dan
tanggung jawabnya. Puncak yang diharapkan dari tujuan pengembangan moral anak usia
dini ialah adanya keterampilan afektif anak itu sendiri, yaitu keterampilan utama untuk
merespon orang lain dan pengalaman-pengalaman barunya, serta memunculkan
perbedaan- perbedaan dalam kehidupan teman disekitarnya.55
Orang tua harus memperhatikan sifat-sifat pemahaman anak usia dini pada nilai
keagamaan sebelum mengembangkan nilai agama pada anak. Hal ini bertujuan agar dapat
menentukan pendekatan yang tepat dan sesuai dengan perkembangan dan kepribadian
anak.56 Dengan itu, maka dalam mengembangkan nilai-nilai moral dan agama anak dapat
dikembangkan melalui:
1. Metode indoktrinasi, Cara membimbing anak menuju akidah yang benar adalah dengan
mendidik mereka mencintai Allah sejak dini. Mengenalkan mereka pada makhluk-
makhluk Allah di sekitar mereka dan perkuat keterikatan mereka dengan Sang
Pencipta. Pembelajaran saintifik dapat membantu mereka mencintai Allah dan ilmu
pengetahuan. Anak juga perlu diajarkan mencintai orang tua, keluarga, dan tetangga.
Penanaman nilai- nilai agama ini akan menciptakan anak yang penuh cinta kasih dan
bermanfaat bagi orang

53
Ibid.

2
54
Ibid., hlm. 26-27.
55
Ibid., hlm. 22.
56
Ibid., hlm. 23-24.

2
lain.57 Tujuannya adalah membentuk anak yang disiplin secara sosial tanpa kekerasan
fisik, dengan hukuman nonfisik dan pemberian hadiah.58
2. Metode klarifikasi nilai, Metode klarifikasi nilai bertujuan melatih anak untuk
mengembangkan pemahaman moral yang sederhana terhadap peristiwa yang mereka
alami. Dalam metode ini, anak diajak untuk mengenali akibat dari tindakan mereka dan
membedakan mana yang merugikan dan mana yang tidak. Sebagai contoh, ketika anak
melihat adiknya menangis karena mainan diambil oleh temannya, orang tua dapat
menggunakan metode klarifikasi nilai untuk mengajarkan anak tentang nilai keadilan.
Mereka dapat membantu anak memahami bahwa mengambil mainan orang lain tanpa
izin tidak adil dan bahwa mereka harus menghormati kepemilikan dan perasaan orang
lain.59
3. Metode teladan/contoh, sebagaimana menurut Maria J. Wantah, perlaku orang tua,
kakak atau pengasuh di rumah adalah contoh yang paling efektif bagi pemebntukan
perilaku anak.60 Dalam hal ini orang tua berperan langsung sebagai teladan/contoh bagi
anak, segala sikap dan tingkah laku baik di rumah maupun di masyarakat hendaknya
selalu menunjukkan sikap dan tingkah laku yang baik.61
4. Metode pembiasaan, sebagaimana menurut Maria J. Wantah berdasarkan prinsip-
prinsip yang mendasari perkembangan moral, metode pembasaan merupakan etode
pembentukan moral yang efektif.62 Tujuan dari metode ini ialah anak dibiasakan
melakukan kegiatan rutin, dengan melakukan kegiatan yang dilakukan setiap hari,
misalnya berdoa sebelum dan sesudah makan; mengucapkan salam; merapikan mainan
setelah bermain; meminta tolong dngan baik; membuang sampah pada tempatnya;
ibadah khusus keagamaan bersama; pemeliharaan kebersihan dan sebagainya.63
5. Kegiatan spontan, yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara spontan pada saat itu juga.
Kegiatan ini dilakukan pada saat orang tua mengetahui sikap/tingkah laku anak yang
kurang baik, dengan langsung diberikan pengertian dan diberitahu bagaimana
sikap/perilaku yang baik, misalnya kalau menerima atau memberikan sesuatu harus
pakai

57
Inawati Asti, “Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Untuk Anak Usia Dini,” Jurnal
Pendidikan Anak 3, no. 1 (2017): hlm. 58.
58
Amir Syamsudin, “Pengembangan Nilai-Nilai Agama dan Moral pada Anak Usia Dini,” Jurnal
Pendidikan Anak, 2015, hlm. 111, doi:10.21831/jpa.v1i2.3018.
59
Ibid.
60
Ariffiana Zelvi, op. cit., hlm. 26.
61
Syamsudin, op. cit., hlm. 111.
62
Ariffiana Zelvi, op. cit., hlm. 26.

2
63
Ananda, op. cit., hlm. 24.

2
tangan kanan dan mengucapkan terimakasih; meminta sesuatu dengan sopan dan tidak
berteriak dan sebagainya.64
6. Menyentuh dan mengaktifkan potensi berfikir anak, dalam mengembangkan moral dan
nilai agama melalui cerita atau dongeng yang merangsang pikiran mereka. Cerita-cerita
ini dapat diberikan oleh orang tua atau orang terdekat. Penting untuk memilih cerita
yang berkaitan dengan kisah kenabian atau tokoh-tokoh sholeh, karena cerita tersebut
mengandung nilai-nilai positif yang bermanfaat bagi perkembangan anak-anak. Cerita
memiliki kekuatan untuk meningkatkan kesadaran dan mempengaruhi pemikiran anak-
anak, serta membantu membentuk nilai-nilai positif dalam diri mereka. Melalui cerita
atau dongeng, imajinasi anak-anak dapat berkembang. Mereka akan mengembangkan
pemikiran mereka saat mendengarkan cerita yang dibacakan.65
Berdasarkan statement di atas, dapat disimpulkan bahwa masa usia dini memiliki
peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Lingkungan yang kondusif
dan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak berperan krusial dalam mencapai
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Orang tua sebagai pendidik dalam
keluarga memiliki tanggung jawab utama dalam membimbing dan mendidik anak-anak
mereka, memperkuat nilai-nilai agama dan spiritualitas, serta membentuk perilaku dan
karakter yang baik. Metode pembelajaran yang tepat, seperti indoktrinasi, klarifikasi nilai,
teladan/contoh, pembiasaan, kegiatan spontan, dan cerita atau dongeng, dapat digunakan
untuk mengembangkan pemahaman moral dan nilai agama anak. Dengan memperhatikan
pemahaman anak usia dini, orang tua dapat memilih pendekatan yang sesuai, sehingga
pendidikan usia dini yang memperhatikan aspek pedagogis akan berperan penting dalam
membentuk anak yang berkualitas dan berintegritas.

KESIMPULAN
Masa awal perkembangan anak memiliki peran penting dalam pertumbuhan mereka,
yang sangat dipengaruhi oleh lingkungan yang kondusif dan pendidikan yang sesuai. Peran
orang tua sangat signifikan dalam mendidik anak-anak mereka, memperkuat nilai-nilai agama
dan spiritualitas, serta membentuk perilaku dan karakter yang baik. Metode pembelajaran
yang tepat, seperti indoktrinasi, klarifikasi nilai, memberikan teladan, mendorong kebiasaan
positif, menyelenggarakan kegiatan spontan, serta menceritakan dongeng, dapat digunakan
untuk

64
Ibid.

2
65
Asti, op. cit., hlm. 60.

2
mengembangkan pemahaman moral dan nilai agama pada anak-anak. Dengan
memperhatikan pemahaman anak pada masa dini, orang tua dapat memilih pendekatan yang
sesuai, sehingga pendidikan usia dini yang memperhatikan aspek pedagogis akan berperan
penting dalam membentuk anak-anak yang berkualitas dan berintegritas. Perkembangan
moral dan agama pada anak-anak usia dini dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti keluarga,
lingkungan pendidikan, teman sebaya, dan agama. Oleh karena itu, penting bagi orang tua
dan lingkungan sekitar untuk memberikan dukungan dan bimbingan yang tepat guna
mendukung perkembangan moral dan agama anak-anak, serta menanamkan kebiasaan baik
seperti saling menghargai dan bersikap sopan sejak usia dini, mengingat bahwa masa golden
age anak tidak dapat diulang.

REFERENSI
Ananda, Rizki. “Implementasi Nilai-nilai Moral dan Agama pada Anak Usia Dini.” Jurnal
Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 1, no. 1 (2017): 19–31.
doi:10.31004/obsesi.v1i1.28.

Anggraini, Denok Dwi. “Peningkatan Pengembangan Nilai Agama Dan Moral Melalui
Metode Bercerita.” Jurnal PG-PAUD Trunojoyo : Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran
Anak Usia Dini 2, no. 2 (2015): 140–49.

Ariffiana Zelvi. “Proses Pembentukan Nilai-Nilai Agama Pada Anak Usia Dini Dalam
Keluarga Di Kampung Gambiran Pandeyan Umbulharjo Yogyakarta.” Jurnal
Pendidikan Anak Usia Dini 1, no. 1 (2017): 20–33.

Asti, Inawati. “Strategi Pengembangan Moral dan Nilai Agama Untuk Anak Usia Dini.”
Jurnal Pendidikan Anak 3, no. 1 (2017): 51–64.

Chastanti, Ika, dan Indra Kumalasari Munthe. “Pendidikan Karakter Pada Aspek Moral
Knowing Tentang Narkotika Pada Siswa Menengah Pertama.” Sosial Horizon: Jurnal
Pendidikan Sosial 6, no. 1 (2019): 26–37. doi:10.31571/sosial.v6i1.994.

Djazuli, Djazuli. “Sosialisasi Nilai-Nilai Agama Pada Anak Dalam Keluarga Muslim.” Jurnal
El-Harakah 6, no. 2 (2008): 1–18. doi:10.18860/el.v6i2.4675.

Fadlillah. Desain Pembelajaran PAUD. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2014.

Fatha Pringgar, Rizaldy, dan Bambang Sujatmiko. “Penelitian Kepustakaan (Library


Research) Modul Pembelajaran Berbasis Augmented Reality pada Pembelajaran Siswa.”
Jurnal IT- EDU 05, no. 01 (2020): 317–29.

Herliani, Elly, dan Euis Heryati. “Pengembangan Potensi Peserta Didik.” Modul
Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan Sekolah Dasar (SD), 2017, 147–67.

Kebudayaan, Direktorat Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini
Kementerian Pendidikan dan. Perkembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Direktorat Guru

3
dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Anak Usia Dini Direktorat Jenderal Guru dan
Tenaga Kependidikan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan Republik Indonesia,
2020.

Khaironi, Mulianah. “Perkembangan Anak Usia Dini.” Jurnal Golden Age Hamzanwadi
University 3, no. 1 (2018): 1–12. doi:10.54045/ecie.v1i1.35.

Kogoya, Willius. Buku Ajar Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Widina Bhakti Persada
Bandung, 2018.

Milya Sari dan Asmendri. “Penelitian Kepustakaan ( Library Research ) dalam Penelitian
Pendidikan IPA.” Natural Science : Jurnal Penelitian Bidang IPA dan Pendidikan IPA
6, no. 1 (2020): 41–53.

Muhsinin. “Pengaruh Pendidikan Keagamaan Orang Tua Terhadap Perkembangan Nilai


Agama dan Moral Anak.” Modeling:Jurnal Prodi PGMI III, no. 1 (2015): 86–105.
http://ejournal.kopertais4.or.id/index.php/modeling/article/view/1657.

Musyarofah. “Pengembangan Aspek Sosial Anak Usia Dini di Taman Kanak-Kanak Aba IV
Mangli Jember Tahun 2016.” INJECT: Interdisciplinary Journal of Communication 2,
no. 1 (2017): 99–122.

Nurma, dan Sigit Purnama. “Penanaman Nilai Agama dan Moral Pada Anak Usia Dini di TK
Harapan Bunda Woyla Barat.” Yaa Bunayya: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 6, no. 1
(2022): 53–62.

Oktarina, Ani, dan Eva Latipah. “Perkembangan Agama Anak Usia Dini (Usia 0-6 Tahun)
Beserta Stimulasinya.” PAUDIA : Jurnal Penelitian dalam Bidang Pendidikan Anak
Usia Dini 10, no. 1 (2021): 137–49. doi:10.26877/paudia.v10i1.7983.

Putra, Windisyah. “Perkembangan Anak Ditinjau dari Teori Mature Religion.” Nadwa: Jurnal
Pendidikan Islam 7, no. 1 (2013): 1–19. doi:10.21580/nw.2013.7.1.541.

Rasyid, Ramli, Marjuni Marjuni, Andi Achruh, Muhammad Rusydi Rasyid, dan Wahyuddin
Wahyuddin. “Implikasi Lingkungan Pendidikan Terhadap Perkembangan Anak
Perspektif Pendidikan Islam.” AULADUNA: Jurnal Pendidikan Dasar Islam 7, no. 2
(2020): 111– 23. doi:10.24252/auladuna.v7i2a1.2020.

Setiawati, Farida Agus. “Perkembangan Moral dan Nilai-Nilai Agama pada Anak Usia Dini:
Bukan Sekedar Rutinitas.” Paradigma 1, no. 2 (2006): 41–48.

Sujino, Yuliani Nurani. Konsep Dasar Pendidikan Anak usia Dini. Jakarta Barat: Indeks,
2013. https://news.ddtc.co.id/strategi-pendidikan-pajak-untuk-anak-usia-dini-11555.

Syamsudin, Amir. “Pengembangan Nilai-Nilai Agama dan Moral pada Anak Usia Dini.”
Jurnal Pendidikan Anak, 2015. doi:10.21831/jpa.v1i2.3018.

Tanfidiyah, Nur. Dasar-dasar PAUD (Mengkaji Pendidikan Anak Usia Dini dan Akarnya).
Jakarta: Guepedia Group, 2021.

Tritjahjo Danny Mozes Kurniawan. “Perkembangan Emosi Sosial Dan Moral Pada Anak
Usia Dini.” In Konsep Dasar Pengembangan Anak Usia Dini, 5:117–46, 2018.

3
Yusuf, Munir, dan Jurniati. “Pengaruh Pendidikan Bagi Perkembangan Anak Usia Dini.”
Jurnal Tunas Cendekia 1, no. 1 (2018): 31–38.
ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/tunascendekia.

Zulhaini. “Peranan Keluarga dalam Menanamkan Nilai-Nilai Pendidikan Agama Islam


kepada Anak.” Jurnal Al-Hikmah 1, no. 1 (2019): 1–15.

Anda mungkin juga menyukai