Anda di halaman 1dari 26

MEMBENTUK PERKEMBANGAN FISIK, KOGNITIF, SOSIAL, EMOSI

PADA BAYI MENURUT TEORI JEAN PIAGET


SERTA PENANAMAN NILAI AGAMANYA

ABSTRAK
Artikel ini membahas tentang tentang teori yang dikembangkan oleh Jean Piaget
terhadap perkembangan fisik, social, emosi, serta, kemampuan berfikir anak pada
tahap usia sensory motoric (0-2 Tahun). Jean Piaget adalah salah satu tokoh yang
meneliti tentang perkembangan kognitif dan mengemukakan tahapan-tahapan
perkembangan kognitif. Jean Piaget yang juga ahli Biologi menghubungkan tahapan
perkembangan kematangan fisik dengan tahapan perkembangan kognitif. Tahapan-
tahapan tersebut adalah tahap sensory motorik (0-2 tahun), praoperasional (2-7 tahun),
operasional konkret (7-11 tahun) dan operasional formal (11-15 tahun). Artikel ini
menggunakan metode Library Research dengan mengkaji beberapa sumber data dari
buku-buku dan jurnal-jurnal ilmiah yang berkaitan dengan perkembangan sensory
motorik. Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan agar anak mengalami
perkembangan yang sempurna, sehingga secara kognitif, fisik, dan emosi sosial anak
dapat berkembang secara optimal, dan juga bagaimana penanaman nilai-nilai agama
sejak dini dari orang tua kepada anak pada tahap sensory motorik.
Kata kunci : Kognitif, fisik, social, emosi, sensory motoric.
ABSTRACT
This article discusses the theory developed by Jean Piaget on the development of
physical, emotions, and thinking abilities of children at the sensory motoric age stage
(0-2 years). Jean Piaget is one of the figures who researched cognitive development
and suggested stages of cognitive development. Jean Piaget who is also a biologist
connects the stages of development of physical maturity with the stages of cognitive
development. These stages are sensory motor stage (0-2 years), preoperational (2-7
years), concrete operational (7-11 years) and formal operational (11-15 years). This
article uses the Library Research method by reviewing several data sources from
books and scientific journals related to sensory motor development. There are several
things that must be considered so that children experience perfect development, so
that cognitively, physically, and socially emotional children can develop optimally,
and also how to instill religious values early from parents to children at the sensory
motor stage.
Keywords: Cognitive, physical, social, emotions, sensory motoric.

2
PENDAHULUAN
Perkembangan masa bayi merupakan salah satu fase penting dalam tahap
perkembangan manusia. Pada masa ini, bayi mengalami perubahan yang sangat pesat dan
signifikan dari segi fisik, kognitif, maupun sosial. Oleh karena itu, pemahaman yang tepat
mengenai perkembangan bayi pada masa ini sangat penting untuk memberikan perawatan
dan stimulasi yang tepat bagi bayi.1
Transformasi fisik pada masa bayi mencakup pertumbuhan tubuh, pengembangan
sistem saraf, kemampuan motorik, dan pencernaan. Pada tahap ini, bayi akan mengalami
peningkatan berat badan, tinggi badan, dan lingkar kepala secara signifikan. Selain itu,
bayi juga akan mulai mengembangkan kemampuan motoriknya, seperti mengangkat
kepala, meraih objek, dan merangkak. Kemampuan motorik ini kemudian akan
berkembang menjadi kemampuan berjalan pada usia sekitar 1 tahun.2
Perkembangan kognitif pada masa bayi meliputi kemampuan belajar, memproses
informasi, dan mengembangkan pemahaman tentang dunia di sekitarnya. Pada masa ini,
bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk mengenali wajah orang tua dan
membedakan suara. Kemampuan untuk memahami bahasa juga mulai berkembang,
meskipun pada awalnya hanya dalam bentuk suara dan gerakan. Kemudian, kemampuan
untuk meniru gerakan dan ucapan juga mulai berkembang.3
Pertumbuhan sosial pada masa bayi meliputi kemampuan untuk berinteraksi dan
membentuk hubungan dengan orang lain. Pada tahap ini, bayi mulai mengembangkan
ikatan emosional dengan orang tua dan keluarga terdekat. Kemampuan untuk
menunjukkan emosi juga mulai berkembang, seperti menangis, tertawa, dan merespons
ekspresi wajah orang lain.4
Teori perkembangan kognitif oleh Piaget telah menjadi dasar dalam memahami
perkembangan kognitif pada masa bayi. Teori Piaget menggambarkan bahwa
perkembangan kognitif anak terjadi melalui empat tahap yang berbeda, yaitu tahap
sensorimotor, tahap praoperasional, tahap operasional konkret, dan tahap operasional
formal. Setiap tahap ini memiliki karakteristik dan kemampuan yang berbeda, serta
memengaruhi cara anak memahami dan berinteraksi dengan dunia di sekitarnya.5
1
& R. Sjamsuhidajat S. Soetjiningsih., Tumbuh kembang anak (Jakarta: EGC, 2016), hlm. 89.
2
W.J.Santrock, Life-span development: Perkembangan masa hidup. (Jakarta: Salemba Humanika, 2011),
hlm. 45.
3
& N. Manian M.H.Bornstein., “Maternal responsiveness and sensitivity reconsidered: Some conceptual
considerations,” Developmental Review, 33, no. 1 (2013): 38–48.
4
S. Soetjiningsih., op. cit., hlm. 105.
5
J. Piaget, The Origins of Intelligence in Children (New York: International Universities Press, 1952),
hlm. 78.

3
Menurut teori ini, perkembangan kognitif bayi terjadi melalui tahapan yang berbeda
dan berkembang dari sensorimotor hingga operasi formal. Tahap sensorimotor adalah
tahap perkembangan kognitif pertama yang dialami oleh anak, yaitu dari usia 0-2 tahun.
Pada tahap ini, anak belajar dan membangun pemahaman tentang dunia melalui indra
mereka dan gerakan fisik mereka. Anak mulai bereksperimen dengan objek di sekitarnya
dan belajar membedakan dirinya dari lingkungannya.6
Salah satu ciri khas dari tahap ini adalah munculnya konsep dasar seperti objek yang
permanen, di mana anak mulai memahami bahwa objek tetap ada meskipun tidak terlihat
atau hilang dari pandangan. Selain itu, pada tahap sensorimotor, anak juga mulai
memperoleh keterampilan motorik halus dan kasar serta mengembangkan keterampilan
sosial awal, seperti senyum dan interaksi dengan orang dewasa.7
Tahap sensorimotor adalah tahap penting dalam perkembangan anak, karena
membentuk dasar bagi perkembangan kognitif anak selanjutnya. Pada tahap ini, anak
belajar melalui pengalaman fisik, dan mampu memahami lingkungan sekitarnya secara
konkret. Dalam perkembangan selanjutnya, anak akan mulai menggunakan bahasa untuk
memperluas pemahaman mereka tentang dunia di sekitar mereka.8
Selain itu, ada juga beberapa faktor yang memengaruhi perkembangan bayi, seperti
faktor genetik, lingkungan, nutrisi, dan stimulasi. Nutrisi yang baik dan memadai pada
masa ini sangat penting untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi. Selain itu, stimulasi
yang tepat juga diperlukan untuk mengoptimalkan perkembangan bayi.
Perkembangan sosial pada masa bayi juga menjadi aspek penting dalam
perkembangan mereka. Bayi mulai membangun hubungan sosial dengan orang-orang di
sekitarnya, seperti orang tua, keluarga, dan pengasuh. Selama masa ini, bayi mulai
memahami aturan dan norma sosial, serta membangun kemampuan untuk berkomunikasi
dan memahami emosi orang lain.9
Namun, pada kenyataannya, terdapat beberapa isu penting yang sering dibahas
terkait dengan perkembangan masa bayi, seperti kurangnya stimulasi, kekerasan, atau
penelantaran. Hal-hal ini dapat mempengaruhi perkembangan fisik, kognitif, dan sosial
bayi secara negatif dan memengaruhi kesehatan mental dan emosional mereka di masa
depan.

6
Ibid., hlm. 82.
7
J. Piaget, Biology and Knowledge (Chicago: University of Chicago Press., 1967), hlm. 30.
8
Ibid., hlm. 41.
9
G. Tjitrosoepomo, Psikologi perkembangan (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2015), hlm. 34.

4
Oleh karena itu, perhatian dan perawatan yang tepat sangat penting pada masa bayi.
Orang tua atau pengasuh perlu memberikan stimulasi yang cukup pada bayi mereka, serta
memberikan asupan nutrisi yang tepat dan lingkungan yang mendukung. Selain itu,
penting juga untuk memberikan perlindungan dan perawatan yang cukup bagi bayi agar
mereka dapat tumbuh dan berkembang dengan sehat dan normal.

PEMBAHASAN
A. Masa Perkembangan Bayi Dari Segi Tugas
Perkembangan masa bayi adalah suatu periode penting dalam kehidupan seorang
anak. Bayi pada tahap ini mengalami perubahan dalam berbagai aspek, seperti fisik,
kognitif, sosial, dan emosional. Pertumbuhan fisik bayi terjadi dengan sangat cepat, dan
perkembangan kognitifnya terus berkembang seiring bertambahnya usia. Bayi juga mulai
mengembangkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan mengembangkan
hubungan emosional dengan orang tua dan pengasuhnya.10
Perkembangan masa bayi dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, seperti nutrisi,
stimulasi, dan perawatan yang diberikan oleh orang tua dan pengasuhnya.
Ketidakadekuatan dalam memberikan perhatian dan perawatan pada bayi dapat berdampak
negatif pada perkembangan fisik dan kognitifnya.11
Pentingnya perawatan dan stimulasi yang diberikan pada bayi diakui oleh banyak
ahli, termasuk psikolog dan ahli perkembangan anak. Salah satu ahli yang sangat terkenal
dalam mempelajari perkembangan bayi adalah Jean Piaget, seorang psikolog dan filsuf
Swiss. Piaget mengembangkan teori perkembangan kognitif yang membagi perkembangan
kognitif anak ke dalam beberapa tahap.12
Teori Piaget mengidentifikasi tahapan perkembangan kognitif anak yang dibagi
menjadi empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasional, tahap konkret
operasional, dan tahap formal operasional. Namun, untuk usia bayi 0-2 tahun, tahapan
yang paling relevan adalah tahap sensorimotor.
Di tahap awal, yaitu tahap sensorimotor, bayi hanya dapat merespons stimulus
secara refleks, seperti menangkap refleks dan merespons suara. Namun, seiring
bertambahnya usia, bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk memahami objek
secara fisik dan membangun representasi mental tentang objek. Kemampuan ini akan terus
10
K.S. Berger, The developing person through the life span (New York: Worth Publishers, 2014), hlm. 4.
11
& T.R. Bidell K.W. Fischer, “Dynamic development of psychological structures in action and thought.
In W. Damon (Ed.),” Theoretical models of human development 1 (1998): 467–561.
12
Piaget, op. cit., 1952.

5
berkembang seiring bertambahnya usia dan akan sangat mempengaruhi kemampuan bayi
untuk berinteraksi dengan lingkungan di sekitarnya. Menurut teori Piaget, perkembangan
kognitif anak terdiri dari empat tahap, yaitu tahap sensorimotor, tahap praoperasional,
tahap konkret operasional, dan tahap formal operasional.
Tahap Sensorimotor adalah tahap pertama dalam perkembangan kognitif anak
menurut teori Piaget. Tahap ini berlangsung dari kelahiran hingga sekitar usia dua tahun.
Pada tahap ini, bayi membangun koordinasi antara indra dan gerakan tubuhnya. Mereka
juga mulai mengembangkan kemampuan untuk memahami objek secara fisik, seperti
memegang, meraih, dan menggerakkan objek di sekitarnya. Selain itu, bayi mulai
menyadari adanya objek yang hilang atau mengembangkan konsep objek permanen, dan
mulai membangun representasi mental tentang objek.13
Tahap sensorimotor dibagi ke dalam 6 sub-tahap, yaitu:14
1. Tahap 1: Refleks Primer (0-1 bulan)
Pada tahap ini, bayi mengalami perkembangan refleks motorik dasar, seperti
menghisap, menggenggam, dan merespon secara refleks terhadap stimulus seperti
cahaya atau suara. Perkembangan ini juga mencakup kemampuan bayi untuk mengenali
suara dan wajah orang tua. Pada masa bayi, terlihat gerakan-gerakan spontan, yang di
sebut reflex. refleks adalah Gerakan-gerakan bayi yang bersifat otomatis dan tidak
terakodinir sebagai reaksi terhadap rangsangan tertentu serta memberi bayi respons
penyesuaian diri terhadap lingkungannya.15 Sifat-sifat refleks itu meliputi:
a) Refleks mengisap dan mencari : Refleks mencari terlihat ketika pipi bayi disentuh
dan diusapkan dengan lembut, maka ia langsung merespon dengan memalingkan
kepalanya kea rah pipi yang disentuh. Disamping refleks mencari, bayi yang baru
lahur juga memperlihatkan refleks menghisap. Bayi yang baru lahir secara
otomatis akan menghisap benda yang ditempatkan dimulutnya. Jika kemudian
bayi menemukan putting susu ibu, maka ia kan langsung menghisap secara kuat
dan berirama tanpa belajar terlebih dahulu.16
b) Refleks moro; Refleks moro adalah sesuatu respon tiba-tiba dari bayi yang baru
lahir sebagai akibat adanya suara atau gerakan yang mengejutkannya. Belakangan
ini, refleks moro dianggap sangat penting, karena dapat membantu dokter dalam
13
Ibid., hlm. 22.
14
& E. A. Rider C.K. Sigelman, Life-Span Human Development (Boston: MA: Cengage Learning, 2019),
hlm. 76.
15
John W. Santrock, alih bahasa Juda Damanik, Life Span Developmen: perkembangan masa hidup,
(Jakarta: Erlangga, 2002), hlm. 119.
16
Ibid., hlm. 120.

6
mendisgnosa perkembangan sistem normal bayi. Bayi yang sehat akan
menunjukkan respon tersebut apabila terkejut. 17
c) Refleks menggenggam; Refleks menggenggam terjadinya ketika sesuatu
menyentuh telapak tangan bayi, dan bayi akan merespon dengan cara
menggenggam dengan kuat. Pada bulan ketiga, refleks menggenggam ini
berkurang dan bayi memperlihatkan suatu genggaman yang lebih spontan, yang
sering dihasilkan oleh rangsangan visual.
2. Tahap 2: Reaksi Permanen Awal (1-4 bulan)
Pada tahap ini, bayi mulai mengembangkan keterampilan motorik dan
mempelajari cara merespons lingkungan mereka. Beberapa ciri khas dari tahap ini
adalah kemampuan bayi untuk merespons stimulus yang sama secara konsisten, seperti
menggerakkan kaki saat disentuh atau menatap wajah seseorang yang berbicara pada
mereka. Bayi juga mulai belajar mengendalikan gerakan kepala mereka, yang
memungkinkan mereka untuk menatap objek atau orang di sekitar mereka dengan lebih
baik.
Selain itu, pada tahap ini, bayi mulai mengembangkan kemampuan untuk
mengatur diri mereka sendiri, seperti tidur dan makan secara teratur. Mereka juga mulai
merespons secara positif pada interaksi sosial dengan orang lain, seperti senyum atau
cegukan saat diobrolkan.
Secara keseluruhan, tahap 2 dari perkembangan bayi adalah tahap penting dalam
pembentukan keterampilan motorik dan perkembangan sosial awal. Pada tahap ini, bayi
mulai merespons stimulus lingkungan mereka secara konsisten dan belajar mengatur
diri sendiri, yang akan membantu mereka tumbuh dan berkembang secara optimal pada
tahap selanjutnya.
3. Tahap 3: Reaksi Permanen yang Berkembang (4-8 bulan)
Tahap 3 dari perkembangan bayi adalah Reaksi Permanen yang Berkembang,
yang terjadi pada usia 4-8 bulan. Pada tahap ini, bayi mulai menunjukkan kemampuan
motorik yang lebih kompleks dan mulai memahami hubungan antara gerakan tubuh dan
lingkungan sekitar mereka.
Beberapa ciri khas dari tahap ini adalah kemampuan bayi untuk membalikkan
tubuh mereka sendiri dan merangkak, serta meraih objek dan membawanya ke mulut.
Bayi juga mulai memahami hubungan antara suara dan gerakan tubuh, seperti menoleh
ke arah sumber suara atau menirukan suara yang mereka dengar.
17
Santrock, op. cit.

7
Pada tahap ini, bayi juga mulai menunjukkan perkembangan sosial yang lebih
baik, seperti menunjukkan rasa sukacita dan senyum yang lebih sering. Mereka juga
mulai menunjukkan kemampuan untuk membedakan wajah orang-orang di sekitar
mereka dan menunjukkan rasa senang pada interaksi sosial.
Secara keseluruhan, tahap 3 dari perkembangan bayi adalah tahap penting dalam
pembentukan keterampilan motorik dan perkembangan sosial. Pada tahap ini, bayi
mulai menunjukkan kemampuan motorik yang lebih kompleks dan mulai memahami
hubungan antara gerakan tubuh dan lingkungan sekitar mereka, yang akan membantu
mereka tumbuh dan berkembang secara optimal pada tahap selanjutnya.
4. Tahap 4: Koordinasi Reaksi yang Terampil (8-12 bulan)
Tahap 4 dari perkembangan bayi adalah Koordinasi Reaksi yang Terampil, yang
terjadi pada usia 8-12 bulan. Pada tahap ini, bayi mulai menunjukkan kemampuan
motorik yang lebih terampil dan mulai mengembangkan kemampuan kognitif yang
lebih baik.
Beberapa ciri khas dari tahap ini adalah kemampuan bayi untuk merangkak
dengan lebih cepat dan lebih lincah, serta mulai berdiri dan berjalan dengan dukungan.
Bayi juga mulai menunjukkan kemampuan untuk memegang objek dengan jari yang
lebih halus dan mulai memahami hubungan antara objek dan tindakan yang dapat
dilakukan dengannya.
Pada tahap ini, bayi juga mulai menunjukkan kemampuan kognitif yang lebih
baik, seperti mengenal nama benda dan mengerti instruksi sederhana. Mereka juga
mulai menunjukkan kemampuan untuk membangun hubungan sosial yang lebih baik,
seperti menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang pada orang-orang yang mereka kenal.
Secara keseluruhan, tahap 4 dari perkembangan bayi adalah tahap penting dalam
pembentukan keterampilan motorik dan kognitif yang lebih baik, serta perkembangan
sosial yang lebih baik. Pada tahap ini, bayi mulai menunjukkan kemampuan motorik
yang lebih terampil dan mulai mengembangkan kemampuan kognitif yang lebih baik,
yang akan membantu mereka tumbuh dan berkembang secara optimal pada tahap
selanjutnya.
5. Tahap 5: Permanen Representasi Objek (12-18 bulan)
Tahap 5 dari perkembangan bayi adalah Permanen Representasi Objek, yang
terjadi pada usia 12-18 bulan. Pada tahap ini, bayi mulai menunjukkan kemampuan
untuk memahami bahwa objek masih ada meskipun mereka tidak terlihat.

8
Beberapa ciri khas dari tahap ini adalah kemampuan bayi untuk mencari objek
yang tersembunyi, seperti mainan yang tersembunyi di balik tirai, serta kemampuan
untuk memahami hubungan antara objek dan tindakan yang dapat dilakukan
dengannya. Bayi juga mulai menunjukkan kemampuan untuk berkomunikasi dengan
kata-kata sederhana, seperti 'mama' atau 'papa', serta menirukan suara dan gerakan
orang-orang di sekitar mereka.
Pada tahap ini, bayi juga mulai menunjukkan kemampuan untuk membangun
hubungan sosial yang lebih baik, seperti menunjukkan rasa cinta dan kasih sayang pada
orang-orang yang mereka kenal dan bermain dengan anak-anak lain dengan cara yang
lebih terampil.
Secara keseluruhan, tahap 5 dari perkembangan bayi adalah tahap penting dalam
pembentukan kemampuan kognitif yang lebih baik dan perkembangan sosial yang lebih
baik. Pada tahap ini, bayi mulai menunjukkan kemampuan untuk memahami bahwa
objek masih ada meskipun mereka tidak terlihat, serta mulai mengembangkan
kemampuan bahasa dan kemampuan sosial yang lebih baik, yang akan membantu
mereka tumbuh dan berkembang secara optimal pada tahap selanjutnya.
6. Tahap 6: Mengenali Hubungan Antara Tujuan dan Sarana (18-24 bulan)
Pada tahap ini, bayi mulai memperluas pemahaman mereka tentang kausalitas
dan mulai belajar bagaimana menggunakan alat dan objek untuk mencapai tujuan
tertentu. Bayi juga mulai mengembangkan kemampuan untuk mengambil perspektif
orang lain dan mulai belajar untuk bekerja sama dengan orang lain.Pada tahap ini, tugas
utama bayi adalah memahami objek secara fisik dan membangun representasi mental
tentang objek tersebut. Bayi mulai mengenali benda-benda dan meresponsnya secara
berbeda, mulai membedakan antara dirinya dan lingkungan sekitarnya, dan mulai
memperluas keterampilan motoriknya dengan melakukan eksplorasi fisik terhadap
objek-objek di sekitarnya.
Namun, kemampuan bayi pada tahap sensorimotor masih terbatas dan belum
dapat memahami konsep yang lebih kompleks seperti waktu, ruang, dan penyebab.
Kemampuan ini baru akan berkembang pada tahap selanjutnya, yaitu tahap
praoperasional.
Dari segi tugas, perkembangan masa bayi menurut teori Piaget meliputi tahap
sensorimotor yang terdiri dari enam sub-tahap yang memungkinkan bayi untuk
mengembangkan kemampuan sensorik dan motorik serta kesadaran akan hubungan
antara dirinya dengan lingkungan sekitarnya. Setiap tahap memiliki tugas yang harus

9
diatasi oleh bayi untuk melanjutkan ke tahap berikutnya. Penting bagi orang tua atau
pengasuh untuk memahami tahapan ini agar dapat memberikan rangsangan yang sesuai
dan membantu memaksimalkan potensi perkembangan bayi.18
Masa perkembangan bayi dari segi tugas adalah suatu tahap penting dalam
perkembangan manusia yang melibatkan berbagai tugas perkembangan, seperti
kemampuan untuk merespons dunia sosial, belajar berkomunikasi, belajar bergerak dan
berinteraksi dengan lingkungan fisik, serta mengembangkan identitas diri. Dalam
perkembangan ini, tugas perkembangan tersebut berkaitan erat dengan kemampuan
fisik, kognitif, dan emosional bayi.
Dapat disimpulkan bahwa pada masa perkembangan bayi dari segi tugas, tugas
perkembangan yang harus dicapai oleh bayi meliputi mengembangkan hubungan sosial,
belajar berbicara dan mengkomunikasikan perasaan, belajar bergerak dan melakukan
interaksi dengan lingkungan, serta mengembangkan identitas diri. Perkembangan pada
tahap ini sangat penting karena dapat mempengaruhi perkembangan selanjutnya,
termasuk perkembangan kognitif, emosional, dan sosial.
Dalam hal ini, peran orang tua dan lingkungan sangat penting dalam membantu
bayi mencapai tugas-tugas perkembangan tersebut. Diperlukan perhatian dan stimulasi
yang tepat dari lingkungan agar bayi dapat berkembang optimal pada tahap ini. Oleh
karena itu, perlu adanya pengetahuan dan kesadaran bagi orang tua dan keluarga
tentang pentingnya peran mereka dalam membantu tumbuh kembang bayi pada masa
perkembangan dari segi tugas ini.
B. Perkembangan Masa Bayi Dari Segi Fisik
Menurut K.Eileen dalam bukunya dijelaskan bahwa panjang badan bayi pada saat
lahir (0-1 bulan) antara 18 sampai 21 inchi atau sekitar 45,7-53,3 cm. Pada usia (1-4
bulan) panjang rata-rata 20-27 inchi atau 50,8-68,6 cm; tumbuh kira-kira satu inci per
bulan. Pada usia (4-8 bulan) panjangnya bertambah rata-rata menjadi 27,5-29 inci atau
69,8-73,7 cm. Pada usia (8-12 bulan) mengalami kenaikan kurang lebih 1,5 kali panjang
lahirnya. Adapun pada usia 1 tahun, tinggi badan meningkat kira-kira 2 atau 3 inci per
tahun, dengan rata-rata 81,3-88,9 cm. Dan pada usia 2 tahun, tumbuh tinggi rata-rata 86,3-
96,5 cm.19
Rata-rata bayi ketika dilahirkan memiliki berat badan yakni 2,5 sampai 3,9 kg,
namun ada juga beberapa bayi yang beratnya lebih kecil dan lebih besar. Pada akhir bulan
18
Piaget, op. cit., 1952.
19
K. Eileen, Alih Bahasa Valentino, Profil Perkembangan anak: Prakelahiran hingga usia 12 Tahun,
(Jakarta: Indeks, 2010), Hlm. 55

10
pertama kelahirannya tersebut berat tubuh bayi yang menyusut minggu pertama setelah
kelahiran juga akan mulai memperlihatkan adanya kenaikan berat tubuh. Pada usia 4
bulan, berat tubuh bayi sudah dua kali lipat ketika lahir, dan pada akhir tahun pertamanya,
ia sudah memiliki berat tubuh tiga kali beratnya ketika dilahirkan.20
Perkembangan fisik pada masa bayi adalah proses yang sangat cepat dan signifikan.
Bayi mengalami pertumbuhan dalam ukuran dan berat badan secara dramatis selama tahun
pertama kehidupannya. Pada usia 2 tahun, berat badan rata-rata bayi sekitar 12,3 kg dan
tinggi badan rata-rata sekitar 86,3-96,5 cm.21
Menurut studi yang dilakukan oleh Nuryadi dan Winarni, perkembangan fisik pada
masa bayi dipengaruhi oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan. Nutrisi yang cukup,
tidur yang nyenyak, dan lingkungan yang aman dan sehat sangat penting untuk
mendukung pertumbuhan yang optimal. Selain itu, stimulasi yang tepat dari lingkungan
juga dapat membantu perkembangan fisik bayi.22
Nuryadi dan Winarni mengatkan bawah faktor gizi berpengaruh pada pertumbuhan
dan perkembangan fisik bayi. Bayi yang menerima asupan gizi yang cukup akan memiliki
pertumbuhan dan perkembangan fisik yang optimal. Sementara itu, bayi yang mengalami
kekurangan gizi akan mengalami keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan fisik.
Selain itu, faktor kesehatan seperti penyakit dan infeksi juga dapat mempengaruhi
perkembangan fisik bayi.23
Perkembangan fisik pada bayi sangat penting dalam menentukan kesehatan dan
kesejahteraan mereka. Berikut adalah perkembangan fisik pada bayi:24
1. Pertumbuhan Badan: Bayi lahir dengan berat dan panjang yang berbeda-beda, dan
pada umumnya akan meningkat sekitar 1,5-2 kg dan 20-25 cm pada usia 12 bulan.
Pertumbuhan badan ini dipengaruhi oleh faktor genetik dan nutrisi yang diterima.
2. Perkembangan Motorik Halus: Bayi mulai mengembangkan kemampuan motorik
halusnya sejak lahir, seperti menggerakkan tangan dan kaki, menggenggam benda,
dan meraih benda dengan jari-jarinya. Seiring waktu, mereka mulai
20
Ibid.
21
& I.P. Sari E. Kurniasari. S. Wahyuni., “Efektivitas Stimulasi Sensori Motorik Terhadap Perkembangan
Motorik Kasar Bayi Usia 7-12 Bulan,” Jurnal Keperawatan Indonesia 22, no. 1 (2019): 44–51.
22
& T.I. Winarni E. Nuryadi., “Pengaruh gizi, kesehatan dan stimulasi terhadap tumbuh kembang bayi
dan anak prasekolah.,” Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) 5, no. 1 (2017): 74–81.
23
& T.I. Winarni E. Nuryadi., “Pengaruh gizi, kesehatan, dan stimulasi terhadap tumbuh kembang bayi
dan anak prasekolah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.,” Jurnal Gizi Klinik Indonesia 14, no. 3 (2017): 130–
39.
24
Desy Wulandari, “‘Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Bayi
di Wilayah Kerja Puskesmas Kramat Jati Jakarta Timur,’” Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak 14, no. 2 (2020):
133–42.

11
mengembangkan kemampuan untuk meraih dan memegang benda dengan lebih baik
serta menggunakan jari-jari tangan dan kaki secara lebih presisi.
3. Perkembangan Motorik Kasar: Pada awalnya, bayi mungkin hanya dapat
mengangkat kepala dan melihat sekitar. Namun, seiring waktu, mereka mulai
mengembangkan kemampuan untuk bergerak, seperti merangkak, duduk, berdiri,
dan berjalan. Perkembangan motorik kasar ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan
dan latihan fisik.
4. Perkembangan Indra: Bayi mulai mengembangkan kemampuan indra mereka,
seperti penglihatan, pendengaran, penciuman, perabaan, dan perasaan. Mereka mulai
memperhatikan lingkungan sekitar dan bereksplorasi melalui indra mereka.
5. Kesehatan dan Perawatan: Bayi memerlukan perawatan khusus dalam menjaga
kesehatan mereka, termasuk nutrisi yang baik, tidur yang cukup, imunisasi, dan
pemeriksaan kesehatan rutin. Selain itu, perawatan kulit, gigi, dan rambut juga
penting untuk kesehatan dan kesejahteraan bayi.
Perkembangan fisik pada bayi penting dalam mendukung pertumbuhan dan
kesehatan mereka. Orang tua dan pengasuh dapat membantu bayi mengembangkan
kemampuan motorik dan indra mereka dengan memberikan lingkungan yang merangsang
dan memfasilitasi latihan fisik. Selain itu, perawatan khusus yang diberikan dapat
membantu menjaga kesehatan dan kesejahteraan bayi secara keseluruhan.
Stimulasi yang diberikan pada bayi juga berpengaruh pada perkembangan fisiknya.
Stimulasi yang tepat dan cukup akan membantu meningkatkan perkembangan fisik bayi,
seperti menggerak-gerakkan anggota tubuh dan melatih koordinasi antara mata dan
tangan.
Selain pertumbuhan fisik, pada masa bayi juga terjadi perkembangan sistem
motorik. Pada awalnya, bayi hanya dapat melakukan gerakan refleks seperti menangkap
refleks atau mengisap. Namun, seiring bertambahnya usia, bayi mulai mengembangkan
keterampilan motorik yang lebih kompleks, seperti menggulung, duduk, merangkak, dan
berjalan.
Perkembangan sistem motorik bayi dipengaruhi oleh faktor genetik, pertumbuhan
otot, dan pengalaman yang diperoleh melalui interaksi dengan lingkungan sekitar.
Menurut studi yang dilakukan oleh Kurniasari, stimulasi sensori-motorik yang tepat dari
lingkungan dapat membantu mempercepat perkembangan sistem motorik bayi.25

25
E. Kurniasari. S. Wahyuni., op. cit.

12
Dalam hal ini, orangtua dan pengasuh sangat berperan penting dalam mendukung
perkembangan fisik dan motorik bayi. Memberikan nutrisi yang cukup, lingkungan yang
aman dan sehat, serta stimulasi yang tepat dapat membantu bayi tumbuh dan berkembang
secara optimal.
Perkembangan fisik pada bayi sangat penting untuk memastikan pertumbuhan dan
kesehatan yang optimal di masa depan. Dalam tahap awal kehidupan, bayi mengalami
perubahan fisik yang sangat cepat dan signifikan. Perkembangan fisik bayi dipengaruhi
oleh banyak faktor, seperti faktor genetik, gizi, kesehatan, dan lingkungan. Faktor-faktor
tersebut dapat berinteraksi dan saling mempengaruhi dalam memengaruhi pertumbuhan
dan perkembangan fisik bayi.26
Untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan fisik bayi yang optimal, perlu
diberikan asupan gizi yang cukup dan seimbang, kesehatan yang baik, serta stimulasi yang
tepat dan cukup. Stimulasi yang tepat dan cukup dapat membantu meningkatkan
perkembangan fisik bayi, seperti menggerak-gerakkan anggota tubuh dan melatih
koordinasi antara mata dan tangan. Dalam upaya meningkatkan perkembangan fisik bayi,
perlu diperhatikan bahwa setiap bayi memiliki tempo dan pola perkembangan yang
berbeda-beda. Oleh karena itu, perlu diadopsi pendekatan yang tepat dan individual dalam
memenuhi kebutuhan perkembangan fisik bayi.27
Kesimpulannya, perkembangan fisik pada bayi sangat penting untuk memastikan
pertumbuhan dan kesehatan yang optimal di masa depan. Perkembangan fisik bayi
dipengaruhi oleh banyak faktor, dan untuk memastikan pertumbuhan dan perkembangan
fisik bayi yang optimal, perlu diberikan asupan gizi yang cukup dan seimbang, kesehatan
yang baik, serta stimulasi yang tepat dan cukup.
C. Perkembangan Masa Bayi Dari Segi Intelektual
Berbicara tentang perkembangan kognitif atau intelektual pada masa bayi, disini
terdapat teori piaget yang terkenal sebagai acuan untuk memahami masalah tersebut. Teori
ini menerangkan bahwa seorang anak berkembang melalui serangkaian pikiran dari masa
bayi hingga masa dewasa yang sesuai dengan masing-masing tahap usia
perkembangannya.
Piaget menyatakan bahwa perkembangan kognitif dimulai dari kemampuan bayi
beradaptasi terhadap lingkungan. Dengan mencari puting susu, merasakan batu kerikil
26
Dkk Yanita Novianti, “Pertumbuhan bayi berat lahir rendah pada usia 0-2 tahun,” Jurnal Kesehatan
Ibu dan Anak 9, no. 1 (2021).
27
Dkk Firdha Cahyaningtyas, “Kebutuhan cairan dan asupan gizi bayi usia 0-6 bulan di Kota Malang,”
Jurnal Gizi Klinik Indonesia 17, no. 1 (2020): 98-126.

13
atau menjelajahi batas-batas ruangan, dan sebagainya. Dari masa bayi sampai remaja,
berbagai operasi mental berkembang dari pemelajaran berdasarkan kegiatan sensorik dan
motorik sederhana sampai ke pemikiran abstrak dan logis28
Piaget juga meyakini bahwa seorang anak berkembang melalui serangkaian tahap
pemikiran dari masa bayi hingga dewasa. Kemampuan bayi melalui tahap-tahap tersebut
berasal dari tekanan biologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui
asimilasi dan akomodasi dan adanya pengorganisasian struktur berpikir. Tahap-tahap
pemikiran tersebut secara kualitatif berbeda dari setiap individu. Adapun, menurut Piaget,
perkembangan pemikiran dibagi ke dalam empat tahap yaitu sensoris-motorik,
praoperasional, operasional konkret dan operasional formal.29
Pemikiran bayi termasuk kedalam pemikiran sensorik motorik, tahap sensorik
motorik belangsung dari kelahiran hingga kira-kira berumur 2 tahun. Selama tahap ini
perkembangan mental di tandai dengan perkembangan pesat dengan kemampuan bayi
untuk mengorganisasikan dan mengkordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan
tindakan-tindakan fisik dalam hal ini bayi yang baru lahir bukan saja menerima secara
pasif rangsangan-rangsangan terhadap alat-alat inderanya, melainkan juga aktif
memberikan respons terhadap rangsangan tersebut, yakni melalui gerak-gerak refleks.
Pada akhir tahap ini ketika anak berusia 2 tahun, pola-pola sensorik motoriknya semakin
komplek dan mulai mengadopsi suatu sistem simbol yang primitive. Misalnya, anak usia 2
tahun dapat membayangkan sebuah mainan dan memanipulasinya dengan tangannya
sebelum mainan tersebut benar-benar ada.30
Jadi, Menurut teori Piaget, pada kategori usia 0 sampai 2 tahun, anak-anak
mengalami tahap perkembangan kognitif yang disebut sebagai tahap sensorimotor. Pada
tahap ini, anak-anak mengembangkan pemahaman tentang dunia melalui indra mereka dan
gerakan fisik. Dalam tahap ini, anak-anak secara aktif mengeksplorasi dunia dan
membangun pemahaman mereka tentang bagaimana dunia beroperasi.
Menurut Piaget, perkembangan masa bayi dari segi intelektual melibatkan
kemampuan kognitif, bahasa, serta persepsi dan pemahaman dunia sekitar. Berikut adalah
pembahasan mengenai perkembangan ini beserta daftar pustaka yang relevan:31
1. Kemampuan kognitif:

28
John W. Santrock, op. Cit, hlm. 167
29
Ibid.
30
Ibid.
31
Piaget, op. cit., 1952, hlm. 89.

14
a. Sensorimotor: Pada tahap ini, bayi mengembangkan keterampilan motorik dan
menggunakan indera mereka untuk memahami dunia sekitar. Mereka belajar
tentang objek dan peristiwa melalui pengamatan dan interaksi fisik dengan
lingkungan.
b. Objek Permanen: Bayi mulai menyadari bahwa objek tetap ada meskipun tidak
terlihat. Mereka mengembangkan pemahaman tentang konsep objek permanen,
yaitu kesadaran bahwa sesuatu masih ada walaupun tersembunyi.
c. Representasi Mental: Pada tahap ini, bayi mulai menggunakan representasi
mental untuk memikirkan objek atau peristiwa yang tidak hadir secara fisik.
Mereka dapat membayangkan objek atau memori dan menggunakannya dalam
pemecahan masalah.
2. Bahasa:32
a. Pemahaman Bahasa: Bayi mulai memahami bahasa sejak dalam kandungan.
Mereka dapat mengenali suara dan intonasi bahasa yang digunakan di sekitar
mereka. Seiring bertambahnya usia, mereka mulai memahami kata-kata
sederhana dan instruksi yang diberikan oleh orang dewasa.
b. Ekspresi Bahasa: Bayi mulai mengeluarkan bunyi-bunyi yang menyerupai
bahasa dan mencoba menirukan kata-kata yang mereka dengar. Mereka secara
bertahap mengembangkan kemampuan untuk mengucapkan kata-kata dan
kalimat sederhana.
3. Persepsi dan pemahaman dunia sekitar:
a. Penalaran Sederhana:33 Bayi mengembangkan kemampuan penalaran sederhana,
seperti memahami hubungan sebab-akibat dan menghubungkan tindakan
mereka dengan hasil yang terjadi.
b. Eksplorasi Lingkungan: Bayi secara aktif mengeksplorasi lingkungan sekitar
mereka. Mereka menggunakan indera untuk mengamati objek, merasakan
tekstur, dan mencoba memahami karakteristik lingkungan mereka.
Secara umum, keterampilan intelektual yang berkembang pada bayi meliputi
perhatian, pengamatan visual, persepsi sensorik, koordinasi motorik, dan komunikasi
awal. Selama tahap ini, bayi mulai memproses informasi dari lingkungan di sekitar mereka

32
S. Amalia. K.K. Rofiah. & L. Ambarwati, “The Influence of Early Language Stimulation to the
Language Development of Children Aged 12-24 Months in The Working Area of Puskesmas X,” Indonesian
Journal of Community Health Nursing 1, no. 2 (2017): 47–54.
33
F.N. Wati. & N. Khoiriyah, “The Influence of Cognitive Stimulation on Cognitive Development in
Infants Aged 6-12 Months.,” Jurnal Ilmiah Kesehatan 12, no. 1 (2019): 41–60.

15
melalui indera mereka dan mengembangkan kemampuan untuk mengendalikan gerakan
tubuh mereka. Meskipun mereka belum bisa berbicara, mereka dapat berkomunikasi
melalui tanda-tanda non-verbal seperti senyuman, tangisan, dan gerakan tubuh. Ini adalah
tahap awal penting dalam perkembangan intelektual dan kognitif anak, dan menjadi dasar
bagi keterampilan yang lebih kompleks yang akan berkembang di masa depan.
Perkembangan intelektual dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi.
Berikut adalah beberapa faktor yang dapat memengaruhi perkembangan intelektual
seseorang:
1. Faktor genetik: Faktor genetik atau warisan genetik memainkan peran penting dalam
perkembangan intelektual. Kecenderungan intelektual tertentu dapat diwariskan dari
orang tua ke anak. Namun, genetik hanya merupakan salah satu faktor dan tidak
menentukan sepenuhnya potensi intelektual seseorang.
2. Faktor lingkungan: Lingkungan di sekitar individu juga berpengaruh signifikan pada
perkembangan intelektual. Interaksi sosial, pengalaman belajar, stimulasi kognitif,
dan kualitas lingkungan fisik dapat memengaruhi perkembangan otak dan
kemampuan intelektual. Lingkungan yang kaya akan stimulasi kognitif, seperti
permainan yang mendorong pemecahan masalah atau pembacaan buku, dapat
memberikan dorongan pada perkembangan intelektual.
3. Nutrisi dan kesehatan: Nutrisi yang baik dan kesehatan yang optimal sangat penting
untuk perkembangan otak dan intelektual. Gizi yang tidak memadai atau kondisi
kesehatan yang buruk dapat mempengaruhi perkembangan otak dan kemampuan
intelektual.
4. Stimulasi mental dan pendidikan: Paparan terhadap lingkungan yang menantang
secara kognitif dan pendidikan yang baik dapat merangsang perkembangan
intelektual. Anak-anak yang terlibat dalam aktivitas belajar yang aktif, memiliki
akses ke buku-buku dan bahan bacaan, serta mendapatkan dukungan pendidikan
yang baik, cenderung mengalami perkembangan intelektual yang lebih baik.
5. Perhatian dan interaksi sosial: Perhatian dan interaksi yang diberikan oleh orang tua,
keluarga, dan lingkungan sosial memiliki dampak penting pada perkembangan
intelektual. Melalui interaksi sosial, anak-anak dapat memperoleh keterampilan
sosial dan kognitif, belajar dari pengalaman orang lain, dan membangun koneksi dan
pemahaman tentang dunia di sekitar mereka. Penting untuk diingat bahwa faktor-
faktor ini saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Kombinasi yang seimbang

16
dari faktor-faktor ini dapat mendukung perkembangan intelektual yang optimal pada
individu.
Jadi, dapat disimpulkan bahwasanya masa perkembangan bayi dari segi intelektual
adalah periode penting di mana mereka mengembangkan kemampuan kognitif dasar.
Selama periode ini, bayi mengalami perkembangan sensorimotor, mulai mengembangkan
bahasa dan komunikasi, memperhatikan lingkungan sekitar, serta memori yang
berkembang. Ini membentuk dasar untuk pemahaman mereka tentang dunia dan
mempersiapkan mereka untuk perkembangan intelektual yang lebih lanjut.
D. Perkembangan Masa Bayi Dari Segi Emosi
Perkembangan emosi pada masa bayi adalah salah satu aspek penting dari
perkembangan sosial dan psikologis mereka. Selama periode ini, bayi mulai mengenali,
merasakan, dan mengekspresikan berbagai perasaan dan emosi. Proses ini melibatkan
pengembangan pemahaman bayi tentang emosi mereka sendiri dan orang lain di
sekitarnya, serta kemampuan mereka dalam mengatur dan mengontrol emosi tersebut.34
Pada awal kehidupan, bayi memiliki kapasitas emosi yang mendasar, seperti
sukacita, kesedihan, takut, dan marah. Namun, mereka belum sepenuhnya mampu
mengenali dan memahami perasaan ini. Seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan
sistem saraf, perkembangan otak, serta interaksi dengan lingkungan dan orang-orang di
sekitarnya, bayi mulai mengalami perkembangan emosi yang lebih kompleks.35
Selain itu, bayi juga mulai mengembangkan kemampuan untuk mengekspresikan
emosi mereka sendiri. Awalnya, ekspresi emosi bayi mungkin lebih refleksif dan tidak
disengaja, seperti tangisan saat lapar atau kesalahan fisik. Namun, seiring waktu, mereka
mulai mengembangkan cara-cara yang lebih kompleks untuk mengekspresikan emosi
mereka, seperti senyuman sebagai respon terhadap stimulus yang menyenangkan atau
menunjukkan ketidakpuasan melalui tangisan atau gerakan tubuh yang intens.
Selama masa perkembangan emosi, bayi juga mulai mengembangkan kemampuan
untuk mengatur dan mengontrol emosi mereka. Pada awalnya, mereka mungkin
mengalami kesulitan dalam mengendalikan emosi yang kuat dan bereaksi secara impulsif.
Namun, dengan bantuan dan dukungan dari orang dewasa, bayi belajar mengenali emosi
mereka, mengatur intensitasnya, dan menemukan cara yang lebih adaptif untuk
mengekspresikan dan mengelola emosi tersebut.36
34
R.A. Thompson, “Social and emotional development in infancy and early childhood,” 2014.
35
S.A. Denham, “Social-emotional competence as support for school readiness: What is it and how do
we assess it?,” Early Education and Development 17, no. 1 (2006): 57–89.
36
Thompson, op. cit.

17
Perkembangan emosi pada masa bayi sangat dipengaruhi oleh interaksi dan
hubungan dengan orang tua dan pengasuh utama. Respons yang konsisten, hangat, dan
sensitif dari orang dewasa membantu bayi merasa aman, terhubung secara emosional, dan
memahami bahwa emosi mereka dihargai dan diterima. Melalui hubungan yang baik
dengan orang dewasa, bayi belajar mengenali, mengungkapkan, dan mengatur emosi
mereka dengan lebih efektif.37
Perkembangan emosi pada masa bayi adalah proses di mana bayi mulai mengenali,
mengekspresikan, dan mengatur emosi mereka seiring dengan pertumbuhan dan
perkembangan mereka. Meskipun bayi belum dapat berkomunikasi secara verbal, mereka
memiliki kemampuan untuk merasakan dan menunjukkan reaksi emosional melalui bahasa
tubuh, ekspresi wajah, dan suara.
Berikut ini adalah karakteristik utama yang terkait dengan kemampuan bayi dalam
mengenali, mengekspresikan, dan mengatur emosi mereka:38
1. Pengenalan Emosi: Pada usia yang sangat dini, bayi mulai mengenali emosi dasar
seperti kegembiraan, sedih, marah, takut, dan terkejut. Mereka mampu merespons
secara instan terhadap stimulus emosional, seperti senyuman saat mereka merasa
senang atau menangis saat mereka merasa lapar atau tidak nyaman.
2. Ekspresi Emosi: Bayi mengekspresikan emosi mereka melalui bahasa tubuh dan
ekspresi wajah. Mereka mungkin mengangkat tangan mereka saat senang atau
merintih ketika mereka merasa tidak nyaman. Ekspresi wajah juga menjadi cara
utama bagi bayi untuk mengekspresikan emosi mereka. Misalnya, senyum lebar saat
mereka merasa senang atau mengernyitkan kening saat mereka merasa marah atau
kebingungan.
3. Komunikasi Emosi: Meskipun bayi belum dapat berbicara, mereka menggunakan
tangisan, suara, dan bahasa tubuh untuk berkomunikasi dan mengungkapkan
kebutuhan emosional mereka. Tangisan bayi dapat berbeda-beda, mengindikasikan
rasa lapar, kantuk, kesakitan, atau ketidaknyamanan lainnya. Bayi juga mampu
merespons interaksi sosial dengan tersenyum atau tertawa sebagai bentuk
komunikasi emosional.
4. Regulasi Emosi: Pada tahap awal perkembangan, bayi masih bergantung pada orang
dewasa untuk membantu mereka mengatur emosi. Misalnya, bayi mungkin
mengasosiasikan rasa aman dan kenyamanan dengan kehadiran orang tua atau
37
Denham, op. cit.
38
R. Feldman, “The development of regulatory functions from birth to 5 years: Insights from premature
infants.,” Child Development Perspectives 12, no. 4 (2018): 222–27.

18
pengasuh mereka. Dalam situasi yang menimbulkan stres atau kecemasan, bayi akan
mencari dukungan dari orang dewasa untuk meredakan emosi mereka.
5. Kontinuitas Emosional: Bayi mampu mengingat dan merespons pengalaman
emosional yang terjadi dalam periode waktu yang singkat. Misalnya, bayi yang
mengalami situasi yang menakutkan mungkin menunjukkan kecemasan dan
keresahan ketika mereka dihadapkan pada situasi serupa di masa depan.
Perlu diperhatikan bahwa perkembangan emosi pada bayi adalah proses yang
berkelanjutan. Seiring dengan pertumbuhan fisik, pengalaman sosial, dan kemampuan
kognitif yang berkembang, bayi akan mengalami perubahan dalam pemahaman, ekspresi,
dan pengaturan emosi mereka. Penting bagi orang tua dan pengasuh untuk memberikan
perhatian, dukungan, dan respons yang positif terhadap emosi bayi guna membantu
mereka dalam mengembangkan keterampilan emosional yang sehat.
Perkembangan emosi pada bayi dimulai sejak lahir, dan meliputi respons emosional,
perkembangan ekspresi emosi, pengenalan emosi orang lain, regulasi emosi, respons
sosial-emosional, dan perbedaan individual. Bayi mulai menunjukkan respons emosional
terhadap rangsangan dari lingkungan sekitarnya, dan mengembangkan kemampuan untuk
mengekspresikan emosi melalui ekspresi wajah, gerakan tubuh, dan suara.
Selain itu, bayi juga mulai memperhatikan dan merespons emosi orang lain di
sekitarnya. Perkembangan emosi pada bayi juga terkait erat dengan respons sosial-
emosional mereka dan merupakan dasar penting dalam pembentukan hubungan sosial
mereka di masa depan. Penting untuk diingat bahwa setiap bayi memiliki kecepatan dan
pola perkembangan emosi yang berbeda-beda, dan perkembangan emosi bayi dipengaruhi
oleh faktor genetik, lingkungan keluarga, dan interaksi dengan orang tua. Dukungan dan
perhatian yang konsisten dari orang tua dan pengasuh dapat membantu bayi
mengembangkan keterampilan emosional dan mendukung pertumbuhan emosional mereka
secara keseluruhan.

E. Perkembangan Masa Bayi Dari Segi Psikososial


Perkembangan psikososial berhubungan dengan perubahan-perubahan perasaan atau
emosi dan kepribadian serta perubahan dalam bagaimana individu berhubungan dengan
orang lain. Sebagai bayi yang sedang tumbuh menjadi lebih dewasa, ia memiliki
keterikatan emosional, mengamati dan berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.
Perkembangan psikososial pada masa bayi berkaitan dengan kepercayaan dan otonomi.

19
Adapun, beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan psikososial pada masa bayi
diantaranya perkembangan emosi, temperamen, dan keterikatan.
1. Perkembangan Emosi
Emosi merupakan perasaan atau afeksi yang melibatkan gejolak fisiologis dan
perilaku yang tampak. Para psikolog telah mengklasifikasikan emosi dengan banyak
cara yang berbeda, diantaranya emosi negatif dan emosi positif. Adapun afektifitas
positif mengacu kepada derajat emosi yang positif, dari energi yang tinggi,
antusiasme dan kegembiraan hingga perasaan sabar, tenang, sukacita, kegembiraan,
dan tertawa. Sedangkan, afektifitas negatif mengacu kepada emosi yang sifatnya
negatif seperti kecemasan, kemarahan, perasaan bersalah, sedih. Perkembangan
emosi ini memiliki fungsi sebagai penyesuaian diri dan kelangsungan hidup,
pengaturan, dan komunikasi. 39
Perkembangan emosional merupakan proses yang terjadi secara bertahap;
karakteristik pola reaksi emosional seseorang mulai berkembang pada masa bayi dan
merupakan elemen dasar kepribadian. Emosi juga berkaitan erat dengan berbagai
aspek perkembangan. Bayi yang baru lahir menunjukkan dengan jelas apabila tidak
senang. Mereka akan menangis, menggerak-gerakan tangan dan kaki, dll. Pada bulan
pertama, mereka menjadi tenang ketika mendengar suara seseorang atau pada saat
digendong, dan mereka tersenyum ketika tangan mereka digerakkan bersama dan
bermain. Seiring berjalannya waktu, bayi lebih merespon terhadap orang disekitar.
Apabila pesan mereka mendatangkan respons, rasa keterikatan mereka akan
tumbuh.40
Jadi, emosi yaitu respon yang timbul dari stimulus yang menyebabkan
perubahan-perubahan fisiologis disertai dengan perasaan kuat. Bayi
mengekspresikan sebagian emosi jauh lebih awal dibandingkan dengan beberapa
emosi lain, lalu mengekspresikan dengan rinci dua perilaku ekspresif emosional
yang penting, yaitu menangis dan tersenyum.
2. Perkembangan temperamen
Perangai (temperament) ialah suatu gaya perilaku individual dan suatu cara
merespons yang khas. Beberapa bayi sangat aktif dengan menggerakkan tangan,
kaki, dan mulut mereka. Beberapa lainnya lebih tenang. Sebagian bayi merespons

39
Santrock, op. cit., hlm. 205.
40
Santrock, op. cit.

20
dengan hangat kepada orang lain, sementara sebagian yang lain tidak atau rewel.
Semua perilaku tersebut merupakan perangai/temperamen seseorang.
Berdasarkan penelitian oleh Alexander dan rekannya, mengklasifikasikan
temperamen atas tiga pola dasar yakni; pertama, bayi yang bertemperamen sedang,
pada umumnya memiliki suasana hati yang positif, dan mudah menyesuaikan diri
dengan pengalaman-pengalaman baru. Kedua, bayi yang bertemperamen tinggi,
cenderung bereaksi secara negatif dan sering menangis, dan cenderung lambat
menerima pengalaman-pengalaman baru. Ketiga, bayi yang bertemperamen rendah,
memiliki tingkat aktivitas yang rendah, agak negatif, memperlihatkan daya adaptasi
yang rendah dan memperlihatkan intensitas suasana hati yang rendah.41
Sejak lahir, bayi memperlihatkan berbagai aktivitas individual yang berbeda-
beda. Beberapa bayi sangat aktif menggerakkan tangan, kaki, dan mulutnya tanpa
henti-hentinya, tetapi bayi yang lain terlihat lebih tenang. Sebagian bayi merespons
dengan hangat kepada orang lain, sementara yang lain cerewet, rewel dan susah
diatur. Semua gaya perilaku ini merupakan temperamen seorang bayi.42
3. Perkembangan Keterikatan (Attachment)
Keterikatan (attachment) mengacu kepada suatu relasi antara dua orang yang
memiliki perasaan yang kuat satu sama lain dan melakukan banyak hal bersama
untuk melanjutkan relasi tersebut. Keterikatan ialah suatu relasi antara figure sosial
tertentu dengan suatu fenomena tertentu yang dianggap mencerminkan relasi yang
unik. Singkatnya, keterikatan ialah suatu ikatan emosional antara bayi dan
pengasuhnya, dalam hal ini terutama Ibu, karena Ibulah yang paling sering memberi
makan bayi dengan ASI.43
Bayi yang baru lahir telah memiliki perasaan sosial, yaitu kecenderungan
alami untuk berinteraksi dan melakukan penyesuaian sosial terhadap orang lain. Hal
ini berkaitan dengan kondisi bayi yang sangat lemah pada saat lahir, sehingga ia
sangat membutuhkan pengasuhan dari orang lain dalam mempertahankan hidupnya.
Kontak sosial pertama bayi dengan pengasuhnya (Ibu) diperkirakan mulai terjadi
pada usia 2 bulan, yaitu pada saat bayi mulai tersenyum ketika memandang wajah
ibunya.44

41
Diane E. Papila dan Sally WenkosOlds, Human Development: Perkembangan Manusia (Jakarta:
Salemba Humanika, 2019), hlm. 134.
42
WenkosOlds, op. cit.
43
W.J.Santrock, op. cit., hlm. 114.
44
Ibid.

21
Perkembangan awal kontak sosial pada bayi ini merupakan dasar bagi
pembentukan hubungan sosial di kemudian hari. Kemudian, pada usia memasuki 3
atau 4 bulan, bayi semakin memperlihatkan bahwa mereka mengenal dan
menyenangi anggota keluarga yang dikenalnya dengan senyuman. Namun, pada usia
sekitar 8 bulan, muncul objek permanen besamaan dengan kekhawatiran bayi
terhadap orang yang tidak dikenal. Setelah 8 bulan, bayi dapat membentuk
gambaran mental tentang orang-orang atau keadaan. Gambaran ini disebut skema,
tentang wajah orang yang dikenal, dsb. Kemudian, pada usia sekitar 12 bulan
umumnya bayi akan melekat erat pada orang tuanya ketika ketakutan atau mengira
akan ditinggalkan. Dan ketika mereka kembali, mereka akan tersenyum dan
memeluk orang tuanya. Dalam hal ini sudah jelas, bahwa anak-anak secara
psikologis terikat kepada orang tua mereka.

F. Penanaman Nilai Agama Pada Masa Bayi


Orang tua menjadi kunci utama dalam penanaman nilai agama pada anak. Orang tua
seyogyanya; mengenalkan konsep-konsep atau nilai-nilai agama kepada anak misalnya
melaui bahasa, seperti pada saat memberi makan atau meyusui, memandikan, bacakanlah
basmallah; kemudian pada saat menggendongnya atau menidurkannya menjelang tidur,
bacalah kalimah thoyyibah. Orang tua juga sebaiknya memberikan contoh dalam
mengamalkan ajaran agama secara baik. Karena, anak akan memiliki kemampuan meniru
perbuatan orang lain. Oleh sebab itu, orang tua harus bisa menjadi figure teladan dalam
mengamalkan nilai-nilai agama pada anak.45
Adapun menurut Fuad Anshori dalam bukunya menjelaskan bahwa; ketika telah
hadir anak manusia di muka bumi ini, maka pertama kali yang menunjukkan fungsi adalah
indra pendengarannya. Oleh karena itu, ketika bayi lahir perlu dikumadangkan kalimat
persaksian (adzan dan iqamah). Disampaikannya suara adzan dan iqamah kepada anak
mengisyaratkan beberapa hal. Pertama, fungsi pendengaran telah terdapat dalam diri
manusia. Kedua, Allah ingin manusia meneguhkan persaksiannya kepada Allah. Adapun,
adzan dan iqamah yang disuarakan segera kelahiran anak menjadikan anak memperkokoh
posisi ketauhidannya di dunia ini. Fungsi pendengaran ini juga apabila dioptimalkan dapat
mengembangkan potensi-potensi intelektual, emosi dan spiritual anak. Contoh lainnya,

45
LN Syamsu Yusuf, Psikologi Perkembangan anak dan Remaja, (Bandung: Rosdakarya, 2018), hlm.
162.

22
sambil menyusui, memperdengarkan secara konsisten ayat-ayat suci al-Qur'an maka akan
terdapat rasa akrab dan rasa cinta dengan al-Qur'an.46
Selanjutnya adalah penyusuan; pada masa ini penyusuan terhadap bayi memegang
peranan yang amat besar dalam mengembangkan fisik, emosi dan kognisi anak. Adapun,
dalam Islam orang tua dianjurkan untuk menyusui anaknya sampai usia dua tahun atau 24
bulan kehidupannya.47 Hal ini sebagaimana diungkapkan dalam potongan surah Luqman
ayat 14:

…. َ ٰ ِ‫ُ…ح َملَ ْتهُ ُأ ُّمهۥُ َو ْهنًا َعلَ ٰى َو ْه ٍن َوف‬


‫صلُهۥُ فِى عَا َمي ِْن‬ َ
".... Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah
dan menyapihnya dalam dua tahun.." (Q.S. Luqman, 14).
Kemudian, memberikan nama-nama yang baik untuk anak. Salah satu hak anak yang
setiap hari didengarnya adalah memiliki nama yang baik. Adapun nama-nama baik yang
dianjurkan misalnya nama yang menunjukkan penghambaan makhluk kepada Allah;
nama-nama Nabi; nama-nama yang memiliki arti gambaran positif dan baik. Nama juga
dapat menuntut seseorang untuk berperilaku sebaik namanya.
Sedangkan menurut Abdul Mujib dan Mudzakir merangkum implikasi terhadap
pendidikan agama Islam bahwa, orang tua dapat memberikan pendidikan agama Islam
kepada anak dimulai dengan; 1) membacakan adzan di telinga kanan dan membacakan
iqamah di telinga kiri ketika anak baru dilahirkan.; 2) menyembelih aqiqah; 3)
memberikan nama yang baik; 4) membiasakan hidup bersih dan suci, dengan melatih saat
buang air kecil dan saat buang air besar; dan 5) memberikan Asi sampai 2 tahun.48
Sebagaimana pesan yang dianjurkan Rasulullah Saw, dikutip dalam jurnal yang
ditulis oleh Zulhaini, bahwa agar supaya diterapkan pelaksanaan pendidikan bagi bayi,
diantaranya 1) adzan dan iqamah,; 2) mencukur rambut bayi, yang memilki makna unsur
kebersihan dan kesehatan; 3) tasmiyah; 4) aqiqah, mengandung hikmah pengorbanan dan
tanggung jawab orang tua kepada anaknya serta indikator ketaqwaan kepada Allah Swt; 5)
Khitan, melatih anak mengikuti ajaran Rasul dan sebagai pengakuan penghambaan
manusia kepada Allah Swt.,khitan juga berguna bagi kesehatan; dan 6) menyusui,
mengandung unsur pendidikan yang sangat baik.49

46
Fuad Nashori, , Potensi-Potensi Manusia, Seri Psikologi Islami (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003),
hlm. 135.
47
Ibid.
48
Sri Punami Wiji Hidayati, Psikkologi Perkembangan (Yogyakarta: Bidang Akademik, 2018), hlm. 111.
49
Zulhaini, “Peranan Keluarga dalam menanamkan nilai pendidikan agama Islamkepada anak”,” Jurnal
AL- HIKMAH 1, no. 1 (2019): 30–50.

23
KESIMPULAN
Perkembangan masa bayi meliputi berbagai aspek, termasuk tugas perkembangan,
fisik, intelektual, emosi, sosial, moral, dan agama. Dalam tugas perkembangan, bayi
mengalami tahapan yang melibatkan respons dan keterampilan tertentu yang harus dicapai
dalam setiap periode usia mereka. Ini meliputi kemampuan untuk merespons secara sosial,
berkomunikasi, bergerak, berinteraksi dengan lingkungan fisik, serta mengembangkan
identitas diri. Perkembangan fisik melibatkan pertumbuhan tubuh, perkembangan sistem
saraf, dan perkembangan motorik bayi. Dalam periode ini, bayi mengalami perkembangan
kemampuan motorik yang semakin kompleks, mulai dari merespons stimulus fisik hingga
merangkak, berdiri, dan berjalan.
Perkembangan intelektual bayi melibatkan kemampuan kognitif dan pengembangan
kemampuan berpikir. Bayi mulai memahami hubungan sebab-akibat, membangun
representasi mental, dan mengenali objek secara permanen. Kemampuan bahasa juga
mulai berkembang, dengan bayi mulai meniru suara dan kata-kata sederhana.
Perkembangan emosi bayi melibatkan pengenalan dan pengungkapan perasaan. Bayi
mulai menunjukkan berbagai ekspresi emosional seperti sukacita, kesedihan, ketakutan,
dan kecemasan. Mereka juga mulai membentuk ikatan emosional dengan orang-orang di
sekitar mereka, terutama dengan orang tua dan anggota keluarga. Perkembangan sosial
bayi melibatkan kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain dan membangun
hubungan sosial. Bayi mulai menunjukkan minat pada wajah dan suara orang lain, serta
mulai bermain dan berinteraksi dengan anak-anak lain secara terampil.
Perkembangan moral dan agama bayi melibatkan pengenalan nilai-nilai moral dan
religius dalam kehidupan mereka. Meskipun pada tahap ini pemahaman mereka masih
terbatas, bayi mulai membentuk dasar-dasar moralitas dan eksplorasi agama melalui
pengalaman dan interaksi dengan lingkungan.
Orang tua perlu memberikan rangsangan yang sesuai dengan tahap perkembangan
bayi, seperti memberikan stimulasi fisik, pengenalan bahasa, interaksi sosial, dan
pengenalan nilai-nilai moral dan agama yang sederhana. Penting juga untuk menciptakan
lingkungan yang aman, penuh kasih sayang, dan memberikan perhatian individu yang
diperlukan bagi setiap bayi, yang mana pada setiap aspek tersebut akan mendukung
perkembangan holistik bayi yang berimplikasi atau berdampak terhadap pendidikannya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, S. Amalia. K.K. Rofiah. & L. “The Influence of Early Language Stimulation to
the Language Development of Children Aged 12-24 Months in The Working Area of
Puskesmas X.” Indonesian Journal of Community Health Nursing 1, no. 2 (2017): 47–
54.
Berger, K.S. The developing person through the life span. New York: Worth Publishers,
2014.
C.K. Sigelman, & E. A. Rider. Life-Span Human Development. Boston: MA: Cengage
Learning, 2019.
Denham, S.A. “Social-emotional competence as support for school readiness: What is it and
how do we assess it?” Early Education and Development 17, no. 1 (2006): 57–89.
Desmita. Psikologi perkembangan. Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006.
E. Kurniasari. S. Wahyuni., & I.P. Sari. “Efektivitas Stimulasi Sensori Motorik Terhadap
Perkembangan Motorik Kasar Bayi Usia 7-12 Bulan.” Jurnal Keperawatan Indonesia
22, no. 1 (2019): 44–51.
E. Nuryadi., & T.I. Winarni. “Pengaruh gizi, kesehatan, dan stimulasi terhadap tumbuh
kembang bayi dan anak prasekolah di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah.” Jurnal Gizi
Klinik Indonesia 14, no. 3 (2017): 130–39.
———. “Pengaruh gizi, kesehatan dan stimulasi terhadap tumbuh kembang bayi dan anak
prasekolah.” Jurnal Kesehatan Masyarakat (e-Journal) 5, no. 1 (2017): 74–81.
Feldman, R. “The development of regulatory functions from birth to 5 years: Insights from
premature infants.” Child Development Perspectives 12, no. 4 (2018): 222–27.
Firdha Cahyaningtyas, Dkk. “Kebutuhan cairan dan asupan gizi bayi usia 0-6 bulan di Kota
Malang.” Jurnal Gizi Klinik Indonesia 17, no. 1 (2020): 98-126.
K.W. Fischer, & T.R. Bidell. “Dynamic development of psychological structures in action
and thought. In W. Damon (Ed.).” Theoretical models of human development 1 (1998):
467–561.
Khoiriyah, F.N. Wati. & N. “The Influence of Cognitive Stimulation on Cognitive
Development in Infants Aged 6-12 Months.” Jurnal Ilmiah Kesehatan 12, no. 1 (2019):
41–60.
M.H.Bornstein., & N. Manian. “Maternal responsiveness and sensitivity reconsidered: Some
conceptual considerations.” Developmental Review, 33, no. 1 (2013): 38–48.

25
Nashori, Fuad. , Potensi-Potensi Manusia, Seri Psikologi Islami. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2003.
Piaget, J. Biology and Knowledge. Chicago: University of Chicago Press., 1967.
———. The Origins of Intelligence in Children. New York: International Universities Press,
1952.
S. Soetjiningsih., & R. Sjamsuhidajat. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC, 2016.
Santrock, John W. alih bahasa Juda Damanik, Life Span Developmen: perkembangan masa
hidup,. Jakarta: Erlangga, 2002.
Thompson, R.A. “Social and emotional development in infancy and early childhood,” 2014.
Tjitrosoepomo, G. Psikologi perkembangan. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2015.
W.J.Santrock. Life-span development: Perkembangan masa hidup. Jakarta: Salemba
Humanika, 2011.
WenkosOlds, Diane E. Papila dan Sally. Human Development: Perkembangan Manusia.
Jakarta: Salemba Humanika, 2019.
Wiji Hidayati, Sri Punami. Psikkologi Perkembangan. Yogyakarta: Bidang Akademik, 2018.
Wulandari, Desy. “‘Pengaruh Pemberian ASI Eksklusif terhadap Pertumbuhan dan
Perkembangan Bayi di Wilayah Kerja Puskesmas Kramat Jati Jakarta Timur.’” Jurnal
Kesehatan Ibu dan Anak 14, no. 2 (2020): 133–42.
Yanita Novianti, Dkk. “Pertumbuhan bayi berat lahir rendah pada usia 0-2 tahun.” Jurnal
Kesehatan Ibu dan Anak 9, no. 1 (2021).
Yusuf, LN Syamsu. Psikologi Perkembangan anak dan Remaja,. Bandung: Rosdakarya,
2018.
Zulhaini. “Peranan Keluarga dalam menanamkan nilai pendidikan agama Islamkepada
anak”.” Jurnal AL- HIKMAH 1, no. 1 (2019): 30–50.

26

Anda mungkin juga menyukai