Anda di halaman 1dari 8

PERAN ORANGTUA DALAM OPTIMALISASI PERKEMBANGAN

KOGNITIF ANAK USIA DINI

ABSTRAK

Arti pentingnya perkembangan kognitif pada anak harusnya telah menjadi perhatian orang tua. Terlebih
pada anak usia dini, karena menurut hasil penelitian di bidang neurologi seperti yang dilakukan oleh Dr.
Benyamin S. Bloom, seorang ahli pendidikan dari universitas Chicago, Amerika Serikat, mengemukakan
bahwa pertumbuhan sel jaringan otak pada anakusia 0-4 tahun mencapai 50% (Cropley,1994). Artinya
bila pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka segala tumbuh
kembang anak baik fisik maupun mental tidak akan berkembang secara optimal. Peran yang sangat
strategis dalam optimalisasi pendidikan usia dini adalah peran orang tua. Pembiasaan yang disertai
dengan teladan dari orang tua ditambah dengan pengembangan potensi dan kreatifitas.
Kata kunci : anak usia dini, perkembangan kognitif, peran orang tua

PENDAHULUAN

Masa anak-anak merupakan salah satu masa dalam rentang kehidupan manusia yang pasti dilalui
oleh semua manusia di dunia ini. Pada masa inilah proses perkembangan kognitif terjadi begitu cepat,
sehingga banyak orang tua yang menjadikan momen ini sebagai momen untuk proses penanaman nilai
kehidupan yang pertama kali. Namun terkadang dalam kehidupan keseharian anak-anak mempunyai
perilaku yang berbeda-beda, ada anak yang cerdas, ada anak yang lamban dalam memahami sesuatu, ada
anak yang mandiri dan ada yang kurang responsif. Beragam perilaku tersebut menimbulkan pertanyaan
yang perlu ditindaklanjuti yakni, mengapa hal ini dapat terjadi?

Hal itu disebabkan karena kualitas seorang anak dapat dinilai dari proses tumbuh kembang.
Menurut Sunderland (2006) proses tumbuh kembang merupakan hasil interaksi faktor genetik dan faktor
lingkungan. Faktor genetik/keturunan adalah faktor yang berhubungan dengan gen yang berasal dari
ayah dan ibu, sedangkan faktor lingkungan meliputi lingkungan biologis, fisik, psikologis, dan sosial.

Selanjutnya orang tua bukanlah pesulap dan tidak dapat menjamin bahwa anak-anaknya akan
selalu bahagia serta tidak akan mengalami kesedihan dan kehilangan namun orang tua mempunyai
pengaruh luar biasa dalam perkembangan otak mereka (Sunderland, 2006). Terlebih menurut hasil
penelitian di bidang neurologi seperti yang dilakukan oleh Dr. Benyamin S. Bloom, seorang
ahli pendidikan dari universitas Chicago, Amerika Serikat, mengemukakan bahwa pertumbuhan
sel jaringan otak pada anak usia 0-4 tahun mencapai 50% (Cropley, 1994). Artinya bila
pada usia tersebut otak anak tidak mendapatkan rangsangan yang maksimal maka segala
tumbuh kembang anak baik fisik maupun mental tidak akan berkembang secara optimal.
Dengan demikian, maka orang tua beserta lingkungan keluarga terdekat diharapkan memainkan peran
yang sangat penting dalam perkembangan kognitif anak terutama selama 1000 hari pertama dalam
kehidupan anak.

Tujuan Penulisan ini adalah untuk mengetahui dan membahas tentang: (1) Perkembangan
kognitif yang terbentuk pesat semenjak masa anak-anak, (2) Peranan orang-tua dan lingkungan terhadap
perkembangan kognitif yang sangat dipengaruhi oleh ukiran pertama di dalam kehidupannya.

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka diperlukan peran orang tua dalam
memberi rangsangan yang maksimal dalam perkembangan otak anak, agar anak menjadi unggul.
sehingga artikel berjudul Peran Orang Tua dalam Optimalisasi Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini
perlu ditulis dan dibahas lebih lanjut.

PEMBAHASAN

Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Menurut Santrock (2008), masa anak-anak berada pada dua periode dalam perkembangan
manusia, yakni pada masa awal anak-anak (early childhood) yang merupakan periode perkembangan dari
akhir masa bayi hingga usia kira-kira lima atau enam tahun, dimana periode ini kadang-kadang
disebut “tahun-tahun prasekolah”, dan pada masa pertengahan dan akhir anak-anak (middle and
late childhood) yang merupakan periode perkembangan dari usia kira-kira enam hingga 11 tahun,
dimana periode ini kadang-kadang disebut “tahun-tahun sekolah dasar”.

Setara dengan apa yang dikemukakan oleh Hurlock (2007), bahwa masa anak-anak memiliki dua
periode perkembangan dalam rentang perkembangan manusia, yakni awal masa anak-anak (masa usia
dini) yang berlangsung dari usia dua hingga enam tahun, dan akhir masa anak-anak yang berlangsung
dari usia enam tahun hingga tiba saatnya anak matang secara seksual.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa anak usia dini merupakan
kelompok usia yang berada pada rentang usia 0 tahun hingga 6 tahun, terlebih lagi mengingat kajian
pada artikel ini difokuskan pada pendidikan anak usia dini di Indonesia, maka rentang usia yang
digunakan adalah 0-6 tahun. Ada beberapa perkembangan yang terjadi pada anak yang berada pada masa
usia dini, salah satu diantaranya adalah perkembangan kognitif.

Menurut Piaget (dalam Santrock 2008), ada empat stadium perkembangan kognitif yang
terjadi pada masa anak-anak, yakni :

a. Tahap Sensorimotorik (lahir-2 tahun)

Selama masa sensorimotorik ini, perkembangan mental ditandai oleh kemajuan yang besar dalam
kemampuan bayi untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan sensasi melalui gerakan-gerakan dan
tindakan-tindakan fisik. Secara lebih spesifik, pada tahapan ini, terdapat beberapa subtahap
perkembangan sensoris-motorik (Santrock, 2008; Papalia, Old, dan Feldman, 2008), yakni:

1. Refleks sederhana

Terjadi pada bulan pertama setelah kelahiran, dimana pada tahap ini, alat dasar koordinasi sensasi dan
aksi ialah melalui perilaku refleksif, seperti mencari dan mengisap, yang dimiliki bayi sejak kelahiran.

2. Reaksi sirkuler primer

Berkembang antara usia 1-4 bulan, dimana bayi belajar mengkoordinasikan sensasi dan tipe skema
atau struktur, yaitu kebiasaan-kebiasaan dan reaksi-reaksi sirkuler primer. Reaksi sirkuler primer ini
merupakan suatu skema yang didasarkan pada usaha bayi untuk mereproduksi suatu peristiwa yang
menarik atau menyenangkan yang pada mulanya terjadi secara kebetulan.

3. Reaksi sirkuler sekunder

Berkembang antara usia 4 hingga 8 bulan, dimana bayi semakin berorientasi atau berfokus pada
benda di dunia, yang bergerak di dalam keasyikan dengan diri sendiri dalam interaksi sensori-motorik.

4. Koordinasi reaksi sirkuler sekunder (koordinasi skema sekunder)

Berkembang antara usia 8 dan 12 bulan, dimana pada tahap ini beberapa perubahan yang signifikan
berlangsung yang meliputi koordinasi skema dan kesengajaan.

5. Reaksi sirkuler tersier, kesenangan atas sesuatu yang baru, dan keingintahuan
Berkembang antara usia 12 dan 18 bulan, dimana pada tahap ini bayi semakin tergugah minatnya
oleh berbagai hal yang ada pada benda-benda itu dan oleh banyaknya hal yang dapat mereka lakukan
pada benda-benda itu.

6. Kombinasi mental

Berkembang antara usia 18 dan 24 bulan, dimana anak tidak lagi mengandalkan trial-and-error
untuk memecahkan masalah. Pikiran simbolik memungkinkan anak untuk mulai berpikir tentang
event dan mengantisipasi konsekuensi tanpa harus selalu mengulangi tindakannya. Anak mulai
menunjukkan pemahaman, sehingga mereka dapat menggunakan simbol, seperti gerak tubuh dan
kata, dan dapat berpura-pura.

b. Tahap Praoperasional (2-7 tahun)

Pada tahap praoperasional ini konsep yang stabil pada diri anak dibentuk, penalaran mental muncul,
serta keyakinan terhadap hal yang magis terbentuk. Pemikiran praoperasional dapat dibagi ke dalam
dua subtahap, yakni:

1. Subtahap fungsi simbolis

Subtahap ini terjadi kira-kira antara usia 2 hingga 4 tahun, dimana anak mengembangkan kemampuan
untuk membayangkan secara mental suatu obyek yang tidak ada. Pada tahapan ini, terdapat ciri
pemikiran yang menonjol, yakni egosentrisme (Santrock, 2008). Egosentrisme adalah suatu
ketidakmampuan untuk membedakan antara perspektif seseorang dengan perspektif orang lain.

2. Subtahap pemikiran intuitif

Subtahap kedua ini terjadi kira-kira antara usia 4 dan 7 tahun, dimana anak-anak mulai
menggunakan penalaran primitif dan ingin tahu jawaban atas semua bentuk pertanyaan. Piaget
menyebut periode waktu ini ”intuitif” karena karena anak-anak tampaknya begitu yakin tentang
pengetahuan dan pemahaman mereka, tetapi belum begitu sadar bagaimana mereka tahu atas apa
yang mereka ketahui itu. Maksudnya, mereka mengatakan mengetahui sesuatu, tetapi mengetahuinya
tanpa menggunakan pemikiran rasional.

c. Tahap Operasional Konkret (7-11 tahun)

Dalam tahap ini, anak-anak dapat melakukan operasi yang melibatkan objek-objek dan juga dapat
bernalar secara logis, sejauh hal itu diterapkan dengan contoh-contoh yang spesifik atau konkret. pemikir
operasi konkret tidak dapat membayangkan langkah-langkah yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu
persamaan aljabar, karena terlalu abstrak untuk dipikirkan pada tahap perkembangan ini.

d. Tahap Operasional Formal (11 tahun ke atas)

Dalam tahap ini, anak sudah dapat berpikir secara logis tentang masalah abstrak dan menguji hipotesis
secara sistematik. Selain itu, anak sudah dapat memperhatikan masalah hipotetik, masa depan, dan
ideologis.

Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa perkembangan kognitif


yang terjadi pada masa usia dini adalah pada tahapan perkembangan kognitif sensorimotorik dan tahap
awal praoperasional.

Pola Asuh Orang Tua dalam Mengoptimalisasi Perkembangan Kognitif

Menurut Sunderland (2006) selama berabad abad orang tua/pengaruh memiliki teknik
pengasuhan anak tanpa menyadari adanya dampak jangka panjang dari pengasuhan tersebut dalam
perkembangan otak anak. Dengan demikian interaksi orang tua dengan anak mempunyai dampak jangka
panjang terhadap fungsi dan keseimbangan kimia di dalam otak mereka. Dengan kemajuan ilmu
neurosains, scan otak dan penelitian lainnya terpenuhinya informasi penting pengasuhan otak yang
dilakukan orang tua/pengasuh.

Walapun perkembangan otak telah dimulai sejak masa kehamilan, perkembangan pesatnya terjadi
setelah kelahiran sehingga sangat terbuka terekamnya pengalaman baik yang positif maupun negatif
sebagai hasil interaksi dengan orang tua. Pada saat bayi lahir memiliki 200 milyar neuron, namun sedikit
koneksi antar sel saraf, koneksi antar sel saraf ini akan menuju kepada kecerdasaan emosional dan sosial
yang hasilnya sangat dipengaruhi oleh peran orang tua (Parker dalam Hurlock, 2007). Parker (2007) juga
menyebutkan bahwa neuron tersebut berkembang 90 % sampai usia 5 tahun dan mengalami penurunan,
milyaran sel terbentuk, terurai dan terbentuk kembali sangat dipengaruhi oleh interaksi orang tua dengan
anak.

Selama koneksi antar sel terbentuk, mungkin anak akan sangat membutuhkan bimbingan karena
mereka mengalami ketidakseimbangan, stress, dan tekanan dalam menyeimbangkan keinginan dengan
tuntutan lingkungannya. Dimulai dari usia 0 tahun hingga pada akhirnya nanti sekitar usia 6 tahun ukiran
pertama dalam hidup anak akan terbentuk dengan sempurna.
Berdasarkan penggambaran-penggambaran sebelumnya disimpulkan bahwa perkembangan otak
yang luar biasa, sangat membutuhkan pengaruh, peranan, dan bimbingan orang tua. Kelekatan
(attachment) dibentuk dengan banyak berkomunikasi, mengusap, dan memberi stimulus lewat bacaan-
bacaan. Perkembangan kognitif yang mulai terbentuk akan menjadi ukiran yang indah serta
mempengaruhi perkembangan selanjutnya. Potensi dan kreatifitas merupakan salah satu dari kemampuan
kognitif anak. Kedua kemampuan kognitif ini sangat berkaitan dengan peranan orang tua dalam
mengembangkan potensi dan kreatifitasnya, karena dengan bantuan mereka potensi dan kreatifitas
seorang anak akan mampu berkembang dengan baik.

Di bawah ini merupakan beberapa peranan orang tua dalam membantu anak dalam
mengembangkan kemampuan kognitifnya:

a. Menjadikan rumah sebagai pendidikan pertama

Salah satunya menjadikan rumah sebagai sekolah atau pendidikan pertama bagi sang anak. Di
sini, orang tua harus mengupayakan agar rumah tangga benar-benar terasa sebagai sekolah awal bagi sang
anak. Namun, yang harus diingat di sini, bahwa sekolah yang dimaksud bukanlah sekolah dengan sistem
kelas yang menyediakan kurikulum yang begitu ketat. Hal yang terpenting adalah bagaimana anak dapat
merasakan bahwa suasana yang terjadi dirumahnya dapat membantu mereka mendapatkan tambahan
pengetahuan yang berguna bagi dirinya. Salah satu cara menciptakan rumah tangga agar memiliki nuansa
sekolah adalah dengan menyediakan berbagai alat-alat edukatif, seperti buku, papan tulis, dan masih
banyak lagi. Sebuah rumah yang menyediakan alat-alat semacam itu maka akan mendekatkan anak pada
kegemaran mereka membaca dan mencari pengetahuan baru lewat buku-buku bacaan yang orang tua
sediakan.

b. Orang tua sebagai model

Selain membuat suasana rumah menjadi forum pendidikan bagi sang anak, orang tua pun harus
pandai memberikan contoh yang baik bagi anaknya. Salah satu contohnya adalah dalam hal berbicara atau
berbahasa. Karena di rumah, anak pertama kali kenal dengan orang tuanya dan karena itulah mereka
membangun interaksi awal dengan orang tua. Potensi ini harus orang tua jadikan sebagai sarana
mengajarkan sopan santun yang baik kepadanya meskipun pada dasarnya sang anak baru mencapai umur
4 atau 5 tahun-an.

Peran orang tua sebagai model atau contoh bagi anak-anaknya, maka apapun hal yang orang tua
lakukan atau ucapkan akan dengan mudah diserap dan ditiru oleh sang anak. Maka dari itu para orang tua
harus mulai waspada jika selama ini memiliki kebiasaan berkata-kata kasar, mencaci, memarahi dan lain
sebagainya.

c. Mampu melihat kelebihan pada anak

Orang tua harus mampu melihat dan menyadari setiap anak mempunyai profil kemampuan dan
kecerdasan yang berbeda-beda. Sebagian berhasil mengembangkannya. Ada sebagian tidak menyadari
bakat yang mereka miliki. Ada yang pandai bernyanyi, memasak, menulis, dan lain sebagainya. Setiap
potensi membutuhkan tempat untuk mengekspresikannya, dan masa kanak-kanak adalah masa yang tepat
untuk memunculkan bakat-bakat itu.

Maka dari itu orang tua harus mampu melihat beberapa kelebihan yang ada pada diri anaknya
baik yang terlihat ataupun bakat terpendam. Setelah orang tua menyadari dan melihat potensi anak maka
para orang tua seharusnya lebih memokuskan pada potensi yang anak miliki dan mengarahkannya ke arah
yang tepat. Orang tua harus benar-benar membimbing sang anak menuju arah pengembangan intelektual
anak ataupun bakat anak. Karena sebagian besar manusia itu memiliki bakat namun tidak semua manusia
punya keberanian untuk membuat satu perubahan dari bakat itu sendiri. Maka disinilah peran orang tua
sebagai fasilitas dalam pengembangan bakat anak berlaku.

PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Otak adalah perlengkapan tubuh manusia yang maha penting sebab merupakan pusat kendali
kehidupan manusia baik secara lahir maupun secara batin. Perkembangan kognitif anak-anak usia
dini menurut piaget adalah dalam tahap sensorimotor dan praoperasional, dimana sang anak
berpendapat hanya menurut sudut pandangnya saja, tidak mampu memberikan penjelasan
meskipun ia mengetahui sebab akibat dari satu kejadian, dan mengatributkan kehidupan pada
benda mati.
2. Orang tua berkewajiban membesarkan dan mendidik anak-anak agar menjadi generasi penerus
dan kemampuan kognitif yang mencakup di dalamnya potensi dan kreatifitas anak pada masa
kanak-kanak awal dapat terwujud jika orang tuanya sangat peduli terhadap perkembangan
anaknya.

Berdasarkan pada simpulan yang telah dikemukakan di atas, ada beberapa saran yang ditujukan.
Stimulus sangat penting buat perkembangan kognitif dengan demikian orang tua harus sangat menyadari
peranan pentingnya dan mengasuh otak anak sesuai dengan yang telah dipaparkan sebelumnya. Dan
orang tua harus bisa melihat potensi yang ada pada diri anak, setelah itu bantulah anak-anak dalam
mengembangkannya.

DAFTAR PUSTAKA

Hurlock, E.B. (2007). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.
Jakarta : Penerbit Erlangga.
Munandar, Utami.(2012). Pengembangan kreatifitas Anak Berbakat. Jakarta: Rineka Cipta.
Papalia, Diane, Old, Sally Wendkos, dan Feldman, Ruthh Duskin. (2008). Human Development
(Psikologi Perkembangan): Bagian I s/d Bagian IV. Edisi Kesembilan. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.
Santrock, J.W. (2008). Life-Span Development Perkembangan Masa Hidup. Edisi Kelima. Jakarta :
Penerbit Erlangga.
Sunderland, Margot. (2006). The science of Parenting, Practical guidance on sleep, crying, play and
building emotinal wellbeing for life. United Kingdom: DK.

Anda mungkin juga menyukai