Anda di halaman 1dari 26

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Pengertian Anak Usia Dini

Ada beberapa pengertian atau definisi sehubungan dengan anak

usia dini. Berikut ini akan kami sajikan sejumlah pengertian anak usia dini

menurut para ahli dan karakteristiknya.

Pengertian anak usia dini adalah anak yang berada pada rentang

usia 0-6 tahun (Undang-Undang Sisdiknastahun 2003) dan sejumlah ahli

pendidikan anak memberikan batasan 0-8 tahun.

Anak usia dini didefinisikan pula sebagai kelompok anak yang

berada dalam proses pertumbuhan dan perkembangan yang bersifat unik.

Mereka memiliki pola pertumbuhan dan perkembangan yang khusus

sesuai dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangannya (Mansur, 2005)

Pada masa tersebut merupakan masa emas (golden age), karena

anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang cukup pesat dan

tidak tergantikan pada masa mendatang. Menurut banyak penelitian

bidang neurologi ditemukan bahwa 50% kecerdasan anak terbentuk pada

kurun waktu 4 tahun pertama. Setelah usia 8 tahun, perkembangan


otaknya mencapai 80% dan pada usia 18 tahunmencapai 100% (Suyanto,

2005).

Mengacu pada Undang-undang Sisdiknas tahun 2003 pasal 1 ayat

14, upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak usia 0-6 tahun tersebut

dilakukanmelalui Pendidikan Anak UsiaDini (PAUD). Pendidikan anak

usia dini dapat dilaksanakan melalui pendidikan formal, nonformal dan

informal. Pendidikan anak usia dini jalur formal berbentuk taman kanak-

kanak (TK) dan Raudatul Athfal (RA) dan bentuk lain yang sederajat.

Pendidikan anak usia dini jalur nonformal berbentuk kelompok bermain

(KB),taman penitipan anak (TPA),sedangkan PAUD pada jalur

pendidikan informal berbentuk pendidikan keluarga atau pendidikan yang

diselenggarakan lingkungan seperti bina keluarga balita dan posyandu

yang terintegrasi PAUD atau yang kita kenal dengan Satuan PAUD

Sejenis (SPS). Dapatkan berbagai kajian pustaka tentang PAUD dalam

Contoh PTK PAUD.

Berbagai pendidikan untuk anak usia dini jalur non formal terbagi

atastiga kelompok yaitu kelompok .Taman Penitipan Anak (TPA) usia 0-

6 tahun); Kelompok Bermain (KB) usia 2-6 tahun; kelompok SPS usia 0-6

tahun (Harun, 2009)

Dari uraian pengertian anak usia dini menurut para ahli di atas,

dapat disimpulkan bahwa anak usia dini adalah anak yang berada pada

rentang usia 0-6 tahun yang sedang mengalami pertumbuhan dan


perkembangan yang sangat pesat, sehingga diperlukan stimulasi yang

tepat agar dapat tumbuh dan berkembang dengan maksimal. Pemberian

stimulasi tersebut melalui lingkungan keluarga, PAUD jalur non formal

seperti tempat penitipan anak (TPA) atau kelompok bermain (KB) dan

PAUD jalur formal seperti TK dan RA. Karakteristik Anak Usia Dini

Masa kanak-kanak merupakan masa saat anak belum mampu

mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Mereka cenderung

senang bermain pada saat yang bersamaan, ingin menang sendiri dan sering

mengubah aturan main untuk kepentingan diri sendiri. Dengan demikian,

dibutuhkan upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek

perkembangan, baik perkembangan fisik maupun perkembangan psikis.

Potensi anak yang sangat penting untuk dikembangkan. Potensi-potensi

tersebut meliputi kognitif, bahasa, sosioemosional, kemampuan fisik dan

lain sebagainya.

Anak usia dini memiliki karakteristik yang khas, baik secara fisik,

sosial, moral dan sebagainya. Menurut Siti Aisyah,dkk (2010: 1.4-1.9)

karakteristik anak usia dini antara lain; a) memiliki rasa ingin tahu yang

besar, b) merupakan pribadi yang unik, c) suka berfantasi dan berimajinasi,

d) masa paling potensial untuk belajar, e) menunjukkan sikap egosentris, f)

memiliki rentang daya konsentrasi yang pendek, g) sebagai bagian dari

makhluk sosial, penjelasannya adalah sebagai berikut.


Usia dini merupakan masa emas, masa ketika anak mengalami

pertumbuhan dan perkembangan yang pesat. Pada usia ini anak paling peka

dan potensial untuk mempelajari sesuatu, rasa ingin tahu anak sangat besar.

Hal ini dapat kita lihat dari anak sering bertanya tentang apa yang mereka

lihat. Apabila pertanyaan anak belum terjawab, maka mereka akan terus

bertanya sampai anak mengetahui maksudnya. Di samping itu, setiap anak

memiliki keunikan sendiri-sendiri yang berasal dari faktor genetik atau bisa

juga dari faktor lingkungan. Faktor genetik misalnya dalam hal kecerdasan

anak, sedangkan faktor lingkungan bisa dalam hal gaya belajar anak. Anak

pada masa usia dini memiliki ciri-ciri tertentu. Kartini Kartono (2008 : 50)

mengungkapkan ciri khas anak usia dini sebagai berikut :

a. Bersifat egosentris naïf. Anak memandang dunia luar dari

pandangannya sendiri, sesuai dari pengetahuan dan pemahamannya

sendiri, serta dibatasi oleh perasaan dan pikirannya yang masih sempit.

Anak sangat terpengaruh oleh akalnya yang masih sederhana sehingga

tidak mampu menyelami perasaan dan pikiran orang lain. Anak belum

memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan belum mampu

menempatkan dirinya ke dalam kehidupan atau pikiran orang lain. Anak

sangat terikat pada dirinya sendiri. Ia menganggap bahwa pribadinya

adalah satu dan terpadu erat dengan lingkungannya. Ia juga belum

mampu memisahkan dirinya dari lingkungannya;


b. Relasi sosial yang primitive. Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang

belum dapat memisahkan antara keadaan dirinya dengan keadaan

lingkungan sosial sekitarnya. Artinya, anak belum dapat membedakan

antara kondisi dirinya dengan kondisi orang lain atau anak lain di luar

dirinya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat terhadap benda-

benda dan peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya. Dengan kata

lain anak membangun dunianya dengan khayalan dan keinginannya

sendiri;

c. Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan, anak belum

dapat membedakan keduanya. Isi jasmani dan rohani anak masih

merupakan kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu

dikeluarkan atau diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur baik

dalam mimik, tingkah laku, maupun bahasanya. Anak tidak dapat

berbohong atau bertingkah laku pura-pura. Anak mengekspresikan

segala sesuatu yang dirasakannya secara terbuka;

d. Sikap hidup yang fisiognomis, artinya secara langsung anak

memberikan atribut/ sifat lahiriah atu sifat kongkrit, nyata terhadap apa

yang dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak

terhadap apa yang dihadapinya masih bersifat menyatu (totaliter) antara

jasmani dan rohani. Anak belum dapat membedakan antara benda hidup

dan benda mati. Segala sesuatu yang ada di sekitarnyaa dianggap


memiliki jiwa yang merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani

dan rohani sekaligus, seperti dirinya sendiri. Oleh karena itu, anak pada

usia ini sering bercakap-cakap dengan binatang atau boneka.

Aspek yang sangat menonjol dalam cara belajar anak usia dini

adalah rentang perhatian yang pendek (short attention span) dan orientasi

perilakunya pada “sini dan kini” (here and now). Secara umum

karakteristik anak usia dini atau prasekolah adalah: suka meniru, ingin

mencoba, spontan, jujur, riang, suka bermain, selalu ingin tahu (suka

bertanya) banyak gerak, suka menunjukkan akunya (egois), unik, dan lain-

lain (Soegeng, 2000 : 34). Karakteristik anak usia dini merupakan individu

yang memiliki tingkat perkembangan yang relatif cepat merespon

(menangkap) segala sesuatu dari berbagai aspek perkembangan yang ada.

Sedangkan karakteristik anak usia dini menurut Richard D.Kellough

(Kuntjojo, 2010) adalah sebagai berikut: a) egosentris, b) memiliki

curiosity yang tinggi, c) makhluk sosial, d) the unique person, e) kaya

dengan fantasi, f) daya konsentrasi yang pendek, g) masa belajar yang

paling potensial.

Egosentris adalah salah satu sifat seorang anak dalam melihat dan

memahami sesuatu cenderung dari sudut pandang dan kepentingan diri

sendiri. Anak mengira bahwa semuanya penuh dengan hal-hal yang

menarik dan menakjubkan. Melalui interaksi dengan orang lain anak

membangun konsep diri sehingga anak dikatakan sebagai makhluk sosial.


Anak memiliki daya imajinasi yang berkembang melebihi apa yang

dilihatnya. Anak juga memiliki daya perhatian yang pendek kecuali

terhadap hal-hal yang bersifat menyenangkan bagi anak. Berbagai

perbedaan yang dimiliki anak penanganan yang berbeda mendorong pada

setiap anak. Pada masa belajar yang potensial ini, anak mengalami masa

peka untuk tumbuh dan berkembang dengan cepat.

Anak usia dini merupakan masa peka dalam berbagai aspek

perkembangan yaitu masa awal pengembangan kemampuan fisik motorik,

bahasa,sosial emosional,serta kognitif.Menurut Piaget (Slamet Suyanto,

2003: 56-72), anak memiliki 4 tingkat perkembangan kognitif yaitu

tahapan sensori motorik (0-2 tahun), pra operasional konkrit (2-7 tahun),

operasional konkrit (7-11 tahun), dan operasional formal (11 tahun ke

atas).Dalam tahap sensori motorik (0-2 tahun), anak mengembangkan

kemampuannya untuk mengorganisasikan dan mengkoordinasikan dengan

gerakan dan tindakan fisik. Anak lebih banyak menggunakan gerak reflek

dan inderanya untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Pada

perkembangan pra operasional, proses berpikir anak mulai lebih jelas

danmenyimpulkan sebuah benda atau kejadian walaupun itu semua berada

di luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya. Pada tahap

operasional konkrit, anak sudah dapat memecahkan persoalan- persoalan

sederhana yang bersifat konkrit dan dapat memahami suatu pernyataan,

mengklasifikasikan serta mengurutkan. Pada tahap operasional formal,


pikiran anak tidak lagi terbatas pada benda-benda dan kejadian di depan

matanya. Pikiran anak terbebas dari kejadian langsung.

Dilihat dari perkembangan kognitif, anak usia dini berada pada

tahap pra operasional. Anak mulai proses berpikir yang lebih jelas dan

menyimpulkan sebuah benda atau kejadian walaupun itu semua berada di

luar pandangan, pendengaran, atau jangkauan tangannya. Anak mampu

mempertimbangkan tentang besar, jumlah, bentuk dan benda- benda

melalui pengalaman konkrit. Kemampuan berfikir ini berada saat anak

sedang bermain.

2. Konsep Dasar Belajar AUD

Dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar pada pendidikan anak

usia dini, seorang guru harus mengetahui terlebih dahulu mengenai konsep

dasar belajar anak usia dini, agar dapat memberikan pembelajaran sesuai

dengan karakteristik anak. Konsep Belajar .

a. Menurut “pandangan behaviorisme belajar adalah perubahan tingkah

laku yang dapat diamati dan diukur sebagai hasil pengalaman”

(Thobrani, 2015:55) sedangkan menurut teori Jeans Piaget yang

menganut aliran kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah

perubahan persepsi dan pemahaman (Thobrani, 2015:79), dan menurut

pandangan Konstruktivisme belajar adalah proses seseorang

membangun pengetahuan (Thobrani, 2015:91). Berdasarkan dari


pandangan beberapa teori belajar dapat ditarik kesimpulan bahwa

belajar merupakan proses perubahan sikap atau perilaku sebagai hasil

dari pengalaman Pada pendidikan anak usia dini belajar mereka

melalui bermain, karena melalui bermainlah mereka anak belajar

tentang apa yang ingin mereka ketahui dan pada akhimya mampu

memahami peristiwa yang terjadi pada lingkungannya.

b. Konsep Pembelajaran

Pembelajaran anak usia dini berpusat pada anak. Pendekatan

pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan saintifik yang

mencakup rangkaian proses mengamati, menanya, mengumpulkan

informasi, menalar, dan mengomunikasikan. Keseluruhan proses

tersebut dilakukan dengan menggunakan seluruh indra serta berbagai

sumber dan media pembelajaran (permendikbud RI No 146 Tahun

2014 tentang Kurikulum 2013 PAUD).

Pembelajaran pada anak usia dini pada hakekatnya adalah

permainan, bahwa bermain adalah belajar, di mana bemain adalah

kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan rasa

senang dan puas bagi anak, bermain sebagai sarana bersosialisasi,

mendapatkan kesempatan untuk bereksplorasi, mengekspresikan

perasaan, berkreasi, dan menemukan sarana pembelajaran yang

menyenangkan, sekaligus sebagai wahana pengenalan diri dan

lingkungan sekitar anak mendapati kehidupannya. Pembelaiaran pada


anak usia dini hendaknya disusun sedemikian rupa agar

menyenangkan bagi anak, membuat anak tertarik, untuk ikut serta

dalam proses pembelajaran dan anak merasa tidak terpaksa atau murni

dari keinginan anak sendiri.

c. Teori belajar anak usia dini

Pada hakikatnya anak belajar sambil bermain, oleh karena itu

pembelajaran pada anak usia dini pada biasamya adalah bermain.

Sesuai dengan karakteristik anak usia dini yang bersifat aktif dalam

melakukan eksplorasi terhadap lingkungannya, maka aktivitas

bermain merupakan bagian dari proses pembelajaran. Pembelajaran

diarahkan pada pengembangan dan penyempurnaan potensi

kemampuan yang dimiliki seperti kemampuan berbahasa, sosio-

emosional, motorik, dan intelektual. Untuk itu pembelajaran pada

anak usia dini harus dirancang agar anak merasa tidak terbebani dalam

mencapai tugas perkembangannya. Agar suasana tidak memberikan

beban dan membosankan anak, suasana belajar perlu dibuat secara

alami, hangat dan menyenangkan. Aktivitas bermain(Playing activity)

yang memberi kesempatan kepada anak untuk berinteraksi dengan

teman dan lingkungannya merupakan hal yang diutamakan. Selain itu,

karena anak merupakan individu yang unik dan sangat variatif, maka
unsur variasi individu dan minat anak juga perlu diperhatikan (Isjoni,

2014:4041).

3. Perkembangan Kognitif Anak

Kognitif adalah sebuah istilah yang digunakan oleh psikolog untuk

menjelaskan semua aktivitas mental yang berhubungan denganpersepsi,

pikiran, ingatan, dan pengolahan informasi yang memungkinkan

seseorang memperoleh pengetahuan, memecahkan masalah, dan

merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis yang berkaitan

dengan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,

membayangkan, memperkirakan, menilai, dan memikirkan

lingkungannya. Kognitif sering disebut juga intelek (Desmita, 2006: 103).

Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk

berpikir. Hal ini sesuai dengan pendapat Ahmad Susanto (2011:48) bahwa

kognitif adalah suatu proses berpikir, yaitu kemampuan individu untuk

menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu kejadian atau

peristiwa. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan

(intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama

sekali ditujukan kepada ide-ide belajar.

Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan

anak dalam belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar

selaluberhubungan dengan masalah berpikir. Menurut Ernawulan Syaodih

dan Mubiar Agustin (2008: 20) perkembangan kognitif menyangkut


perkembangan berpikir dan bagaimana kegiatan berpikir itu bekerja.

Dalam kehidupannya, mungkin saja anak dihadapkan pada persoalan-

persoalan yang menuntut adanya pemecahan. Menyelesaikan suatu

persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri anak.

Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan anak perlu memiliki

kemampuan untuk mencari cara penyelesaiannya.

Husdarta dan Nurlan (2010: 169) berpendapat bahwa perkembangan

kognitif adalah suatu proses menerus, namun hasilnya tidak merupakan

sambungan (kelanjutan) dari hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya.

Hasil-hasil tersebut berbeda secara kualitatif antara yang satu dengan yang

lain. Anak akan melewati tahapan-tahapan perkembangan kognitif atau

periode perkembangan. Setiap periode perkembangan, anak berusaha

mencari keseimbangan antara struktur kognitifnya dengan

pengalamanpengalaman baru. Ketidakseimbangan memerlukan

pengakomodasian baru serta merupakan transformasi keperiode

berikutnya.

Menurut Piaget, individu memiliki potensi kognitif yang mengalami

proses perkembangan dimana kecerdasan kognitif berkembang secara

bertahap. menurut piaget tahapan ialah “suatu jangka waktu tertentu,

dimana cara berpikir dan tingkah laku anak dalam berbagai situasi

merefleksikan suatu struktur mental tertentu”. Dengan kata lain, tahap

perkembangan pada setiap periode kehidupan anak adalah gambaran


bagaimana cara-cara seorangindividu memperoleh pengetahuan. Menurut

piaget tahap perkembangan kecerdasan kognitif manusia terdiri dari empat

periode (Nihayah, 2006: 27), yaitu:

a. Tahap sensori motor (0-2 tahun)

Tahap ini ada pada usia antara 0-2 tahun, mulai pada masa bayi

ketika ia menggunakan pengindraan dan aktivitas motorik dalam

mengenal lingkungannya. Pada masa ini bayi keberadaannya masih

terikat kepada orang lain bahkan tidak berdaya, akan tetapi alat-alat

inderanya sudah dapat berfungsi. Tindakannya berawal dari respon

refleks, kemudian ber-kembang membentuk representasi mental.

Menurut Piaget, perkembangan kognitif selama stadium

sensorimotor, intelegensi anak baru nampak dalam bentuk aktivitas

motorik sebagai reaksi stimulus sensorik. Dalam sta-dium ini yang

penting adalah tindakan-tindakan konkrit dan bukan tindakan-

tindakan yang imaginer atau hanya dibayangkan saja, tetapi secara

perlahan-lahan melalui peng- ulangan dan pengalaman konsep objek

permanen lama-lama terbentuk. Anak mampu menemukan kembali

objek yang disembunyikan.

b. Tahap praoperasional (2-7 tahun)

Manipulasi simbol merupakan karakteristik esensial dari

tahapan ini. Hal ini sering dimanefestasikan dalam peniruan tertunda,

tetapi perkembangan bahasanya sudah sangat pesat, kemampuan


anakmenggunakan gambar simbolik dalam berfikir, memecahkan

masalah, dan aktivitas bermain kreatif berkembang lebih jauh dalam

beberapa tahun berikutnya. Pemikiran ini khas bersifat egosentris.

Pada tahap ini anak sulit membayangkan segala sesuatunya tampak

dari perspektif orang lain. Karakteristik lain dari cara berfikir

praoperasional yaitu memusat (centralized). Bila anak dikonfrontasi

dengan situasi yang multidimensional, maka anak akan me-musatkan

perhatiannya hanya pada satu dimensi dan mengabaikan dimensi

lainnya. Berpikir praoperasional juga tidak dapat dibalik

(irreversable). Anak belum mampu untuk meniadakan suatu tindakan

dengan melakukan tindakan tersebut sekali lagi secara mental dalam

arah yang sebaliknya.

c. Tahap operasional konkrit (7-11 tahun)

Tahap operasional konkrit dapat digambarkan pada terjadinya

perubahan positif ciri-ciri negatif tahap preoprasional,seperti dalam

cara berfikir egosentris pada tahap operasional konkrit menjadi

berkurang, ditandainya oleh desentrasi yang benar, artinya anak

mampu memperlihatkan lebih dari satu dimensi secara serempak dan

juga untuk menghubungkan dimensi-dimensi itu satu sama lain.

Menurut Piaget, anak pada tahap ini mengerti masalah konservasi

karena mampu melakukan operasi mental yang dapat dibalikkan

(reversable). Kendati kemampuan penalaran, pemecahan masalah dan


logika telah berkembang tetapi pemikiran masih terbatas pada operasi

konkrit. Pada tahap ini anak dapat mengkonservasi kualitas serta

dapatmengurutkan dan meng-klasifikasikan objek secara nyata.

Tetapi belum dapat memahami tentang abstraksi, proposisi hipotesis,

sehingga anak mengalami kesulitan untuk menyelesaikan masalah

yang bersifat abstrak.

d. Tahap operasional formal (11-16 tahun)

Anak tidak lagi terbatas pada apa yang dilihat atau didengar

ataupun pada masalah yang dekat, melainkan dapat membayangkan

ma- salah dalam pikiran serta mengembangkan hipotesis secara

logis. Perkembangan lain ialah kemampuannya untuk berpikir

secara sis- tematis dan mampu memikirkan berbagai kemungkinan

secara teratur atau sistematis untuk memecahkan masalah. Anak

dapat memprediksi berbagai kemungkinan yang terjadi atas suatu

peristiwa.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas disimpulkan bahwa faktor

kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar

karena sebagian besar aktivitas dalam belajarselalu berhubungan dengan

masalah mengingat dan berpikir. Perkembangan kognitif dimaksudkan

agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui


panca inderanya sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya

tersebut anak dapat melangsungkan hidupnya.

Perkembangan kognitif anak menunjukkan perkembangan dari cara

berpikir anak. Ada faktor yang mempengaruhi perkembangan tersebut.

Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif menurut Piaget dalam

Siti Partini (2003: 4) bahwa “pengalaman yang berasal dari lingkungan

dankematangan, keduanya mempengaruhi perkembangan kognitif anak”.

Sedangkan menurut Soemiarti dan Patmonodewo (2003:20)

perkembangan kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan sel otak dan

perkembangan hubungan antarsel otak. Kondisi kesehatan dan gizi anak

walaupun masih dalam kandungan ibu akanmempengaruhi pertumbuhan

dan perkembangan anak. Menurut Piaget dalam Asri Budiningsih

(2005:35) makin bertambahnya umur seseorang maka makin komplekslah

susunan sel sarafnya dan makin Berkembang pada kemampuannya.

Ketika individu berkembang menuju kedewasaan akan mengalami

adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akanmenyebabkan adanya

perubahan-perubahan kualitatif di dalam sruktur kognitifnya.

5. Model Explicit Instruction

a. Pengertian Model Explicit Instruction

Model Explicit Intruction (pengajaran langsung) didefinisikan

sebagai salah satu pendekatan mengajar yang dirancang khusus untuk

menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan


deklaratif dan pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik yang

dapat diajarkan dengan pola kegiatan yang bertahap, selangkah demi

selangkah (Arends, 2001: 264).

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa model

Explicit Intruction merupakan suatu pendekatan atau model pembelajaran

yang dirancang untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan

prosedur dan pengetahuan deklaratif sehingga agar siswa dapat memahami

serta benar-benar mengetahui pengetahuan secara menyeluruh dan aktif

dalam suatu pembelajaran dengan pola selangkah demi selangkah (Yasa,

2012: 4)

Menurut Qirana, dkk (2008: 2) mengemukakan bahwa ada beberapa

langkah pembelajaran model Explicit Instruction yaitu:

1) Guru menyampaikan tujuan dan mempersiapkan siswa;

2) Guru mendemonstrasikan materi;

3) Guru membimbing murid dalam pelatihan;

4) Guru memberikan umpan balik;

5) Pelatihan mandiri.

b. Kelebihan Dan Kelemahan Model Explicit Instruction

Adapun kelebihan dari model Explicit Intruction menurut Huda

(2013: 187) diantaranya, yaitu:


1) Guru bisa mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang

diterima oleh siswa sehingga guru dapat mempertahankan fokus apa

yang harus dicapai oleh siswa.

2) Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil.

3) Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-

kesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat

diungkapkan.

4) Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan

pengetahuan faktual yang sangat terstruktur.

5) Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan

keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang

berprestasi rendah.

6) Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak

dalam waktu yang relatif singkat dan dapat diakses secara setara oleh

seluruh siswa.

7) Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi

mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat

merangsang ketertarikan dan antusiasme siswa.

Kekurangan Model Pembelajaran Explicit Instruction Adapun

kekurangan dari model Explicit Intruction menurut Huda (2013: 188)

diantaranya, yaitu:
1) Terlalu bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan

informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat,

sementara tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal

tersebut, sehingga guru masih harus mengajarkannya kepada siswa.

2) Kesulitan untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan,

pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar,

atau ketertarikan siswa.

3) Kesulitan siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan

interpersonal yang baik.

4) Kesuksesan strategi ini hanya bergantung pada penilaian dan antusiasme

guru di ruang kelas.

5) Adanya berbagai hasil penelitian yang menyebutkan bahwa tingkat

struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran,

yang menjadi karakteristik strategi Explicit Instruction, dapat

berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah,

kemandirian, dan keingintahuan siswa.

6. Model Make A Match

Model pembelajaran make a match artinya siswa mencari pasangan

setiap siswa mendapat sebuah kartu ( bisa soal atau jawaban) lalu secepatnya

mencari pasangan yang sesuai dengan kartu yang ia pegang. penerapan

model ini dimulai dengan teknik, yaitu siswa disuruh mencari pasangan

kartu yang merupakan jawaban atau soal sebelum batas waktunya, siswa
yang dapat mencocokan kartunya diberi poin. Langkah–langkah Model

Pembelajaran Make A Match Adapun langkah-langkah pelaksanaan model

pembelajaran make a match sebagai berikut:

1. Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik

yang cocok untuk sesi review (satu sisi berupa kartu soal dan sisi

sebaliknya berupa kartu jawaban)

2. Setiap siswa mendapat satu kartu dan memikirkan jawaban atau soal dari

kartu yang dipegang

3. Siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan

kartunya (kartu soal atau kartu jawaban).

4. Siswa yang dapat mencocokan kartu nya sebelum batas waktu diberi poin

5. Setelah satu babak kartu dikocok lagi agar tiap siswa mendapat kartu

yang berbeda dari sebelumnya, demikian seterusnya

6. Kesimpulan

7. Penerapan Model Make a Match Dalam Proses Belajar Mengajar

Kelebihan model make a match adalah sebagai berikut :

1. Mampu menciptakan suasana aktif dan menyenangkan

2. Materi pembelajaran yang disampaikan lebih menarik perhatian siswa

3. Mampu meningkatkan hasil belajar siswa mencapai taraf ketuntasan

belajar

4. Suasana kegembiraan akan tumbuh dalam proses pembelajaran

5. Kerja sama antar siswa terwujud dengan dinamis


6. Munculnya dinamika gotong royong yang merata diseluruh siswa

Kelemahan model make a match adalah sebagai berikut :

1. Diperlukan bimbingan dari guru untuk melakukan kegiatan

2. Waktu yang tersedia perlu dibatasi jangan sampai siswa terlalu banyak

bermain – main dalam proses pembelajaran

3. Guru perlu persiapan bahan dan alat yang memadai

4. Pada kelas yang jumlah murid nya banyak jika kurang bijaksana maka

akan menimbulkan keributan.

5. Dalam mengembangkan dan melaksanakan model make a match, guru

selalu memberikan bimbingan dan pengarahan dalam berbagai

kesempatan agar tidak terjadi keributan didalam kelas. Memotivasi siswa

menjadi bagian penting untuk menumbuhkan kesadaran pada diri siswa

terhadap keseriusan dalm proses belajar mengajar.

7. Media Pembelajaran

a. Pengertian Media Pembelajaran

Kata media berasal dari Bahasa latin medius dan merrupakan

Bentuk jamak dari kata medium yang secara harfiah berarti perantara atau

pengantar. Media bila di pahami secara garis besar adalah manusia,

materi atau kejadian yang membangun kondisi yang membuat siswa

mampu memperoleh pengetahuan keterampilan atau sikap. Jika dikaitkan

dengan pendidikan anak usia dini maka media pembelajaran berarti segala

sesuatu yang dapat dijadikan bahan (soft ware) dan alat (hardware) untuk
bermain yang membuat AUD mampu memperoleh pengetahuan,

keterampilan dan menentukan sikap. Dan media yang biasa digunakan

dalam PAUD adalahMedia dapat melayani berbagai peranan dalam

pembelajran, suatu pembelajaran mungkin tergantung pada kehadiran

seorang guru. Dalam situasi ini, media dapat menolong guru memberikan

sebagian informasi kepada anak. Di sisi lain, suatu pembelajaran mungkin

tidak membuat guru, seperti pembelajaran yang serimg disebut “self-

instruction”.dalam situasi ini pembelajaran dipandu oleh media yang telah

di desain sedemikian rupa sehinggamenggantikan fungsi guru dalam

mengarahkan pembelajaran dan memberikan informasi kepada anak

(Sujiono,2007:84)

b. Media Flash Card

Flash Card merupakan media grafis yang praktis dan aplikatif.

Dari pengertian flash card di atas yaitu kartu belajar yang efektif

mempunyai dua sisi dengan salah satu sisi berisi gambar, teks, atau

tanda simbol dan sisi lainnya berupa definisi, keterangan gambar,

jawaban, atau uraian yang membantu mengingatkan atau mengarahkan

siswa kepada sesuatu yang berhubungan dengan gambar yang ada pada

kartu.

Dapat disimpulkan media pemebelajran dikaitkan dengan anak

usia dini adalah media pembelajaran berarti segala sesuatu yang dapat

dijadikan bahan alat alat untuk bermain yang membuat AUD mampu
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan menentukan sikap dan

media yang biasa digunakan dalam PAUD adalah alat permainan

edukatif (APE). Media flash card adalah sebuah kartu yang mempunyai

dua sii berisi gambar, teks atau simbol yang dapat juga berfungsi

sebagai melekatkan sesuatu seperti huruf dan angka-angka.

Kerangka Berfikir dan Hipotesis

Pada dasarnya pengembangan koginitif dimaksudkan agar anak

mampu melakukan eksplorasi terhadap dunia sekitar melalui pancaindera,

sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya, anak akan dapat

melangsungkan hidupnya dan menjadi manusia yang utuh sesuai dengan

kodratnya sebagai makhluk Tuhan yang harus memberdayakan apa yang ada

di dunia ini untuk kepentingan dirinya dan orang lainnya (Susanto,2011:48)

Adapun proses kognisi meliputi berbagai aspek seperti persepsi,

ingatan, pikiran simbol, penalaran dan pemecahan masalah sehubungan

dengan hal ini Piaget berpendapat, bahwa pentingnya guru mengembangkan

kognitif pada anak adalah:

a. Agar anak mampu mengembangkan daya persepsinya berdasarkan apa

yang dilihat, didengar dan dirasakan, sehingga anak akan memiliki

pemahaman yang utuh dan komprehensif;

b. Agar anak mampu melatih ingatannya terhadap semua peristiwa dan

kejadian yang pernah dialaminya;


c. Agar anak mampu mengembangkan pemikiran-pemikirannnya dalam

rangka menghubungkan satu peristiwa dengan peristiwalainnya;

d. Agar anak mampu memahami simbol-simbol yang tersebar di dunia

sekitarnya;

f. Agar anak mampu melakukan penalaran-penalaran , baik yang terjadi

secara alamiah (spontan), maupun melalui proses ilmiah(percobaan).

g. Agar anak mampu memecahkan persoalan hidup yang dihadapinya,

sehingga pada akhirnya anak akan menjadi individu yang mampu

menolong dirinya sendiri.

Dengan demikian, melalui pengembangan kognitif, fungsi pikir dapat

digunakan dengan cepat dan tepat untuk mengatasi suatu situasi untuk

memecahkan suatu masalah(Susanto;2011:48-49)Namun kenyataan yang

terjadi dikelompok A1 TK Al-Ikhlas Sei Lulut kemampuan kognitif anak

didik masih rendah dan belum sesuai dengan tingkat pencapaian

perkembangan konsep bilangan dan lambang bilangan. Hal ini disebabkan

karena kurang keterlibatan anak dalam kegiatan pembelajaran, yang akhirnya

anak menjadi cepat bosan dan tidak ingin berpartipasi dalam kegiatan

pembelajaran. Harapan peneliti melakukan PTK pada anak kelompok A1 TK

Al-Ikhlas Sei Lulut pada aspek kognitif anak adalah anak mampu mengenal

angka 1-10. Apabila tidak segera diatasi maka kemampuan kognitif anak tidak

akan berkembang.Untuk mengatasi permasalahan ini maka peneliti

menggunakan model kombinasi yang cocok digunakan untuk anak kelompok


A1 TK Al-Ikhlas Sei Lulut adalah model Explicit Instruction, Make A Macth

dan Flash Card. dengan pembuktian yang dilakukan sendiri oleh anak maka

dengan sendirinya anak akan memahami konsep dari materi yang diajarkan.

Atas dasar inilah dapat digambarkan kerangka berpikir dalam peneltian ini

sebagai berikut

Gambar 2.1 Alur Kerangka Berpikir

HARAPAN KENYATAAN

Anak mampu mengenal Anak belum mampu mengenal


angka 1-10 angka 1-10
Anak hanya mampu
menyebutkan tanpa tau angka

Masalah
Belum berkembangnya kemampuan Kognitif anak dalam mengenal
angka 1 – 10

Penyebab
Anak kurang mampu berinteraksi. Anak tidak terlibat aktif dalam
pembelajaran dan metode yang dipergunakan kurang menarik minat anak
Dampak Pada Anak
Kemampuan kognitif anak dalam mengenal angka 1 -1 0 akan
menimbulkan masalah yaitu terhambatnya perkembangan kognitif anak
atau daya pikir anak untuk memasuki pendidikan lebih lanjut

Solusi
Menggunakan kombinasi model Explicit Intruction, Make A Match dan
Flash Card

Dampak aktivitas
Aktivitas guru dalam pembelajaran menjadi baik dengan menggunakan
model Explicit Intruction, Make A Match dan Flash Card
Aktivitas anak dalam pembelajaran juga menjadi aktif dan menyenangkan
sehingga menghilangkan rasa bosan pada anak

Dampak Pada Hasil


Hasil capaian perkembangan kemampuan kognitif anak dalam mengenal
angka 1 - 10 dapat mencapai ketuntasan yang diharapkan sesuai tahapan
perkembangan
c. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian tindakan kelas ini adalah: apabila

diterapkannya mengenalkan angka melalui benda disekitar maka aspek

kognitif anak dalam mengenal angka 1-10 di kelompok A TK Al-Ikhlas

sungai lulut Banjarmasin akan lebih baik

Anda mungkin juga menyukai